Evaluasi Kebijakan Mandatory Sentencing Law

III.4 Evaluasi Kebijakan Mandatory Sentencing Law

Kebijakan Mandatory Sentencing Law diberlakukan di Northern Territory dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kriminalitas di wilayah ini. Tindak kejahatan

yang kerap terjadi di Northern Territory adalah tindak kejahatan properti. 186 Maka dari itu, kebijakan Mandatory Sentencing Law ini diberlakukan untuk pihak yang

melakukan tindak kejahatan properti. Akan tetapi, implementasi kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory justru merugikan masyarakat Aborigin. Hal ini dikarenakan tindak kejahatan properti yang banyak dilakukan oleh masyarakat Aborigin memberikan dampak politik, ekonomi, dan sosial terhadap

keberlangsungan hidup masyarakat Aborigin di Northern Territory. 187 Pada akhirnya, kebijakan Mandatory Sentencing Law ini dihapuskan di

Northern Territory dikarenakan tidak efektifnya kebijakan ini karena tidak berhasil untuk mencapai tujuannya mengurangi tingkat kriminalitas di negara bagian ini. Hal

182 Gordon Hughes. Op.Cit, hlm. 4. 183 Mirko Bagaric. Consistency and Fairness in Sentencing. Amerika: Berkeley Jorunal of Criminal

Law. 2000, hlm. 16. 184 Ibid., hlm. 17.

185 Ibid., hlm. 17. 186 Aboriginal Justice Council. Call for Repeal of Western Australia Mandatory Sentencing. Australia:

The Guardian. 2001, hlm. 1. 187 Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Op.Cit, hlm. 29.

ini dikarenakan tingkat kriminalitas di Northern Territory setelah menjalankan kebijakan Mandatory Sentencing Law justru meningkat. Maka dari itu, kebijakan Mandatory Sentencing Law ini pada akhirnya dihapuskan dari wilayah Northern

Territory. 188 Proses kebijakan Mandatory Sentencing Law dapat dilihat dengan

menggunakan Teori Kebijakan Publik yang dikemukakan oleh James E. Anderson. Dalam teori ini, James E. Anderson mengemukakan bahwa terdapat lima tahap dalam proses kebijakan publik. Tahap pertama adalah pengidentifikasian suatu masalah dan agenda setting nya. Pada tahap pertama, masalah yang kemudian akan menjadi target dari kebijakan pubik harus menjadi fokus pembahasannya. Pembuat kebijakan publik harus menetapkan masalah yang spesifik, sehingga dapat dilihat detail dari permasalahan tersebut, bagaimana kondisinya, serta alasan mengapa permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan pembuatan kebijakan publik. Dalam hal ini, aktor dari kebijakan publik harus benar-benar mengetahui tindakan yang diambil dalam

mengatasi permasalahan yang ada. 189 Dapat dilihat bahwa tahap pertama dalam kasus ini adalah bagaimana aktor

dari kebijakan Mandatory Sentencing Law merumuskan kebijakan ini. Pemerintah pada awalnya melihat meningkatnya kriminalitas di Northern Territory sebagai masalah yang besar. Tindak kejahatan properti merupakan jenis kejahatan yang banyak dilakukan di negara bagian ini. Maka dari itu, pemerintah menetapkan tindak kejahatan properti sebagai masalah utama yang harus diselesaikan. Hal ini membuat pemerintah berusaha untuk merumuskan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi permasalahan ini.

Kemudian, tahap kedua dalam proses kebijakan publik adalah formulasi kebijakan publik. Aktor kebijakan publik harus mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam penanganan permasalahan yang ada. Selain itu, aktor juga harus mempersiapkan jalan alternatif sebagai antisipasi ketika menjalankan kebijakan publik. Sejak sebelum diterapkannya kebijakan tersebut, aktor harus mengetahui

Law Council of Australia. Policy Discussion Paper on Mandatory Sentencing. Australia: Law Council of Australia. 2014, hlm. 50.

189 James E. Anderson. Op.Cit, hlm. 3.

kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi ketika menjalankan kebijakan ini. 190 Dalam hal ini, pemerintah sebagai aktor dari kebijakan Mandatory Sentencing Law harus

sudah mengantisipasi hal-hal yang dapat terjadi selama diberlakukannya kebijakan ini. Pemerintah pada tahap kedua ini harus sudah memikirkan mengenai kemungkinan terburuk ketika kebijakan Mandatory Sentencing Law diimplementasikan. Hal ini dapat disebut mitigasi, dimana upaya penanganan ketika terjadi kemungkinan terburuk harus dapat dipikirkan sejak semula.

Selain itu, tahap ketiga adalah pengadopsian kebijakan publik. Pada tahap ini, pemerintah harus melihat apa saja alternatif yang memungkinkan apabila pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan publik. Pemerintah berusaha melihat apakah jalur alternatif tersebut dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan, dan apakah

kebijakan merupakan jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah. 191 Dalam hal ini, pemerintah Australia mencoba untuk mencari jalan alternatif selain kebijakan

Mandatory Sentencing Law untuk berusaha menyelesaikan permasalahan mengenai kriminalitas.

Pemerintah Australia sebelumnya telah mencoba berbagai cara untuk mengurang tingkat kriminalitas di Northern Territory. Cara-cara tersebut antara lain seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya dari kejahatan properti. Selain itu, pemerintah mencoba untuk menyatukan masyarakat dalam organisasi agar masyarakat dapat bekerja sama untuk menghindari dan melawan terjadinya kejahatan properti. Kemudian, pemerintah juga telah berusaha untuk meningkatkan kapasitas dari lembaga peradilan pidana agar dapat mencegah

kejahatan dan juga pengulangan kejahatan tersebut. 192 Akan tetapi, usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak membuahkan hasil. Hal ini kemudian membuat

pemerintah berpikir bahwa menjalankan kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory merupakan pilihan yang terbaik.

Ibid., hlm. 3. 191 Ibid., hlm. 3-4.

192 Australian Institute of Criminology. National Crime Prevention Framework. Australia: Australian Institute of Criminology. 2011, hlm. 6.

Kemudian, terdapat tahap keempat dalam proses kebijakan publik. Tahap keempat adalah tahap implementasi kebijakan publik. Dalam tahap ini, pemerintah sudah memilih bahwa menjalankan kebijakan publik dalam masyarakat adalah pilihan yang terbaik yang dapat digunakannya untuk mengatasi permasalahan dalam negara. Maka dari itu, pemerintah berusaha untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dengan memperhatikan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam penerapannya. Aktor kebijakan publik memiliki peran penting dalam hal ini karena sangat berdampak pada berjalannya kebijakan publik dan dampak dari kebijakan

tersebut. 193 Implementasi kebijakan publik merupakan hal yang sangat penting untuk

diperhatikan. Hal ini membuat pihak pemerintah dapat melihat apakah kebijakan publik yang dijalankan dapat berhasil untuk mengatasi permasalahan atau tidak. Dalam hal ini, pemerintah Australia telah menjalankan kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory pada tahun 1997. Kebijakan ini telah berhasil membawa masyarakat yang melakukan tindak kejahatan properti untuk dihukum dalam penjara. Akan tetapi, semakin lama kebijakan ini diterapkan, masyarakat Northern Territory yang masuk ke dalam penjara semakin banyak. Hal ini dikarenakan terjadinya pengulangan tindak kejahatan oleh masyarakat yang sebelumnya telah dihukum dalam penjara karena melakukan tindak kejahatan properti. Selain itu, dalam implementasinya banyak masyarakat Aborigin yang terlibat dalam kasus ini. Masyarakat Aborigin di Northern Territory rata-rata memiliki penghasilan yang rendah. Hal ini lah yang membuat banyaknya masyarakat Aborigin yang melakukan tindak kejahatan properti dan terkena hukuman wajib atau hukuman minimal yang ditetapkan dalam kebijakan Mandatory Sentencing Law.

Pada tahap kelima, pemerintah melakukan evaluasi terhadap kebijakan publik yang telah dijalankannya. Hal yang paling diperhatikan dalam tahap ini adalah dengan melihat apakah kebijakan publik yang telah dijalankan berhasil untuk mengatasi permasalahan yang ada atau tidak. Dampak dari kebijakan publik dalam hal ini merupakan hal yang paling diperhatikan dalam tahap ini. Dampak yang

193 James E. Anderson. Op.Cit, hlm. 5.

dihasilkan ini dapat berupa dampak yang positif maupun negatif dan melihat pula dampak politik, ekonomi, sosial yang terjadi dalam masyarakat. Maka dari itu, sejak awal dirumuskannya kebijakan publik harus sangat memperhatikan tujuannya. Kemudian, tujuan yang sejak awal dirumuskan dikaitkan dengan realita yang terjadi. Pada akhirnya, dapat dilihat apakah kebijakan publik sudah berhasil mencapai tujuannya atau tidak dapat mencapai tujuan yang ditargetkan. Konsekuensi dari dijalankannya kebijakan publik dalam negara juga harus dihadapi oleh aktor pembuat

kebijakan publik, yaitu pemerintah. 194 Kebijakan publik dapat mengatasi suatu masalah apabila kebijakan tersebut

berjalan secara positif. Akan tetapi, apabila kebijakan publik berjalan secara negatif, kebijakan ini justru dapat membentuk permasalahan yang baru. 195 Dalam realitanya,

kebijakan Mandatory Sentencing Law tidak berhasil mencapai tujuannya untuk mengurangi tingkat kriminalitas di Northern Territory. Kebijakan ini memang berhasil untuk menangkap banyak pelaku tindak kejahatan properti. Akan tetapi, setelah kebijakan ini diterapkan, tingkat kriminalitas di Northern Territory justru meningkat. Hal ini lah yang membuat kebijakan yang diterapkan di Northern Territory ini telah gagal untuk mencapai tujuannya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas di Northern Territory justru meningkat setelah diterapkannya kebijakan Mandatory Sentencing Law.

Selain itu, kebijakan Mandatory Sentencing Law juga memberikan dampak permasalahan baru yang dibagi dalam aspek politik, ekonomi, dan sosial. Dalam aspek politik, kebijakan ini telah membuat berkurangnya partisipasi politik masyarakat Aborigin di Northern Territory. Kemudian dalam aspek ekonomi, dengan banyaknya laki-laki Aborigin yang terkena hukuman ini, kegiatan para kepala keluarga sebagai pencari nafkah pun menjadi ditinggalkan dan perekonomian serta kesejahteraan keluarganya pun menjadi menurun. Terakhir, dalam aspek sosial dapat dilihat dengan banyaknya representasi masyarakat Aborigin dalam penjara yang menibulkan permasalahan seperti tingginya tingkat kematian karena banyak

Ibid., hlm. 5. 195 Ibid., hlm. 5.

masyarakat Aborigin yang merasa tertekan dalam penjara dan melakukan bunuh diri, serta dampak sosial bagi remaja Aborigin yang meninggalkan sekolah untuk menghadapi hukuman yang diberikan kepadanya tersebut.