Dampak Kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory terhadap Masyarakat Aborigin dalam bidang Sosial
III.3 Dampak Kebijakan Mandatory Sentencing Law di Northern Territory terhadap Masyarakat Aborigin dalam bidang Sosial
III.3.1 Dampak Terhadap Tingkat Kriminalitas
Kebijakan Mandatory Sentencing Law tidak berhasil untuk mencapai tujuannya dalam penerapannya di Northern Territory sampai pada akhir kebijakan ini dihapuskan. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi tingkat kriminalitas. Akan tetapi, sampai pada saat sebelum penghapusan kebijakan Mandatory Sentencing Law, tingkat kriminalitas di Northern Territory justru
meningkat. 163 Hal ini disebabkan oleh pelaku tindak kejahatan yang melakukan pengulangan pelanggaran. 164
Banyak masyarakat Aborigin yang mengalami keterbelakangan mental. Hal ini membuat komunikasi antara pemerintah dan masyarakat Aborigin menjadi
terhambat. 165 Pemerintah menerapkan three strikes law pada kebijakan Mandatory Sentencing Law agar masyarakat merasa jera dan tidak melakukan pengulangan
pelanggaran. 166 Akan tetapi, masyarakat Aborigin justru menggunakan keadaan seperti ini untuk melakukan tindak kejahatan properti. 167 Maka dari itu, mayoritas
dari masyarakat yang dipenjara karena melakukan tindak kejahatan properti adalah masyarakat Aborigin.
Hukuman wajib atau hukuman minimal diberikan tergantung pada frekuensi pelaku tersebut melakukan tindak kejahatan, bukan berdasarkan seberapa besar
kerugian yang ditimbulkan oleh orang tersebut. 168 Maka dari itu, masyarakat Aborigin banyak melakukan tindak kejahatan properti dengan mencuri sebanyak-
banyaknya dan mendapatkan hukuman wajib atau hukuman minimal yang pertama, yaitu selama 14 hari. Kemudian setelah terbebas dari penjara, masyarakat Aborigin
melakukan tindak kejahatan properti untuk kedua kalinya dan seterusnya. 169 Terdapat dua kemungkinan mengapa masyarakat Aborigin melakukan
pengulangan tindak kejahatan. Kemungkinan yang pertama adalah karena hukuman yang tidak diberikan sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan. Selain itu, terdapat pula kemungkinan yang kedua yaitu dengan bertemunya pelaku tindak kejahatan ini dengan pelaku tindak kejahatan lainnya di penjara. Hal ini dapat membuat tahanan yang satu mempelajari untuk melakukan tindak kejahatan lainnya dari tahanan yang
Neil Morgan. Op.Cit, hlm. 149. 164 Paula Smith. The Effects of Prison Sentences and Intermediate Sanctions on Recidivism: General
Effects and Individual Differences. Kanada: Public Works and Government Services Canada. 2002, hlm. 11.
165 Adrian Hoel. Op.Cit, hlm. 18. 166 Eric Helland. Does Three Strikes Deter? A Non-Parametic Estimation. Amerika: University of Wisconsin. 2007, hlm. 4.
167 Don Weatherburn. The Effect of Prison on Adult Re-offending. Australia: NSW Bureau of Crime Statistics and Research. 2010, hlm. 10.
168 Adrian Hoel. Op.Cit, hlm. 1. 169 Gordon Hughes. Op.Cit, hlm. 4.
lain di dalam penjara. 170
III.3.2 Dampak Terhadap Tingkat Populasi Penjara
Kebijakan Mandatory Sentencing Law telah meningkatkan populasi masyarakat Aborigin di dalam penjara Northern Territory. 171 Di wilayah ini, populasi
masyarakat Aborigin yang berada di dalam penjara selama tahun 1999 sekitar 67 persen. 172 Kemudian, sekitar bulan Juni 1996 sampai bulan Maret 1999, tingkat
masyarakat dewasa yang berada di dalam penjara meningkat sampai 40 persen. Kondisi penjara di Northern Territory dapat dilihat pada Gambar 2 dalam Lampiran. Kemudian, jumlah perempuan yang berada di dalam penjara pada tahun 1999
meningkat sebesar 485 persen. 173 Kondisi perempuan dalam penjara di Northern Territory dapat dilihat pada Gambar 3 dalam Lampiran.
Selain itu, hampir 80 persen populasi penjara dipenuhi oleh masyarakat yang berusia dibawah 24 tahun, sekitar 76 persen berasal dari masyarakat terpencil, dan 68 persen masyarakat tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya. Hampir dua per tiga dari populasi penjara tidak menyelesaikan dua tahun pertama di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan hampir dua per tiga pula memiliki masalah
dalam penyalahgunaan alkohol dan bensin. 174 Berikut terdapat data yang memperlihatkan meningkatnya tingkat populasi masyarakat Australia yang berada di
dalam penjara di Northern Territory, setelah diterapkannya hukuman wajib atau hukuman minimal dalam kebijakan Mandatory Sentencing Law di wilayah ini.
Sentencing Advisory Council of Victoria. Loc.Cit. 171 Leonie Howe. Mandatory Sentencing: A Death Sentence in the Northern Territory? Australia:
Institute of Criminology University of Sydney. 2001, hlm. 377. 172 Australian Bureau of Statistics (ABS). ABS Catalogue Number 4512: Corrective Services
Australia. Australia: Australian Bureau of Statistics (ABS). 1999. 173 John Sheldon. Op.Cit, hlm. 99.
174 Leonie Howe. Op.Cit, hlm. 377.
Grafik 3.2 Tingkat Populasi Masyarakat Australia dalam Penjara di Northern Territory
Sumber: NT Office of Crime Prevention. Mandatory Sentencing For Adult Property Offenders: The Northern Territory Experience. Australia: NT Office of Crime Prevention. 2003, hlm. 8.
Melalui grafik diatas ini, dapat dilihat bahwa populasi masyarakat yang masuk ke dalam penjara di Northern Territory terus meningkat sejak Desember 1997. Kebijakan Mandatory Sentencing Law yang mulai diterapkan di Northern Territory pada tahun 1997 ini dapat dijadikan indikasi peningkatan populasi penjara wilayah ini. Populasi penjara terus meningkat sampai pada dihapuskannya kebijakan Mandatory Sentencing Law dari Northern Territory pada tahun 2001, yang justru membuat populasi penjara di wilayah ini menjadi berkurang.
Selain itu, berikut juga terdapat data yang memperlihatkan komposisi dari masyarakat di Northern Territory yang terkena hukuman wajib atau hukuman minimal pada tindak kejahatan yang dilakukan untuk pertama kalinya, berdasarkan usia dan ras masyarakat.
Grafik 3.3 Komposisi Masyarakat di Northern Territory yang Terkena Hukuman Wajib atau Hukuman Minimal Pada Tindak Kejahatan Pertama
Sumber: NT Office of Crime Prevention. Mandatory Sentencing For Adult Property Offenders: The Northern Territory Experience. Australia: NT Office of Crime Prevention. 2003. Hlm. 3.
Melalui grafik diatas ini, dapat dilihat bahwa masyarakat di Northern Territory yang paling banyak terkena hukuman wajib atau hukuman minimal pada saat melakukan tindak kejahatan pertamanya adalah masyarakat Aborigin dalam cakupan usia 17-24 tahun. Melalui hal ini, dapat dikatakan bahwa hukuman wajib atau hukuman minimal telah memiliki dampak yang sangat besar terhadap remaja Aborigin. Seiring dengan semakin bertambahnya usia, masyarakat Aborigin dan masyarakat kulit putih di Australia semakin sedikit yang melakukan tindak kejahatan properti, sehingga sedikit pula masyarakat lanjut usia yang berada dalam penjara di Northern Territory.
Sesuai data dari NT Office of Crime Prevention, dinyatakan bahwa jumlah masyarakat Aborigin yang mendapatkan hukuman wajib atau hukuman minimal di Northern Territory jauh lebih banyak daripada masyarakat kulit putih. Dari total 100 persen, 73 persen dari masyarakat yang terkena hukuman ini adalah masyarakat
Aborigin, dan sisanya yaitu 27 persen adalah masyarakat kulit putih. Kemudian, dari pelaku tindak kejahatan properti, baik masyarakat Aborigin maupun kulit putih, 90 persen dari pelaku berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, NT Office of Crime Prevention juga menyatakan bahwa dari total kasus pelanggaran properti, masyarakat yang paling banyak terkena hukuman ini adalah masyarakat dibawah 25 tahun, yang
dapat diklasifikasikan sebagai remaja. 175 Berikut terdapat data yang menunjukkan komposisi masyarakat di Northern Territory yang terkena hukuman wajib atau
hukuman minimal pada tindak kejahatan properti yang pertama, kedua, dan ketiga kalinya, yang dibedakan berdasarkan ras, yaitu masyarakat Aborigin dan masyarakat kulit putih.
Grafik 3.4 Komposisi Masyarakat di Northern Territory yang Terkena Hukuman Wajib atau Hukuman Minimal pada Tindak Kejahatan Pertama, Kedua, dan Ketiga
Sumber: NT Office of Crime Prevention. Mandatory Sentencing For Adult Property Offenders: The Northern Territory Experience. Australia: NT Office of Crime Prevention. 2003. Hlm. 5.
NT Office of Crime Prevention. Mandatory Sentencing for Adult Property Offenders: The Northern Territory Experience. Op.Cit, hlm. 2.
Dapat dilihat dalam grafik diatas, populasi penjara di Northern Territory mayoritas dipenuhi oleh masyarakat Aborigin. Hal ini dikarenakan besarnya peluang masyarakat Aborigin untuk melakukan tindak kejahatan properti, yang menjadi taget pemerintah Australia untuk memberikan efek jera. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa masyarakat Aborigin lebih berpotensi untuk melakukan pengulangan tindak kejahatan dibandingkan dengan masyarakat kulit putih, yang semakin sedikit dalam melakukan pengulangan tindak kejahatan properti. Hal ini dapat disebabkan karena cara pandang atau perspektif yang berbeda antara masyarakat Aborigin dan
masyarakat kulit putih dalam memaknai suatu kebijakan. 176 Selain itu, tingkat populasi remaja Aborigin dalam penjara juga meningkat
dengan 75 persen dari remaja Aborigin yang menjadi tahanan. Peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya remaja Aborigin yang terkena hukuman wajib atau hukuman minimal melalui kebijakan Mandatory Sentencing Law karena melakukan tindak kejahatan properti. Hal ini menyebabkan tahanan remaja Aborigin pada tahun
1997-1998 meningkat sebanyak 53,3 persen di Northern Territory. .177
III.3.3 Dampak Terhadap Tingkat Kematian
Kebijakan Mandatory Sentencing Law meningkatkan kematian masyarakat Aborigin di Australia. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat Aborigin yang terkena hukuman wajib atau hukuman minimal ini dan berada di dalam penjara. Di dalam penjara tersebut lah yang kemudian banyak membuat masyarakat Aborigin
mengalami kematian, dengan melakukan bunuh diri. 178 Masyarakat Aborigin banyak mendapatkan perlakuan yang kurang baik selama berada di dalam penjara. Hal ini
yang kemudian menjadi beban psikologis bagi tahanan yang berada di dalam penjara dan menjadikannya berada di bawah tekanan. 179
Terdapat kasus di Northern Territory, dimana Robert, yang merupakan remaja Aborigin memutuskan untuk bunuh diri di dalam penjara pada saat menjalani
Gordon Hughes. Op.Cit, hlm. 4. 177 Senate Legal and Constitutional References Committee, hlm. 61.
178 Rosemary Miller. Op.Cit, hlm. 4. 179 Smart Justice. Op.Cit, hlm. 1.
hukuman wajib atau hukuman minimal melalui kebijakan Mandatory Sentencing Law. Sebelumnya, Robert telah diurus oleh Department of Family, Youth, and Children’s Service sejak usia 12 tahun. Hal ini dikarenakan kurangnya perlakuan yang layak oleh keluarga Robert. Robert kemudian merasa bahwa dirinya diperlakukan dengan keras oleh petugas penjara. Hal ini membuat Robert merasa berada dibawah tekanan dan memutuskan untuk bunuh diri pada usia nya yang ke 15
tahun. 180 Dengan ini, kebijakan Mandatory Sentencing Law telah memberikan dampak
dalam mengurangi populasi masyarakat Aborigin di Northern Territory. Terlebih masyarakat Aborigin yang banyak memutuskan untuk bunuh diri adalah para remaja Aborigin yang terkena hukuman wajib atau hukuman minimal ini. Hal ini berarti, kebijakan Mandatory Sentencing Law telah mengurangi generasi muda Aborigin
yang dapat menjadi penerus bangsa. 181 Tingginya tingkat kematian masyarakat Aborigin ini merupakan kerugian yang besar bagi pemerintah dan terlebih bagi
masyarakat Aborigin.
III.3.4 Dampak Terhadap Pendidikan
Remaja Aborigin di Northern Territory banyak terkena hukuman wajib atau hukuman minimal melalui kebijakan Mandatory Sentencing Law. Hal ini dikarenakan hukuman wajib atau hukuman minimal ini memang diterapkan bagi para remaja dengan ketentuan yang berbeda. Apabila pelaku tindak kejahatan properti adalah remaja yang melakukan tindak kejahatan pertamanya, maka remaja ini tidak mendapatkan hukuman apapun. Akan tetapi, ketika remaja tersebut melakukan tindak kejahatan kedua dan seterusnya, maka remaja yang bersangkutan ini akan mendapatkan hukuman wajib atau hukuman minimal selama 28 hari penjara atau mendapatkan pilihan untuk berpartisipasi dalam program yang ditentukan. Kemudian, pada tindak kejahatan yang ketiga kalinya, remaja tersebut harus menerima hukuman
Australian Human Rights Commission. Deaths in Custody and Mandatory Sentencing. Australia: Australian Human Rights Commission. 2000, hlm. 5. 181 Mike Hough. Public Attitudes to the Principles of Sentencing. Australia: Sentencing Advisory
Panel. 2009, hlm. 18.
wajib atau hukuman minimal selama 28 hari penjara. 182 Banyaknya representasi remaja Aborigin dalam penjara mempengaruhi
tingkat pendidikan masyarakat Aborigin. Hal ini dikarenakan remaja Aborigin yang berada di dalam penjara tidak dapat mengikuti kegiatan sekolah yang telah menjadi
kewajibannya sehari-hari. 183 Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, terlebih bagi masyarakat Aborigin. Dengan remaja Aborigin yang memiliki pendidikan lebih
tinggi, maka masa depan remaja tersebut dapat lebih baik dari orangtua nya, dengan mendapatkan pekerjaan yang baik, dan lain-lain. 184 Maka dari itu, remaja Aborigin
yang tidak mendapatkan pendidikan dikarenakan terkena hukuman wajib atau hukuman minimal melalui kebijakan Mandatory Sentencing Law merupakan suatu
kerugian bagi masyarakat Aborigin. 185