C-Rekatif Protein CRP TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Gambar 2.1 Patogenesis intoleransi glukosa pada penderita obesitas, dikutip dari Bray 2004 Selanjutnya untuk memahami mekanisme terjadinya obesitas lebih lanjut perlu pemahaman yang lebih. Tidak sekedar hanya semata-mata ketidak seimbangan antara energi asupan dan energi pengeluaran, namun juga proses yang mendasarinya. Telah diketahui bahwa regulasi energi pada tubuh manusia diperankan oleh otak melalui sistem saraf yang mempengaruhi kerja hormon dan sinyal yang terkait pada asupan nutrisi. Hipotalamus merupakan pusat regulasi metabolisme energi. Selain pengaturan secara hormonal, hipotalamus dapat pula mengenali jenis makanan. Seperti yang ditemukan pada penelitian yaitu long chain fatty acid-CoA berperan dalam integrasi metabolisme karbohidrat dan lemak, yang terkait dengan melacortin circuit. 16 17

2.2 C-Rekatif Protein CRP

CRP pertama kali didiskripsikan oleh William Tillet dan Thomas Francis di Institut Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dari serum Universitas Sumatera Utara pasien yang menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk presipitasi dengan C - Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama C-Reactive Protein. 10,15 CRP adalah sebuah reaktan fase akut yang diproduksi di hepatosit hati dengan induksi sitokin IL-6 yang dapat meningkat kadarnya dalam serum sampai 1000 kali lipat selama cedera dan infeksi. Kadar CRP meningkat pada individu obesitas yang memiliki jaringan adiposa yang banyak. 7 Bukti terbaru menunjukkan bahwa hs-CRP berperan utama dalam proses fisiologis pada sindroma metabolik. Tingginya kadar hs-CRP telah terbukti menjadi prediktor independen resiko kardiovaskular untuk semua derajat keparahan sindroma metabolik, juga berkorelasi dengan obesitas abdominal pada pria dengan dislipidemia aterogenik sebuah karakteristik klinis yang penting pada sindroma metabolik.Woman’s Health Study menyatakan hs-CRP yang tinggi berkorelasi dengan resisitensi insulin pada wanita non diabetes hal ini memberikan bukti tambahan hubungan antara peradangan dengan resiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Pada ateroskleoris dan obesitas dimana terjadi inflamasi kronis dan kerusakan jaringan yang terjadi hanya sedikit small injury, tidak mengakibatkan peningkatan kadar CRP yang sangat tinggi, melainkan berada dalam rentang kadar yang rendah 10 mgL sehingga dikembangkan suatu pemeriksaan yang disebut hs-CRP high sensitivity - C Reactive protein. 9 18 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Jalur inflamasi pada penderita obesitas, dikutip dari Vincent,2006 Hs-CRP dapat digunakan untuk mendeteksi inflamasi pada proses aterosklerosis karena dapat mengukur kadar CRP dalam kuantitas yang sangat kecil dan diukur dengan metode yang sangat sensitif. 11 Gambar 2.3 Peran CRP dalam pembentukan Aterosklerosis Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2003, American Heart Association dan Centers for Disease Control AHA CDC merekomendasikan bahwa hs-CRP dapat digunakan sebagai suatu marker untuk menilai resiko kejadian kardiovaskular dan merupakan prediktor independen yang kuat untuk penyakit kardiovaskular dan berperan aktif dalam perkembangan plak aterosklerosis. Dalam rekomendasi tersebut, nilai cut off hs-CRP 3 mgL dianggap sebagai resiko tinggi untuk terjadinya PJK. Kondisi-kondisi yang sering menyebabkan peningkatan kadar hs-CRP antara lain infeksi, baik oleh karena bakteri maupun virus, trauma, pembedahan, luka bakar, infark jaringan, penyakit autoimun dan penyakit keganasan dengan kadar CRP bervariasi diatas 10 mgL. Nilai CRP stabil untuk jangka waktu yang lama, tidak dipengaruhi oleh intake makanan, usia, jenis kelamin dan tidak ada variasi sirkadian. Pada individu sehat tanpa inflamasi, kadar CRP 1 mgL dengan median 0.8 mgL. Bilamana terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Untuk penyebab infeksi bakteri, penyakit auto immun dan keganasan, nilai CRP dapat mencapai lebih dari 100 mgL. Dalam waktu yang relatif singkat 6 – 8 jam setelah terjadinya reaksi radang akut kerusakan jaringan, sintesis dan sekresi dari CRP meningkat dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam, dan hanya dalam waktu 24- 48 jam telah mencapai nilai puncaknya. 13 Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi atau infeksi hilang. Oleh karena keuntungan itu, CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi dan penyakit infeksi. hs - CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran antara 0,3 – 300 mgL. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi kronis derajat rendah low level inflammation. Pemeriksaan hs- CRP yang sangat sensitif ini dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis sebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi kronis derajat rendah. 13 Universitas Sumatera Utara AHA CDC 12 - hs-CRP 1,0 mgL  risiko terkena PJK rendah Low risk membagi nilai cut off hs-CRP berdasarkan resiko terjadinya PJK yaitu : - hs-CRP 1,0 - 3,0 mgL  risiko terkena PJK sedang intermediate risk - hs-CRP 3,0 mgL 10 mgL  risiko terkena PJK tinggi high risk Penelitian tentang hs-CRP, DPP study tahun 2005 pada kelompok pria dengan TGT yang mendapat metformin terjadi penurunan kadar hs-CRP sebesar 7 sedangkan kelompok kontrol terjadi kenaikan kadar hs-CRP 5. Selvin dkk pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa penurunan berat badan merupakan strategi non farmakologis yang efektif untuk menurunkan kadar CRP. Penelitian di Indonesia Djoko Hardiman tahun 2008 di Semarang, penelitian dilakukan pada populasi prediabetes dimana pada kelompok dengan metformin terjadi penurunan kadar hs-CRP, PAI-1, VCAM dan fibrinogen dan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan semua marker inflamasi tersebut.

2.3 Manajemen Klinik Obesitas