Pengenalan Terhadap Surat Al-Dhuhâ

A. Pengenalan Terhadap Surat Al-Dhuhâ

1. Nama Surat

Surat al-Dhuhâ adalah surat makkiyah, turun setelah surat al-Fajr, terdiri dari

11 ayat, 40 kata dan 172 huruf. Dinamakan surat al-Dhuhâ karena mengambil nama pembuka surat, yaitu Allâh bersumpah dengan al-Dhuhâ; permulaan siang ketika matahari mulai tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya waktu tersebut yang ditandai dengan munculnya cahaya yang merupakan simbol bagi kebenaran, karena ayat ini berbicara tentang Nabi Muhammad, karenanya dimulai dengan al-Dhuhâ. Sebaliknya surat sebelumnya karena berbicara tentang orang yang bakhil maka ia diawali dengan

al-Lail. 1 Pada ayat sebelumnya Allâh mendahulukan kata al-Lail, pada ayat ini Allâh

mendahulukan waktu Dhuhâ. Hikmah dari hal ini adalah; pada keduanya terdapat maslahah bagi para mukallaf. 2 Malam mempunyai kelebihan dari pada siang karena

lebih dahulu disebutkan dalam al-Qur’ân: u‘θ‘Ζ9$#uρ ÏM≈uΗä>—à9$# Ÿ≅yèy_uρ uÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# t,n=y{ “Ï%©!$# ߉ôϑptø:$# ¬!

1 Dr Wahbah Zuhaili, Al- Tafsîr al-Munîr fi al- Aqîdah wa al- Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut: Dâr Al-Fikr, tt), juz. 29, h.279

2 Mukallaf adalah seseorang yang telah sampai pada umur akil baligh dan telah sampai padanya dakwah Islam (makna dua kalimat syahadat).

Maknanya: “Segala puji bagi Allâh yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang”. (Q.S. al-An’âm: 1) Dan siang mempunyai kelebihan karena padanya cahaya. Malam bagaikan dunia dan siang bagaikan akhirat, masing-masing mempunyai kelebihan. Maka tidak ada salahnya kadang malam didahulukan dan terkadang siang yang didahulukan. Sebagaimana dalam ayat yang lain Allâh terkadang mendahulukan sujud dari pada

ruku’ dan terkadang mendahulukan ruku’ dari pada sujud. 3 Penyebutan Dhuha yang menurut bahasa adalah permulaan siang dilanjutkan

dengan Lail yang berarti malam secara keseluruhan memberikan beberapa isyarat : pertama, bahwa bagian dari siang tersebut menyamai semalam penuh, artinya pekerjaan yang dapat dilakukan pada bagian dari siang tersebut menyamai dengan apa yang dapat dilakukan pada semalaman. Kedua, siang adalah waktu bergembira dan bersantai-santai sedangkan malam adalah waktu dimana orang banyak merasakan ketakutan dan kesedihan. Hal ini memberikan isyarat bahwa kesedihan dunia lebih panjang dari pada kesenangannya. Sebagaimana Dhuhâ hanya beberapa waktu sedangkan malam lebih panjang waktunya. Ketiga, waktu Dhuhâ menunjukkan aktifitas manusia dan perkumpulan mereka seakan-akan sama dengan waktu berkumpulnya manusia di padang makhsyar. Dan malam menunjukkan waktu berhentinya manusia dari aktifitas seakan-akan sama dengan gelapnya kubur. Keduanya ada hikmah dan keni’matannya. Keempat, disebutkan waktu Dhuhâ agar

3 Fakhruddin al-Razi, Al- Tafsîr al-Kabîr, (Thahran: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, tt), cet. II, juz. 31, h. 207-208

Adanya sumpah dengan keduanya dikarenakan orang-orang kafir Quraisy mengklaim bahwa Allâh meninggalkan Muhammad dan membencinya, maka seharusnya mereka yang mengeluarkan hujjah (bukti) akan tetapi mereka tidak dapat mendatangkannya. Karenanya ayat ini dimulai dengan sumpah bahwa Allâh tidak meninggalkan Muhammad dan membencinya. Sebagaimana kaidah ushul fiqh

mengatakan:

Maknanya: “Bukti bagi orang yang menuduh dan sumpah bagi orang mengingkari”.

2. Keistimewaan-keistimewaan Surat al-Dhuhâ

Diriwayatkan dari Abû al-Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn Abdullâh ibn Abî Bazzah al-Muqri’ berkata: saya membaca di depan Ikrimah ibn Sulaimân, saya dikabarkan bahwa ia membaca pada Isma’îl ibn Qasthanthîn dan Syibl ibn ‘Imâd. Ketika saya sampai pada surat ad-Dhuhâ ia (Ikrimah) berkata kepada saya: “Bertakbirlah hingga akhir setiap surat, karena sesungguhnya saya baca pada Ibn Katsîr dan ia menyuruhku seperti itu. Dan ia mengabarkan kepada saya bahwa ia membaca kepada Mujahid dan ia (mujahid) menyuruhnya bertakbir dan Mujahid membaca pada Ibn Abbâs dan Ibn Abbâspun menyuruhnya seperti itu. Dan Ibn Abbâs membaca pada Ubay ibn Ka‘b dan iapun menyuruhnya seperti itu. Dan Ubay

4 Fakhruddin al-Razi, Al- Tafsîr al-Kabîr,, h. 209

al-Dhuhâ. Adapun bacaan takbirnya menurut sebagian cukup dengan membaca ﷲا ﺮﺒآأ dan sebagian lagi mengatakan dengan membaca ﺮﺒآأ ﷲاو ﷲا ﻻإ ﻪﻟإﻻ ﺮﺒآأ ﷲا .

Para Qurrâ’ (ahli baca al-Qur’ân) menyebutkan kaitannya takbir ini dengan awal

surat al-Dhuhâ yaitu; ketika wahyu terlambat datang pada Rasûlullâh dan terjadi kevakuman. Kemudian datanglah malaikat Jibrîl dengan surat al-Dhuhâ keseluruhannya, Rasûlpun bertakbir karena bahagia dan senang. Ibn Katsîr menyebutkan bahwa riwayat tentang hal ini tidak disebutkan dengan sanad yang

dapat dihukumi shahîh atau dhaif. 5 Dari riwayt inilah kemudian al-Imâm al-Syafî’i mengatakan bahwa di sunnahkan membaca takbir setelah membaca surat al-Dhuhâ

dan setiap selesai membaca surat-surat setelahnya. 6 Sebagian mufassir menyebutkan

bacaan takbirnya adalah ﺮﺒآأ ﷲا , dan sebagian yang lain menyebutkan; ﻪﻟإﻻ ﺮﺒآأ ﷲا ﺮﺒآأ ﷲاو ﷲا ﻻإ .

Menurut Quraisy Shihab takbir yang diucapkan Rasûlullâh merupakan luapan kegembiraan beliau setelah menerima wahyu surat al-Dhuhâ. Takbir tersebut beliau

5 Al-Qasimi, Mahâsin Al- Ta’wîl, (Beirut: Dâr ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyah, 1960), Cet. I, h. 6180 dan Dr. Wahbah Al-Zuhaili, Al- Tafsîr al-Munîr, h. 280

6 Dr Wahbah Zuhaili, Al- Tafsîr al-Munîr, h. 280

wahyu yang masih terus akan datang sampai sempurna bimbingan tersebut. 7 Dari Ubay ibn Ka’b dari Rasûlullâh, beliau berkata:

Maknanya: “Dan barang siapa membacanya dan dia termasuk orang yang mendapat ridla dari Allâh, maka ia kelak akan mendapat syafaat Muhammad dan mendapatkan

sepuluh kebaikan dari setiap yatim dan peminta-minta” 8