Tinjauan Umum tentang Anak

d. Tinjauan Umum tentang Anak

Dalam lingkungan hukum Perdata Indonesia, anak-anak dari si

Menurut Dr. Wirjono dalam buku Hukum Waris di Indonesia yang dikutip oleh Soedharyo Soimin (2002:31) menyebutkan bahwa “oleh karena mereka (anak-anak) pada hakikatnya merupakan satu-satunya golongan ahli waris, artinya sanak keluarga tidak menjadi ahli waris apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak”. Pengertian anak dalam tata hukum negara Indonesia antara lain:

1) Pasal 250 KUHPerdata Anak sah adalah tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.

2) Pasal 42 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.

3) Pasal 280 dan 862 KUHPerdata dan Pasal 43 Undang-Undang No. 1 tahun 1974)

Anak yang lahir di luar perkawinan menurut istilah yang dipakai atau dikenal dalam Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), dinamakan natuurlijk kind (anak alam). Anak luar kawin itu dapat diakui oleh ayah atau ibunya. Anak luar kawin berstatus sebagai anak yang diakui atau istilah hukumnya natuurlijk kind. Menurut sistem yang dianut Burgerlijk Wetboek dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tua. Setelah ada pengakuan, baru terbitlah suatu pertalian kekeluargaan dengan segala akibat-akibat dari pertalian kekeluargaan tersebut (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang mengakuinya, demikian menurut Prof Subekti yang dikutip oleh Soedharyo Soimin (2004:40).

Fenomena yang ada mengenai perkawinan bahwa adanya perkawinan yang hanya dilangsungkan menurut hukum adat atau perkawinan-perkawinan yang tidak dicatat menurut ketentuan Undang- Undang Perkawinan. Dengan tidak dilangsungkannya perkawinan Fenomena yang ada mengenai perkawinan bahwa adanya perkawinan yang hanya dilangsungkan menurut hukum adat atau perkawinan-perkawinan yang tidak dicatat menurut ketentuan Undang- Undang Perkawinan. Dengan tidak dilangsungkannya perkawinan

Sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 280 dan 862) anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan orang tua yang mengakui dan hanya berhak mewaris dari orang tua yang mengakui tersebut. Sehingga sepanjang tidak terdapat pengakuan anak luar kawin oleh ayah dan atau ibu maka anak luar kawin tersebut tidak berhak mewaris dari orang tuanya.

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal

43 menentukan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu dari anak luar kawin. Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan maka seorang anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu dan juga berhak mewaris dari ibu dan keluarga ibu.

Berkaitan dengan pengakuan anak luar kawin bahwa jika kedua orang tua yang telah melangsungkan perkawinan belum memberikan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum perkawinan, pengesahan anak hanya dapat dilakukan dengan surat pengesahan dari Kepala Negara. Dalam hal ini Presiden harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pengakuan anak tidak dapat dilakukan secara diam-diam, tetapi semata-mata dilakukan di hadapan Pencatatan Sipil dengan catatan dalam akta kelahiran anak tersebut atau dalam akta perkawinan orang tua atau dalam surat akta tersendiri dari pegawai Pencatatan Sipil bahkan dibolehkan juga dalam akta notaris (Soedharyo Soimin, 2006 :40).

Ditinjau dari Hukum Perdata akan terlihat adanya tiga tingkatan status hukum dari anak di luar perkawinan yaitu:

a) Anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua ibu- bapak dari anak luar kawin itu;

b) Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau b) Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau

Mengenai pengesahan anak luar kawin menurut Soetojo Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan (2000: 188-189) adalah status upaya hukum (rechtmiddel) untuk memberikan suatu kedudukan (status) sebagai anak sah melalui perkawinna yang dilakukan orang tuanya. Pengesahan dapat dilakukan melalui perkawinan orang tua anak yang bersangkutan atau dengan surat-surat pengesahan berdasarkan pengakuan terlebih dahulu oleh orang tua yang bersangkutan. Pengesahan hanya dapat terjadi oleh:

a) Karena perkawinan orang tuanya (Pasal 272 BW); Pasal 272 BW menyatakan anak-anak yang dibenihkan diluar perkawinan akan menjadi anak sah jika: (1) Orang tua melangsungkan perkawinan; (2) Sebelum orang tua melangsungkan perkawinan terlebih dahulu

telah mengakui anaknya atau pengakuan tersebut dilakukan dalam akta perkawinan.

b) Adanya surat-surat pengesahan (Pasal 274 BW). Pengesahan dengan surat-surat pengesahan dapat dilakukan karena dua hal yaitu: (1) Jika orang tuanya lalai untuk mengakui anak-anaknya sebelum

perkawinan dilangsungkan atau pada saat perkawinan dilangsungkan (Pasal 274 BW); atau

(2) Jika terdapat masalah hubungan intergentil (Soetojo Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan, 2000: 188-189).