Korelasi Alih Teknologi berdasarkan Konsep Kedokteran dan Mekanisme Pengaturannya

2. Korelasi Alih Teknologi berdasarkan Konsep Kedokteran dan Mekanisme Pengaturannya

Teknologi menurut United Nations Conference on Transnational Corporations (UNCTC) dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit teknologi adalah “technical knowledge or know-how that is knowledge related to the method and techniques of production of goods and services”. Dalam pengertian ini keahlian manusia yang diperlukan untuk penerapan teknik-teknik itu dapat dianggap sebagai teknologi. Sedangkan dalam arti luas teknologi meliputi barang-barang modal yaitu alat-alat, mesin-mesin, dan seluruh system produksi yang boleh dikatakan sebagai teknologi berwujud (Dewi Astutty Mochtar, 2001:46). Terkait dengan program bayi tabung di Indonesia, bahwa bayi tabung dapat dilaksanakan di Indonesia dengan adanya proses alih teknologi. Proses alih teknologi ini termasuk dalam beralihnya teknologi atas keahlian dari ahli kedokteran di luar negeri kepada ahli kedokteran di dalam negeri dengan mempelajari pelaksanaan program bayi tabung. Dengan adanya proses alih teknologi tersebut maka program bayi tabung dapat diterapkan di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum positif yang ada di Indonesia dan disesuaikan dengan nilai luhur budaya Indonesia.

a. Konsep Alih Teknologi Anak Bayi Tabung Berdasarkan Ilmu Kedokteran

Adanya penerapan teknologi bayi tabung di Indonesia diterima baik oleh masyarakat Indonesia, terlebih oleh pasangan suami istri yang tidak kunjung memiliki keturunan dikarenakan mengalami suatu infertilitas. Infertilitas tersebut menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat memiliki keturunan secara alami. Lahirnya teknologi canggih mengenai bantuan untuk kehamilan yang dibantu dengan campur tangan teknologi salah satunya timbul program pelayanan bayi Adanya penerapan teknologi bayi tabung di Indonesia diterima baik oleh masyarakat Indonesia, terlebih oleh pasangan suami istri yang tidak kunjung memiliki keturunan dikarenakan mengalami suatu infertilitas. Infertilitas tersebut menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat memiliki keturunan secara alami. Lahirnya teknologi canggih mengenai bantuan untuk kehamilan yang dibantu dengan campur tangan teknologi salah satunya timbul program pelayanan bayi

1) In vitro (outside the human body) fertilization (IVF) using sperm of

husband or donor; and

2) Egg of wife or surrogate mother” (Salim HS, 1993:8). Apabila ditinjau dari segi sperma dan ovum serta tempat embrio ditransplantasikan maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8 (delapan) jenis, yaitu:

1) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim istri;

2) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother);

3) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum yang berasal dari donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim istri;

4) Bayi tabung yang menggunakan sperma yang berasal dari donor dan ovum dari istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim istri;

5) Bayi tabung yang menggunakan sperma yang berasal dari donor dan ovum dari istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother);

6) Bayi tabung yang menggunakan sperma suami dan ovum dari donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother);

7) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim istri

8) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti

Sedangkan menurut Dr. Yendi bahwa berdasarkan asal sumber sperma pada proses bayi tabung maka secara teknis teknik bayi tabung terdiri dari empat jenis, yaitu:

1) Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan kedalam rahim isterinya sendiri;

2) Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Atau disebut juga sewa rahim (Surrogate Mother);

3) Teknik bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari bukan suami/isteri;

4) Teknik bayi tabung dengan sperma yang dibekukan dari suaminya yang sudah meninggal (http://yendi.blogdetik.com/2011/02/17/ hukum-teknologi-reproduksi-buatan/> diakses pada tanggal 29 Desember 2011, jam 1:47 WIB).

Pelayanan bayi tabung mempergunakan teknologi mutakhir yang cukup rumit dengan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu pasangan suami istri yang diterima untuk ikut pelayanan ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) telah dilakukan pengelolaan pelayanan infertilitas selengkapnya di rumah sakit tersebut;

2) mempunyai indikasi yang sangat jelas;

3) memahami, menyadari dan menyetujui seluk beluk prosedur pelayanan FIV secara umum dengan segala akibatnya termasuk kemungkinan untuk mendapatkan kahamilan ganda dengan segala akibatnya;

4) mampu membiayai prosedur pelayanan dan kalau berhasil mampu membiayai pemeliharaan kehamilan, persalinan serta membesarkan bayinya;

5) dinyatakan bebas setelah diuji terlebih dahulu terhadap Hepatitis

V, HIV dan penyakit menular lainnya;

6) mampu memberikan izin atas dasar sukarela dengan mengisi formulir persetujuan terhadap tindakan medis (informed consent) dan ditangani ileh suami istri tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993:11-12).

Dalam melakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :

1) Wanita diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang;

2) Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan ultrasonografi;

3) Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi;

4) Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suami yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik;

5) Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel;

6) Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini kemudian diimplantasikan ke dalam rahim wanita. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan;

7) Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan

ultrasonografi (http://yendi.blogdetik.com /2011/02/17/hukum-teknologi-reproduksi-buatan/> diakses pada

Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat,berkaitan dengan kedudukan dan hak anak dalam keluarga dan perlakuan orang tua terhadap seorang anak, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ada berbagai cara pandang dalam menyikapi dan memperlakukan anak yang terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin dihargainya hak- hak anak, termasuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) (Aris Bintania, 2008:153, Vol III). Pengertian anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.

Asal-usul seorang anak bisa dibuktikan dengan adanya akta kelahiran autentik oleh pejabat yang berwenang, jika akta autentik tidak ada maka asal-usul anak ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan pembuktian yang memenuhi syarat untuk kemudian dibuatkan akta kelahiran pada instansi pencatat kelahiran. Akan tetapi pada kenyataannya masih ada penduduk Indonesia yang dalam peristiwa kelahirannya tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil atau tidak mempunyai akta kelahiran melainkan hanya memiliki surat keterangan lahir dari pejabat setempat atau dari bidan yang turut membantu dalam proses melahirkan anak. Surat keterangan lahir ini hanya merupakan akta di bawah tangan yang mana dalam surat keterangan lahir ini prosesnya belum diregisterkan ke Kantor Catatan Sipil sehingga surat keterangan lahir ini tidak menjadi akta autentik.

Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil teknologi modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi teknologi ini juga rentan terhadap penyalahgunaan

kehamilan di luar cara alamiah. Dalam hukum Indonesia, upaya kehamilan di luar cara alamiah diatur dalam pasal 127 Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan demikian yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung. Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 Undang-Undang Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa atau penitipan rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia yang mana dalam hukum Islam sudah diatur mengenai pelarangan sewa rahim (surrogate mother) di Indonesia seperti yang terdapat dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam.

b. Mekanisme Pengaturan Anak Bayi Tabung

Kehadiran teknologi bayi tabung lebih banyak diterima oleh berbagai kalangan di Indonesia seperti kaum agamawan, moralis, saintis, yuris, dan lainnya. Hal ini bisa dimaklumi karena proses kejadian dan kelahiran bayi tabung masih dianggap berada pada batas kewajaran. Lebih dari itu juga banyak memperhatikan logika dan etika kedokteran (Halid Alkaf, 2003:26). Apabila dikaitkan dengan peraturan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa dasar adanya alih teknologi yaitu dalam Pasal 1320 serta Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:

1) Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

2) Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang 2) Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang

Pertimbangan atas Keputusan MenKes RI tersebut atas dasar adanya Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang menyatakan bahwa:

1) Pelayanan teknik reproduksi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan;

2) Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan;

3) Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:

a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir;

b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang- kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal;

c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.

4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun;

5) Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ova atau embrio;

6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penulisan, Penulisan atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas;

7) Dilarang melakukan penulisan dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi;

8) Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku);

9) Dilarang melakukan penulisan atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel ova, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ova atau spermatozoa itu berasal;

10) Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran- spesies tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hibrid yang terjadi akibat fertilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel;

Setelah adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai program bayi tabung seperti dalam Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999

tentang

Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan dan Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit yang dibuat oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktoran Jenderal Pelayanan Medik maka praktek bayi tabung di Indonesia sudah mulai mendapatkan pedoman dasar dalam penyelenggaraannya. Dengan demikian dampak yang dapat dilihat adalah meningkatnya populernya praktek atas program bayi tabung yang dilakuan di Indonesia.

Menurut pendapat dari Dr. Yendi dalam blogdetik.com bahwa teknologi bayi tabung jika ditinjau dari segi hukum perdata di Indonesia yang mana benihnya berasal dari pasangan suami istri yang sah, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga akibat yang ditimbulkan yaitu memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya. Sedangkan berdasarkan asas leg spesialis retrograde leg generale dalam ketentuan hukum maka berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia teknologi bayi tabung yang

Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana sperma dan sel telur berasal dari pasangan suami istri dan ditanamkan dalam rahim istrinya tersebut. Dengan demikian, walaupun terdapat ketentuan lain yang mengatur mengenai hubungan perdata dalam proses inseminasi buatan dan teknologi bayi tabung selain yang diatur Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ketentuan tersebut akan batal dengan sendirinya demi hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain yang lebih spesifik mengatur masalah tersebut, dalam hal ini Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Semakin berkembangnya teknologi Reproduksi Buatan dan dan semakin berkembangnya dinamika pemikiran masyarakat mengenai etika, norma, nilai dan keyakinan yang dianut. Dalam satu sisi perkembangan teknologi tidak dapat dibendung sedangkan perangkat yang mengatur etika dan hukum belum dapat mengikuti. Sebagai hasilnya, penilaian benar atau tidak hanya didasarkan pada sisi kepentingan saja. Gap yang terjadi ini memerlukan diskusi dan pemikiran dari para ahli dari lintas disiplin sehingga hal-hal yang dapat menurunkan derajat dan martabat manusia yang mungkin terjadi dalam penyelenggaraan teknik reproduksi buatan dapat dihindari (http://yendi.blogdetik.com/2011/02/17/hukum-teknologi -reproduksi- buatan/, diakses pada tanggal 29 November 2011 jam 9:29 WIB).