METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (2003:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survai. Penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995:3).

B. Metode Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan daerah sampel penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995:155). Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karanganyar dengan pertimbangan tertentu yaitu Kabupaten Karanganyar dengan semboyan “Intanpari”-nya merupakan kabupaten dengan sektor pertanian, industri dan pariwisata sebagai sektor utama dalam mata pencaharian penduduknya sehingga pergeseran antara sektor pertanian ke sektor non pertanian dalam kegiatan pemenuhan akan lahan tidak dapat terhindarkan dan menuntut alih fungsi lahan pertanian, kemudian pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Karanganyar dipilih kecamatan dengan nilai alih fungsi lahan yang tertinggi. Berikut ini adalah jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kabupaten Karanganyar.

Karanganyar, 2010

No.

Mata Pencaharian

1. Petani Sendiri

2. Buruh Tani

4. Buruh Industri

5. Buruh Bangunan

8. PNS/TNI/POLRI

11. Tidak/Belum Bekerja

871.756 878.210 Sumber : Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, 2011 Berdasarkan Tabel 2 dapat lihat jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian yang bekerja pada sektor pertanian sebagai petani sendiri sebesar 133.616 orang pada tahun 2007 meningkat menjadi 135.557 orang pada tahun 2010, kemudian yang bekerja sebagai buruh tani cenderung menurun dari 69.037 orang pada tahun 2007 menjadi 67.540 orang pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang bekerja di sekor non pertanian misalnya sebagai buruh industri dan pengusaha meningkat dari tahun 2007 sebesar 104.204 orang dan 8.985 orang menjadi 107.063 orang dan 10.312 orang pada tahun 2010. Hal ini menunjukan terjadinya pergeseran peran antar sektor, terutama dari sektor pertanian ke industri untuk mendukung perkembangan ekonomi daerah yang tentu saja menuntut alih fungsi lahan pertanian yang tidak sedikit di Kabupaten Karanganyar. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan perkembangan luas lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar dalam beberapa tahun terakhir.

1998-2010

Kecamatan

Luas Lahan (Ha)

Tahun 1998

Tahun 2010

alih fungsi

Tegal (%) Jatipuro

973.320 -1.10 Jatiyoso

1875.140 -4.31 Matesih

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan data BPS tahun 2010 dapat diketahui bahwa masing- masing kecamatan di Kabupaten Karanganyar memiliki karakteristik dan luas lahan yang berbeda-beda. Berdasarkan prosentase alih fungsi lahan dalam penelitian ini dipilih empat kecamatan yang digunakan sebagai daerah pengambilan sampel, dengan alasan sampel yang diambil pada masing-masing lokasi penelitian dapat mewakili sampel secara keseluruhan yaitu merupakan daerah-daerah perkembangan industri dan perumahan sehingga memungkinkan terjadinya tarik-menarik penggunaan lahan di kabupaten tersebut. Kecamatan yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah Kecamatan Colomadu, Kecamatan Kebakkramat, Kecamatan Gondangrejo dan Kecamatan Tasikmadu.

2. Metode Pengambilan Populasi dan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode Judgement sampling. Menurut Indriantoro, N dan Supomo,

B (2002:126), metode Judgement sampling merupakan pemilihan sampel

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Populasi merupakan sekelompok atau kumpulan berbagai macam sumber informasi yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Elemen populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi berdasarkan pertimbangan. Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan kegiatan alih fungsi lahan pertanian selama beberapa tahun terakhir di Kabupaten Karanganyar. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah petani yang mengalihfungsikan lahannya ke sektor non pertanian dan petani yang menyewakan lahan pertaniannya untuk sektor pertanian maupun sektor non pertanian.

Penentuan jumlah petani responden untuk masing-masing kecamatan sebanyak 40 responden ditentukan dengan rumus :

ni =

Al

Keterangan : ni = Jumlah responden dari masing-masing kecamatan (orang) Al = Jumlah alih fungsi lahan dari tiap kecamatan (Ha) L = Jumlah seluruh alih fungsi lahan kecamatan yang diamati (Ha) n = Jumlah total petani responden yang diambil (orang)

Tabel 4. Penentuan jumlah sampel responden di Kabupaten Karanganyar.

No

Kecamatan

Jumlah petani yang mengkonversi lahan

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat populasi petani yang mengkonversi lahan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Pada Kecamatan Colomadu, Kebakkramat, Gondangrejo dan Tasikmadu secara Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat populasi petani yang mengkonversi lahan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Pada Kecamatan Colomadu, Kebakkramat, Gondangrejo dan Tasikmadu secara

C. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari petani yang mengalihfungsikan lahan pertanian yang mereka miliki maupun pegawai pemerintah sebagai informan yang terkait dengan penelitian, baik melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan maupun observasi.

2. Data sekunder Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh dengan cara mencatat laporan atau dokumen dari instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, dan Badan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.

Tabel 5. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian

Data yang digunakan

Sifat Data

Data Pokok

1. Faktor-faktor alih fungsi lahan,

Luas lahan Jumlah Penduduk PDRB Panjang Jalan Sewa Lahan Kebijaksanaan

pemerintah (PP. No.16 Tahun 2004)

Data Pendukung

1. Identitas Responden

2. Pendapat perspektif Petani

3. Pendapat Pemerintah

4. Pendapat Pemerintah

Bappeda/BPS Bappeda/BPS Bappeda/BPS Bappeda/BPS Deptan Deptan

Responden Petani Deptan, BPN Bappeda

Keterangan : Pr = Primer Kn = Kuantitatif

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara berpatokan, yaitu merupakan wawancara secara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner) agar pertanyaan lebih terarah.

2. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti.

3. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data dan mengambil gambar yang diperoleh dari segala sumber yang berkaitan dengan penelitian, baik dari hasil wawancara maupun hasil pengamatan langsung di lokasi.

Tabel 6. Teknik Pengumpulan Data Penelitian No

Teknik Pengumpulan Data

Data yang Akan Dicari

1. Wawancara

Luas lahan Jumlah penduduk PDRB Panjang Jalan Sewa lahan Kebijaksanaan Pemerintah Identitas Responden Pendapat perspektif Petani Pendapat Pemerintah

2. Observasi

Identitas Responden Pendapat perspektif Petani Luas lahan

Dokumentasi

Luas lahan Jumlah penduduk PDRB Panjang Jalan Sewa lahan Kebijaksanaan Pemerintah Identitas Responden Pendapat perspektif Petani

E. Metode Analisis Data

1. Identifikasi tingkat alih fungsi lahan pertanian Analisis untuk mengetahui tingkat perkembangan alih fungsi lahan pertanian (sawah dan tegal) ke sektor non pertanian dihitung dengan menggunakan metode analisis pertumbuhan, adapun laju alih fungsi lahan secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

V= Lt – Lt-1 X 100%

Lt-1 dimana:

V : Laju konversi lahan (%) Lt : Luas lahan saat ini/tahun ke-t (ha) Lt-1 : Luas lahan tahun sebelumnya (ha)

Analisis untuk mengetahui laju alih fungsi lahan secara kontinu dihitung dengan menggunakan persamaan: Ln y t = ln y o + rt atau y t = yoe rt Dimana: y t : Luas lahan pertanian (sawah dan tegal) pada tahun t (Ha) y o : Nilai intersep (Ha) r

: Laju alih fungsi lahan lahan (sawah dan tegal (%)) t : Waktu (tahun)

2. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi lahan pertanian

Analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar digunakan model regresi linier berganda dengan empat variabel kuantitatif dan satu variabel kualitatif/dummy. Untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah digunakan model :

Yts = a + (a 1 β D) + 1 PEND + β 2 PDRB + β 3 JLN + β 4 SS + µ

Keterangan: Yts

: Luas lahan sawah tahun t (ha)

a,

: Konstanta

PEND

: Jumlah penduduk tahun t

PDRB

: Produk Domestik Regional Bruto tahun t

JLN

: Panjang jalan aspal dan kerikil tahun t

SS

: Sewa lahan sawah tahun t

D : Dummy kebijaksanaan mencegah alih fungsi lahan pertanian subur (PP No 16 tahun 2004

tentang penatagunaan lahan)

D = 0 (sebelum dikeluarkannya PP),

D = 1 (setelah dikeluarkannya PP)

: Variabel pengganggu

Analisis untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tegal digunakan model : Yts = a + (a 1 β D) + 1 PEND + β 2 PDRB + β 3 JLN + β 4 ST + µ

Keterangan: Yts

: Luas lahan tegal tahun t (ha)

a,

: Konstanta

β1, β2, β3, β4 : Koefisien regresi PEND

: Jumlah penduduk tahun t

PDRB

: Produk Domestik Regional Bruto tahun t

JLN

: Panjang jalan aspal dan kerikil tahun t

ST

: Sewa lahan tegal tahun t

D : Dummy kebijaksanaan mencegah alih fungsi lahan pertanian subur (PP No 16 tahun 2004

tentang penatagunaan lahan)

D = 0 (sebelum dikeluarkannya PP),

D = 1 (setelah dikeluarkannya PP)

: Variabel pengganggu

Beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut: Beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut:

R 2 = (1- (1-R 2 )) /(N-k) N-k-1 Keterangan : R 2 = Koefisien determinasi

N = Jumlah observasi k = Jumlah variabel

b. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen perubahan luas lahan pertanian (sawah dan tegal). Rumus F hitung adalah sebagai berikut:

F hitung = R 2 / (k-1) .

(1-R 2 )/(N-k) Keterangan : R 2 = Koefisien determinasi N = Jumlah observasi k = Jumlah variabel

Pengujian hipotesis :

H 0 : β 1 = β= … = βi = 0, berarti tidak terdapat variabel independen terhadap variabel dependen.

H 1 : β 1 ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

c. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yaitu perubahan luas lahan c. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yaitu perubahan luas lahan

Keterangan : αi = Koefisien regresi Se (αi) = standar error koefisien regresi Pengujian hipotesis :

H 0 : β 1 = 0, berarti tidak terdapat variabel independen terhadap variabel dependen.

H 1 : β 1 ≠ 0, berarti terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

d. Pengujian Asumsi Klasik

1. Uji multikolinearitas

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini berarti bebas uji asumsi pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran (Gujarati, 1995:163).

2. Uji Heteroskesdastisitas

Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas.

Menurut

Priyatno (2009:148), uji heteroskesdastisitas dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot. Kriteria yang menjadi dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik membentuk pola teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka terjadi heteroskesdastisitas.

2) Jika tidak terdapat pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.

3. Uji Autokolerasi

Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test). Menurut Priyatno (2009; 154), untuk mendeteksi adanya autokorelasi, digunakan uji statistik DW dengan kriteria :

1) 1,65 < DW <2,35 : tidak terjadi autokorelasi

2) 1,21<DW<1,65 atau 2,35<DW<2,79 : tidak dapat disimpulkan

3) DW < 1,21 atau DW >2,79 maka terjadi autokorelasi

A. Keadaan Geografis

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kota yang berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang terletak antara 110 0 40” – 110 0 70” Bujur Timur dan 7 0 28” - 7 0 46” Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata 511 meter di

atas permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 220 – 310 .

Kabupaten Karanganyar yang lebih dikenal dengan slogan “Karanganyar Tentram“ merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kabupaten atau kota lainnya seperti Surakarta dan Sukoharjo. Wilayah Karanganyar terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 511 m di atas permukaan air laut, yang berbatasan wilayah dengan Kabupaten Karanganyar yaitu :

Sebelah Utara

: Kabupaten Sragen

Sebelah Timur

: Kabupaten Magetan

Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri Sebelah barat

: Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali Luas wilayah Kabupaten Karanganyar mencapai 77.378,64 Ha yang terbagi dalam 17 kecamatan yaitu Kecamatan Jatipuro , Kecamatan Jatiyoso Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Matesih, Kecamatan

Tawangmangu,

Kecamatan

Ngargoyoso, Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Jaten, Kecamatan Colomadu, Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Kebakkramat, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Kerjo dan Kecamatan Jenawi

B. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di Kabupaten Karanganyar meliputi pertumbuhan penduduk, penduduk menurut jenis kelamin, penduduk menurut kelompok umur keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan, keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan, keadaan penduduk menurut mata pencaharian

Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, berdasarkan data hasil olahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar menurut jenis kelamin tahun 1990-2010 adalah sebagai berikut : Tabel 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Jenis

Kelamin,1990-2010

No.

Tahun

Jenis Kelamin

Jumlah Rasio Jenis Laki-laki Kelamin Perempuan

98.034 Sumber : Badan Pusat Statistik Karanganyar (2011)

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Karanganyarsemakin meningkat dari tahun ke tahun, kemudian penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih kecil dari jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2009, rasio jenis kelamin di Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 98,828% dan tahun pada 2010 mencapai 99,001% yang menunjukkan bahwa setiap terdapat 100 penduduk dengan jenis kelamin perempuan maka terdapat 98penduduk dengan jenis kelamin laki-laki pada tahun 2009 dan 99 penduduk dengan jenis kelamin laki-laki pada tahun 2010. Rata-rata rasio jenis kelamin di Kabupaten Karanganyar adalah 98,034% dati tahun ke tahun. Seorang laki-laki dalam kedudukannya sebagai kepala rumah tangga berhak mengambil segala keputusan yang menyangkut kehidupan rumah tangga, dalam hal ini bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan kehidupan seluruh angota keluarganya.Sebagai akibat untuk pemenuhan kebutuhan seorang Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Karanganyarsemakin meningkat dari tahun ke tahun, kemudian penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih kecil dari jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2009, rasio jenis kelamin di Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 98,828% dan tahun pada 2010 mencapai 99,001% yang menunjukkan bahwa setiap terdapat 100 penduduk dengan jenis kelamin perempuan maka terdapat 98penduduk dengan jenis kelamin laki-laki pada tahun 2009 dan 99 penduduk dengan jenis kelamin laki-laki pada tahun 2010. Rata-rata rasio jenis kelamin di Kabupaten Karanganyar adalah 98,034% dati tahun ke tahun. Seorang laki-laki dalam kedudukannya sebagai kepala rumah tangga berhak mengambil segala keputusan yang menyangkut kehidupan rumah tangga, dalam hal ini bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan kehidupan seluruh angota keluarganya.Sebagai akibat untuk pemenuhan kebutuhan seorang

2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, berdasarkan data hasil olahan SUSENAS tahun 2010, keadaan penduduk Kabupaten Karanganyar menurut kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut : Tabel 8. Penduduk Karanganyar Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin, 2010 No. Tahun

Jenis Kelamin

Jumlah Total

65-69 70-74

878.210 Sumber : Badan Pusat Statistik Karanganyar (2011) Berdasarkan Tabel 8 mengenai penduduk Kabupaten Karanganyar

menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 83.025 jiwa berada pada kelompok umur 15-19 tahun, sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 83.025 jiwa berada pada kelompok umur 15-19 tahun, sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu

Berdasarkan tabel 8, dapat dihitung angka beban tanggungan penduduk Kabupaten Karanganyar pada tahun 2010 sebesar 52.02%. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif yaitu pada rentang usia 15 sampai 64 tahun harus menanggung penduduk 52 penduduk usia non produktif yaitu pada rentang usia kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun. Pada kelompok usia produktif, mereka mempunyai aktivitas yang beragam, baik dalam bentuk kegiatan ekonomis maupun kegiatan sosialis. Perkembangan kegiatan penduduk di wilayah Kabupaten Karanganyar tentu akan mengakibatkan tarik menarik antara berbagai macam sektor ekonomi maupun sosial dalam hal penggunaan lahan. Akibatnya alih fungsi lahan pertanian merupakan kegiatan yang mungkin dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan untuk tujuan ekonomis maupun sosialis masyarakat di wilayah Kabupaten Karanganyar.

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, berdasarkan monografi masing-masing kecamatan Kabupaten Karanganyar, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Banyaknya Penduduk 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat

Pendidikan di Kabupaten Karanganyar, 2010

No .

Tingkat Pendidikan

Jumlah %

1. Tamat Akademi/ Perguruan Tinggi

2. Tamat SLTA

3. Tamat SLTP

4. Tamat SD

5. Tidak Tamat SD

6. Belum Tamat SD

7. Tidak Sekolah

8. Lainnya

Jumlah

Berdasarkan gambar 2 mengenai prosentase jumlah penduduk menuruttingkat pendidikan, dapat dilihat bahwa prosentase penduduk tertinggi menurut tingkat pendidikan yaitu penduduk tamat SD sebesar 34%, kemudian diikuti dengan penduduk dengan pendidikan tingkat SLTP dan SLTA sebesar 16% dan 15%, kemudian penduduk belum tamat SD sebesar, tidak tamat SD dan tidak sekolah sebesar 9%, 7%, dan 7%. Kemudian lainnya sebesar 8%. Prosentase ini menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Karanganyar memahami akan pentingnya pendidikan, terbukti secara umumpenduduk yang tamat SD hingga perguruan tinggi memiliki prosentase gabungan sebesar 68%. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga pengetahuan dan wawasan seseorang tentang suatu hal. Salah satunya adalah pengetahuan mengenai kesadaran akan pentingnya kegiatan

Gambar 2. Prosentase Jumlah Penduduk Menurut Tingkat

Pendidikan

Perguruan Tinggi SLTA SLTP Tamat SD Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah Lainnya

melakukan alih fungsi lahan pertanian pada lahan pertanian yang subur.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, berdasarkan data monografi masing-masing kecamatan wilayah Karanganyar, jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar menurut mata pencaharian adalah sebagai berikut : Tabel 10. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten

Karanganyar, 2010

No.

Mata Pencaharian

Jumlah

1. Petani Sendiri

2. Buruh Tani

4. Buruh Industri

5. Buruh Bangunan

8. PNS/TNI/POLRI

11. Tidak/Belum Bekerja

100 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai pengangkutan merupakan mata pencaharian penduduk paling kecil di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 6.269 orang dan jumlah petani sendiri dan buruh tani cukup besar jika dibandingkan dengan penduduk dengan mata pencaharian yang lain yaitu sebesar 135.557 dan 67.540 orang. Jumlah penduduk dengan mata pencaharian terkecil adalah penduduk yang bekerja pada bidang pengangkutan sebesar 6.269 orang, kemudian penduduk yang bekerja pada sektor industri dan pengusaha sebesar 107.063 dan 10.312 orang. Penduduk yang bekerja sebagai buruh bangunan, pedagang dan PNS sebesar 50.349, 36.468 dan 20.163 orang. Jumlah penduduk pensiunan, tidak atau belum bekerja dan lain-lain sebesar 10.293, 145.277 dan Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai pengangkutan merupakan mata pencaharian penduduk paling kecil di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 6.269 orang dan jumlah petani sendiri dan buruh tani cukup besar jika dibandingkan dengan penduduk dengan mata pencaharian yang lain yaitu sebesar 135.557 dan 67.540 orang. Jumlah penduduk dengan mata pencaharian terkecil adalah penduduk yang bekerja pada bidang pengangkutan sebesar 6.269 orang, kemudian penduduk yang bekerja pada sektor industri dan pengusaha sebesar 107.063 dan 10.312 orang. Penduduk yang bekerja sebagai buruh bangunan, pedagang dan PNS sebesar 50.349, 36.468 dan 20.163 orang. Jumlah penduduk pensiunan, tidak atau belum bekerja dan lain-lain sebesar 10.293, 145.277 dan

Berdasarkan gambar 3 mengenai prosentase jumlah penduduk menurut mata pencaharian, dapat dilihat bahwa prosentase penduduk yang bekerja pada sektor pertanian yaitu sebagai petani sendiri dan buruh tani sebesar 15% dan 8%, kemudian yang bekerja sebagai pengusaha, buruh industri dan buruh bangunan sebesar 1%, 12% dan 6%. Prosentase penduduk yang bekerja sebagai pedagang, pengangkutan dan PNS sebesar 4%, 1% dan 2%, sementara penduduk pensiunan, tidak atau belum bekerja dan yang bekerja pada bidang yang lain sebesar 1%, 17% dan 33%. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian dan industri merupakan sektor penyerap jumlah tenaga kerja yang besar di Kabupaten Karanganyar. Akibatnya akan terjadi tarik-menarik antara sektor pertanian dan industri dalam rangka pemenuhan akan lahan pada sektor tersebut, kemudian pada umumnya sektor pertanian yang akan dikorbankan dengan dialihfungsikannya lahan pertanian ke sektor industri. Selain itu, jenis atau macam pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima oleh seseorang. Tingkat pendapatan yang diterima akan mempengaruhi seseorang untuk mengembangkan investasi maupun perluasan usaha yang dijalankan agar nantinya dapat memepertahankan pendapatan bahkan meningkatkan pendapatan tersebut. Salah satu investasi yang dapat

Gambar 3. Prosentase Jumlah Penduduk Menurut Mata

Pencaharian

Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengangkutan PNS/TNI/POLRI Pensiunan Lain-lain Tidak/Belum Bekerja

pendapatan seseorang maka semakin besar peluang akan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke sektor non pertanian.

C. Keadaan Perekonomian

Selain menjadi kota pertanian dan pariwisata, saat ini Kabupaten Karanganyar berkembang sebagai daerah perdagangan, industri dan jasa. Proses pengoptimalan sektor-sektor tersebut agar dapat berkembang, diperlukan adanya sarana perekonomian yang mendukung kegiatan masing- masing sektor tersebut. Sampai dengan tahun 2010 Kabupaten Karanganyar mempunyai pasar dan fasilitas perdagangan yang mendukung perekonomian yang dibedakan sebagai berikut: Tabel. 11. Banyaknya Pasar dan Jenis Pasar Di Kabupaten Karanganyar, 2010

No.

Fasilitas Perdagangan

Jumlah

1. Pasar Pasar tradisional Pasar swalayan

2. Toko/Kios/warung 607

3. KUD/BUUD

4. Koperasi 954 Jumlah

1630 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa Kabupaten Karanganyar mempunyai pasar yang beragam yaitu pasar tradisional dan pasar swalayan. Keberadaan pasar-pasar ini akan menunjang perekonomian Kabupaten Karanganyarserta dapat memudahkan penduduk untuk mencari atau membeli apa yang dibutuhkan. Pasar swalayan merupakan jenis pasar dimana konsumen dapat berbelanja secara mandiri, selain itu pasar swalayan menyediakan berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari antara lain barang-barang untuk keperluan rumah tangga, makanan, dan minuman. Pasar swalayan berbeda dengan pasar tradisional, pada pasar tradisional konsumen masih dilayani langsung oleh penjual atau pedagang. Pasar tradisional di Kabupaten Karanganyar selain pasar umum juga terdapat pasar khusus yang Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa Kabupaten Karanganyar mempunyai pasar yang beragam yaitu pasar tradisional dan pasar swalayan. Keberadaan pasar-pasar ini akan menunjang perekonomian Kabupaten Karanganyarserta dapat memudahkan penduduk untuk mencari atau membeli apa yang dibutuhkan. Pasar swalayan merupakan jenis pasar dimana konsumen dapat berbelanja secara mandiri, selain itu pasar swalayan menyediakan berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari antara lain barang-barang untuk keperluan rumah tangga, makanan, dan minuman. Pasar swalayan berbeda dengan pasar tradisional, pada pasar tradisional konsumen masih dilayani langsung oleh penjual atau pedagang. Pasar tradisional di Kabupaten Karanganyar selain pasar umum juga terdapat pasar khusus yang

A. Karakteritik Responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan umur responden, tingkat pendidikan responden, pekerjaan responden.Pengetahuan mengenai karakteristik responden yang melakukan kegiatan alih fungsi lahan atau menjual lahan maupun menyewakan lahan yang mereka miliki perlu dilakukan agar dapat menentukan kondisi yang menyebabkan alih fungsi lahan dengan tepat.

1. Umur dan Jenis kelamin Responden

Tabel 12. Karakteristik Responden Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Karanganyar Berdasarkan Kelompok Umur, 2012

No Kelompok

Umur

Jenis Kelamin Alih Fungsi Lahan Laki-laki Perempuan Jumlah %

1. < 25 - - - -

2. 25-35 - - - -

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1) Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang berasal dari empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Colomadu, Kecamatan Kebakkramat, Kecamatan Tasikmadu dan Kecamatan Gondangrejo. Responden yang diambil dari ke empat kecamatan tersebut terdiri dari 87,5% laki-laki dan 12,5 % perempuan, angka ini menunjukan bahwa peran laki-laki dalam menentukan kegiatan alih fungsi lahan di Kabupaten Karanganyar lebih besar jika dibandingkan dengan peran seorang perempuan. Seorang laki-laki dalam kedudukannya sebagai kepala rumah tangga berhak mengambil segala keputusan yang menyangkut kehidupan rumah tangga, dalam hal ini bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan kehidupan seluruh angota keluarganya. Sebagai akibat untuk

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga adalah dengan mengalihfungsikan lahan pertanian yang mereka miliki untuk digunakan ke sektor yang lain. Sementara seorang perempuan berperan dalam mengatur kehidupan rumah tangga dan memberikan pertimbangan dalam penentuan keputusan yang diambil kepala rumah tangga serta mengikuti keputusan tersebut.

Berdasarkan tabel 12 jumlah responden laki-laki yang paling besar berada pada rentang usia 46-55 tahun dengan jumlah 14 orang. Pada rentang usia tersebut merupakan rentang usia paling produktif bagi seorang laki-laki, sehingga kegiatan alih fungsi lahan banyak dilakukan untuk membangun dan mengembangkan usaha atau membangun rumah sebagai tempat tinggal untuk berinvestasi. Tabel 12 menjelaskan prosentase responden pada rentang usia kurang dari 25 tahun, 25-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun dan lebih dari 55 tahunn sebesar, 0%, 0%, 27,5%, 37,5% dan 35%. Hal ini dapat menjelaskan bahwa semakin tua usia pemilik lahan, maka kecenderungan untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki lebih besar. Usia responden menunjukan pengalaman dan kematangan responden dalam mengambil keputusan, artinya responden yang lebih tua akan memiliki banyak pertimbangan yang menentukan kegiatan alih fungsi lahan pertanian. Tabel 12 juga menunjukan bahwa responden perempuan yang lebih tua lebih beresiko mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki, hal ini dibuktikan dengan jumlah responden perempuan diatas usia 55 tahun lebih besar jika dibandingkan dengan responden perempuan pada rentang usia yang lain. Faktor yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah dikarenakan oleh kemampuan fisik maupun teknis yang sudah tidak mendukung untuk mengolah lahan dan berusaha tani kemudian anak yang dimiliki sebagai ahli waris enggan untuk bekerja disektor pertanian dan memilih bekerja

Pada penelitian ini didapat karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 13. Karakteristik Responden Alih Fungsi Lahan di Kabupaten

Karanganyar Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2012 No Tengkat Pendidikan Responden Alih Fungsi

Jumlah Persentase (%)

1. Tidak Sekolah 4 10

5. SARJANA (S1/S2) 11 27.5 Jumlah 40 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1) Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar berbeda-beda. Responden memiliki tingkat pendidikan dari tidak pernah sekolah hingga mencapai gelar sarjana. Responden alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai tingkat pendidikan rendah yaitu responden dengan tingkat pendidikan tidak pernah sekolah sampai dengan SMP mempunyai nilai prosentase total sebesar 55%, sementara responden dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat hanya terdapat 17,5% dan responden dengan pendidikan tinggi yang setara dengan lulusan perguruan tinggi mendapat 27,5 % dari keseluruhan total responden. Tingkat pendidikan yang rendah (tidak sekolah sampai dengan SMP) responden menyebabkan kemampuan mengoptimalkan pengelolaan lahan dan kesempatan memperoleh pendapatan tinggi dari lahan yang mereka miliki menjadi terbatas, akibatnya apabila terdapat kebutuhan yang sangat mendesak, responden dengan mudah melepaskan lahan yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sementara itu pada responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (SMA dan perguruan tinggi) lebih banyak bekerja diluar sektor pertanian, sehingga kesadaran akan pentingnya sektor pertanian dan

menganggap bahwa sektor pertanian kurang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan lebih memilih sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan dibandingkan sektor pertanian, sehingga alih fungsi lahan yang bertujuan sebagai pemenuhan modal usaha merupakan salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sektor non pertanian. Bahkan Hal ini diperkuat dengan lulusan perguruan tinggi yang mencapai 27,5% dari keseluruhan responden tidak bekerja disektor pertanian dan lebih memilih bekerja pada sektor yang lain. Akibat lain yang ditimbulkan dari situasi tersebut adalah untuk memajukan sektor pertanian agar lebih menarik minat masyarakat untuk menjadikan pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama sangat sulit dilakukan mengingat bahwa lulusan perguruan tinggi enggan untuk membangun sektor pertanian.

3. Pekerjaan Pokok Responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan adalah sebagai berikut : Tabel 14. Karakteristik Responden Alih Fungsi Lahan di Kabupaten

Karanganyar Berdasarkan Jenis Pekerjaan, 2012 No Jenis Pekerjaan Responden Alih Fungsi

Jumlah Persentase (%)

1. Petani 12 30

2. PNS 11 27.5

3. Pegawai Swasta 2 5

8 Jumlah 40 100 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalihfungsikan lahan memiliki pekerjaan utama sebagai petani dengan jumlah 30% dan paling kecil adalah responden yang bekerja disektor swasta dengan jumlah 5%. Nilai petani respoden alih fungsi yang tinggi tersebut disebabkan karena petani responden pada

atau pendapatan petani berkurang maka dalam mencari sumber pendapatan baru guna memenuhi kebutuhan hidup maka petani mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki dengan cara dijual dan membeli kembali lahan yang baru atau digunakan untuk sektor lain misalnya untuk pertokoan, perumahan maupun industri. Responden yang mempunyai pekerjaan utama sebagai karyawan swasta memiliki tingkat alih fungsi lahan yang rendah diakibatkan oleh pendapatan yang mencukupi, sehingga sangat jarang menjual lahan yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan apabila mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki dilakukan dengan cara membangun rumah baik untuk hunian maupun investasi. Jenis pekerjaan sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh responden, apabila jumlah pendapatan semakin tinggi maka keinginan responden untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka semakin kecil dan apabila semakin rendah tingkat pendapatan responden maka keinginan responden untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki menjadi lebih besar.

4. Luas Kepemilikan dan Rata-Rata Alih Fungsi Lahan Responden

Hasil analisis data primer (lampiran 1) menunjukan bahwa luas kepemilikan lahan dari 30 orang responden yang mengalihfungsikan lahan pertanian yang mereka miliki sangat bermacam-macam, dari luasan kurang dari satu hektar sampai dengan puluhan hektar. Rata-rata kepemilikan lahan responden alih fungsi lahan adalah sebesar 1,51 Ha dan kepemilikan lahan pertanian yang masih dimiliki responden setelah melakukan kegiatan alih fungsi lahan adalah sebesar 0,76 Ha. Luas kepemilikan lahan yang masih dimiliki responden menunjukan bahwa rata-rata responden mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki sebesar 0,75 Ha. Kegiatan alih fungsi responden umumnya dilakukan dengan merubah lahan yang mereka miliki menjadi perumahan, pabrik industri, gudang, hotel dan proyek pembangunan jalan oleh pemerintah. Fakta mengenai tingginya Hasil analisis data primer (lampiran 1) menunjukan bahwa luas kepemilikan lahan dari 30 orang responden yang mengalihfungsikan lahan pertanian yang mereka miliki sangat bermacam-macam, dari luasan kurang dari satu hektar sampai dengan puluhan hektar. Rata-rata kepemilikan lahan responden alih fungsi lahan adalah sebesar 1,51 Ha dan kepemilikan lahan pertanian yang masih dimiliki responden setelah melakukan kegiatan alih fungsi lahan adalah sebesar 0,76 Ha. Luas kepemilikan lahan yang masih dimiliki responden menunjukan bahwa rata-rata responden mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki sebesar 0,75 Ha. Kegiatan alih fungsi responden umumnya dilakukan dengan merubah lahan yang mereka miliki menjadi perumahan, pabrik industri, gudang, hotel dan proyek pembangunan jalan oleh pemerintah. Fakta mengenai tingginya

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian

1. Luas Lahan dan Tingkat Pertumbuhan Luas Lahan Sawah dan Tegal Analisis mengenai tingkat pertumbuhan lahan luas lahan sawah dan tegal dapat dilakukan secara parsial maupun kontinu. Analisis secara parsial digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan luas lahan sawah dari tahun ke tahun sehingga dapat diketahui laju alih fungsi lahan dari tahun ke tahun. Sedangkan analisis secara kontinu digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan luas lahan selama jangka waktu tertentu, dalam hal ini selama kurun waktu tahun 1996-2010 atau selama

15 tahun di Kabupaten Karanganyar. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan luas lahan dan tingkat perkembangan luas lahan sawah dan tegal secara parsial dari tahun ke tahun.

2010

Tahun

Luas Lahan (Ha)

Tingkat perkembangan lahan (%)

Sawah Tegal 1996

66.45 -0.15 -0.17 2001

75.46 -0.19 -0.17 2003

22868.21 17929.88 77378,64

59.89 -0.19 -0.09 2004

27.49 -0.05 -0.09 2006

22831.34 17918.64 77378,64

31.30 -0.06 -0.10 2007

31.97 -0.02 -0.16 2009

22465.11 17847.48 77378,64

25.72 -0.04 -0.09 2010

22459.80 17836.49 77378,64

16.30 -0.02 -0.06 Rata-Rata

62.57 -0.31 0.45

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat luas lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2010 menunjukan adanyapenyusutan lahan dari tahun ke tahun, artinya terdapat kondisi dimana alih fungsi lahan ke sektor non pertanian terjadi selama kurun waktu tersebut. Sementara itu berdasarkan tabel 15 dapat dilihat pula bahwa rata-rata tingkat perkembangan lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar adalah -0,31% dan 0.45% pertahun. Artinya jumlah rata-rata lahan sawah berkurang 0.31% setiap tahun. Kemudian laju alih fungsi lahan sawah tertinggi adalah pada tahun 2006 dengan nilai laju alih fungsi sebesar 1.55 % dan laju alih fungsi lahan sawah terendah pada tahun 2008 dan 2010 dengan nilai sebesar 0.02 %. Kemudian laju alih fungsi lahan tegal tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai alih fungsi sebesar 0.17 % dan nilai alih fungsi lahan terendah pada tahun 2010 dengan nilai 0.06%. Rata-rata alih fungsi lahan sawah sebesar 0.31% pertahun di Kabupaten Karanganyar mengakibatkan peningkatan luas

pemberian IPPT (Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah)kepada pengguna tanah dimana izin tersebut merupakan suatu perijinan untuk merubah status tanah dari tanah sawah atau tegal menjadi tanah pekarangan yang bertujuan untuk rumah tinggal maupun peruntukan lain. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan IPPT adalah status tanah yang sudah menjadi pekarangan akan meningkatkan harga tanah menjadi lebih mahal, sebagai syarat didirikanya bangunan sehingga tidak melanggar aturan yang berlaku, sebagai syarat mengajukan IMB ( ijin mendirikan Bangunan ), dan sebagai syarat pemecahan tanah sawah (sawah tidak bisa di pecah kecuali tanah warisan). Sebagai syarat dalam pengajuan IPPT menurut BPN adalah formulir permohonan yang memuat identitas pemilik, luasan

(untuk perorangan maksimal 700 m 2 ) dan pengunaan tanah yang dimohon, pernyataan tanah tidak bersengketa dan penyataan tanah dikuasai secara fisik. Syarat selanjutnya adalah surat kuasa apabila dikuasakan, fotocopy dasar penguasaan tanah, SPPT PBB dan NPWP tahun berjalan dan proposal rencana kegiatan teknis derta sketsa dari penggunaan lahan. Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka IPPT akan diberikan dalam jangka waktu 14 hari. Akan tetapi untuk memperoleh syarat-syarat pengajuan IPPT tersebut dibutuhkan waktu minimal tiga bulan, apabila terdapat ketidaksesuaian dalam syarat IPPT dengan RTRW maka waktu pengajuan izin dapat mencapai satu tahun. Dalam jangka waktu relatif lama tersebut, sawah yang dialihfungsikan untuk menjadi pekarangan atau bangunan akan berubah penggunaannya menjadi tegal terlebih dahulu dengan tujuan untuk memulihkan sifat fisik tanah, terutama daya dukung tanah untuk didirikan bangunan, akibatnya proses ini akan meningkatkan jumlah luasan lahan tegal yang ada, misalnya di Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar. Kemudian apabila IPPT sudah diberikan kepada pemilik lahan maka lahan sawah maupun tegal yang dimiliki pemilik akan berubah menjadi lahan pekarangan dan siap untuk mengajukan ijin

bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkunan sekitarnya. Selain itu IMB juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank apabila pemilik lahan akan menjaminkannya untuk memperoleh pinjaman. Sebagai syarat dalam pengajuan IMB adalah identitas pemilik, surat kuasa apabila dikuasakan ke pihak lain, bukti pelunasan PBB dan bukti kepemilikan tanah yang sah, gambar arsitektur dan situasi lahan sertan telah trdaftar sebagai pemegang IPPT. Secara prinsip, bila dokumen tersebut terpenuhi, maka 5-7 hari kemudian akan diterbitkan Ijin Pembangunan (IP). Ijin Pembangunanatau IP dapat digunakan untuk memulai mendirikan bangunan, sambil menunggu IMB yang keluar 20-30 hari kemudian.IMB memiliki masa berlaku 1 tahun. Sebagai akibat dalam pemberian IP dan IMB tersebut luasan lahan tegal yang sebelumnya berasal dari lahan sawah tersebut akan menurun karena beralih fungsi dari lahan pertanian menjadi bangunan atau pabrik maupun sektor non pertanian yang lain.

Analisis laju konversi lahan selain diperoleh dengan cara parsial dapat juga dilakukan secara kontinu. Sepanjang tahun 1996 hingga 2010 laju secara kontinu konversi dari lahan sawah menjadi wilayah terbangun sebesar 2.73 % dari kondisi awal pada tahun 1996.Hal ini berarti di Kabupaten Karanganyar telah terjadi perubahan fungsi tata guna lahan akibat pembangunan sektor non pertanian misalnya pemukiman dan industri sebanyak 2.73 % selama kurun waktu 15 tahun dari luasan lahan tahun 1996 hingga 2010. Konversi lahan tersebut tidak hanya diakibatkan oleh pembangunan pemukiman namun juga bisa terjadi akibat pembangunan materi-materi non pemukiman lainnya, seperti jalan dan kawasan pertokoan, dan lain-lain. Hasil analisis laju konversi lahan sawah dapat dilihat pada persamaan berikut ini :

LnY = 2.33 - 2.73 t Laju alih fungsi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar secara

0.551% yang diakibatkan oleh proses pengeringan lahan sawah (IPPT) dan proses IMB. Hasil analisis laju alih fungsi lahan tegal terhadap luasan sektor non pertanian dapat dilihat pada persamaan berikut ini :

LnY = 3.18 + 0.551 t Berdasarkan analisi secara kontinu alih fungsi lahan sawah

cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan alih fungsi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Hal ini disebabkan perusahaan maupun pelaku yang bekerja diluar sektor pertanian memilih untuk membangun lokasi usaha baik untuk sektor industri, perumahan maupun sektor yang lain pada daerah-daerah persawahan yang memiliki kriteria tanah subur dengan lokasi dekat dengan sumber bahan baku untuk produksi, dekat dengan sumber tenaga kerja, dekat dengan pasar, tersedianya fasilitas-fasilitas lain seperti pengairan, listrik dan tempat pembuangan limbah serta kebijaksanaan pemerintah yang mendukung tumbuh berkembangnya usaha di wilayah tersebut. Tingginya minat dari pelaku dari luar sektor pertanian terhadap lahan sawah mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan sawah untuk kepentingan di luar sektor pertanian seperti industri dan perumahan, padahal apabila dialihfungsikan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun pertanian terutama sarana irigasi tidaklah kecil. Selama kurun waktu tahun 1976 - 1980 pengeluaran infrastruktur pertanian mencapai 15.76% dari total keseluruhan pengeluaran untuk pembangunan hingga sampai mengecil menjadi 2.47% selama kurun waktu tahun 2001 – 2005. Dari sebaran fasilitas irigasi sebagian besar berada di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera mencapai 75%, kemudian dari sejumlah luasan tersebut sejumlah 22% atau 1.5 juta hektar keseluruhan jaringan irigasi di Indonesia dalam kondisi rusak berat dimana 72% juga berada di Pulau Jawa dan Sumatera (Darsono, 2009:163). Berdasarkan fakta tersebut alih fungsi lahan pertanian terutama pada daerah-daerah yang mempunyai ketersediaan sarana irigasi yang baik akan merugikan cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan alih fungsi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Hal ini disebabkan perusahaan maupun pelaku yang bekerja diluar sektor pertanian memilih untuk membangun lokasi usaha baik untuk sektor industri, perumahan maupun sektor yang lain pada daerah-daerah persawahan yang memiliki kriteria tanah subur dengan lokasi dekat dengan sumber bahan baku untuk produksi, dekat dengan sumber tenaga kerja, dekat dengan pasar, tersedianya fasilitas-fasilitas lain seperti pengairan, listrik dan tempat pembuangan limbah serta kebijaksanaan pemerintah yang mendukung tumbuh berkembangnya usaha di wilayah tersebut. Tingginya minat dari pelaku dari luar sektor pertanian terhadap lahan sawah mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan sawah untuk kepentingan di luar sektor pertanian seperti industri dan perumahan, padahal apabila dialihfungsikan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun pertanian terutama sarana irigasi tidaklah kecil. Selama kurun waktu tahun 1976 - 1980 pengeluaran infrastruktur pertanian mencapai 15.76% dari total keseluruhan pengeluaran untuk pembangunan hingga sampai mengecil menjadi 2.47% selama kurun waktu tahun 2001 – 2005. Dari sebaran fasilitas irigasi sebagian besar berada di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera mencapai 75%, kemudian dari sejumlah luasan tersebut sejumlah 22% atau 1.5 juta hektar keseluruhan jaringan irigasi di Indonesia dalam kondisi rusak berat dimana 72% juga berada di Pulau Jawa dan Sumatera (Darsono, 2009:163). Berdasarkan fakta tersebut alih fungsi lahan pertanian terutama pada daerah-daerah yang mempunyai ketersediaan sarana irigasi yang baik akan merugikan

2. Jumlah Penduduk Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, jumlah penduduk, angka pertumbuhan penduduk dan perubahan luas lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: Tabel 16. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten

Karanganyar, 1996-2010

Tahun

Jumlah Penduduk

Petumbuhan

Penduduk)

Tingkat perkembangan lahan (%) (Tabel 15)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun perubahan jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat dari tahun ke tahun yang diikuti dengan berkurangnya tingkat perkembangan alih fungsi lahan pertanian. Pada tahun 1996 pertumbuhan penduduk sebesar 1,30% di Kabupaten Karanganyar memacu alih fungsi lahan pertanian sebesar 0,5% untuk lahan sawah dan 0,16% untuk lahan tegal. Kemudian angka pertumbuhan penduduk tersebut dapat ditekan pada tahun 2010 hingga menjadi 0,74% yang mengakibatkan alih fungsi lahan sawah sebesar 0.02% dan lahan tegal sebesar 0.06%. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi besar kecilnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang ada di Kabupaten Karanganyar.

Semakin tinggi jumlah penduduk maka tingkat kebutuhan Semakin tinggi jumlah penduduk maka tingkat kebutuhan

Selain dari akibat proses jual beli untuk memenuhi kebutuhan hidup petani, sistem pewarisan tanah merupakan faktor yang paling dominan terhadap proses alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan sebagian besar pembagian warisan menurut keyakinan masyarakat Kabupaten Karanganyar yang beragama islam mengikuti pola pembagian warisan berdasarkan keyakinan yang mereka yakini. Berdasarkan wawancara dengan responden yang melakukan alih fungsi lahan pertanian, didapatkan bahwa sebagian besar responden meperoleh tanah yang berasal dari tanah warisan yang ditunjukan gambar dibawah ini:

Berdasarkan gambar mengenai prosentase status asal tanah

Warisan, 90%

Warisan dan membeli, 7%

Membeli, 3%

Gambar 4. Prosentase Status Asal Tanah Responden

berasal dari tanah warisan. Sementara yang berasal dari proses jual beli hanya sekitar 3% serta yang mempunyai tanah warisan dan membeli sekitar 7%. Pembagian tanah warisan yang terfragmentasi akan memecah sejumlah tanah dengan luasan tertentu menjadi tanah dengan luasan yang semakin mengecil. Rata-rata dari sejumah responden tersebut membangun rumah dan mendirikan usaha di atas tanah hasil pemberian orang tua yang diwariskan kepada mereka dan sangat jarang sekali digunakan untuk kegiatan usaha tani. Hal ini disebabkan untuk mengelola usaha tani dengan sejumlah luasan lahan yang sempit akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaan yang nantinya akan diterima petani. Berdasarkan hal tersebut pola pewarisan secara tidak langsung berperan besar terhadap alih fungsi lahan pertanian.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto merupakan nilai tambah yang terbentuk dari keseluruhan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dalam rentang waktu tertentu. Berikut ini adalah perkembangan PDRB Kabupaten Karanganyar berdasarkan atas dasar harga konstan (ADHK). Tabel 17. PDRB Kabupaten Karanganyar Atas Dasar Harga

Konstan(dalam jutaan rupiah), 1996-2010

Tahun

PDRB (Jutaan Rupiah)

Non Pertanian (%) 1996

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Pertumbuhan ekonomi menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk berbgai kegiatan ekonomi dan sosial semakin meningkat. Desakan perkembangan sektor industri dan jasa menyebabkan persaingan dalam

cenderung dikorbankan untuk sektor di luar sektor pertanian. Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa pekembangan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat. Sektor pertanian menyumbang sekitar 19% dari tahun ke tahun terhadap perekonomian di Kbupaten Karanganyar, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian di Kabupaten Karanganyar. Perkembangan atau pertumbuhan ekonomi yang baik dapat meningkatkan minat investor untuk menanamkan modal dan membuka usaha. Menurut Badan Pusat Statistik saat ini di Kabupaten Karanganyar memiliki 10.312 orang yang bekerja sebagai pengusaha. Kegiatan membuka usaha dan menanamkan modal dari investor tersebut selain dapat menyerap tenaga kerja dan menggerakan roda ekonomi suatu wilayah akan berakibat secara tak langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan dalam membuka usaha para pengusaha tersebut akan mendirikan pabrik, toko, perumahan maupun gudang sesuai dengan tujuan ekonomi masing-masing diatas lahan pertanian yang sudah ada. Efek selanjutnya dari pendirian pabrik dan fasilitas yang lain tersebut adalah berubahnya daerah disekitar kanan kiri pabrik tersebut menjadi sektor non pertanian diantaranya untuk membuka warung makan tempat kos dan perumahan karyawan. Efek seperti ini sangat umum terjadi sebab apabila dinilai secara ekonomi berusaha membuka warung maupun tempat kos karyawan lebih menguntungkan dibandingkan dengan apabila lahan tersebut digunakan untuk lahan pertanian.

Berkembangnya sektor perekomian yang ditandai dengan bertambahnya nilai PDRB di Kabupaten Karanganyar akan berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan yang akan di terima oleh masing-masing masyarakat yang berada di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan data statistik pada tahun 1996 pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Karanganyar adalah Rp 1.590.959.-dan meningkat pada tahun 2010

yang mereka miliki dan bahkan berpeluang menambah luas lahan yang mereka miliki dengan membeli tanah baik untuk perumahan, memperluas usaha maupun sekedar investasi jangka panjang. Hal ini dikarenakan tanah merupakan investasi yang sangat menarik sebab nilai atau harga tanah tidak akan pernah turun. Walaupun sekedar investasi tak jarang lahan pertanian yang dibeli tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian atau dengan kata lain lahan tersebut sengaja untuk dikeringkan seperti yang banyak terjadi di Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, akan tetapi dalam kasus tertentu seperti yang terjadi di Kecamatan Gondangrejo, masyarakat justru menjual lahan yang mereka miliki kepada sektor non pertanian dan bekerja pada sektor non pertanian tersebut untuk meningkatkan pendapatan. Pada umumnya di Kecamatan Gondangrejo dijual karena lokasinya merupakan daerah tadah hujan dan kurang cocok untuk pertanian sehingga akan merugi apabila digunakan untuk usaha tani.

4. Sarana Infrastuktur Pembangunan sarana transportasi untuk mendukung perekonomian masyarakat menuntut perubahan luas lahan yang tidak sedikit. Berikut ini adalah tabel mengenai panjang jalan aspal dan kerikil di Kabupaten Karanganyar. Tabel 18. Panjang Jalan Aspal dan Kerikil di Kabupaten Karanganyar,

1996-2010 Tahun

Panjang Jalan Aspal dan Kerikil (Km)

Tingkat perkembangan lahan (%) (Tabel 15) Panjang

680.10 0 -0.50 -0.16 2000

764.33 0 -0.15 -0.17 2005

817.20 0.16 -0.05 -0.09 2006

817.90 0.09 -0.06 -0.10 2007

815.90 0.24 -1.55 -0.15 2008

815.90 0.00 -0.02 -0.16 2009

815.90 0.00 -0.04 -0.09 2010

841.62 3.15 -0.02 -0.06 841.62 3.15 -0.02 -0.06

18 dapat dilihat bahwa perkembangan panjang jalan aspal dan kerikil di Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan pada tahun 2010 meningkat hingga 3.15% dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa semakin berkembangnya mobilitas penduduk dan pembangunan daerah yang terjadi di Kabupaten Karanganyar.

Pembangunan daerah terutama dengan pembangunan jalan akan mendorong tumbuhnya pemukiman-pemukiman penduduk dan lokasi usaha di sekitar jalan serta memacu adanya alih fungsi lahan pertanian. Hal ini seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Karanganyar, akibat pembangunan jalan tol dari Kabupaten Karanganyar menuju Provinsi Jawa Timur yang melewati Kecamatan Gondangrejo dan Kebakkramat serta dibangunnya jalan tembus dari Tawangmangu-Magetan. Setiap pembangunan fasilitas jalan raya dari pemerintah biasanya diikuti pembebasan lahan pertanian dan secara otomatis bahwa daerah disekitar pembangunan jalan raya akan berubah menjadi tanah kering baik yang sebelumnya diperuntukan untuk sawah maupun tegalan sejauh radius beberapa meter dari jalan. Oleh karena perubahan menjadi tanah kering tersebut maka akan mendorong terjadi alih fungsi lahan yang lebih besar dari lahan pertanian menuju non pertanian baik itu digunakan untuk sektor industri maupun jasa atau perumahan.

5. Sewa Lahan Economic rent sama dengan surplus ekonomi (residual income) yang merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Dalam hal ini perhitungan nilai sewa lahan sawah didekati dengan nilai residual income usaha tani sawah dan perhitungan nilai sewa lahan tegal dihitung

(Ani, 2009:17). Tabel 19. Nilai Sewa Lahan Pertanian Sawah dan Tegal di Kabupaten

Karanganyar, 1996-2010 Tahun

Sewa Lahan (Rp/Ha)

6.776.010 Sumber : BPS dan Struktur Ongkos dan Biaya Usaha Tani, 2011

Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai sewa lahan sawah di Kabupaten Karanganyar semakin mahal dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 cenderung fluktuatif pada kisaran 4-5 juta rupiah. Sementara nilai sewa lahan tegal pada tahun 1996- 2010 juga meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pada tahun 2009 mencapai 10 juta rupiah per tahun. Hal ini disebabkan produktifitas dan harga produksi dari tanaman jagung yang rata-rata mendominasi jenis tanaman di lahan tegal pada tahun tersebut yang sangat tinggi, akibatnya nilai sewa lahan pertanian untuk lahan tegal pada tahun 2009 mencapai harga yang sangat tinggi. Selain itu nilai sewa lahan tegal pada tahun 2009 dan 2010 lebih besar daripada nilai sewa lahan sawah. Selain dari sisi produktifitas tanaman pada usaha tanai tegal yang lebih tinggi, hal ini juga disebabkan oleh sebagian besar peminat penyewa lahan baik untuk pertanian maupun industri atau jasa lebih memilih lahan tegal terutama dengan lokasi yang strategis. Kondisi ini disebabkan karena pada lahan tegal tidak diperlukan biaya untuk mengeringkan lahan apabila lahan tersebut disewa untuk keperluan non pertanian, sehingga dapat menghemat biaya pendirian usaha yang akan dijalankan.

Nilai sewa lahan sawah di tiga kecamatan tempat penelitian yaitu

tanam.Sedangkan di Kecamatan Gondangrejo berada pada kisaran Rp 3000.000 – Rp 4000.000 per hektar per musim tanam dan lahan tegal berada pada kisaran Rp 2000.000 – Rp 2.500.000 per hektar per musim tanam.Perbedaan nilai sewa lahan sawah pada masing-masing kecamatan tersebut lebih diakibatkan oleh kondisi kesuburan tanah dan kondisi pengairan yang ada di kecamatan tersebut. Semakin subur maka akan semakin produktif lahan yang ditanami dan akan menyebabkan nilai sewa lahan semakin tinggi. Kemudian semakin baik jaringan irigasi dan lokasi lahan yang berdekatan dengan sumber air untuk irigasi, maka nilai sewa lahan akan semakin tinggi. Nilai sewa lahan di Kecamatan Gondangrejo lebih kecil dibandingkan dengan Kecamatan Colomadu, Kebakkramat dan Tasikmadu disebabkan oleh kondisi tanah yang didominasi tanah lempungan dengan ciri apabila basah berat untuk diolah dan sangat kering apabila musim kemarau dan sistem pengairan yang mengandalkan dari jumlah air hujan atau tadah hujan.

Nilai land rent atau nilai sewa lahan yang tinggi lebih diakibatkan oleh produktivitas lahan pertanian yang tinggi dan harga produk pertanian ditingkat petani yang baik kemudian diimbangi dengan penurunan biaya produksi untuk menghasilkan sejumlah barang hasil pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka residual income dalam kegiatan pertanianpun meningka dari tahun ke tahun. Peningkatan residual income tersebut akan memberikan nilai tawar yang lebih tinggi bagi petani apabila mereka ingin menyewakan lahan yang mereka miliki untuk sektor pertanian sehingga petani semakin enggan untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki. Akan tetapi terdapat banyak faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian meskipun terdapat nilai sewa lahan yang tinggi apabila lahan pertanian tersebut disewakan.Diantaranya berbagai macam faktor tersebut adalah harga lahan apabila lahan tersebut di jual, tingkat kebutuhan masing-masing rumah tangga petani, dan adanya Nilai land rent atau nilai sewa lahan yang tinggi lebih diakibatkan oleh produktivitas lahan pertanian yang tinggi dan harga produk pertanian ditingkat petani yang baik kemudian diimbangi dengan penurunan biaya produksi untuk menghasilkan sejumlah barang hasil pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka residual income dalam kegiatan pertanianpun meningka dari tahun ke tahun. Peningkatan residual income tersebut akan memberikan nilai tawar yang lebih tinggi bagi petani apabila mereka ingin menyewakan lahan yang mereka miliki untuk sektor pertanian sehingga petani semakin enggan untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki. Akan tetapi terdapat banyak faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian meskipun terdapat nilai sewa lahan yang tinggi apabila lahan pertanian tersebut disewakan.Diantaranya berbagai macam faktor tersebut adalah harga lahan apabila lahan tersebut di jual, tingkat kebutuhan masing-masing rumah tangga petani, dan adanya

Harga Jual (M 2 ) Jumlah %

Alasan Menjual/Menyewakan

Jumlah %

4 13.3 Biaya Sekolah

4 13.3 50000-100000

5 16.7 Biaya Kesehatan

2 6.7 100001-200000

7 23.3 Membangun Usaha

5 16.7 200001-300000

2 6.7 Membayar Hutang

3 10.1 300001-400000

1 3.4 Membangun Rumah

4 13.3 400001-500000

4 13.3 Proyek Pemerintah

30 100 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui berbagai macam harga jual yang diterima pemilik lahan pertanian saat menjual lahannya dan alasan mengapa lahan pertanian tersebut dialihfungsikan ke lahan sektor non pertanian. Harga jual lahan pertanian berada pada kisaran harga kurang

dari Rp 50.000,00 – Rp 500.000,00/m 2 . Responden banyak menjual lahan yang mereka miliki pada rentang harga 100001-200000 rupiah/m 2 dengan prosentase sebesar 23.3% dari keseluruhan responden dan paling sedikit menjual lahan yang mereka miliki pada rentang harga 400001-500000

rupiah/m 2 dengan prosentase 13.3%, kemudian yang menyewakan lahan pertanian yang mereka miliki sebesar 23.3%.Tinggi rendahnya harga jual dan harga sewa lahan pertanian sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor yaitu produktifitas lahan pertanian terutama yang menyangkut kesuburan tanah dan ketersediaan sarana irigasi, lokasi lahan serta kebijakan yang memungkinkan harga tanah lebih tinggi. Sewa lahan atau harga lahan merupakan faktor yang paling dominan terhadap alih fungsi rupiah/m 2 dengan prosentase 13.3%, kemudian yang menyewakan lahan pertanian yang mereka miliki sebesar 23.3%.Tinggi rendahnya harga jual dan harga sewa lahan pertanian sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor yaitu produktifitas lahan pertanian terutama yang menyangkut kesuburan tanah dan ketersediaan sarana irigasi, lokasi lahan serta kebijakan yang memungkinkan harga tanah lebih tinggi. Sewa lahan atau harga lahan merupakan faktor yang paling dominan terhadap alih fungsi

Selain dari sisi harga, tingkat kebutuhan dari masing-masing rumah tangga petani sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian. Tingkat kebutuhan tersebut akan menyebabkan petani menyewakan atau menjual lahan yang mereka miliki guna memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat berbagai macam kebutuhan yang sering menyebabkan petani untuk mengalih fungsikan lahan yang mereka miliki. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan modal untuk berusaha atau berwiraswata, kebutuhan akan sarana pendidikan bagi anak, kebutuhan akan kesehatan keluarga, kebutuhan akan perumahan, dan sebagian untuk melunasi hutang yang mereka miliki yang secara berturut-turut mempunyai prosentase sebesar 16.7%, 13.3%, 6.7%, 13.3%, dan 10.1% dari keseluruhan jumlah responden. Akan tetapi tingkat kemampuan untuk mengolah tanah pertanian juga ikut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian baik itu dengan cara disewakan ke sektor non pertanain maupun dijual. Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa yang tidak mampu mengolah lahan pertanian dan memilih untuk menyewakan lahan pertanian yang mereka miliki terdapat tujuh orang atau sekitar 23.3% dari keseluruhan jumlah responden. Ketidakmampuan mengolah lahan pertanian tersebut dapat diakibatkan oleh faktor usia yang sudah lanjut kemudian anak yang dimiliki keluarga tidak mau untuk bekerja disektor pertanian, kemudian keterbatasan waktu untuk mengolah lahan karena pemilik lahan bekerja ditempat yang lain. Selanjutnya faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan adalah proyek pemerintah untuk masyarakat secara luas yang mempunyai prosentase sebesar 16.7% dari keseluruhan jumlah responden. Sesuai dengan tata peraturan undang- undang yang menyebutkan bahwa bumi, tanah, air dan udara yang Selain dari sisi harga, tingkat kebutuhan dari masing-masing rumah tangga petani sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian. Tingkat kebutuhan tersebut akan menyebabkan petani menyewakan atau menjual lahan yang mereka miliki guna memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat berbagai macam kebutuhan yang sering menyebabkan petani untuk mengalih fungsikan lahan yang mereka miliki. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan modal untuk berusaha atau berwiraswata, kebutuhan akan sarana pendidikan bagi anak, kebutuhan akan kesehatan keluarga, kebutuhan akan perumahan, dan sebagian untuk melunasi hutang yang mereka miliki yang secara berturut-turut mempunyai prosentase sebesar 16.7%, 13.3%, 6.7%, 13.3%, dan 10.1% dari keseluruhan jumlah responden. Akan tetapi tingkat kemampuan untuk mengolah tanah pertanian juga ikut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian baik itu dengan cara disewakan ke sektor non pertanain maupun dijual. Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa yang tidak mampu mengolah lahan pertanian dan memilih untuk menyewakan lahan pertanian yang mereka miliki terdapat tujuh orang atau sekitar 23.3% dari keseluruhan jumlah responden. Ketidakmampuan mengolah lahan pertanian tersebut dapat diakibatkan oleh faktor usia yang sudah lanjut kemudian anak yang dimiliki keluarga tidak mau untuk bekerja disektor pertanian, kemudian keterbatasan waktu untuk mengolah lahan karena pemilik lahan bekerja ditempat yang lain. Selanjutnya faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan adalah proyek pemerintah untuk masyarakat secara luas yang mempunyai prosentase sebesar 16.7% dari keseluruhan jumlah responden. Sesuai dengan tata peraturan undang- undang yang menyebutkan bahwa bumi, tanah, air dan udara yang

6. Kebijaksanaan Pemerintah Penatagunaan tanah yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.Sementara, pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya, kemudian rencana tata ruang wilayah merupakan hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku.

Penatagunaan tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 pasal 3 bertujuan untuk antra lain:

1. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

2. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah.

3. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta 3. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta

Kemudian tata perudangan mengenai penatagunaan tanah pada pasal 3 tersebut ditekankan dan dijelaskan pada pasal 13 yang mengatur dan menjelaskan mengenai penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah. Isi pasal

13 tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah.

2. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami.

3. Penggunaan tanah di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh diterlantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya.

4. Pemanfaatan tanah di Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap penggunaan tanahnya.

5. Ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan melalui pedoman teknis penatagunaan tanah, yang menjadi syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi penyelesaian administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak atas tanah atau kuasanya memenuhi syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Berdasarkan bunyi pada pasal 3 dan 13 tersebut pada Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 yang dimasukan kedalam rencana tata Berdasarkan bunyi pada pasal 3 dan 13 tersebut pada Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 yang dimasukan kedalam rencana tata

Berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Karanganyar tahun 1997 sampai dengan tahun 2006, terdapat beberapa macam peruntukan penggunaan lahan di masing-masing kecamatan se Kabupaten Karanganyar. Berikut ini tabel yang menggambarkan berbagai macam kawasan berdasarkan RTRW di Kabupaten Karanganyar :

1997-2006

Kawasan

Peruntukan Penggunaan

Lokasi Kecamatan Kawasan Budidaya

1. Kawasan Hutan Produksi Hutan produksi,tebang pilih Matesih, Karanganyar 2. Kawasan Pertanian a. Kawasan

Tanaman

Pangan Lahan Basah

Pertanian, tanaman padi, pola tanam ditetapkan.

Semua kecamatan, kecuali Kecamatan Jenawi

b. Kawasan

Tanaman

Pangan Lahan Kering

agroindustri, agro wisata, pertambangan dan penyedia sarana jalan, serta dapat diubah menjadi pertanian lahan basah.

Gondangrejo, Jumantono, Jumapolo, Jatiyoso, Jatipuro, Tawangamangu, Jenawi, Mojogedang, Kerjo, Tasikmadu dan Kebakkramat

c. Kawasan

Tanaman

Tahunan/Perkebunan

Tanaman tahunan dengan teras yang baik

Mojogedang, Kerjo, Jenawi, Karangpandan, Ngargoyoso, Tawangmangu

d. Kawasan Perikanan

Karanganyar, Karangpandan, Kebakkramat, Jaten

e. Kawasan Peternakan

Peternakan hewan besar dan padang

penggembalaan

ternak

Sesuai potensi fisik wilayah masing-masing

Kawasan Non Pertanian

Penambangan, pengolahan awal , pengangkutan bahan galian

Tawangmangu dan Ngargoyoso

2. Kawasan Perindustrian a. Kawasan Industri

Gondangrejo b. Wilayah Industri

Kelompok industri tertentu, tanpa ada sistem kelola

Sepanjang jalan Surakarta- Jaten-Kebakramat-Sragen. Sudah tidak diperkenankan untuk dikembangkan lagi.

3. Kawasan Pariwisata

Sebagai tempat rekreasi

Tawangmangu, Ngargoyoso, Jenawi

4. Kawasan Pemukiman a. Pemukiman Perkotaan

Semua jenis bangunan diperkenankan

dengan

mengikuti tata bangunan yang berlaku.

Semua kecamatan di Kabupaten Karanganyar

b. Pemukiman Pedesaaan

Hotel dan Industri besar tidak diperkenankan

Menyebar diseluruh kecamatan

Sumber : RTRW Kabupaten Karanganyar, 1997-2006 Berdasarkan tabel 21 tersebut dapat dilihat berbagai macam penggunaan kawasan di Kabupaten Karanganyar. Diantaranya penggunaan

pangan lahan basah maupun kawasan tanaman lahan kering. Kawasan tanaman pangan lahan basah merupakan kawasan pertanian dimana sumber pengairan dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Pada kawasan ini hanya boleh ditanami tanaman padi secara terus menerus dengan pola tanam yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, untuk pembangunan gedung, perumahan, pabrik atau bangunan fisik tidak diperkenankan untuk dibangun pada area ini.Untuk perkampungan atau bangunan fisik yang sudah ada tidak diperkenankan melebar atau meluas ke areal sawah saat ini, jenis bangunan yang diijinkan yaitu bangunan yang berupa prasarana irigasi. Kecamatan yang termasuk dalam kawasan pertanian lahan basah adalah Kecamatan Kebakkramat, Colomadu, Jaten, Tasikmadu, Karanganyar, Jumapolo, Jumantono, Jatipuro, Jatiyoso, Tawangamangu, Matesih, Kerjo,

Mojogedang, Karangpandan, Ngargoyoso dan Gondangrejo. Akan tetapi didalam pelaksanaan rencana tata ruang yang disusun terdapat ketidaksesuaian dengan keadaan kondisi yang terjadi di masing-masing kecamatan.Ketidaksesuaian tersebut adalah terdapatanya lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non pertanian, baik untuk industri, maupun perumahan. Sebagai contoh di Kecamatan Colomadu, Kebakkramat, dan Gondangrejo selama kurun waktu tahun 1998-2010 mengalami penyusutan sawah sebesar 224.08, 187.723 dan 91.743ha. Kawasan tanaman pangan lahan kering merupakan kawasan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultur dan tanaman pangan. Pada kawasan ini selain digunakan sebagai pertanian lahan kering diperkenankan untuk pengusahaan agroindustri dan agrowisata, serta diperkenankan pengusahaan tanaman keras sesuai dengan syarat tumbuh masing-masing.Pada kawasan ini dapat diusahakan adanya kegiatan-kegiatan lain seperti pertambangan dan penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, dan jaringan irigasi, akan tetapi didalam pemanfaatannya harus memiliki nilai pembangunan yang tinggi serta tidak Mojogedang, Karangpandan, Ngargoyoso dan Gondangrejo. Akan tetapi didalam pelaksanaan rencana tata ruang yang disusun terdapat ketidaksesuaian dengan keadaan kondisi yang terjadi di masing-masing kecamatan.Ketidaksesuaian tersebut adalah terdapatanya lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non pertanian, baik untuk industri, maupun perumahan. Sebagai contoh di Kecamatan Colomadu, Kebakkramat, dan Gondangrejo selama kurun waktu tahun 1998-2010 mengalami penyusutan sawah sebesar 224.08, 187.723 dan 91.743ha. Kawasan tanaman pangan lahan kering merupakan kawasan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultur dan tanaman pangan. Pada kawasan ini selain digunakan sebagai pertanian lahan kering diperkenankan untuk pengusahaan agroindustri dan agrowisata, serta diperkenankan pengusahaan tanaman keras sesuai dengan syarat tumbuh masing-masing.Pada kawasan ini dapat diusahakan adanya kegiatan-kegiatan lain seperti pertambangan dan penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, dan jaringan irigasi, akan tetapi didalam pemanfaatannya harus memiliki nilai pembangunan yang tinggi serta tidak

Selain untuk mengatur peruntukan lahan sebagai lahan pertanian, RTRW Kabupaten Karanganyar juga mengatur peruntukan lahan untuk sektor non pertanian. Diantaranya adalah kawasan pemukiman dan kawasan perindustrian. Kawasan pemukiman yang ada di Kabupaten Karanganyar merupakan tempat tinggal yang tidak dapat dipisahkan dengan tempat usahanya, demi efisiensi usaha dan mempunyai kegiatan utama non pertanian meliputi kegiatan yang terbagi dalam kawasan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman pedesaan.Pada kawasan permukiman perkotaan lebih diutamakan pada pusat pertumbuhan, pemukiman yang ada harus mengikuti ketentuan yang berlaku serta harus ada izin lokasi dan izin perubahan penggunaan tanah serta memperhatikan fungsi kawasan.Semua wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar diizinkan untuk didirikan bangunan perkotaan. Dalam kawasan pemukiman pedesaan diarahkan sebagai kawasan terbangun permukiman diluar kawasan perkotaan, bangunan yang diperkenankan adalah bangunan yang berdekatan dengan desa yang bersangkutan dan memiliki jarak dari desa maksimum 250 m. Jenis bangunan yang tidak dikehendaki dalam kawasan pemukiman pedesaan adalah bangunan yang berupa hotel dan industri besar.

Kawasan perindustrian yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karanganyar merupakan kawasan yang diperuntukan bagi industri, berupa

cukup, adanya sistem pembuangan limbah, tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat dan tidak terletak dikawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi. Kawasan industri menengah dan besar dialokasikan di Kecamatan Gondangrejo. Kawasan perindustrian dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu kawasan industri (Industrial Estate) dan Wilayah Industri (Industrial Zone ). Kawasan industri merupakan daerah yang digunakan untuk menampung daerah industri dan bukan merupakan sawah, hutan produksi, daerah irigasi atau potensial untuk dibangun jaringan irigasi serta bukan kawasan hutan maupun pertambangan.Kegiatan kawasan industri ini wajib memperoleh persetujuan prinsip, ijin lokasi dan hak guna bangunan induk serta wajib dikenakan AMDAL disetiap kegiatan yang dilakukan. Kawasan industri yang diperbolehkan hanya ada di Kecamatan Gondangrejo. Wilayah industri atau industrial zone merupakan daerah industri tertentu tanpa adanya ikatan kedalam satu sistem kelola, merupakan lingkungan tempat tumbuh dan berkembanganya kegiatan industri serta ekonomi lainnya yang didorong oleh industri dasar.Wilayah industri ini berada di Palur, Kecamatan jaten dan Kecamatan Kebakkramat sepanjang jalan arteri batas Kotamadia Surakarta-Palur-Kebakkramat dan Kabupaten Sragen.Dimana peruntukan lahan untuk kegiatan industri diwilayah ini sudah tidak diperbolehkan dan tidak dikembangkan lagi.Sedangakan industri yang sudah ada dapat tetap berjalan, hanya saja tidak diperkenankan untuk pegembangan lahannya.Dalam pelaksanaannya yang dimuat dalam RTRW, kawasan industri dan wilayah industri terdapat beberapa ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian tersebut diantaranya masih terdapatnya industri yang dibangun di Kecamatan Kebakkramat, bahkan pada kurun waktu 1998-2010 telah terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 198.31 Ha yang berupa lahan sawah dan tegal, padahal dalam peruntukannya didalam RTRW Kabupaten Karanganyar, Kecamatan

bangunan yang lain. Kemudian sesuai dengan program kawasan industri, wilayah industri yang ada di Kecamatan Jaten dan kebakkramat dialihkan menuju ke Kecamatan Gondangrejo, akan tetapi didalam proses pelaksanaannya belum dapat berjalan dengan semestinya, sebab daerah yang menjadi tujuan dialihkannya sektor industri yaitu Kecamatan Gondangrejo belum terdapat fasilitas yang memadai untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya sektor industri diwilayah tersebut, seperti kurangnya ketersediaan air yang cukup bagi industri karena sebagian wilayah mengandalkan dari air hujan, kemudian kondisi tanah yang mudah bergeser akibat jenis tanah lempungan yang lengket diwaktu basah dan kering di waktu musim kemarau dan kekurangan yang lain adalah tidak tersedianya sistem pembuangan limbah yang memadai sebagai syarat AMDAL untuk mendirikan industri. Akibat yang ditimbulkan kekurangsiapan permerintah dalam memfasilitasi persyaratan pendirian industri tersebut adalah pengusaha mencari daerah lain untuk mendirikan maupun mengembangkan usaha yang mereka jalankan. Selain berpotensi mengurangi atau menghilangkan potensi pendapatan yang mungkin diterima masyarakat apabila industri tersebut didirikan tetapi juga dapat menyebabkan alih fungsi lahan pertanian didaerah lain di luar Kecamatan Gondangrejo, meskipun secara RTRW kawasan industri sudah diatur untuk Kecamatan Gondangrejo. Apalagi petani sangat sulit untuk menahan lahan pertanian yang mereka miliki apabila lahan mereka ditawar oleh pengusaha dengan harga yang tinggi sehingga semakin mempercepat alih fungsi lahan pertanian.Sebagai gambaran RTRW secara umum di Kabupaten Karanganyar, berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tata ruang wilayah di Kabupaten Karanganyar pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 :

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Karanganyar

dilihat berbagai macam tipe penggunaan lahan yang ada diwilayah Kabupaten Karanganayar. Warna hijau menunjukan adanya perkebunan, warna hitam menunjukan adanya bangunan yang ada diwilayah Kabupaten Karanganyar, warna cokelat menunjukan adanya pemukiman, warna biru tua dan biru muda menjelaskan mengenai lokasi sawah irigasi dan tadah hujan. Kemudian dalam gambar tersebut dapat dilihat bahwa Kecamatan Colomadu, Kebakkramat, Gondangrejo dan Tasikmadu didominasi warna biru dan cokelat, sehingga dimungkinkan dalam masa yang akan datang alih fungsi lahan pertanian akan berlangsung terus menerus di empat kecamatan tersebut. Hal ini didukung dengan rencana pengembangan wilayah empat kecamatan tersebut yang ditetapkan oleh pemerintah secara berturut-turut adalah Kecamatan Colomadu akan diharapkan menjadi tempat transit dan peristirahatan bagi para wisatawan manca negara dengan perkembangan perhotelan yang mewah dan pusat perbelanjaan, Kecamatan Gondangrejo diharapkan menjadi pusat perdagangan di Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu diharapkan menjadi lahan perluasan perkotaan maupun kasawaan industri kecil, kemudian pengembangan agrowisata sondokoro dan pengembangan pusat toko tradisional. Dalam mensukseskan perencanaan di ketiga kecamatan tersebut, nantinya akan diikuti dengan adanya alih fungsi lahan pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan sektor yang akan berkembang di tiga kecamatan tersebut. Hanya Kecamatan Kebakkramat yang dalam perencanaannya akan diharapkan sebagai sentra produksi padi, sehingga diharapkan dapat menjadi penyangga pangan di Kabupaten karanganyar dan mengurangi laju alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan tersebut yang sampai saat ini masih sangat tinggi dibawah Kecamatan Colomadu.

C. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi LahanPertanian

1. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lahan Sawah

Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan

Kabupaten Karanganyar,1996-2010.

No Variabel

Koefisien

Standar Error

T-hitung VIF 1 PDRB

-0.060ns

0.000

-0.260 7.043 2 Panjang Jalan

-0.286ns

1.117

-1.792 3.593 3 Sewa Sawah

4 D1 Kebijaksanaan Pemerintah

Koefisien Determinasi (R 2 )

0.925 Adjusted R 2 0.895

F- Hitung

30.870

Durbin Watson test

1.707

Periode Sampel

1996 – 2010

Keterangan: * : Nyata pada tingkat keyakinan 90%

ns: tidak signifikan Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat hsil estimasi faktor yang mempengaruhi luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar. Dari tabel 22 tersebut dapat dilihat bahwa koefisien determinasi (R 2 ) model mencapai 92.5% artinya variabel PDRB, panjang jalan, sewa lahan sawah dan kebijaksanaan pemerintah mampu menjelaskan luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar selama tahun 1996 – 2010 sebesar 92.5% dan sisanya sebesar 7.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model, misalnya investasi, nilai tukar petani dan kondisi alam yang berubah misalnya dikarenakan oleh bencana alam. Tanda negatif variabel bebas (PDRB, panjang jalan, sewa lahan sawah) pada koefisien persamaan menunjukan bahwa peningkatan nilai variabel bebas tersebut akan mengurangi jumlah luas lahan yang ada di Kabupaten Karanganyar. Tanda positif variabel bebas (kebijaksanaan pemerintah) menunjukan bahwa semakin besar usaha pemerintah dalam merancang undang-undang yang bertujuan mencegah alih fungsi lahan sawah maka luas lahan pertanian yang ada akan dapat dipertahankan untuk waktu yang relatif lebih lama.

besar dibandingkan f tabel pada tingkat kepercayaan 95% sebesar 4,54 artinya secara bersama-sama variabel bebas dalam model seperti PDRB, panjang jalan, sewa lahan sawah dan kebijaksanaan pemerintah berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar. Uji t-test didalam persamaan model bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan pertanian yang ada di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uji t-test, variabel bebas nilai sewa lahan sawah di Kabupaten Karanganyar secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar. Hal ini terjadi karena nilai sewa sawah berpangaruh secara langsung terhadap kehidupan petani, sehingga sangat menentukan keputusan petani untuk menjual lahan sawah yang mereka miliki atau untuk disewakan dengan nilai sewa lahan sawah yang umum diwilayah tersebut akibatnya sangat menentukan besarnya alih fungsi lahan pertanian yang ada diwilayah tersebut. Variabel PDRB secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap luas lahan sawah, hal ini dapat terjadi dikarenakan setiap pertambahan nilai ekonomi dari sektor pertanian maupun non pertanian yang mengakibatkan peningkatan pendapatan penduduk tidak diikuti dengan peningkatan masyarakat akan lahan. Dalam hal ini masyarakat tidak langsung membeli tanah sawah meskipun pendapatan mereka naik, sebab secara investasi masyarakat menganggap membeli tanah kering dan atau perumahan lebih tinggi daripada membeli tanah sawah dan ditanami atau bahkan membuka peluang usaha non pertanian yang lain. Variabel panjang jalan (aspal dan kerikil) secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Karanganyar.Hal ini disebabkan karena proyek pembangunan jalan yang selama ini dilakukan sangat jarang melewati lahan sawah milik petani. Misalnya di wilayah Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Gondangrejo jalan tol yang dibangun melewati tanah yang pada umumnya tadah hujan dan bukan untuk pertanian lahan sawah, kemudian

pegunungan yang cocok ditanami padi dan sayur-mayur. Variabel kebijaksanaan pemerintah secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap alih luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan kebijaksanaan pemerintah digunakan sebagai pedoman dalam merencang rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang akan diterapkan di Kabupaten Karanganyar, sementara RTRW menghendaki adanya daerah untuk wilayah pertanian, perumahan atau pemukiman, industri dan perkebunan, sehingga guna mewujudkan tata guna lahan yang baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor non pertanian maka akan ada alih fungsi lahan pertanian maupun usaha pemerintah untuk tetap mempertahankan lahan sawah yang produktif dan beririgasi teknis.

Dalam pengujian model yang baik agar sesuai dengan asumsi klasik (Best Linear Unbiased Efficient estimator) maka dilakukan dengan mencakup uji ekonometrik diantaranya adalah uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskesdastisitas. Dalam pengujian asumsi klasik multikolinearitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dalam model. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dalam modeldapat dilihat langsung pada nilai Varian Inflaction Factor (VIF), apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat masalah multikolinieritas. Dalam tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai VIF masing- masing variabel bebas berkisar antara 3,593 dan 7,043, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak ditemukan adanya multikolinearitas. Permasalahan multikolinearitas muncul didalam model apabila variabel jumlah penduduk dimasukan ke dalam model dengan nilai VIF lebih dari 10, maka dari itu variabel jumlah penduduk tidak digunakan dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah.

Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Apabila diabaikan maka hal ini akan berdampak pada pengujian hipotesis yang dilakukan. Uji Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Apabila diabaikan maka hal ini akan berdampak pada pengujian hipotesis yang dilakukan. Uji

Uji heteroskesdastisitas dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot. Kriteria yang menjadi dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik membentuk pola teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka terjadi heteroskesdastisitas.

2) Jika tidak terdapat pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.

Berdasarkan grafik pada scatterplot didapatkan bahwa seperti titik-titik menyebar dan tidak terdapat pola yang jelas, maka dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari heteroskesdatisitas atau terdapat ragam galat konstan dalam setiap amatan (homoskesdatisitas).

2. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lahan Tegal

Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan hasil estimasi faktor- faktor yang mempengaruhi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Tabel 23.Hasil Estimasi Faktor-Faktor Penentu Luas Lahan Tegal di

Kabupaten Karanganyar, 1996-2010.

No Variabel

Koefisien

Standar Error

T-hitung VIF 1 PDRB

-1.310*

0.000

-5.521 7.037 2 Panjang Jalan

1.660*

1.253

10.394 3.185 3 Sewa Tegal

4 D1 Kebijaksanaan Pemerintah

Koefisien Determinasi (R 2 )

0.920 Adjusted R 2 0.888

F- Hitung

28.736

Durbin Watson

1.247

Periode Sampel

1996 – 2010

Keterangan: * : Nyata pada tingkat keyakinan 90%

ns: tidak signifikan

mempengaruhi luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Dari tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa koefisien determinasi (R 2 ) model mencapai 92% artinya variabel PDRB, panjang jalan, sewa lahan tegal dan kebijaksanaan pemerintah mampu menjelaskan luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar selama tahun 1996 – 2010 sebesar 92% dan sisanya sebesar 8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model, misalnya investasi, nilai tukar petani dan kondisi alam yang berubah misalnya dikarenakan oleh bencana alam. Tanda negatif variabel bebas pada koefisien persamaan menunjukan bahwa peningkatan nilai variabel bebas tersebut akan mengurangi jumlah luas lahan tegal yang ada di Kabupaten Karanganyar. Tanda positif variabel bebas (kebijaksanaan pemerintah) menunjukan bahwa semakin besar usaha pemerintah dalam merancang undang-undang yang bertujuan mencegah alih fungsi lahan tegal maka luas lahan pertanian yang ada akan dapat dipertahankan untuk waktu yang relatif lebih lama.

Berdasarkan tabel 23 didapatkan nilai F hitung sebesar 28.736 lebih besar dibandingkan f tabel pada tingkat kepercayaan 95% sebesar 4,54 pada tingkat kepercayaan 95% artinya secara bersama-sama variabel bebas dalam model seperti PDRB, panjang jalan, sewa lahan tegal dan kebijaksanaan pemerintah berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Uji t-test didalam persamaan model bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan pertanian yang ada di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uji t-test, variabel PDRB secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal, hal ini dapat terjadi dikarenakan setiap pertambahan nilai ekonomi yang diakibatkan oleh transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian menghendaki pemenuhan lahan yang tidak sedikit yang dipenuhi dengan mengalihfungsikan lahan tegal. Variabel panjang jalan (aspal dan kerikil) secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal yang ada di Berdasarkan tabel 23 didapatkan nilai F hitung sebesar 28.736 lebih besar dibandingkan f tabel pada tingkat kepercayaan 95% sebesar 4,54 pada tingkat kepercayaan 95% artinya secara bersama-sama variabel bebas dalam model seperti PDRB, panjang jalan, sewa lahan tegal dan kebijaksanaan pemerintah berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Uji t-test didalam persamaan model bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan pertanian yang ada di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uji t-test, variabel PDRB secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal, hal ini dapat terjadi dikarenakan setiap pertambahan nilai ekonomi yang diakibatkan oleh transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian menghendaki pemenuhan lahan yang tidak sedikit yang dipenuhi dengan mengalihfungsikan lahan tegal. Variabel panjang jalan (aspal dan kerikil) secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal yang ada di

Variabel bebas nilai sewa lahan tegal di Kabupaten Karanganyar secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Hal ini terjadi karena lahan tegal baru pada umumnya hanya terjadi apabila ada proses pengeringan dari lahan sawah dan tanah tersebut sedang menunggu proses ijin mendirikan bangunan (IMB) untuk penggunaan sektor non pertanian, sehingga dalam rentang waktu yang singkat dalam proses pengurusan IMB tidak mungkin lahan tersebut akan disewakan untuk penggunaan yang lain. Variabel kebijaksanaan pemerintah secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap alih luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan kebijaksanaan tersebut digunakan sebagai pedoman dalam merencang rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang akan diterapkan di Kabupaten Karanganyar, sementara RTRW menghendaki adanya daerah untuk wilayah pertanian, perumahan atau pemukiman, industri dan perkebunan, sehingga guna mewujudkan tata guna lahan yang baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor non pertanian maka akan ada alih fungsi lahan tegal yang akan digunakan sektor pertanian yang lain.

Dalam pengujian model yang baik agar sesuai dengan asumsi klasik (Best Linear Unbiased Efficient estimator) maka dilakukan dengan mencakup

dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dalam model. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dalam model dapat dilihat langsung pada nilai Varian Inflaction Factor (VIF), apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat masalah multikolinieritas. Dalam tabel 23 dapat dilihat bahwa nilai VIF masing- masing variabel bebas berkisar antara 1.862 dan 7.037, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak ditemukan adanya multikolinearitas. Permasalahan multikolinearitas muncul didalam model apabila variabel jumlah penduduk dimasukan ke dalam model dengan nilai VIF lebih dari 10, maka dari itu variabel jumlah penduduk tidak digunakan dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tegal.

Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Apabila diabaikan maka hal ini akan berdampak pada pengujian hipotesis yang dilakukan. Uji autokorelasi dapat diliht dari nilai Durbin Watson test(DW). Berdasarkan tabel 23 didapatkan bahwa nilai DW sebesar 1.247, artinya masih berada dalam rentang 1,21< DW <1,65, maka di dalam model persamaan tidak dapat disimpulkan akan adanya autokorelasi antara variabel bebas dengan error atau tidak.

Uji heteroskesdastisitas dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot. Kriteria yang menjadi dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik membentuk pola teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka terjadi heteroskesdastisitas.

2. Jika tidak terdapat pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.

Berdasarkan grafik pada scatterplot didapatkan bahwa seperti titik-titik menyebar dan tidak terdapat pola yang jelas, maka dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari heteroskesdatisitas atau terdapat ragam galat konstan

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan analisis yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian ke sektor non pertanian adalah sebagai berikut :

1. Tingkat perkembangan secara parsial menunjukan bahwa tingkat perkembangan rata-rata lahan sawah sebesar -0.31% per tahun dan tingkat perkembangan rata-rata luas lahan tegal sebesar 0,45% per tahun, kemudian secara kontinu sejak tahun 1996-2010, laju tingkat perkembangan alih fungsi lahan sawah dan lahan tegal di Kabupaten Karanganyar sebesar -2.73% dan 0.55%. Artinya terjadi alih fungsi lahan sawah ke sektor non pertanian di Kabupaten Karanganyar, kemudian sebagai bagian dari proses alih fungsi lahan sawah tersebut, luas lahan tegal akan meningkat sebelum digunakan ke sektor non pertanian sebagai akibat pengurusan proses pengeringan (IPPT) dan izin mendirikan bangunan (IMB).

2. Berdasarkan uji F, Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah dan tegal yaitu PDRB, panjang jalan, sewa lahan dan kebijaksanaan pemerintah secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar pada tingkat kepercayaan 95%.

3. Berdasarkan uji t, variabel sewa lahan sawah secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah di Kabupaten Karanganyar, variabel PDRB dan panjang jalan secara individu berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar pada tingkat kepercayaan 90%. Variabel yang secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah adalah PDRB, panjang jalan dan kebijaksanaan pemerintah dan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap luas lahan tegal adalah sewa lahan tegal dan kebijaksanaan pemerintah.

1. Hendaknya dalam menangani masalah alih fungsi lahan pertanian dilakukan dan didasari dengan sikap yang tegas dari berbagai pihak yang terkait yaitu pengguna lahan baik pemilik maupun pemangku kuasa (apabila lahan tersebut dikuasakan), dan lembaga pemerintahan seperti kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, BPN, departemen pertanian, dan lain-lain, dalam penatagunaan lahan dan diperlukan sikap peduli terhadap pertanian untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian terutama di daerah pertanian dengan lahan subur agar sesuai dengan pelaksanaan yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah, kemudian hal ini diwujudkan dengan cara memperketat perizinan untuk pengeringan lahan sawah produktif dan memperketat ijin mendirikan bangunan pada lahan subur tersebut.

2. Hendaknya pemerintah daerah berupaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama petani dari sektor pertanian dengan pengoptimalan program pemerintah yang sudah ada seperti OVOP dan PUAP agar nantinya dalam pemenuhan tingkat kebutuhan petani yang bermacam-macam dapat terpenuhi dengan baik tanpa harus mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki dan merangsang petani untuk tetap mempertahankan lahan pertanian yang dimiliki.

3. Sebaiknya diperlukan adanya penelitian yang lebih lanjut untuk megetahui faktor-faktor

petani dalam mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki, sehingga dapat ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian baik secara makro maupun mikro.