LANDASAN TEORI

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Sejak dimulainya era otonomi daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, setiap pemerintah daerah berhak untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan daerah diwilayahnya masing-masing, tujuannya agar manfaat pembangunan yang berjalan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat dan proses pembangunan dapat berjalan lebih cepat disetiap masing-masing daerah. Diberlakukannya proses otonomi ini adalah disebabkan pemerintah daerah lebih mengenal karakteristik dan potensi yang ada pada setiap masing- masing daerah.

Peran pemerintah dalam pembangunan juga tertuang pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pasal tersebut pemerintah berhak menentukan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat terutama yang berada didaerah, dalam hal ini, kebijakan yang dapat meningkatkan kemakmuran daerah adalah kebijakan yang mengatur tata cara peningkatan pendapatan daerah dan pengembangan wilayah daerah. Sebagai akibat dari kemajuan daerah perhatian masyarakat dari luar daerah untuk bekerja dan menetap di derah tersebut akan meningkat. Disatu sisi akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan pada satu sisi yang lain akan meningkatkan jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Meningkatnya jumlah penduduk disuatu wilayah tertentu akan meningkatkan kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Dalam mencukupi peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan lahan untuk menghasilkan pangan dan sebagai tempat untuk mendirikan pemukiman. Berbagai macam kepentingan kebutuhan menyebabkan tarik menarik penggunaan lahan akan semakin terasa, dan pada akhirnya lahan pertanian dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pada sektor lain. Berkurangnya jumlah lahan pertanian menyebabkan nilai ekonomi lahan akan meningkat dan petani dihadapkan pada persoalan produktivitas pertanian yang semakin menurun karena penurunan luas lahan akibat alih fungsi lahan ke sektor lain, kemudian petani dihadapkan pada pilihan bertahan pada lahan dengan produktivitas yang rendah atau merelakan lahan untuk dialihfungsikan ke sektor yang lain.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi aktivitas alih fungsi lahan dikabupaten karanganyar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam petani dan faktor dari luar petani itu sendiri. Faktor dari dalam petani yang dimaksud adalah faktor dari petani yang memicu alih fungsi lahan karena keinginan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari penggunaan lahannya, sementara faktor yang dari luar petani yang dimaksud adalah faktor yang memicu alih fungsi lahan karena kebutuhan pemukiman, industri dan ruang untuk pembangunan fisik wilayah yang meliputi kebutuhan infrastruktur serta sarana prasarana kegiatan penduduk.

Tingkat perkembangan alih fungsi lahan pertanian (sawah dan tegal) ke sektor non pertanian dihitung dengan menggunakan metode analisis pertumbuhan, adapun laju alih fungsi lahan secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

V= Lt – Lt-1 X 100%

Lt-1 dimana:

V = Laju konversi lahan (%)

Lt

= Luas lahan saat ini/tahun ke-t (ha)

Laju konversi lahan secara kontinu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Ln y t = ln y o + rt atau y t = yoe rt Dimana: y t : Luas lahan pertanian (sawah dan tegal) pada tahun t (Ha) y o : Nilai intersep (Ha) r

: Laju alih fungsi lahan lahan (sawah dan tegal (%)) t : Waktu (tahun)

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah untuk Meneliti Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Kabupaten Karanganyar

D. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga tingkat perkembangan alih fungsi lahan sektor pertanian ke sektor non pertanian di Kabupaten Karanganyar meningkat dari tahun ke tahun.

2. Diduga faktor jumlah penduduk, PDRB, sewa lahan, dan panjang jalan aspal dan kerikil berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Karanganyar.

E. Asumsi

Adapun asumsi ini yang digunakan untuk memberikan pemahaman di lapangan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Faktor Internal :

· Sewa lahan

Faktor Eksternal :

· Jumlah penduduk · PDRB · Sarana infrastruktur · Kebijaksanaan Pemerintah (PP.

No. 16 Tahun 2004)

Tahap Analisis Faktor

fungsi lahan pertanian · Estimasi

faktor-faktor

yang

mempengaruhi alih fungsi lahan

Variabel X

Variabel Y

1. Petani bertindak rasional, yakni memiliki motif ekonomi untuk mendapatkan nilai sewa lahan dan keuntungan yang tertinggi.

2. Variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diabaikan pengaruhnya.

F. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Karanganyar dilakukan di daerah wilayah Kabupaten Karanganyar yaitu Kecamatan Colomadu, Kebabkramat, Gondangrejo dan Tasikmadu.

2. Objek yang menjadi penelitian adalah lahan sawah dan lahan tegal yang dikonversikan menjadi lahan non pertanian selama kurun waktu 15 tahun atau sejak tahun 1996 - 2010.

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini diberikan beberapa pengertian untuk mempermudah pemahaman mengenai alih fungsi lahan adalah sebagai berikut :

1. Lahan sawah dan tegal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanah yang berupa sawah dan tegal yang digunakan untuk budidaya tanaman dan berada di wilayah Kabupaten Karanganyar. Lahan sawah dan tegal dinyatakan dan diukur dengan satuan hektar (Ha).

2. Alih fungsi lahan yang dimaksud adalah perubahan penggunaan lahan sawah dan tegal menjadi penggunaan lahan ke sektor non pertanian di Kabupaten Karanganyar. Alih fungsi lahan dinyatakan dan diukur dengan satuan hektar (Ha).

3. Jumlah penduduk yang dimaksud adalah jumlah seluruh manusia yang tinggal dan menetap di wilayah Kabupaten Karanganyar. Jumlah penduduk dinyatakan dan diukur dengan satuan jiwa.

4. Besarnya nilai sewa lahan merupakan besarnya biaya yang digunakan petani untuk menyewa lahan pertanian yang berlaku selama tahun penelitian. Sewa lahan sama dengan surplus ekonomi (residual income) 4. Besarnya nilai sewa lahan merupakan besarnya biaya yang digunakan petani untuk menyewa lahan pertanian yang berlaku selama tahun penelitian. Sewa lahan sama dengan surplus ekonomi (residual income)

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah (NT) seluruh sektor perekonomian di wilayah Kabupaten Karanganyar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) besarnya dinyatakan dan diukur dengan satuan rupiah (Rp).

6. Sarana infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan seluruh panjang jalan aspal dan kerikil yang berada diwilayah Kabupaten Karanganyar selama tahun 1996-2010. Panjang jalan tersebut diukur dan dinyatakan dalam satuan kilometer (km).

7. Kebijaksanaan pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peraturan yang disahkan oleh pemerintah untuk mencegah alih fungsi

lahan pertanian subur (PP No 16 tahun 2004 tentang penatagunaan lahan) yang dinyatakan dan diukur dengan nilai 0 apabila waktu penelitian menunjukkan rentang waktu pada tahun 1996-2003 atau sebelum dikeluarkannya PP No 16 pada tahun 2004 dan dengan nilai 1 apabila waktu penelitian menunjukkan rentang waktu pada tahun 2004-2010 atau setelah dikeluarkannya PP No 16 pada tahun 2004.

8. Tingkat perkembangan alih fungsi lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan luas lahan pertanian dari tahun ke tahun yang diakibatkan alih fungsi lahan. Besarnya dinyatakan dan diukur dalam satuan persen dan dihitung dengan menggunakan rumus : V= Lt – Lt-1 X 100%

Lt-1

dimana:

V = Laju konversi lahan (%) Lt = Luas lahan saat ini/tahun ke-t (Ha) Lt-1 = Luas lahan tahun sebelumnya (Ha)