5. 1 Jenis penelitian

I.6.3 Komunikasi kepala desa

a. Komunikasi pembangunan Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan seperti bagian integral dari pembangunan. Muktiyo (2011:37) mengatakan bahwa pembangunan sendiri pada hakekatnya merupakan suatu perubahan terencana yang dinamis, artinya perubahan tersebut menuntut dinamika masyarakat untuk mengantisipasi keadaan di masa mendatang.

Dalam penyelenggaraan pembangunan, diperlukan suatu komunikasi agar terjalin komunikasi efektif dan memiliki makna yang

commit to user

sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Seperti yang dikemukakan McAnany dalam jurnalnya bahwa komunikasi yang baik dapat membantu perubahan sosial ke arah yang baik pula (McAnany, 2010:8). McAnany juga berpendapat bahwa ruang lingkup komunikasi pembangunan sangat luas meliputi segenap institusi pembangunan yang ada dalam masyarakat (McAnany, 2010:15).

Komunikasi pembangunan diarahkan untuk mempengaruhi masyarakat agar mau menerima dan mampu mengembangkan nilai-nilai yang diperlukan bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat dan setiap individu yang ada di dalamnya. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan sikap aspiratif, konsultatif dan relationship karena pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya hubungan yang sinergis antara pelaku dan obyek pembangunan. Apalagi proses pembangunan ke depan cenderung akan semakin mengurangi peran pemerintah, seiring semakin besarnya peran masyarakat.

Berikut ini adalah beberapa definisi komunikasi pembangunan, sebagai berikut:

1) Komunikasi yang dirancang khusus untuk mendukung suatu program pembangunan (Erskine Childers dalam Effendy, 1990:83);

2) Unsur pendukung dalam pembangunan sebagai penggerak dinamika masyarakat dalam pembangunan (Pratikto, 1987:84);

commit to user

mencapai kemajuan (McClelland dalam Nasution, 2004:112-113);

4) Sarana informasi penyebarluasan pembangunan demi memunculkan partisipasi dan keaktifan masyarakat dalam pembangunan (Schramm dalam Nasution, 2004:116-120); dan

5) Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat yang dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi demi perubahan sosial yang berencana (Quebral dan Gomez dalam Nasution, 2004:142-143).

6) Proses interaksi seluruh warga masyarakat untuk tumbuhnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan menggerakkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam proses perubahan terencana demi perbaikan mutu hidup segenap warga masyarakat secara berkesinambungan (Totok Mardikanto dalam Muktiyo, 2011:35-36).

Berdasarkan berbagai pandangan di atas, komunikasi pembangunan dapat dirangkum ke dalam dua perspektif pengertian, yaitu dalam arti luas dan dalam arti terbatas. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dengan pemerintah, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan. Sementara dalam arti terbatas, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara serta teknik penyampaian gagasan dan ketrampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai

commit to user

dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan (Nasution, 2004:106).

Schramm (dalam Nasution, 2004:101-103) merumuskan tugas komunikasi dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan, yaitu:

1) Menyampaikan informasi tentang pembangunan kepada masyarakat agar mereka fokus pada kebutuhan akan perubahan, cara mengadakan perubahan, sarana perubahan, dan cara membangkitkan aspirasi nasional;

2) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas; dan

3) Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan dengan keterampilan-keterampilan teknis.

Berdasarkan pendapat Schramm di atas, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya, kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.

Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya, pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan

commit to user

dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.

Dalam pembangunan, komunikasi tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah dan fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan. Dalam komunikasi pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. Tujuannya untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan serta mengubah sikap, pendapat, dan perilaku.

b. Relevansi komunikasi pembangunan dengan teori komunikasi

Totok Mardikanto (dalam Muktiyo, 2011:35-36) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai proses interaksi seluruh warga masyarakat untuk tumbuhnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan menggerakkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam proses perubahan terencana demi perbaikan mutu hidup segenap warga masyarakat secara berkesinambungan dengan menggunakan teknoogi atau inovasi yang terpilih. Warga masyarakat yang dimaksud adalah semua stakeholder pembangunan, meliputi aparat pemerintah, tokoh masyarakat, pekerja sosial, kelompok/organisasi sosial, aktivis LSM, dan lain-lain.

commit to user

bahwa interaksi yang terbangun sangat kompleks. Untuk memahami kedalaman dan kompleksitas dinamikanya digunakan perspektif sibernetik dari tradisi sibernetik. Dalam tradisi ini, komunikasi dipahami sebagai bagian yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, membentuk serta mengontrol sistem, dan menerima keseimbangan dan perubahan.

Selain itu, tradisi sibernetik dalam pola hubungan komunikasi merupakan proses interaksi seluruh warga masyarakat yang menunjukkan hubungan yang beragam, seperti misal pada interaksi yang terjadi saat menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan warga masyarakat dalam menggerakkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

Dalam proses pembangunan, komunikasi diarahkan untuk mempengaruhi masyarakat agar mau menerima dan mengembangkan nilai-nilai bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat. Laswell seperti yang dikutip Muktiyo (2011:189) menegaskan bahwa nilai-nilai tersebut tidak hanya menyangkut perubahan pada aspek kognitif dan psikomotorik, tetapi juga perubahan afektif. Oleh sebab itulah, komunikasi pembangunan biasanya diartikan sebagai penerapan strategi dan prinsip-prinsip komunikasi dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan tidak lagi diartikan sebagai penyampaian informasi, tetapi sebagai proses yang memungkinkan partisipan menciptakan dan berbagai informasi dengan

commit to user

Muktiyo, 2011:190). Arti komunikasi pembangunan saat ini sesuai dengan pendekatan pemberdayaan yang partisipatoris karena unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi (komunikator dan komunikan) memiliki kesetaraan peran dan posisi. Asumsi pendekatan partisipatif memandang masyarakat sebagai penerima informasi yang memiliki kemampuan untuk membangun dirinya dan lingkungannya dengan segala potensi yang ada (Muktiyo, 2011:220).

Pembangunan yang dimaksud merupakan perubahan terencana. Dalam melakukan perubahan terencana perlu upaya pemberdayaan agar masyarakat mau dan mampu mengadakan perubahan. Dalam melakukan pemberdayaan tersebut, seseorang pasti akan melakukan komunikasi dengan orang lain (human relation). Pengertian human relation dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan dengan tujuan untuk meningkatkan semangat bekerja yang produktif. Sementara, human relation dalam arti luas adalah komunikasi persuasif yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan sehingga menimbulkan kebahagiaan di hati kedua belah pihak (Muktiyo, 2011:292- 293).

commit to user

Istilah motivator berkembang dari istilah motif dan motivasi sehingga sebelum menjelaskan konsep motivator ada baiknya memahami tentang motif dan motivasi. Menurut Soewarno Handayaningrat (1986:81), motif adalah suatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak secara langsung atau melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap sasaran.

Definisi motif sebagai keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan, menggerakkan, mengarahkan, dan menyalurkan perilaku seseorang dalam pencapaian tujuan (Siagian, 2000:102).

Masih menurut Siagian, dari segi taksonomi, motivasi berasal dari kata “movere” dalam bahasa Latin yang mempunyai arti bergerak. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah kebutuhan, dorongan dan tujuan. Motivasi menurut arti katanya adalah bergerak, dimana “bergerak” tersebut ditimbulkan oleh suatu keadaan atau suasana yang mendorong manusia untuk bergerak.

Sementara, motivasi adalah pengertian umum dalam bentuk dorongan, kehendak, kebutuhan, keinginan dan daya kekuatan lain (Handayaningrat, 1986:82). Koontz mengemukakan pengertian motivasi yang dikutip oleh Hasibuan (1996:95) bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan.

commit to user

dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Lebih lanjut, Terry mengemukakan pengertian motivasi yang dikutip oleh Moekijat (1984:10) sebagai keinginan di dalam diri seorang individu yang mendorong dia untuk bertindak. Sementara, dari penelitian istilah Manajemen Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (dalam Moekijat, 1994:10) memberikan pendapat bahwa motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi atau dorongan adalah suatu kekuatan atau pengaruh yang timbul dalam diri seseorang untuk bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara, seseorang disebut sebagai motivator apabila ia mampu mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kekuatan pada orang lain yang dipengaruhinya dan selanjutnya akan menimbulkan suatu tindakan atau perilaku yang lebih baik demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

Berkaitan dengan pemimpin, Wijaya (1986:12) mengaitkannya dengan memberikan batasan mengenai motivasi dalam pemerintahan yaitu bahwa motivasi adalah kekuatan seorang pemimpin baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

commit to user

dorongan mental yang datangnya dari pemimpin suatu pemerintahan terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota kelompok dalam menggapai sesuatu tujuan dalam masyarakat.

Motivasi sebagai suatu hal yang penting sehingga sangat perlu untuk dilakukan oleh setiap pimpinan, terutama dalam melaksanakan suatu kebijaksanaan atau kegiatan yang memerlukan adanya dukungan dari bawahan maupun masyarakatnya secara aktif. Hal tersebut memerlukan kemampuan yang matang dari seorang pemimpin terutama dengan mengetahui prinsip-prinsip motivasi.

Prinsip motivasi merupakan suatu pedoman pokok yang hendaknya diketahui oleh seseorang pimpinan sebelum melakukan pemberian motivasi agar tujuan pemberian motivasi dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Prinsip-prinsip motivasi seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (1980:185) adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Mengikutsertakan Artinya para bawahan diberikan kesempatan untuk ikut serta berpartisipasi dalam keputusan-keputusan sehingga mereka merasa ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan.

2. Prinsip Komunikasi Artinya motivasi akan cenderung meningkat jika bawahan diberi tahu mengenai apa saja hal-hal yang berpengaruh terhadap sebuah tujuan. Pada dasarnya, semakin banyak seorang bawahan mengetahui hal-hal

commit to user

pencapaian tujuan.

3. Prinsip Pengakuan Artinya motivasi akan cenderung meningkat jika bawahan diberi pengakuan atas peran sertanya terhadap hasil-hasil yang dicapai.

4. Prinsip Wewenang yang Didelegasikan Artinya motivasi akan cenderung meningkat jika bawahan diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan-keputusan sendiri.

5. Prinsip Perhatian Timbal Balik Artinya motivasi akan cenderung meningkat jika seorang pemimpin mengetahui kebutuhan dan keinginan bawahan.

Dalam melaksanakan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan desa khususnya, faktor motivasi merupakan unsur yang penting sebab motivasi merupakan dorongan yang kuat dalam rangka membina mental pembangunan masyarakat untuk kemajuan desa itu sendiri. Dengan memberi motivasi yang tepat, tujuan mencapai masyarakat adil dan makmur tidak mustahil akan terwujud.

Demikian halnya dalam pemerintahan, dimana kepala desa pemegang jabatan tertinggi di tingkat desa, harus mampu melaksanakan pembangunan di tingkat desa tersebut. Untuk itulah, kepada desa sebagai pemimpin harus mampu memberikan dorongan atau motivasi kepada masyarakat untuk ikut aktif dalam pembangunan.

commit to user

Siagian (2000:33) ada 2 bentuk yaitu: (1) Partisipasi yang berbentuk pasif, artinya partisipasi masyarakat yang ditunjukkan dalam bentuk sikap perilaku dan tindakan yang tidak melakukan hal-hal yang dapat menghalangi kelancaran jalannya roda pemerintahan dan pembangunan; dan (2) Partisipasi aktif dalam berbagai bentuk diantaranya kerelaan melakukan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan dengan memberikan sumbangsih demi kepentingan bersama yang lebih luas dan lebih penting.

Agar terlaksananya partisipasi aktif seperti tersebut di atas dengan baik maka diperlukan motivasi kepala desa. Motivasi kepala desa merupakan kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki.

Keikutsertaan masyarakat secara terpadu akan mendorong masyarakat untuk lebih aktif melaksanakan pembangunan karena masyarakat merasa ikut memiliki hasil-hasil pembangunan. Dalam hal ini, kepala desa sebagai motivator atau orang yang memberikan dorongan kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi dalam pembangunan.

Di dalam suatu organisasi masyarakat yang sedang melaksanakan pembangunan, seorang pemimpin dalam hal ini kepala desa, sebagai motivator harus dapat memegang teguh pelaksanaan motivasi bagi masyarakatnya sesuai dengan proses dan tujuan motivasi. Pelaksanaan proses motivasi meliputi:

a) Perlu menetapkan terlebih dahulu tujuan dari pembangunan tersebut;

b) Penting mengetahui keinginan masyarakat yang tidak hanya dilihat dari sudut pandang pimpinan dan pembangunan saja;

c) Harus dilakukan komunikasi yang baik antara pimpinan dengan masyarakat;

commit to user

memberikan bantuan kepada masyarakatnya dalam pembangunan; dan

e) Pemimpin harus membentuk team work yang sanggup mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Hasibuan, 1980:188).

Sementara, tujuan motivasi dalam pembangunan adalah: (a) Untuk meningkatkan gairah kerja masyarakat; (b) Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kewajibannya dalam pembangunan; dan (c) Untuk memperbesar partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Effendy, 1990: 85-88). Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelas bahwa dalam pelaksanaan proses dan tujuan motivasi harus dijalankan secara harmonis, baik bagi pemimpin maupun masyarakat atau bawahannya untuk mencapai keseluruhan tujuan.

I.6.5 Partisipasi masyarakat desa: swadaya

Berdasarkan Peraturan Menteri nomor 66 tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pembangunan desa merupakan pembangunan partisipatif yaitu suatu sistem pengelolaan pembangunan bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya di wilayah Indonesia.

Kata partisipatif berasal dari partisipasi. Menurut Juliantara, (2004:84) partisipasi diartikan sebagai keterlibatan setiap warga negara, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili

commit to user

secara konstruktif. Partisipasi menurut Paul (dalam Dilla dalam Muktiyo, 2011:221) memiliki empat tingkatan, yaitu:

1) Information sharing. Ini merupakan tingkatan terendah dari partisipasi, dimana para agen perubahan membagi informasi dan memberi pemahaman kepada orang lain.

2) Consultation. Di tingkatan ini, orang lain mempunyai peluang untuk berbagi, bertanya, dan menyimak agen perubahan.

3) Decision making. Di tingkatan ini, orang lain mempunyai peluang untuk berperan dalam menentukan desain dan implementasi dalam perubahan sosial.

4) Initiating action. Ini merupakan tingakatan tertinggi dari partisipasi, dimana orang lain telah mengambil inisiatif dan memutuskan proses perubahan yang diinginkan.

Koentjaraningrat (1994:79) mengatakan bahwa partisipasi rakyat terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan menyangkut partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangunan yang khusus dan partisipasi sebagai individu diluar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan.

Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tjokromidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:

a) Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah;

commit to user

dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan; dan

c) Keterlibatan

pembangunan secara berkeadilan.

Berdasarkan uraian di atas, maka partisipasi tidak saja identik dengan keterlibatan secara fisik dalam pelaksanaan pembangunan saja tetapi juga menyangkut keterlibatan diri sehingga akan timbul tanggung jawab dan sumbangan yang besar dan penuh terhadap pembangunan.

Dalam hal partisipasi masyarakat di dalam pembangunan desa, Ndraha (1982:82) juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk partisipasi yaitu sebagai berikut:

a) Partisipasi dalam bentuk swadaya murni dari masyarakat dalam hubungan dengan pemerintah desa, seperti jasa/tenaga, barang maupun uang;

b) Partisipasi dalam penerimaan/pemberian informasi;

c) Partisipasi dalam bentuk pemberian gagasan;

d) Partisipasi dalam bentuk menilai pembangunan; dan

e) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan operasional pembangunan.

Dari uraian di atas, jelaslah kiranya bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa sangat luas. Pembangunan yang dilakukan di pedesaan harus terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Terpadu di sini dimaksudkan keterpaduan antar pemerintah dan masyarakat, antara sektor yang mempunyai program pedesaan dan antara anggota masyarakat sendiri.

Darjono (dalam Sastropoetro, 1988:19) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk swadaya gotong royong yang merupakan modal utama dan potensi yang penting dalam pembangunan desa dan selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi

commit to user

Besar Bahasa Indonesia adalah kekuatan (tenaga) sendiri. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 pasal 1 ayat 8, swadaya masyarakat adalah setiap upaya pengembangan yang dilakukan atas prakarsa, kepedulian dan keiklasan masyarakat baik perorangan maupun kelompok.

Sementara, menurut Bambang Ismawan dalam Jurnal Ekonomi Rakyat tahun 2003, keswadayaan adalah suatu kondisi yang memiliki sejumlah kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta kemampuan untuk memperhitungkan kesempatan- kesempatan dan ancaman yang ada di lingkungan sekitar, maupun kemampuan untuk memilih berbagai alternatif yang tersedia agar dapat dipakai untuk melangsungkan kehidupan yang serasi dan berlanjut.

Keswadayaan bisa dipahami sebagai ”semangat” yakni upaya yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Swadaya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi sumber daya alam melalui peningkatan kualitas hidup, keterampilan dan prakarsa masyarakat (Adisasmita, 2006:4).

Swadaya masyarakat merupakan semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki. Swadaya masyarakat juga dapat dipahami sebagai kemampuan untuk memanfaatkan dan

commit to user

pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Tim Koordinasi Program Pengembangan Kecamatan dalam Petunjuk Teknik Operasional tahun 2007, mengemukakan swadaya adalah kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut memiliki. Swadaya masyarakat merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Swadaya bisa diwujudkan dengan menyumbangkan tenaga, dana, maupun material pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan pembangunan.

Partisipasi warga masyarakat tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya dorongan dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan, seperti para pemimpin formal atau pemimpin informal. Untuk menumbuhkan partisipasi diperlukan usaha semaksimal mungkin karena menyangkut proses perubahan sikap manusia. Sudah menjadi kodrat manusia mempunyai dorongan atau motivasi internal dalam mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan rohaniah maupun jasmaniah. Dorongan tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan perubahan dan kemajuan. Di samping motivasi internal, juga diperlukan motivasi eksternal sehingga terjadi pembinaan kepada warga masyarakat untuk menumbuhkan partisipasi yang mandiri agar terwujud usaha swadaya yang dilaksanakan secara gotong royong.

commit to user

unsur-unsur yang membangkitkan swadaya dan gotong royong dalam suatu masyarakat yang dimaksud. Dalam rangka membina warga masyarakat agar berpatisipasi, pendekatan kemasyarakatan merupakan suatu cara yang efektif. Susanto (dalam Sopino, 1998:45) mengemukakan bahwa ada empat teknik kemasyarakatan dari sudut pandang komunikasi yang dapat digunakan sebagai salah satu teknik dalam menumbuhkan partisipasi, yaitu:

1) Teknik persuasi;

2) Teknik pengendalian situasi sedemikian rupa sehingga orang terpaksa secara tidak langsung mengubah;

3) Teknik pengulangan apa yang diharapkan akan masuk dalam bidang bawah sadar seseorang sehingga ia mengubah sikap diri sesuai dengan apa yang dikehendaki (perfation); dan

4) Memaksa secara langsung perubahan sikap (coersion) dengan adanya hukuman fisik maupun materi.

Dominannya kepala desa dalam perencanaan program-program pembangunan desa merupakan bentuk pengabaian aspirasi dan partisipasi masyarakat desa yang diwujudkan dalam bentuk swadaya masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan matinya kemandirian pembangunan karena prinsip swadaya adalah pembangunan diselenggarakan bukan untuk masyarakat tetapi bersama masyarakat dan sedapat mungkin dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

I.6.6 Pembangunan fisik desa

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang

commit to user

tertentu di suatu negara. Sondang P. Siagian (1990:21) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintahan dalam usaha pembinaan bangsa.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam konsep pembangunan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi yakni harus ada usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahnya dan dilaksanakan secara sadar, terarah dan berkesinambungan agar tujuan dari pembangunan itu dapat tercapai. Dari beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan tersebut, pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam suasana kehidupan yang penuh harmonis.

Dalam pembangunan, peran serta seluruh lapisan masyarakat selaku pelaku pembangunan dan pemerintah selaku pembina dan pengarah sangat diperlukan. Antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan seiring, saling mengisi, melengkapi dalam satu kesatuan gerak pembangunan guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembangunan harus menyangkut semua pihak yaitu dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, pembangunan yang pertama harus dibina dan dikembangkan adalah pembangunan desa. Daeng Sudirwo (1981:63) mendefinisikan pembangunan desa sebagai berikut:

“Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta

commit to user

dan spiritual berdasarkan pancasila yang berlangsung di desa”.

Pembangunan desa merupakan pembangunan yang dilaksanakan di desa. Seperti yang dikemukan oleh H. Sumitro Maskun (1993:21) bahwa pembangunan desa adalah proses pembangunan yang diarahkan kepada masyarakat (people centered), mengutamakan segi kehidupan manusia dan mementingkan aspek-aspek humanisme.

Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa, pembangunan dilaksanakan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan dan keamanan. Melalui pembangunan desa, diupayakan agar masyarakat memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan.

Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan yang menyentuh kepentingan bersama. Desa merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan.

Dalam merealisasikan pembangunan desa agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri khusus

commit to user

yang dikemukakan oleh C.S.T Kansil, (1983:251) yaitu:

a) Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintah dan masyarakat;

b) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan termasuk desa-desa di wilayah kelurahan; dan

c) Menggerakan partisipasi, prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat.

Jadi di dalam merealisasikan pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek, jangan dari satu aspek saja, agar pembangunan desa itu dapat sesuai dengan apa yang diinginkan. Pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan artinya harus melibatkan semua komponen yaitu dari pihak masyarakat dan pemerintah, serta harus langsung secara terus menerus demi tercapainya kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Proses pembangunan tanpa melalui perencanaan yang matang tidak mungkin terlaksana dengan baik. Demikian pula dengan pembangunan desa. Selain itu, agar gerak langkah dan arah pembangunan desa itu tetap tertuju untuk kepentingan rakyat sehingga berdaya guna, maka perlu memperhatikan perencanaan maupun proses pelaksanaan yang dituangkan ke dalam pokok- pokok kebijakan pembangunan desa yang bersangkutan. Adapun pokok-pokok kebijakan pembangunan desa yang dimaksud menurut C.S.T Kansil (1983:255) yaitu: (a) Pemanfaatan sumber manusia dan potensi alam; (b) Pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat; (c) Peningkatan prakarsa, swadaya gotong royong masyarakat; (d) Pengembangan tata desa yang teratur

commit to user

kekeluargaan. Dari penjelasan di atas sudah tampak jelas bahwa masyarakat merupakan hal pokok yang eksistensinya harus diakui dalam rangka mendukung pembangunan. Melalui potensi yang dimilikinya setelah dibina dan dikembangkan, diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan desa sekaligus untuk menopang tercapainya pembangunan nasional.

Masyarakat juga diharapkan berpartisipasi dalam pembangunan fisik di desanya. Pembangunan fisik desa memiliki tujuan akhir yaitu untuk memaksimalkan pendapatan masyarakat, misalnya pembangunan infrastruktur jalan aspal akan memudahkan kegiatan ekonomi masyarakat yang menggunakan transportasi darat.

Untuk mencapai tujuan pembangunan desa tersebut diperlukan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat melalui prakarsa dan partisipasinya secara aktif dalam setiap program pembangunan desa. Karena keberhasilan pembangunan desa akan terletak pada pemerintah desa dalam menentukan kebijakannya serta dukungan dari masyarakat malalui prakarsa dan partisipasinya secara aktif dalam kegiatan pembangunan desa.

I.7 Penelitian terdahulu

Sampai saat ini telah banyak sekali penelitian tentang desa, terutama tentang kepala desa. Beberapa diantaranya adalah skripsi Hafid Syafriadi tahun

commit to user

Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun 2007. Hasil penelitian skripsi ini adalah berbagai macam peranan yang dapat dilakukan oleh seorang kepala desa dalam pembangunan desa, yaitu sebagai motivator, dinamisator, dan komunikator.

Thesis Wahyu Ernistyana tahun 2009 yang berjudul Peranan Kepala Desa dalam Melaksanakan Pembangunan di Desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara memberikan hasil penelitian mengenai peranan-peranan teknis kepala desa dalam pembangunan. Peranan tersebut diantaranya sebagai perencana pembangunan, pengawas pembangunan, pelopor pembangunan, dan dinamisator pembangunan. Hampir sama dengan thesis Wahyu Ernistyana, skripsi Lilis Wahyuningsih yang berjudul Peranan Kepala Desa dalam Pembangunan (Studi di Desa Ketanggung Kecamatan Sudimoro Kabupaten Pacitan) juga menghasilkan peranan teknis kepala desa, terutama pada saat pelaksanaan pembangunan, yaitu sebagai pemimpin, pengkoordinasi, pemantau, dan pengevaluasi pelaksanaan pembangunan.

Skripsi Parni tahun 2005 berjudul Peranan Kepala Desa dalam Menggerakkan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Sarana Fisik Desa di Desa Tengger Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri sebenarnya merupakan peneltitian yang terfokus karena sang penulis telah memberikan batasan-batasan penelitian secara jelas. Akan tetapi, dalam skripsi ini tidak menggunakan kaidah ilmu komunikasi. Sang penulis menjabarkan data dan analisis data menggunakan ilmu-ilmu yang sesuai dengan jurusannya yaitu

commit to user

skripsi ini adalah strategi-strategi seorang kepala desa dalam menggerakkan partisipasi masyarakat untuk turut dalam kegiatan pembangunan yaitu melalui pendekatan kepada warganya, mamahami keadaan kehidupan warganya, memberikan nasehat kepada warganya dan menggali potensi desa.

Dalam penelitian ini dikaji mengenai peranan Kepala Desa sebagai motivator dalam menggerakkan swadaya masyarakat dalam rangka pembangunan fisik desa. Kekhususan penelitian ini adalah kajian yang terfokus kepada kegiatan- kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh kepala desa dalam berperana sebagai motivator, terutama bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan, seperti komunikasi formal, informal, top-down, face to face, bermedia, dan masih banyak lagi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya karena kajian utama penelitian ini adalah bentuk komunikasi kepala desa dalam menjalankan perannya sebagai motivator swadaya masyarakat.

commit to user

71

DESKRIPSI LOKASI