Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia

B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia

Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjut dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank. Penyelesaian Pengaduan Nasabah diatur dalam PBI No.7/7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan PBI No.10/10/PBI/2008 tentang Pengaduan Nasabah dan SE Ekstern No.7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan SE BI No.10/13/DPNP. Manfaat dari penyelesaian pengaduan nasabah adalah:

1. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkannya kepada masyarakat;

2. Mengidentifikasi kelemahan SOP (System Operational Prosedure) dan penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah;

3. Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspek- aspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional; dan

4. Memperbaiki karakteristik produk sesuai dengan kebutuhan nasabah.

Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh pihak intern bank.

commit to user

Gambar 3: Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Tertulis) Sumber: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan

Proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan perbankan, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.

Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maupun melalui jalur pengadilan. Namun demikian, upaya penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase maupun jalur pengadilan tidak mudah dilakukan oleh nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil (UMK) mengingat hal tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

commit to user

perbankan terutama bagi nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil perlu diupayakan secara sederhana, murah, dan cepat, yaitu melalui mediasi perbankan. Hal ini dilakukan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik.

Gambar 4: Operasionalisasi Mediasi Perbankan Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan

Landasan hukum dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, selanjutnya disebut dengan PBI Mediasi Perbankan. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4, fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa

commit to user

membantu nasabah dan bank adalah Bank Indonesia memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar, dan memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan.

Gambar 5: Prosedur Mediasi Perbankan Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan

Di dalam pelaksanaan mediasi perbankan ada beberapa persyaratan yang diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, antara lain:

1. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan, yaitu:

a. Penghimpunan dana, misalnya: giro, tabungan, deposito.

b. Penyaluran dana, misalnya: kredit atau pembiayaan.

c. Sistem pembayaran, misalnya: ATM atau kartu debit, kartu kredit, kartu pra bayar, Direct Debit Standing, Travellers Cheque, kliring, RTGS, dan Electronic Banking.

commit to user

e. Produk lainnya, misalnya: bank garansi, Trade finance, derivatif, wealth management, dan safe deposit box.

2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.

3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.

4. Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketanya.

5. Pasal 11 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan mengatur mengenai jangka waktu pelaksanaan mediasi adalah sebanyak 30 (tiga puluh) hari kerja. Waktu pelaksanaan dibatasi mengingat tujuan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan adalah memperoleh penyelesaian secara cepat, murah, dan sederhana. Tetapi bila belum tercapai kesepakatan dan para pihak setuju untuk melanjutkan mediasi, maka waktu dapat diperpanjang 30 (tiga puluh) hari kerja lagi. Tujuannya adalah sebagai antisipasi penyesuaian waktu untuk menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 11 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan. Dalam SEBI Nomor 8/14/DPNP disebutkan mengenai syarat perpanjangan waktu tersebut dapat dilakukan, yaitu:

commit to user

mediasi dan perjanjian mediasi; dan

b. Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan.

6. Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau dibuat sendiri oleh nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung, yaitu:

a. Formulir pengajuan penyelesaian sengketa;

b. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan

bank kepada nasabah;

c. Fotokopi bukti indentitas nasabah yang masih berlaku;

d. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang diproses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia;

e. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa

yang diajukan; dan

f. Fotokopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam hal pengajuan penyesaian sengketa diwakilkan atau dikuasakan.

Formulir pengajuan penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan disediakan di setiap kantor bank atau dapat dibuat sendiri oleh nasabah dengan berpedoman pada format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 SEBI Nomor 8/14/DPNP (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan).

commit to user

yang berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia adalah nasabah atau perwakilan nasabah. Hal ini dikarenakan nasabah berada pada posisi sebagai penerima keputusan atas penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank.

Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) dan (2) PBI Mediasi Perbankan, nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses mediasi. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan. Pencantuman kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan dimaksudkan agar proses mediasi dapat berjalan dengan efektif.

Proses mediasi baru dapat dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate ). Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1). Adapun agreement to mediate tersebut memuat antara lain:

1. Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan

2. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Di dalam Pasal 9 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa bank memiliki kewajiban untuk mengikuti dan mentaati perjanjian mediasi yang telah ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Kewajiban lain yang harus dilakukan bank antara lain:

a. Pasal 7 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan: memenuhi panggilan Bank Indonesia dalam hal nasabah mengajukan penyelesaian sengketa (Pasal 7 ayat (2)).

commit to user

sengketa yang terdapat dalam akta kesepakatan.

c. Pasal 14 PBI Mediasi Perbankan: mempublikasikan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan dengan cara mediasi kepada nasabah. Publikasi tersebut dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, pengumuman, dan atau media lainnya dan sekurang-kurangnya mencakup prosedur yang harus ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia.

Ada beberapa aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan mediasi, yaitu:

1) Nasabah dan Bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan

informasi penting terkait sengketa;

2) Seluruh informasi dari para pihak bersifat rahasia;

3) Mediator bersifat netral;

4) Kesepakatan secara sukarela dan bukan merupakan rekomendasi

atau keputusan Mediator;

5) Nasabah dan Bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun

jasa konsultasi kepada Mediator;

6) Nasabah dan Bank dengan alasan apapun tidak akan mengajukan tuntutan hukum terhadap Mediator, pegawai maupun Bank Indonesia;

7) Nasabah dan Bank bersedia :

a)

Melakukan proses mediasi dengan itikad baik;

b)

Bersikap kooperatif dengan mediator;

c)

Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati;

8) Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan, mediator dapat:

commit to user

b)

Menangguhkan proses mediasi;

c)

Menghentikan proses mediasi;

9) Dalam hal dilakukan upaya lanjutan melalui arbitrase atau peradilan

maka Nasabah dan Bank sepakat :

a)

Tidak melibatkan Mediator maupun Bank Indosesia untuk memberi kesaksian;

b)

Tidak meminta dokumen yang ditatausahakan Bank Indonesia, baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau berkas lainnya yang terkait dengan proses mediasi;

10) Dalam hal Nasabah dan Bank berinisiatif menghadirkan narasumber atau tenaga ahli tertentu, maka Nasabah dan Bank sepakat untuk menanggung biayanya;

11) Proses mediasi berakhir dalam hal :

a)

Tercapainya kesepakatan;

b)

Berakhirnya jangka waktu mediasi;

c)

Terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi;

d)

Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau

e)

Salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate ) (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan).

Penyelenggaraan mediasi perbankan idealnya dilaksanakan oleh kalangan industri perbankan sendiri yang dalam hal ini dapat diwakili oleh asosiasi perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi perbankan yang akan mewadahi pelaksanaan mediasi perbankan sebagaimana diamanatkan dalam PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang

commit to user

kendala seperti aspek pendanaan dan sumber daya manusia. Mengingat penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank, maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Peraturan

Bank

Indonesia Nomor

8/5/PBI/2006 telah mengamanatkan dalam Pasal 3 ayat (2) bahwa pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2007, tetapi sampai dengan akhir 2007, lembaga ini belum juga terbentuk sehingga Bank Indonesia menghapus Pasal 3 ayat (2) ini dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Selain adanya ketidaksiapan dari pihak asosiasi perbankan untuk membentuk lembaga mediasi perbankan yang independen, hal-hal yang mendasari dilakukannya amandemen atas PBI yang terkait dengan mediasi perbankan adalah adanya masukan atau umpan balik yang diterima dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, dimana mereka beranggapan bahwa pelaksanaan fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, khususnya oleh DIMP memiliki fungsi sosial dan peran yang sangat strategis dalam memberdayakan perlindungan nasabah bank, khususnya nasabah mikro, kecil dan menengah.

Untuk melaksanakan fungsi mediasi perbankan, Bank Indonesia harus menunjuk mediator sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mediator telah diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan, yaitu sebagai berikut:

(1) Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau

hukum;

commit to user

penyelesaian sengketa; dan (3) Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan nasabah dan bank.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP, tata cara penunjukan mediator dilakukan oleh Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP). Pimpinan DIMP akan menunjuk stafnya untuk menjadi mediator berdasarkan usulan tertulis dari Tim Mediasi Perbankan (TMP). Namun jika diperlukan mediator pendamping, maka DIMP dapat meminta mediator yang memiliki keahlian sesuai dengan permasalahan yang disengketakan untuk ikut dalam penyelesaian sengketa. Mediator pendamping berfungsi sebagai pihak yang membantu mediator dalam pelaksanaan mediasi, sedangkan mediator dari DIMP bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan mediasi.

Demi menjamin integritas dan independensi, mediator Bank Indonesia tidak memberikan keputusan dan atau rekomendasi penyelesaian sengketa kepada nasabah dan pihak perbankan. Mediator Bank Indonesia hanya memberikan fasilitas kepada nasabah dengan perbankan untuk mengkaji kembali pokok permasalahan sengketa secara mendesak agar tercapai kesepakatan. Kesepakatan yang dihasilkan merupakan kesepakatan yang bersifat sukarela dan bukan merupakan rekomendasi maupun keputusan mediator. Nasabah dan bank juga tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasa konsultasi hukum kepada mediator. Mediator, pegawai maupun Bank Indonesia tidak dapat dituntut oleh nasabah maupun bank atas hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan mediasi.

Bab III.5.H SEBI Nomor 8/14/DPNP menyebutkan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh mediator jika mediasi mengalami kebuntuan, yaitu:

commit to user

untuk mendukung kelancaran mediasi; (b) Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses mediasi; dan (c) Menghentikan proses mediasi.

Manfaat yang dapat diperoleh oleh bank dengan kehadiran lembaga mediasi perbankan adalahsebagai berikut:

1) Sebagai upaya bagi bank untuk membuat nasabah loyal, tidak berpindah ke bank lain. Karena setiap keluhan nasabah dapat ditanggapi dengan baik oleh manajemen bank.

2) Sebagai informasi penting bagi manajemen akan segera tahu aspek-

aspek mana saja dari pelayanan yang harus diperbaiki.

3) Dapat berfungsi sebagai riset pasar (market research) bagi bank sehingga bisa meningkatkan efisiensi. Manajemen bank tidak perlu menyewa atau membayar pihak lain untuk mengetahui kualitas pelayanannya.

4) Meminimalisir publikasi negatif jasa pelayanan bank. Apabila keluhan nasabah ditulis di media massa akan dapat menumbuhkan reputasi buruk bank yang bersangkutan (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan).

a. Hasil Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Perbankan Melalui Lembaga Mediasi Perbankan

Di dalam Pasal 12 PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 disebutkan bahwa “kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”. Akta kesepakatan tersebut dapat memuat kesepakatan penuh atau kesepakatan sebagian atas hal yang

commit to user

dalam proses mediasi.

Akta Kesepakatan tersebut bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Bersifat final artinya tidak dapat diajukan untuk proses mediasi ulang. Sedangkan mengikat artinya adalah kesepakatan tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilakukan dengan iktikad baik.

Di dalam Pasal 13 PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa “bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta kesepakatan”. Kewajiban bagi bank untuk melaksanakan hasil penyelesaian sengketa ini dimaksudkan antara lain dalam rangka mengantisipasi risiko reputasi bank.

Akta kesepakatan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan dapat dikuatkan dengan cara didaftarkan ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan agar akta kesepakatan yang notabene berbentuk akta di bawah tangan tersebut dapat memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak perbankan agar memenuhi segala kewajibannya dan tidak terjadi wanprestasi. Meskipun demikian, dalam PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan tidak mengatur mengenai pendaftaran akta kesepakatan ke pengadilan.

b. Mediasi Perbankan Yang Dilakukan Oleh Kantor Bank Indonesia Solo

Pelaksanaan mediasi perbankan merupakan kewenangan DIMP yang berada di Bank Indonesia pusat. Meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak KBI diketahui bahwa KBI membuka peluang untuk menyelenggarakan mediasi perbankan. Tetapi mediasi

commit to user

yang ada di PBI Mediasi Perbankan. Adapun prosedur pelaksanaan mediasi perbankan di KBI adalah:

a. Pihak nasabah atau perwakilan nasabah dan pihak bank sama-sama diperbolehkan mengajukan permohonan mediasi perbankan ke KBI.

b. KBI akan bertindak sebagai fasilitator untuk mempertemukan kedua belah pihak. Dimana pihak yang dipanggil oleh KBI wajib hadir memenuhi panggilan tersebut.

c. Mediator berasal dari KBI.

d. Mediasi ini dilakukan dengan tanpa dipungut biaya.

Adapun perbedaan antara mediasi perbankan yang dilakukan melalui Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan dengan mediasi perbankan yang dilakukan di Kantor Bank Indonesia antara lain sebagai berikut:

No

Pembanding

Mediasi di DIMP

Mediasi di KBI

1. Dasar hukum

PBI

No.

10/1/PBI/2008 tentang

8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan

Tidak diatur dalam PBI

2. Mediator

Berasal dari DIMP

Berasal dari KBI

3. Jangka waktu

60 hari kerja

Tidak ditentukan

4. Nilai tuntutan

Maksimal Rp 500 juta Tidak ditentukan

5. Tempat pelaksanaan

kemungkinan dilakukan di KBI

Di KBI atau tempat lain yang disepakati

6. Pengajuan

Dilakukan

oleh Dilakukan oleh

commit to user

perwakilan nasabah

nasabah atau perwakilan nasabah dan bank

Tabel 1: Perbedaan Mediasi Perbankan di DIMP dan KBI Sumber: Hasil Wawancara Dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo

Contoh sengketa antara nasabah dengan perbankan yang pernah diselesaikan melalui mediasi perbankan oleh pihak Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo adalah sebagai berikut:

Sengketa ini terjadi antara pihak nasabah debitur yang diwakili oleh YLKI dengan beberapa bank di karesidenan Surakarta yang terjadi pada bulan Februari 2011. Sengketa ini berawal dari pihak YLKI yang berencana membantu nasabah debitur korban erupsi merapi untuk mendapatkan keringanan pembayaran angsuran pinjamannya kepada bank. Dalam hal ini YLKI menafsirkan ketentuan dari Bank Indonesia dengan cara yang salah, yaitu YLKI beranggapan bahwa nasabah debitur yang sedang menjadi korban bencana alam dianggap sebagai debitur lancar dan dibebaskan dari membayar angsuran selama 3 tahun. Hal ini oleh YLKI disosialisasikan kepada pihak nasabah, dengan menambahkan bahwa YLKI akan membantu mengurus hal ini kepada pihak bank sebagai kreditur para nasabah tersebut.

Pihak bank yang merasa dirugikan melaporkan kepada Kantor Bank Indonesia Solo untuk kemudian meminta dilakukan mediasi dengan pihak nasabah yang diwakili YLKI. Pihak KBI Solo menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan presentasi dan sosialisasi terkait ketentuan yang dimaksud di tempat nasabah-nasabah tersebut berada, yaitu di daerah Klaten dan Boyolali. Pihak KBI Solo menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan nasabah dianggap sebagai debitur lancar

commit to user

dimasukkan dalam neraca tetapi masuk dalam administrasi. Maksudnya adalah nasabah tersebut tetap membayar angsuran dengan jumlah yang disesuaikan dengan kemampuannya dalam jangka waktu 3 tahun. Dari sini, pihak YLKI mengakui kesalahan mereka dan bersedia membantu pihak bank untuk berunding kembali dengan pihak nasabah.

Sengketa lain yang pernah dilakukan upaya penyelesaiannya melalui mediasi perbankan di KBI Solo adalah terkait dengan update SID (Sistem Informasi Debitur) dimana nasabah melaporkan kepada KBI Solo terkait statusnya sebagai debitur yang seharusnya sudah lunas kreditnya tetapi dalam SID masih dianggap sebagai debitur macet. Hal ini merugikan nasabah karena nasabah tersebut tidak dapat memperoleh kredit dari bank lain (hasil wawancara dengan Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011).