65
sedangkan pihak yang mempunyai hak itu disebut juga pihak penagih atau kreditur pihak berpiutang.
82
Berdasarkan apa yang telah diterangkan sebelumnya, maka perikatan adalah suatu pengertian abstrak yaitu suatu hubungan hukum, sedangkan perjanjian adalah
suatu hal yang kongkrit yaitu suatu peristiwa hukum. Kita tidak dapat melihat dengan kasat mata suatu perikatan, kita hanya dapat membaca suatu perjanjian ataupun
mendengarkan perkataan-perkataan para pihak.
83
Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan antara
dua orang atau lebih yang membuatnya.
84
3. Asas-Asas Umum Dalam Hukum Perjanjian
Setiap ketentuan hukum mempunyai sistem tersendiri yang berlaku sebagai asas dalam hukum tersebut. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian, yang
memiliki asas-asas sebagai berikut. a. Asas Personalia
Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah
hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
85
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat 1 KUHPerdata, Pasal 1315 KUHPerdata
82
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, cet. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 18.
83
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit, hal. 3.
84
Ibid., hal. 1.
85
Salim H.S., Op.cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
66
berbunyi: “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.”
Sedangkan Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Namun, ketentuan tersebut ada
pengecualiannya, yaitu Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi: “Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang
dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat seperti itu.”
b. Asas Konsensualitas Asas konsesualitas atau asas sepakat adalah asas yang menyatakan bahwa pada
dasarnya perjanjian dan perikatan itu timbul atau dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian
itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.
Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan harus
adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai itu. c. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak Freedom of Contract diatur di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Universitas Sumatera Utara
67
Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan,
86
memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh undang- undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang perjanjian
tersebut dilaksanakan dengan itikad baik,
87
dan mereka wajib melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat layaknya undang-undang.
Secara umum kalangan ilmuwan hukum menghubungkan dan memperlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata sebagai asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian.
88
Oleh karena Buku III KUHPerdata bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh
mengenyampingkan pasal-pasal dalam hukum perjanjian jika mereka menghendaki. Tetapi, jika dalam perjanjian tersebut para pihak tidak mengatur
mengenai sesuatu hal, maka bagi sesuatu hal tersebut berlakulah ketentuan- ketentuan dalam KUHPerdata.
89
Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak yang diisyaratkan oleh Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata jo. Pasal 1320 tersebut mengakibatkan kebebasan
bagi para pihak untuk: i membuat atau tidak membuat perjanjian; ii mengadakan perjanjian dengan siapapun; iii menentukan isi perjanjian,
86
Ibid.
87
Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Cet. 2., Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 30.
88
I.G. Rai Widjaja, Merancang Suatu Kontrak Contract Drafting, Cet. 2., Jakarta: Kesaint Blanc, 2003, hal. 82.
89
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
68
pelaksanaan dan persyaratannya, dan iv menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
90
d. Asas Kepercayaan.
91
Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian
menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari.
e. Asas Kekuatan Mengikat.
92
Berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, bahwa dipenuhinya syarat sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para
pihak. Mengikat sebagai Undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar Undang-undang.
f. Asas Itikad Baik Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata, yang
menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan penegasan lebih lanjut dari pelaksanaan suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah. Terpenuhinya syarat
sahnya perjanjian tidak begitu saja menghilangkan hak dari salah satu pihak dalam perjanjian untuk tetap meminta pembatalan dalam hal perjanjian telah
90
Salim.H.S., Op.cit., hal. 9.
91
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Op.cit., hal. 87.
92
Ibid., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
69
dilaksanakan tidak dengan itikad baik oleh pihak lainnya dalam perjanjian.
93
g. Asas Keseimbangan.
94
Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk
menuntut prestasi kreditur berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya debitur, namun kreditur juga memiliki beban untuk
melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Jadi, kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. h. Asas Kepatutan dan Kebiasaan.
95
Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di
dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang”
4. Syarat Sahnya Perjanjian