15
c. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten
Simalungun? Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini,
baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”
13
Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. “Bukan karena
dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup masyarakat.”
14
13
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, terjemahan Muhammad Arifin, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 2
14
Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 237.
Universitas Sumatera Utara
16
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.
15
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”
16
Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara
logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
17
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para
pelaku bisnis perusahaan dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi,
dalam hal ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang
terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukun, Jakarta: UI Press, 1986, hal. 6.
17
Snelbecker dalam Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 34-35.
Universitas Sumatera Utara
17
subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, di mana tanggung jawab moral ini
dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.
18
BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling
mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
19
Perusahaan BUMN dipandang memiliki peran yang strategis dalam membantu pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM. Oleh
karena itu pemerintah melalui peraturan-peraturannya telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan UMKM.
Berdasarkan Pasal 88 Undang-undang BUMN, dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar, BUMN dapat menyisihkan
sebahagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil dan koperasi yang dilaksanakan melalui program kemitraan dan program bina lingkungan yang
lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
18
I Nyoman Tjager, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia,
Jakarta: Prehalindo, 2002, hal. 142.
19
Penjelasan, Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
18
Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan UMKM dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat
penunjang produksi agar UMKM menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk
tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dari perspektif bisnis, PKBL merupakan wujud kepedulian sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
UMKM sebagai bagian integral dari usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian nasional yang seimbang “melalui usaha kecil dapat memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat,
mewujudkan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas nasional, keuangan di bidang
ekonomi.”
20
Pembinaan terhadap UMKM merupakan penekanan terhadap pengembangan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan UMKM sebagai sarana baru
pembangunan ekonomi dan untuk mewujudkan pemerataan, maka pelaksanaan pengembangan dan pembinaan UMKM oleh BUMN merupakan kebijakan yang
mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara UMKM dengan
20
Sanusi Bintang Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: Citra Aditya, 2000, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
19
BUMN yaitu antara hukum yang berkaitan dengan pembinaan oleh BUMN dengan hukum yang secara nyata berlaku serta kemungkinan perbuatan hukum dalam
pembinaan UMKM. Sudah menjadi komitmen pemerintah dan semua pihak yang terkait, bahwa
usaha kecil harus terus diupayakan menjadi bagian yang penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian bangsa, oleh karenanya upaya-upaya pengembangan dan
pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah oleh perusahaan BUMN merupakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Teori yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan adalah teori Corporate Social Responsibility CSR
atau disebut juga tangung jawab sosial perusahaan. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal yang berupa uang saja,
tetapi juga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang baik disertai dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat.
21
Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut
sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha. Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali
kepada CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis
dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, konsep economic,
21
I Nyoman Tjager, Op.cit., hal. 142.
Universitas Sumatera Utara
20
sustainability , environment sustainability dan social sustainability.
22
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan, bahwa perusahaan adalah badan hukum yang dibentuk oleh manusia dan
terdiri dari manusia, sebagaimana halnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan
bisnis tanpa pihak lain. Ini menuntut agar perusahaan pun perlu dijalankan dengan tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan
banyak pihak lainnya.
23
Selain itu CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan,
yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi.
24
Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate Governance GCG
yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik.
25
Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti
sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi perusahaan. Dan dalam arti luas, yaitu
22
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Surabaya: CV.Ashkaf Media Grafika, 2007, hal. 8.
23
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 122.
24
K. Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, hal. 296-297
25
CSR Melalui Community Development, http:muhariefeffendi.wordpress.com200711 07 csr-melalui-community-development, diakses tanggal 6 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
21
mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan
dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera. Bagaimanapun di kalangan industri kini sudah sangat jauh berkembang
kesadaran baru bahwa usaha mencari laba mereka tidak hanya perlu memperhatikan kepentingan pemilik owner, pemegang saham shareholder, ataupun pemodal
investor semata-mata, tetapi juga wajib memikirkan pihak-pihak lain yang terkena
dampak tersebut, yang lazimnya disebut stakeholder.
26
Segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh perusahaan harus membawa kebaikan bagi segenap perusahaan maupun masyarakat. Perusahaan juga harus
mampu bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari keputusan tersebut. Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari
pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga
kesinambungan sustainability usaha suatu perusahaan dengan membentuk relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya kemitraan.
Selanjutnya mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pada masyarakat sekitar, tidak terlepas dengan teori utilitas utilitarisme sebagaimana yang dipelopori
oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme
disebut lagi suatu teleologis dari kata Yunani telos = tujuan, sebab
26
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
22
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-
apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.
27
Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam
menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan
mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.
Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan
seluruh kualitas moralnya.
28
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat
sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan
yang terbaik. Prinsip tanggung jawab sosial ialah prinsip kepedulian terhadap berbagai hal
kehidupan, baik masyarakat, maupun negara. Rasa tanggung jawab ini dapat berupa
27
K. Bertens, Op.cit., hal.67
28
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
kepedulian terhadap perekonomian, kehidupan rakyat banyak, masalah lingkungan, kependudukan, kebijaksanaan pemerintah dan masalah politik lainnya.
Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal kerja dalam program kemitraan antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya
tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara PT. Pelabuhan Indonesia I Persero Cabang Belawan dengan mitra binaannya
adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian tidak bisa lepas dari
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Bab II Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak
atau perjanjian. Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat
sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan
kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya.
29
Dalam teori sama nilai equivalent theory yang dikemukan oleh Laesio Enormis, menyatakan bahwa suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu yang
equivalent sama nilainya dengan isi janji itu oleh pihak kedua lazimnya perjanjian
29
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal.305.
Universitas Sumatera Utara
24
sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise tidak merupakan janji yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat.
30
Prinsip di atas mencerminkan telah adanya rasa keadilan di dalam melakukan perjanjian. Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh dalam hukum
perjanjian kita yang bersumber dari KUHPerdata, di mana dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan falsafah hidup masyarakat
Eropa pada abad ke-19.
31
Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan
berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar
bargaining position yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak
selalu dalam posisi memiliki posisi tawar yang seimbang.
32
Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan
bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya
kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak.
30
Sunarjati Hartono, Mencari Bentuk Dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita, Bandung: Alumni, 1974, hal. 26
31
Ibid, hal. 60.
32
Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebasan Berkontrak, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
25
Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power tidak seimbang
maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable.
33
Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini menjelaskan: Bargaining Power
yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah
mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa
keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil.
34
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-
undang bagi para pihak.
35
Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitor,
namun kreditor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat bahwa kedudukan kreditor yang kuat diimbangi dengan
kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditor dan debitor seimbang. Asas itikad baik memegang peranan penting dalam penafsiran
kontrak. Jika kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak harus ditafsirkan secara fair atau patut.
36
33
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredt Bank di Indonesia,
Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 185.
34
Ibid.
35
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hal. 42-44.
36
Ridwan Khairandy, Op.cit., hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
26
2. Konsepsi