Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

(1)

POLA TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PAYOLANSEK

KOTA PAYAKUMBUH

SUMATERA BARAT

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh Hasnelidawati

111121006

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012”.

Skripsi ini dapat terlaksana dengan arahan, masukan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberi masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, dan Eryunita Lubis, S.Kep, Ns selaku dosen penguji dalam penyusunan skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberi masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.


(4)

4. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan staf administrasi di lingkungan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan dukungan agar skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

5. Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh dan staf, Kepala Puskesmas Payolansek dan staf yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Terima kasih kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Payakumbuh dan staf yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Teristimewa kepada Ibunda yang tercinta, dan keluarga besar atas doa yang tak terhingga kepada saya dan selalu memberikan dukungan agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Teristimewa kepada Suamiku tercinta Asmadi Antoris dan anak-anakku tercinta Hafidzah Diniyah, dan Atha Al Rasyid yang selalu memberikan motivasi, dukungan, kasih sayang, dan menemani baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada Boyke Roza, dan keluarga, yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi ini.

10.Terima kasih kepada Armen Busra, dan keluarga, yang selalu memberikan motivasi, dan dukungan baik suka maupun duka dalam proses penulisan skripsi ini.


(5)

11.Teman-teman sejawat Fakultas Keperawatan Ekstensi pagi USU 2011, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

12.Teman-teman sejawat di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Peneliti sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Grafik ... ix

Abstrak ... x

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

4.1Puskesmas ... 4

4.2Institusi Pendidikan ... 5

4.3 Penelitian Selanjutnya ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Pengertian Tidur ... 6

2. Lanjut Usia ... 6

2.1 Proses Menua ... 7

2.2 Teori-Teori Penuaan ... 7

3. Fisiologi Tidur ... 11

4. Fungsi dan Tujuan Tidur ... 16

5. Pola Tidur pada Lansia... 17

6. Kualitas Tidur Lansia ... 19

6.1 Pengkajian Kualitas Tidur ... 19

6.2 Kualitas Tidur pada Lansia ... 21

7. Faktor yang Mempengaruhi Tidur ... 23

Bab 3. Kerangka Penelitian ... 25

1. Kerangka Konseptual ... 25

2. Definisi Operasional ... 26

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 27

1. Desain Penelitian ... 27

2. Populasi, Sampel ... 27

2.1 Populasi Penelitian ... 27


(7)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29

6. Validitas Instrument ... 30

7. Reliabilitas Instrument ... 31

8. Pengumpulan Data ... 31

9. Analisa Data ... 32

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 33

1. Hasil Penelitian ... 33

1.1 Data Demografi ... 33

1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur ... 35

1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur ... 35

1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur 37 2. Pembahasan ... 42

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 47

1. Kesimpulan ... 47

2. Saran ... 47

Daftar Pustaka ... 49

LAMPIRAN ... 51

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 51

2. Instrumen Penelitian ... 52

3. Izin Penelitian Dan Permintaan Data ... 55

4. Surat Keterangan ... 57

5. Hasil Tabulasi Data Penelitian ... 58


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman 1. Siklus Tidur ... 16 2. Kerangka konseptual penelitian ... 25


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Distribusi, frekuensi, dan persentase berdasarkan karakteristik responden ... 33 2. Distribusi, frekuensi, dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur

responden ... 35 3. Distribusi, frekuensi, dan persentase responden berdasarkan kualitas tidur .. 41


(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia ... 37

2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia ... 38

3. Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia . 38

4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia ... 39

5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia ... 39

6. Kedalaman tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40

7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia ... 40

8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia ... 40


(11)

Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

Peneliti : Hasnelidawati

NIM : 111121006

Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.


(12)

Judul : Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat Tahun 2012

Peneliti : Hasnelidawati

NIM : 111121006

Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2013

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat. Sampel yang diteliti sebanyak 63 sampel menggunakan teknik random sampling sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2012 menggunakan kuisioner meliputi kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas tidur. Hasil penelitian berdasarkan parameter tidur didapat bahwa mayoritas 68% dari responden melaporkan total jam tidur malam hari >5-6 jam, 92% waktu memulai tidur >30-60 menit, 73% terbangun >3-4 kali semalam, 62% merasa sedikit mengantuk bangun dipagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% merasa sedikit puas dengan tidurnya, 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% responden mengalami kualitas tidur baik dan 30% responden mengalami kualitas tidur buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini lansia memiliki total jam tidur >5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari tapi subjektif report menunjukkan bahwa kualitas tidurnya baik walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan, terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Peningkatan umur harapan hidup dan populasi lanjut usia lansia merupakan salah satu masalah penting dunia pada abad ke-21 ini, baik di negara maju atau di negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup, sosial ekonomi, dan pelayanan kesehatan secara umum (Kosasih dkk, 2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia >60 tahun (7,18%). Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).

Proses penuaan secara alamiah (aging proses) pada lansia akan mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia, dimana perubahan ini bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Salah satu dampak yang menjadi perhatian adalah pada perubahan pola tidur. Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami perubahan dalam pola tidurnya dari kondisi normal


(14)

yaitu adanya gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluh sulit untuk memulai dan mempertahankan tidurnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi gangguan tidur dialami sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Masalah tidur lansia dilaporkan setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% mengalami Insomnia dan sekitar 17% diantaranya mengalami gangguan tidur yang serius (Boedhi, 1999).

Perubahan pola tidur lansia sering ditunjukkan dengan keluhan dan umumnya kesulitan memulai tidur, kondisi untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali setelah terbangun ditengah malam, bangun terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan. Bila pola tidur seperti ini berlangsung dalam waktu tertentu dapat berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan ini mengakibatkan resiko masalah kesehatan para lansia (Potter and Perry, 2005). Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dampak fisiologis meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, koordinasi neuromuskuler buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan tubuh menurun, dan ketidakstabilan tanda vital, (Brionas et al, 1996 : Dawson dan Lack (2000) dalam Karota-Bukit (2005). Sedangkan dampak psikologis meliputi depresi, cemas, tidak konsentrasi, dan koping tidak efektif.

Sesungguhnya pola tidur lansia yang normal akan memberikan dampak terhadap pemenuhan kualitas tidur yang baik. Hal ini sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi saat sel-sel tubuh istirahat, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit, juga pada saat tidur tubuh bekerja


(15)

memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Umumnya seseorang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat, jadi istirahat dan tidur sama pentingnya untuk kesehatan. Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Keragaman dalam perilaku istirahat dan pola tidur lansia adalah sangat bervariasi dan pada kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama. Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktifitas sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang cukup sehingga berdampak pada perubahan pola tidurnya. Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkali terjadi pada lansia. Kecenderungan untuk tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari, dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola tidur pada lansia akibat perubahan Susunan Syaraf Pusat (SSP) mempengaruhi pengaturan tidur, adanya kerusakan sensorik seiring proses penuaan, dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan tidur perlu diantisipasi (Potter and Perry, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menjadi


(16)

penting untuk mengetahui pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

Menurut data survey awal yang diperoleh peneliti terdapat sekitar 9949 orang jumlah lansia di Kota Payakumbuh pada tahun 2011 dan 315 orang jumlah lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh pada tahun 2011. Dari data kunjungan keenam Posyandu Lansia dan Puskesmas Payolansek ada sekitar 40 orang lansia tiap bulannya mengeluhkan tidak bisa tidur dan tidak nyenyak tidur.

2. Rumusan masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian tentang bagaimana pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sematera Barat?

3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

4. Manfaat penelitian 4.1Puskesmas

Hasil penelitian ini adalah “evidence” yang dapat dijadikan sebagai masukan dan penguatan informasi tentang pola tidur lansia bagi petugas kesehatan di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.


(17)

4.2Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data referensi dalam menambah wawasan pengetahuan peserta didik khususnya tentang pola istirahat tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

4.3Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini berguna dalam menambahkan pengalaman belajar bagi peneliti dan dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar, dimana seseorang dapat dibangunkan oleh rangsang sensori atau stimulus lain dari lingkungan Guyton and Hall (1997), p.488 (dalam Karota-Bukit, 2005). Selama tidur, tubuh akan beristirahat dan tidak berespon terhadap lingkungan. Akan tetapi, seseorang dapat dibangunkan oleh stimulus lingkungan seperti : memanggil nama, menyentuh tubuhnya, rangsang suara, dan lampu. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur, diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit.

2. Lanjut Usia

Lanjut usia adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti akan dialami oleh siapapun juga. Lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia adalah seseorang yang telah mencapai usia 45 tahun atau lebih dengan klasifikasi usia, yaitu : usia pertengahan (midlle age) yakni kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) yakni kelompok usia 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) antara 74-90 tahun, dan sangat tua (very old) 90 tahun keatas (Nugroho, 2008).


(19)

2.1 Proses Menua

Penuaan atau menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut yang terjadi secara alamiah, merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Constantinides (1994) dalam Uliyah, (2006) menyebutkan bahwa menua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua pada lansia umumnya terjadi seiring dengan perubahan secara fisik, psikologis, mental, sosial dan ekonomi (Miller, 1995; Nugroho, 2008). Dari perubahan yang dialami secara fisik dapat berupa penyakit dalam, persendian, endokrin dan lain-lain. Sedangkan masalah psikososial pada lansia sering terjadi adalah stress, depresi, cemas, kehilangan, dan lain-lain (Miller, 1995).

2.2 Teori-teori Penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan, yaitu teori-teori bilogis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori bilogis terdiri dari teori sintetis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem immun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi kekebalan sendiri, dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkutural, teori kepribadian berlanjut, dan lain-lain.


(20)

Teori sintetis protein. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyebutkan bahwa observasi ini dilakukan pada jaringan, seperti kulit dan kartilago yang kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein seperti kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein tubuh yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitas serta menjadi lebih tebal, seiring bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem musculoskeletal (White, 2003).

Teori keracunan oksigen. Tortora dan Anagnostakos (1990) dalam White (2003) menyatakan bahwa teori ini membahas tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dan rigid, serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel sangat penting bagi kelangsungan proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran


(21)

tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (White, 2003).

Teori sistem immun. Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain (Stanley and Beare, 2007).

Teori radikal bebas. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipit yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel Christiansen and Grzybowski, (1993) dalam Potter and Perry, (2005). Secara spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas, Ebersole and Hess, (1994) dalam Potter and Perry, (2005). Teori ini menyatakan


(22)

bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengosidasi ini Potter and Perry, (2005).

Teori rantai silang. Sel-sel yang telah tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastik, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Uliyah, 2006).

Teori reaksi dari kekebalan tubuh sendiri. Goldteris and Brocklehurust (1998) dalam Uliyah (2006) menyatakan di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adanya tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadinya kelainan autoimun.

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut merupakan saat terjadinya pengunduran diri secara timbal balik sehingga mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dan lingkungan sosialnya. Proses ini dapat dimulai oleh lanjut usia sendiri atau oleh orang lain di lingkungannya. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan mereka untuk melepaskan diri dari masyarakat (White, 2003).

Teori kegiatan. Teori ini mengemukakan pada saat seseorang menginjak usia lanjut, maka ia tetap memiliki kebutuhan keinginan yang sama-sama seperti pada


(23)

masa-masa sebelumnya. Mereka tak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Usia lanjut optimal akan dijalani oleh orang-orang yang tetap aktif melaksanakan peranan-peranannya di dalam masyarakat sehingga semangatnya tetaplah tinggi. Teori ini berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dari penyesuaian (White, 2003).

Teori kepribadian berlanjut. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lansia Nugroho, (2008).

3. Fisiologi Tidur

Tidur adalah bagian dari ritme biologis yang bekerja selama 24 jam dengan tujuan mengembalikan stamina dan restorasi energi tubuh. Pengaturan tidur dan terbangun diatur oleh batang otak / Reticular Activating System (RAS) dan Bulbal Synchronizing Region (BSR), thalamus dan berbagai hormon yang diproduksi oleh hypothalamus. Beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan


(24)

dengan proses tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin dalam sirkulasi darah. Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak yang berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk dan keinginan untuk tidur, serta sebagai modulator kapasitas kerja otak.

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin, dimana melatonin merupakan hormon kotekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menurun seiring dengan bertambahnya usia, penurunan hormon ini akan berpengaruh terhadap proses tidur lansia, bahkan pola tidur pada lansia bisa berubah dari kondisi yang normal karena kesulitan tidur sehubungan dengan penurunan produksi serotonin dan melatonin. Sehubungan dengan hal tersebut seringkali lansia mencoba meningkatkan melatonin dengan sinar matahari pagi agar ritme cicardian (siklus tidur-bangun) menjadi lebih kuat dan seimbang. Namun demikian masalah tidaklah sesederhana tersebut, adanya lesi pada pusat pengaturan tidur terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan keadaan seseorang menjadi terus siaga dari tidur. Kemudian itu, katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan menghasilkan hormon norepineprin, yang umumnya hormon ini akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Pada orang dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam darah dan akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga.


(25)

Hal ini menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin dari hipotalamus menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran. Prostaglandin adalah mediator kimiawi yang berperan dalam potogenesis nyeri, yang akan memicu pusat syaraf nyeri diotak pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan pada derajat tertentu dan berpengaruh pada pusat tidur yang terletak pada substansia retikularis medulla oblongata sehingga akan mengacaukan proses sinkronisasi neuron-neuron pada batang otak yang sebenarnya merupakan bentuk terjadinya proses tidur, dan kemudian merangsang proses dekronisasi neuron-neuron substansi retikularis tersebut sehingga proses tidur terganggu yang berlanjut munculnya sinyal dalam bentuk keadaan waspada dan pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai insomnia (Guyton, 2006; Perry, 2001)

Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur yang sangat dalam, para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu : NREM (Non Rapid Eye Movement), tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai gelombang lambat. Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang otaknya sangat lambat, yang dapat dihubungkan dengan penurunan tonus, penurunan darah perifer dan fungsi-fungsi vegetatif tubuh lainnya. Selain itu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan berkurang 10%-30%. Ciri-ciri tidur Non Rem, yaitu betul-betul istirahat penuh, tekanan darah menurun,


(26)

frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun Guyton and Hall, (2006).

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang betha yang berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah; dan keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2/detik Alimul, (2006).

Tidur NREM menurut Tarwoto (2006) terdiri dari empat tahapan. Pada tahap pertama merupakan tingkat transisi antara terjaga dan tidur. Pada tahap ini berlangsung beberapa menit dan mudah terbangun dengan adanya rangsangan. Sedangkan tahap kedua merupakan permulaan tidur yang sebenarnya. Terdiri dari periode suara tidur, relaksasi otot yang menurun dan berlangsung 10-20 menit. Dan tahap ketiga serta tahap keempat merupakan tidur dalam. Selama fase NREM terjadi penurunan tonus otot, tekanan darah, dan metabolisme tubuh. Pada tahap ini dibutuhkan rangsangan yang lebih kuat untuk membangunkan.

REM (Rapit Eye Movement) disebut juga sebagai tidur paradox yang dapat berlangsung pada tidur malam selama 5-20 menit, dan rata-rata tidur 90 menit.


(27)

Periode pertama terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri-ciri tidur jenis ini adalah : biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak gelombang lambat, tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktifasi retikularis, frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur, mata cepat menutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme meningkat, tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Alimul, 2006).

Pada lansia, perubahan fase ini terjadi pada NREM, dimana tahap II tidur tidak terjadi perubahan yang berarti. Namun, memasuki tahap III tidur perubahan mulai semakin nampak kemudian tahap IV tidur terjadi penurunan bahkan kadang tidak ada, sedangkan tidur fase REM tidak terdapat perubahan yang menurun (Miller, 1995).


(28)

Skema 1 : Tahapan Tidur (dikutip dari Fundamental of Nursing (Potter and Perry, 2005)

4. Fungsi dan tujuan tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald, 1984; Anch dkk, 1998 dalam Potter and Perry, (2005). Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM, fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut permenit atau lebih rendah jika individu berada pada kondisi fisik yang sempurna. Akan tetapi selama tidur laju denyut jantung turun sampai 60 denyut permenit atau lebih rendah. Hal ini berarti

Mengantuk ↓

Stadium 1 NREM → Stadium 2 NREM → Stadium 3 NREM ↑ ↓

REM Stadium 4 NREM

↑ ↓


(29)

bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Secara jelas, tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Penelitian lain menunjukkan bahwa sintetis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat dan tidur Oswald, (1994) dalam Potter and Perry, (2005).

Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yaitu : efek pada sistem saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf, efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan (Alimul, 2006).

5. Pola tidur pada lansia

Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan dalam periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan tidur sampai 8,5 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam pada usia 60 tahun atau lebih (Alimul, 2006). Selain itu perubahan juga terjadi pada ritme circadian yang menghasilkan peningkatan tidur lebih awal, terbangun lebih awal, disertai dengan peningkatan bangun yang sering dimalam hari. Alasan-alasan yang juga menyertai terbangunnya lanjut usia pada malam hari meliputi jalan ke kamar mandi, susah bernapas, kram kaki, dan suara


(30)

gaduh. Dengan bertambahnya usia, frekuensi terbangun meningkat dari 1 atau 2 sampai 6 kali dalam semalam.

Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang. Hal ini dialami oleh para lansia. Pada lansia, wanita lebih banyak mengalami insomnia dibandingkan pria yang lebih banyak menderita sleep apnea atau kondisi medis lainnya yang dapat mengganggu tidur. Tidur lansia kurang dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya tidak efektif. Mengantuk disiang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat mempengaruhi jadual tidur bangunnya dimalam hari. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4 gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur karena sering terbangun. Gangguan juga terjadi dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Ritmik circadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari.

Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait oleh kemampuan organ dalam tubuh yang menurun juga seperti jantung, paru-paru dan ginjal.


(31)

Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan turut berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek samping (sekunder) dari penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, payah jantung, parkinson, dan depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan sendirinya gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat tidur bukanlah solusi yang tepat. Lansia amat mudah lelah sehingga tertidur pada siang hari (Narto, 2011).

Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena proses penuaan yang berdampak pada : peningkatan jumlah jam tidur pada tahap I & II, penurunan jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu yang lama untuk dapat tidur, sulit untuk tidur, sering terbangun pada malam hari, jumlah total jam tidur berkurang, mengantuk pada siang hari (Loftis and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).

6. Kualitas Tidur Lansia

6.1 Pengkajian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari tidur REM dan NREM (Kozier and Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif (Craven and Hirnle, 2000).


(32)

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter and Perry, 2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun dipagi hari (Craven and Hirnle, 2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel, kurang perhatian, respon lambat, sering menguap, menarik diri dan bingung, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor dan kurang koordinasi. Dari pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot dan EOG (electrooculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter and Perry, 2001).


(33)

6.2 Kualitas Tidur pada Lansia

Tidur pada lansia mengalami perubahan seiring dengan terjadinya proses menua yang membawa perubahan fisik pada sistem saraf yang dapat mempengaruhi aktivasi dari sel-sel serebral. Jumlah saraf-saraf mulai menurun yang diikuti oleh penurunan efisiensi sistem saraf. Saraf perifer juga mengalami degenerasi yang menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik dan motorik. Perubahan sistem saraf lansia mengakibatkan sebuah kebutuhan terhadap stimulasi yang lebih besar untuk memperoleh respon dan dapat juga menimbulkan respon yang lambat terhadap stimuli. Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk melihat pada lansia mengurangi sensitivitas terhadap stimulus eksternal seperti cahaya atau gelap yang mempengaruhi pola tidur (Stabb and Hodges, 1996).

Shneerson (2000) dalam Potter and Perry (2001) menyebutkan pada lansia juga mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi, suhu tubuh, volume urin yang disekresikan dan ekskresi dari potasium urin. Perubahan fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada lansia. Perubahan irama ini berbeda pada masing-masing individu. Namun, pada umumnya lansia tidak memiliki kecukupan tidur selama 8 jam tanpa terganggu (Stabb and Hodges, 1996).

Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya peningkatan jumlah waktu di tempat tidur namun efisiensi tidur kurang, peningkatan waktu latensi tidur, peningkatan frekuensi terbangun dari tidur dimalam hari


(34)

(Foreman and Wykle, 1995). Hayter (1980) dalam Kozier and Erb (1987) juga melaporkan frekuensi terbangun pada lansia bisa sampai enam kali dalam satu malam dibandingkan dengan dewasa yang terbangun rata-rata satu kali dalam satu malam. Perubahan ini juga termasuk dalam penurunan tidur pada tahap stadium 3 dan stadium 4 NREM yang sangat bermanfaat bagi pemulihan tubuh (Thorpy, 1990). Lansia dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang untuk tidur, sehingga kurangnya kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya tingkat energi (Stabb and Hodges, 1996).

Kesulitan tidur meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rossman, 1986). Lebih dari 50% individu dengan usia 65 tahun atau lebih mendapatkan masalah dengan tidur. Weinrich (1998) dalam Potter and Perry (2001), mengatakan penurunan kualitas tidur pada lansia mengakibatkan penurunan kepuasan tidur pada lansia. Penelitian terdahulu telah melaporkan keluhan-keluhan subjektif populasi lansia terhadap tidurnya, mereka merasa tidak puas dengan tidurnya bila dibandingkan dengan individu yang lebih muda, 25% sampai 40% lansia mengeluh tentang kualitas tidurnya termasuk seringnya terbangun dimalam hari dan waktu bangun yang terlalu awal dipagi hari (Thorpy, 1990). McGhie and Russel (1961) dalam Thorpy (1990) mensurvei lebih dari 2000 individu di Britania Raya, dibandingkan dengan individu yang lebih muda, lansia sering mengeluh mengalami waktu tidur yang pendek (kurang dari 5 jam) dan melaporkan panjangnya latensi tidur dan sering terbangun sangat awal dipagi hari.


(35)

7. Faktor yang mempengaruhi tidur

Kualitas tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tidur pada lansia adalah : penyakit, latihan dan kelelahan, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, dan motivasi.

Penyakit. Faktor penyakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang dimana terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tidur pada orang yang mengalami kondisi sakit. Banyak penyakit yang menambah jumlah kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan, arthritis yang menyebabkan nyeri kronis dan rasa tidak nyaman yang mengganggu tidur, dan perubahan pada sistem musculoskeletal, dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik. Disisi lain disampaikan bahwa banyak juga keadaan sakit menjadikan seseorang kurang tidur.

Latihan dan Kelelahan. Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.


(36)

Stress Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologi mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

Obat. Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM (Rapid Eye Movement), kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM (Rapid Eye Movement) sehingga mudah mengantuk.

Nutrisi. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

Lingkungan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya.

Motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Alimul, 2006).


(37)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Dari tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah penelitian yang telah dirumuskan, perlu dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan digunakan.

Kerangka penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan pola tidur pada lansia, yaitu : total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur dan mengantuk disiang hari (dalam Karota-Bukit, 2005).

Skema 2. Pola tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat

Lansia di wilayah kerja

Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh

Sumatera Barat

Pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakubuh Sumatera Barat

- Total jam tidur malam hari - Waktu untuk memulai tidur - Frekuensi terbangun malam - Perasaan segar bangun pagi - Kedalaman tidur

- Kepuasan tidur


(38)

2. Defenisi Operasional

Karakteristik pola tidur adalah pencirian gambaran kondisi tidur seseorang dalam hal ini lansia meliputi :

Pola tidur adalah bentuk gambaran atau pencirian tidur seseorang dalam 24 jam meliputi total jam tidur malam hari, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur dan mengantuk disiang hari.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun sampai umur 90 tahun dengan kondisi kesehatan fisik yang masih baik berdasarkan subjektifitas responden.


(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengindentifikasi pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Menurut data yang diperoleh peneliti jumlah lanjut usia (lansia) pada tahun 2011 sebanyak 315 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik tertentu untuk dapat mewakili populasi berdasarkan karakteristik lansia. Menurut Arikunto (2002) jika sampel lebih dari 100 dapat diambil sampel sebanyak 10%-15% atau 20%-25% atau tergantung kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana serta sempit luasnya wilayah pengamatan


(40)

Disini peneliti mengambil sampel sebanyak 20% yaitu 63 sampel, pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60 tahun keatas dengan kondisi kesehatan fisik yang baik berdasarkan laporan subjektifitas responden, tidak dalam kondisi disorientasi orang, tempat, dan waktu, belum pernah menjadi subjek penelitian yang sama serta bersedia jadi responden.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat bulan Agustus sampai September 2012. Alasan peneliti memilih Puskesmas Payolansek kota Payakumbuh Sumatera Barat karena peneliti ingin melihat bagaimana pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Selain itu peneliti sudah mengenal tempat ini dengan baik dan tempatnya mudah dijangkau sehingga peneliti mudah mendapatkan subjek untuk diteliti.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Rekomendasi dari Kepala Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Dalam penelitian ini peneliti terlebih dahulu


(41)

menyerahkan lembar persetujuan penelitian kepada responden kemudian menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian.

Prosedur penelitian yang dijelaskan adalah bahwa penelitian ini akan dilakukan setelah mendapat izin penelitian, kemudian dilakukan dengan pengumpulan data, menganalisa data, dan menyajikan data penelitian yang hanya dilakukan untuk kepentingan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (inform consent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data yang akan diajukan pada responden, lembar tersebut hanya berisi kode responden. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2001).

5. Instrument Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu pertama, instrument penelitian berupa Kuesioner Data Demografi (KDD) meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan. Bagian kedua instrument yang digunakan Kuesioner Kualitas Tidur Lansia (KKTL) terdiri dari 7 aspek parameter tidur, yaitu total jam tidur malam hari, waktu yang diperlukan


(42)

untuk memulai tidur, frekuensi terbangun malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur, dan perasaan lelah/mengantuk disiang hari. Pada kuesioner ini juga ditanyakan tentang gambaran umum tentang kualitas tidur lansia berdasarkan laporan subjektifitas dari responden lansia. Kuesioner ini diadopsi dari The Sleep Quality Quesioner (SQQ) dalam Karota-Bukit, (2005). Kuesioner ini telah dimodifikasi dalam versi Bahasa Indonesia yaitu Kuesioner Kualitas Tidur (KKT). KKT terdiri dari 7 item yang disusun berdasarkan pilihan berganda.

6. Validitas Instrument

Sebuah instrument dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Pada penelitian ini, uji validitas instrument tidak dilakukan karena instrument penelitian ini diadopsi total dari Karota-Bukit (2005) dimana kuesioner ini sudah digunakan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan dalam penelitian sejenis serta sudah mendapatkan validasi instrument dari Sleep and Medical, Psychological Nursing, & Gerontological Nursing dari Prince of Songkla University, Thailand dengan Internal konsistensi Cronbach’s Alpa Coefficient KTK 89. Dengan demikian instrument ini layak untuk digunakan dalam penelitian dengan ruang lingkup yang sama.


(43)

7. Reliabilitas Instrument

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument dilakukan uji reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan uji reliabilitas internal yaitu pemberian instrument hanya satu bentuk instrument yang diuji cobakan pada kelompok responden.

8. Pengumpulan Data

Pada awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin dikirim ke tempat penelitian Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Setelah mendapat izin, peneliti mengumpulkan data penelitian.

Selanjutnya peneliti menentukan responden sesuai kriteria yang dibuat sebelumnya. Setelah mendapat calon responden, peneliti menjelaskan manfaat dan tujuan penelitian kepada calon responden tersebut, setelah itu responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Setelah mendapat persetujuan maka pengumpulan data dimulai. Peneliti mendampingi responden saat mengisi kuesioner,


(44)

jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden peneliti bisa memberi penjelasan agar responden mengerti.

9. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka data dianalisa melalui beberapa tahap, pertama adalah editing yaitu mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk; kedua adalah koding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa data dilakukan melalui pengolahan data secara komputerisasi untuk mengetahui karakteristik pola tidur pada lansia. Data ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi, dan persentase, untuk data demografi, pola tidur lansia, dan kualitas tidur lansia secara umum berdasarkan laporan subjektifitas kepuasan tidur lansia sesuai dengan pertanyaan terhadap responden lansia tentang kualitas tidur pada tidur malam.


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pola tidur lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012.

1.1 Data Demografi

Berdasarkan hasil penelitian ini dijelaskan tentang gambaran data demografi responden lansia meliputi : umur, jenis kelamin, suku, agama dan pendidikan yang menunjukkan sebagian besar responden adalah berumur 60-74 tahun (78%), jenis kelamin perempuan (62%), suku Minang (98%) dan seluruhnya beragama Islam (100%) sedangkan berdasarkan jenjang pendidikan, sebagian besar adalah SD (48%) dapat dilihat pada tabel berikut.


(46)

Tabel 1. Distribusi, frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden n=63

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

Usia 60-74 tahun 75-90 tahun Mean=70.95, SD=4.923 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Suku Minang Jawa Agama Islam Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SLTA Perguruan Tinggi 49 14 24 39 62 1 63 5 30 13 9 6 78 22 38 62 98 2 100 8 48 21 14 9


(47)

1.2 Pola tidur responden berdasarkan parameter tidur.

1.2.1 Pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.

Tabel 2. Distribusi, frekuensi dan persentase tidur berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur responden n=63

Parameter tidur Frekuensi Persentase

Total jam tidur malam hari <5 jam

5-6 jam >6-7 jam >7 jam

Mean=5.51, SD=1.169 Waktu untuk memulai tidur >60 menit

>30-60 menit >15-30 menit <15 menit

Mean=50 menit, SD=25.129 Frekuensi terbangun malam hari >5 kali >3-4 kali >1-2 kali Tidak ada Mean=3.08, SD=0.989 7 43 13 0 5 58 0 0 3 46 13 1 11 68 21 0 8 92 0 0 5 73 20 2


(48)

Tabel 2. Lanjutan

Parameter tidur Frekuensi Persentase

Perasaan segar bangun pagi Sangat mengantuk Mengantuk

Sedikit mengantuk

Merasa segar dan bersemangat Kedalaman tidur

Sebentar terbangun Tidur dan terbangun Tidur tapi tidak nyenyak Tidur sangat nyenyak Kepuasan tidur

Tidak puas Sedikit puas Sedang Sangat puas

Mengantuk disiang hari Sangat mengantuk Sedang Sedikit mengantuk Tidak ada Kualitas tidur Baik Buruk 4 15 39 5 2 26 31 4 8 33 19 3 30 2 29 2 44 19 6 24 62 8 3 42 49 6 13 52 30 5 48 3 46 3 70 30

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya responden melaporkan total jam tidur 5-6 jam (68%), waktu memulai tidur >30-60 menit (92%), terbangun >3-4 kali (73%). Berdasarkan parameter tidur yang dinilai secara subjektif dilaporkan bahwa perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk (62%),


(49)

kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak (49%), kepuasan tidur responden sedikit puas (52%), sangat mengantuk di siang hari (48%), dan kualitas tidur mereka baik (70%).

1.2.2 Grafik pola tidur lansia berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur.

Grafik 1. Total jam tidur malam hari normal dan responden lansia.

Grafik 2. Waktu untuk memulai tidur normal dan responden lansia.

Normal > 6-7 jam

Lansia 5-6 jam

0 1 2 3 4

Total jam tidur malam hari

Normal <15 menit

Lansia >30-60 menit

0 10 20 30 40 50 60


(50)

Grafik 3.Frekuensi terbangun selama tidur malam hari normal dan responden lansia.

Grafik 4. Pola tidur berdasarkan kuantitas tidur normal dan responden lansia.

Normal >1-2 kali

Lansia >3-4 kali

0 1 2 3 4

Frekuensi terbangun malam hari

Normal>6-7 jam

Normal 15 menit Normal >1-2 kali Lansia >5-6 jam

Lanisa >30-60 menit

Lanisa >3-4 kali

0 1 2 3 4

Total jam tidur malam hari Waktu memulai tidur malam hari

Frekuensi terbangun malam hari


(51)

Grafik 5. Perasaan bangun pagi normal dan responden lansia.

Grafik 6. Kedalaman tidur normal dan responden lansia.

Grafik 7. Kepuasan tidur malam hari normal dan responden lansia.

Normal : merasa segar dan bersemangat

Lansia : sedikit mengantuk 0 1 2 3 4

Perasaan bangun pagi

Normal : tidur

sangat nyenyak Lansia : sedikit mengantuk 0 1 2 3 4 Kedalaman tidur

Normal : sangat puas

Lansia : sedikit puas 0 1 2 3 4


(52)

Grafik 8. Perasaan mengantuk disiang hari normal dan responden lansia.

Grafik 9. Pola tidur berdasarkan kualitas tidur normal dan responden lansia.

Normal : tidak ada mengantuk

Lansia : sangat mengantuk 0 1 2 3 4 Normal

Normal : merasa segar dan bersemangat

Normal : tidur sangat nyenyak

Normal : sangat puas

Normal : tidak ada mengantuk Lansia : sedikit

mengantuk

Lansia : tidur tapi tidak nyenyak

Lansia : sedikit puas Lansia sangat mengantuk 0 1 2 3 4

Perasaan bangun pagi Kedalaman tidur Kepuasan tidur Perasaan mengantuk siang hari


(53)

2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya 68% responden melaporkan bahwa jam tidur mereka 5-6 jam. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Evan and Rogesr, (1994) tentang jam tidur atau pola tidur lansia yang sehat, dimana didapatkan total jam tidur adalah 6 jam. Hal ini berbeda menurut Iskandar (2001) yang manyatakan bahwa lansia normal dapat tidur 7-7,5 jam yang dapat dipengaruhi oleh faktor fisik lansia itu sendiri seperti yang dikemukakan dalam Kozier (1987) bahwa kelelahan karena aktifitas yang sedang dilakukan seseorang dapat membuat tidur dengan tenang. Dijelaskan bahwa lansia mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang panjang untuk tidur (Staab and Hodges, 1996).

Dari hasil penelitian ini didapat laporan bahwa waktu memulai tidur lansia >30-60 menit dialami 92% responden. Karachan et al, (1976) dalam Buysse et al, (1998) menyatakan bahwa survey epidemiologi beberapa peneliti mengidentifikasi 15-35% dari populasi lansia mengeluhkan gangguan tidur, seperti kesulitan untuk tertidur dan kesulitan untuk mempertahankan tidur. Hal ini bisa disebabkan karena stress emosional dan kekhawatiran terhadap masalah pribadi atau terhadap situasi sehingga dapat mengganggu tidur. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Miller (1995) bahwa kecemasan, demensia, depresi dan gangguan sensori adalah gangguan psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Kecemasan merupakan frekuensi yang paling besar dalam gangguan tidur di malam hari. Seseorang yang mengalami depresi membutuhkan waktu yang panjang untuk tertidur, kehilangan


(54)

deep sleep dan meningkatnya light sleep, terbangun pada malam hari lebih sering dan lebih cepat terbangun pada pagi hari.

Pada penelitian ini 73% responden melaporkan bahwa mereka terbangun >3-4 kali pada malam hari. Evan and Rogers, (1994) menyatakan bahwa lansia terbangun 3 kali selama tidur dimalam hari. Ketidaknyamanan fisik merupakan salah satu penyebab utama kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter and Perry, 2001). Lansia mungkin saja terbangun dari tidur pada malam hari karena terjadinya penurunan temperatur tubuh yang diakibatkan penurunan metabolisme dan penurunan aktifitas otot. Cuaca terlalu panas juga dapat menganggu tidur (Lueckenotte, 2000).

Perubahan tidur pada lansia yang paling umum adalah terjadinya peningkatan jumlah waktu ditempat tidur namun efisiensi kurang, peningkatan waktu latensi tidur, peningkatan frekuensi terbangun dan tidur dimalam hari, (Foreman, 1995). Lansia dapat dengan mudah lelah sehingga membutuhkan periode yang lebih panjang untuk tertidur, sehingga kurang kebutuhan tidur dapat menyebabkan rendahnya tingkat energi (Staab and Hodges, 1996).

Berdasarkan penelitian didapat 62% responden merasa sedikit mengantuk saat bangun dipagi hari. Ini mengindikasikan bahwa tidak segar sewaktu bangun di pagi hari dapat disebabkan berbagai faktor masalah kesehatan yang meningkatkan frekuensi terbangun (Miller, 1995). Dari referensi dan laporan analisa tentang tidur terdahulu mengatakan bahwa sedikit mengantuk di pagi hari dapat diindikasikan dari frekuensi terbangun pada malam hari (Lueckenotte, 2001).


(55)

Hampir dari separuh responden mempersepsikan tidurnya tidak nyenyak yaitu 49%. Seiring pendapat Vitiello and Printz (1990) bahwa 25%-40% lansia mengeluh tidur tidak nyenyak dan mengalami waktu terjaga yang panjang. Suara bising adalah gangguan lingkungan yang sangat potensial untuk mengganggu tidur (Miller, 1995 ; Lueckenotte, 2000).

Sebanyak 52% responden mengeluhkan tidurnya sedikit puas. Penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan Craven and Harnle, (2001) ; Lueckenotte (2000) bahwa perubahan tidur pada lansia adalah jumlah waktu untuk tidur berkurang, peningkatan waktu untuk memulai tidur, sering terbangun dimalam hari, perasaan tidak segar dipagi hari dan tidak merasa puas dengan tidurnya.

Lansia umumnya mengalami perubahan pola tidur pada aspek parameter kuantitas dan kualitas tidurnya dan perubahan ini merupakan dampak yang berkaitan dengan pertambahan usia dan proses penuaan (Potter and Perry, 2001). Miller, (1995) juga mengatakan bahwa lansia yang sehat memiliki pengalaman pada perubahan siklus tidurnya seperti membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, lebih sering terbangun dimalam hari, membutuhkan waktu yang lama di tempat tidur tetapi lamanya waktu tidur lebih sedikit dari masa sebelumnya. Sehingga lansia merasa kualitas tidur mereka tidak memuaskan.


(56)

Hampir separuh responden merasa sangat mengantuk di siang hari yaitu sebanyak 48%. Rasa mengantuk selama seharian pada lansia dapat disebabkan oleh peningkatan frekuensi terbangun pada malam hari. Hal ini sering menyebabkan para lansia mengalami kecelakaan seperti kecelakaan sepeda motor dan terjatuh (Lueckenotte, 2000). Fitchen et al, (1995) dalam Lueckenotte, (2000) menyatakan bahwa lansia biasanya mengalami perubahan tidur sehubungan dengan penambahan umur. Perubahan tersebut berupa peningkatan periode latensi, penurunan periode efisiensi, lebih sering terbangun malam hari, peningkatan frekuensi terbangun pada dini hari, dan peningkatan rasa mengantuk sepanjang hari.

Walaupun dalam pola tidur lansia menunjukkan sebahagian kualitas tidur mereka kurang baik dalam penilaian total jam tidur 5-6 jam, waktu memulai tidur >30-60 menit, terbangun >3-4 kali, perasaan segar sewaktu bangun pagi sedikit mengantuk, kedalaman tidur responden tidur tapi tidak nyenyak, kepuasan tidur responden sedikit puas, sangat mengantuk di siang hari maka pada hasil laporan subjektifitas menunjukkan bahwa kualitas tidur mereka baik. Hal ini memungkinkan dalam konteks study tentang tidur lansia bahwa penilaian subjektifitas berdasarkan laporan mereka lebih diterima dibandingkan dengan hasil pola tidur secara umum. Walaupun mengalami perubahan tidur sebagai konsekuensi proses penuaan terjadi secara bertahap sehingga lansia mempersepsikan kualitas tidurnya baik dan mereka tidak mengalami perubahan atau gangguan dalam tidur yang signifikan bagi dirinya.


(57)

Kondisi ini memungkinkan dimana kualitas tidur lansia yang baik dapat diindikasikan karena mereka dapat beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikososialnya (Potter and Perry, 2001).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oliveira, (2008) di Brazil yang melaporkan bahwa kualitas tidur yang dilaporkan secara subjektif oleh lansia baik atau cukup baik dikarenakan lansia tidak merasakan bahwa gangguan yang dialaminya berbahaya dan mereka mempersepsikan bahwa hal ini normal karena bagian dari proses penuaan seperti bangun terlalu pagi, mengalami gangguan tidur, dan merasakan nyeri Oliveira, (2010) dalam Khasanah, (2012).


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat didapat bahwa 68% dari responden memiliki total jam tidur 5-6 jam (Mean = 5.51, SD = 1.169), 92% dari responden memiliki waktu memulai tidur >30-60 menit (Mean = 50, SD = 25.129), 73% terbangun >3-4 kali (Mean = 3.08, SD = 0.989), 62% merasa sedikit mengantuk bangun di pagi hari, 49% merasa tidur tapi tidak nyenyak, 52% kepuasan tidur sedikit puas dan 48% merasa sangat mengantuk disiang hari. Kualitas tidur di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat menunjukkan bahwa 70% dari responden mengalami kualitas tidur yang baik dan sebanyak 30% dari responden mengalami kualitas tidur yang buruk.

2. Saran

Penelitian ini hanya dilakukan pada 20% dari populasi (315 orang) lansia di wilayah kerja Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat, untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ini sebaiknya pengambilan jumlah sampel yang lebih representatif dan mewakili dari populasi Kota Payakumbuh sehingga hasilnya lebih dapat digeneralisasikan. Penelitian ini hanya dilakukan pada


(59)

satu wilayah kerja Puskesmas sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk wilayah Kota Payakumbuh. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian pada wilayah yang lebih luas lagi.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. A (2006), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Arikunto, S. (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Medika.

Boedhi-Darmojo, R, & Martono, H. (1999). Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Buysse, D. et al. (1998). The pittsburh sleep quality indeks: A new instrument for psychiatric pactice and research. Psyciatric research. Ireland: Elsevier Scientific Publishers.

Craven, R. F & Hirnle, C. J (2000). Fundamental of Nursing: Human health and Function (3rd edition). Philadelphia: Lippincott.

Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

Evans, B & Rogers, A. E. (1994). 24-Hour Sleep/wake patterns in healthty elderly person. Applied Nursing Research, 7(2), 75-83.


(61)

Foreman, M. D. & Wykle, M. (1995). Nursing standard of practice protocol : Sleep disturbances in elderly patients. Geriatric nursing ; 16. Cleveland: Mosby Year book. Inc.

Guyton & Hall. (1997). Textbook of Medical Physiology (7th edition). Philadelphia: W. B. Saunders.

______________(2006). Textbook of Medical Physiology (eleventh edition). Philadelphia: W. B. Saunders.

Japardi, I. (2001). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dibuka pada tanggal 25 November 2012.

Karota-Bukit, E (2005). Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 9. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia.

Khasanah, K. (2012). Kualitas Tidur Lansia: Jurnal Nursing Studies Volume 1,

Nomor 1. Hal 189-196. Dibuka pada tanggal 12 Desember 2012

http://ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/jnursing

Kosasih, E. N, dkk. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lansia.

Kozier, B. & Erb, G. (1987). Fundamental of Nursing. California: Addison-Wesley Publishing Company.


(62)

Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic Nursing. Second edition. Philadelphia: Mosby, Inc.

Miller, C. A. (1995). Nursing care of older adults: Theory & practice. Philadelphia: J. B: Lippincott.

Narto, (2001). Pola Tidur Usia Dewasa dan Usia Lanjut. Dibuka pada tanggal 22 April 2012 dari

Nursalam, (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.

Potter, P. A & Perry, A. G. (2001). Fundamental of Nursing. (5th edition). St Louis: Mosby.

________________________(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Rossman. (1986). Clinical Geriatrics. (3rd edition). New York: J. B. Lippincott. Henry Holt and Company. LLC.

Stabb, A. S & Hodges, L. C. (1996). Essential of gerontological nursing: Adaptation to the aging process. Philadelphia: J. B. Lippincott.


(63)

Stanley, M & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi keempat. Jakarta: Salemba Medika.

Thorpy, M. J (1990). Handbook of Sleep Disorders. New York: Arcel Dekker, inc.

Uliyah. (2006). Mekanisme Fisiologi Tidur pada Manusia. Bandung: Tarsito.

Vitiello, M. V. & Prinz, P. N. Sleep and sleep disorders in normal aging in Thorpy, M. J. (1990). Handbook of sleep disorders. New York: Marcel Dekker, INC. White, L. (2003). Foundation of Nursing: Caring for the Whole Person. USA:


(64)

Lampiran 1

Pola Tidur pada Lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Oleh

Hasnelidawati (111121006)

Saya adalah mahasiswa S-1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan yang sedang melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang pola tidur pada lansia di Puskesmas Payolansek Kota Payakumbuh Sumatera Barat yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah skripsi.

Bapak/Ibu dapat berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dengan cara menjawab kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti selama 25 menit dan menyerahkan kuesioner pada peneliti jika selesai diisi. Saya mengharapkan jawaban Bapak/Ibu berikan sesuai dengan yang Bapak/Ibu alami tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Peneliti akan mendampingi Bapak/Ibu selama proses pengisian kuisioner. Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak/Ibu. Bapak/Ibu bebas untuk ikut menjadi responden ataupun menolak tanpa adanya sangsi apapun.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir ini.

Tanda tangan responden :

Tanggal :


(65)

Lampiran 2

KUISIONER PENELITIAN

POLA TIDUR PADA LANSIA DI PUSKESMAS PAYOLANSEK KOTA PAYAKUMBUH SUMATERA BARAT

Kode :

Tanggal/waktu :

Kuisioner Data Demografi

Petunjuk : Bapak/Ibu akan ditanyakan informasi tentang data pribadi

Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu sebenarnya 1. Apakah Bapak/Ibu saat ini dalam keadaan sehat?

1. Ya 2. Tidak

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4.. Suku : 1. Minang 3. Batak 2. Jawa

5. Agama : 1. Islam 3. Hindu 2. Kristen 4. Budha 4. Pendidikan : 1. Tidak sekolah

2. SD 3. SMP 4. SLTA


(66)

Lampiran 2 (lanjutan)

Kuesioner Kualitas Tidur Lansia

Petunjuk : Bapak/Ibu akan ditanyakan informasi tentang kualitas tidur yang menggambarkan kondisi tidur Bapak/Ibu yang sebenarnya tadi malam.

1. Berapa jumlah waktu Bapak/Ibu tidur malam hari?

1.˂ 5 jam 3. > 6-7 jam

2. 5-6 jam 4. > 7 jam

2. Berapa lamakah waktu yang Bapak/Ibu butuhkan untuk dapat tertidur malam hari?

1. > 60 menit 3. > 15-30 menit 2. > 30-60 menit 4. ˂ 15 menit

3. Berapa kali kah Bapak/Ibu terbangun selama tidur malam hari? 1. > 5 kali 3. > 1-2 kali

2. > 3-4 kali 4. Tidak ada 4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat bangun pagi hari?

1. Sangat mengantuk 3. Sedikit mengantuk

2. Mengantuk 4. Merasa segar dan bersemangat 5. Bagaimanakah kedalaman tidur Bapak/Ibu malam hari?

1. Sebentar terbangun 3. Tidur tapi tidak nyenyak 2. Tidur dan terbangun 4. Tidur sangat nyenyak 6. Apakah Bapak/Ibu merasa puas dengan tidur malam hari?

1. Tidak puas 3. Sedang

2. Sedikit puas 4. Sangat puas 7. Apakah Bapak/Ibu merasa mengantuk pada siang hari?

1. Sangat mengantuk 3. Sedikit mengantuk

2. Sedang 4. Tidak ada

8. Apakah Bapak/Ibu merasa kualitas tidurnya sudah baik?


(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

Lampiran 3

Statistics

Umur Jenis kelamin Suku Agama Pendidikan

N Valid 63 63 63 63 63

Missing 0 0 0 0 0

Mean 70.95 1.62 1.02 1.00 2.70

Std. Deviation 4.923 .490 .126 .000 1.116

Jenis kelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 24 38.1 38.1 38.1

Perempuan 39 61.9 61.9 100.0

Total 63 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Minang 62 98.4 98.4 98.4

Jawa 1 1.6 1.6 100.0

Total 63 100.0 100.0

Agama

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent


(73)

Lampiran 3 lanjutan

Pendidikan

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak sekolah 5 7.9 7.9 7.9

SD 30 47.6 47.6 55.6

SMP 13 20.6 20.6 76.2

SLTA 9 14.3 14.3 90.5

Perguruan Tinggi

6 9.5 9.5 100.0


(74)

Lampiran 3 Lanjutan

Statistics

Total jam tidur malam hari

Waktu untuk memulai

tidur

Frekuensi terbangun malam

Perasaan segar bangun

pagi

Kedalaman

tidur Kepuasan tidur Mengantuk disiang hari Kualitas tidur

N Valid 63 63 63 63 63 63 63 63

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 5.51 50 3.08 2.71 2.59 2.27 2.05 1.30

Std. Deviation 1.169 25.129 .989 .705 .663 .745 1.038 .463


(75)

Lampiran 3 lanjutan

Total jam tidur malam hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <5 jam 7 11.1 11.1 11.1

>5-6 jam 43 68.3 68.3 79.4

>6-7 jam 13 20.6 20.6 100.0

Total 63 100.0 100.0

Waktu untuk memulai tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >60 menit 5 7.9 7.9 7.9

>30-60 menit

58 92.1 92.1 100.0

Total 63 100.0 100.0

Frekuensi terbangun malam

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >5 kali 3 4.8 4.8 4.8

>3-4 kali 46 73.0 73.0 77.8

>1-2 kali 13 20.6 20.6 98.4

tidak ada 1 1.6 1.6 100.0


(76)

Lampiran 3 lanjutan

Perasaan segar bangun pagi

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat mengantuk 4 6.3 6.3 6.3

mengantuk 15 23.8 23.8 30.2

sedikit mengantuk 39 61.9 61.9 92.1

merasa segar dan bersemangat

5 7.9 7.9 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kedalaman tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sebentar terbangun 2 3.2 3.2 3.2

tidur dan terbangun 26 41.3 41.3 44.4

tidur tapi tidak nyenyak

31 49.2 49.2 93.7

tidur sangat nyenyak 4 6.3 6.3 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kepuasan tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak puas 8 12.7 12.7 12.7

sedikit puas 33 52.4 52.4 65.1

sedang 19 30.2 30.2 95.2

sangat puas 3 4.8 4.8 100.0

Total 63 100.0 100.0

Mengantuk disiang hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid sangat

mengantuk

30 47.6 47.6 47.6

sedang 2 3.2 3.2 50.8

sedikit mengantuk

29 46.0 46.0 96.8


(77)

Mengantuk disiang hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid sangat

mengantuk

30 47.6 47.6 47.6

sedang 2 3.2 3.2 50.8

sedikit mengantuk

29 46.0 46.0 96.8

tidak ada 2 3.2 3.2 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kualitas tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid iya 44 69.8 69.8 69.8

tidak 19 30.2 30.2 100.0


(78)

Lampiran 10

CURRICULUM VITAE

Nama : Hasnelidawati

Tempat/ Tanggal Lahir : Payakumbuh/ 17 Maret 1977

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Jln Tan Malaka no 43 Bunian Payakumbuh Riwayat Pendidikan :

1. SDN 03 Payakumbuh (1991) 2. SLTP Negeri 1 Payakumbuh (1993) 3. SMA Negeri 1 Payakumbuh (1996)

4. DIII Keperawatan Perintis Bukittinggi (2000)


(1)

Lampiran 3 lanjutan

Pendidikan

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak sekolah 5 7.9 7.9 7.9

SD 30 47.6 47.6 55.6

SMP 13 20.6 20.6 76.2

SLTA 9 14.3 14.3 90.5

Perguruan Tinggi

6 9.5 9.5 100.0


(2)

Lampiran 3 Lanjutan Statistics

Total jam tidur malam hari

Waktu untuk memulai

tidur

Frekuensi terbangun malam

Perasaan segar bangun

pagi

Kedalaman

tidur Kepuasan tidur Mengantuk disiang hari Kualitas tidur

N Valid 63 63 63 63 63 63 63 63

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 5.51 50 3.08 2.71 2.59 2.27 2.05 1.30

Std. Deviation 1.169 25.129 .989 .705 .663 .745 1.038 .463


(3)

Lampiran 3 lanjutan

Total jam tidur malam hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <5 jam 7 11.1 11.1 11.1

>5-6 jam 43 68.3 68.3 79.4

>6-7 jam 13 20.6 20.6 100.0

Total 63 100.0 100.0

Waktu untuk memulai tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >60 menit 5 7.9 7.9 7.9

>30-60 menit

58 92.1 92.1 100.0

Total 63 100.0 100.0

Frekuensi terbangun malam

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >5 kali 3 4.8 4.8 4.8

>3-4 kali 46 73.0 73.0 77.8

>1-2 kali 13 20.6 20.6 98.4

tidak ada 1 1.6 1.6 100.0


(4)

Lampiran 3 lanjutan

Perasaan segar bangun pagi

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat mengantuk 4 6.3 6.3 6.3

mengantuk 15 23.8 23.8 30.2

sedikit mengantuk 39 61.9 61.9 92.1

merasa segar dan bersemangat

5 7.9 7.9 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kedalaman tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sebentar terbangun 2 3.2 3.2 3.2

tidur dan terbangun 26 41.3 41.3 44.4

tidur tapi tidak nyenyak

31 49.2 49.2 93.7

tidur sangat nyenyak 4 6.3 6.3 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kepuasan tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak puas 8 12.7 12.7 12.7

sedikit puas 33 52.4 52.4 65.1

sedang 19 30.2 30.2 95.2

sangat puas 3 4.8 4.8 100.0

Total 63 100.0 100.0

Mengantuk disiang hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid sangat

mengantuk

30 47.6 47.6 47.6


(5)

Mengantuk disiang hari

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid sangat

mengantuk

30 47.6 47.6 47.6

sedang 2 3.2 3.2 50.8

sedikit mengantuk

29 46.0 46.0 96.8

tidak ada 2 3.2 3.2 100.0

Total 63 100.0 100.0

Kualitas tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid iya 44 69.8 69.8 69.8

tidak 19 30.2 30.2 100.0


(6)

Lampiran 10

CURRICULUM VITAE

Nama : Hasnelidawati

Tempat/ Tanggal Lahir : Payakumbuh/ 17 Maret 1977

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Jln Tan Malaka no 43 Bunian Payakumbuh Riwayat Pendidikan :

1. SDN 03 Payakumbuh (1991) 2. SLTP Negeri 1 Payakumbuh (1993) 3. SMA Negeri 1 Payakumbuh (1996)

4. DIII Keperawatan Perintis Bukittinggi (2000)