Latar Belakang Siti Bahirrah, drg

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma Crouzon merupakan kelainan bawaan pada janin didalam kandungan saat terjadi pembentukan organ-organ. Sindroma Crouzon tergolong kelompok sindrom yang jarang ditemukan dengan ciri utama craniosynostosis. Craniosynostosis adalah suatu kondisi di mana satu atau lebih dari sutura berserat pada kranium bayi menyatu dan mengeras sebelum waktunya, sehingga mengubah pola pertumbuhan kranium. Pada kasus sindroma Crouzon pembentukan organ-organ tidak berkembang dengan baik khususnya pada sutura kranium yang menutup sebelum waktunya, sehingga ketika lahir bentuk kepala menjadi tidak sempurna. Dr.Crouzon menggambarkan empat temuan fisik utama yang merupakan karakteristik dari sindroma Crouzon, antara lain: exorbitism, retro maxillisim, inframaxillism, dan paradoxic retrognathia. 1-3 2 Adapun manifestasi sindroma Crouzon yang dapat ditemukan dirongga mulut, antara lain: prognati mandibula, gigi berjejal pada maksila, maksila atresia, crossbite anterior dengan open bite posterior, lengkung rahang maksila berbentuk huruf V dan celah langit-langit. Sindroma Crouzon menjadi penyebab 4,8 dari total semua kasus craniosynostosis, dengan laporan kejadian 1:25.000 sampai 1:65.000 kelahiran dan merupakan sebuah gangguan autosomal yang dominan. Variasi patologis ini diyakini disebabkan oleh adanya mutasi gen petumbuhan Fibroblast Growth Factor Receptor 2 FGFR2 pada kromosom 10q26. 3 Perkembangan kelainan rahang dapat menyebabkan maloklusi dari gigi geligi, malrelasi rahang dan kelainan bentuk wajah. Maloklusi adalah ketidaksejajaran gigi atau hubungan yang tidak benar antara gigi dari dua lengkungan gigi. Individu dengan kelainan perkembangan rahang ini memiliki masalah ketidakpercayaan diri terhadap bentuk wajah mereka sehingga harus dilakukan korelasi melalui perawatan ortodonti dan pembedahan untuk perbaikan estetis. 1-3 1-4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penegakan diagnosa sindroma Crouzon dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan klinis, rongga mulut, fungsional dan analisa radiografi. Pada umumnya sebelum dilakukan perawatan anomaly ortodonti dengan pesawat ortodonti, terlebih dahulu dibutuhkan tindakan pembedahan. Perawatan pasien sindroma Crouzon memerlukan beberapa tahap. Tahap pertama melibatkan perawatan craniosynostosis dengan memperbaiki kelainan frontal-orbitalnya dalam arah sagital. Tahap berikutnya dilakukan rekonstruksi pada wajah dan seterusnya hingga mencapai tahap akhir rekonstruksi yang merupakan perawatan maloklusi gigi Klas III. 1-3 Banyaknya manifestasi sindroma Crouzon pada bidang kedokteran gigi khususnya bidang ortodonti, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat masalah gambaran klinis dan perawatan anomali ortodonti pada penderita sindroma Crouzon sebagai bahan penulisan skripsi. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan masukan dalam penegakan diagnosa dan rencana perawatan ortodonti penderita sindroma Crouzon. 1-3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 2 SINDROMA CROUZON

2.1. Pengertian