Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel

(1)

DESIGN OF VARIABLE RATE FERTILIZER APPLICATOR FRAME

Nugraha Adi Pratama and Wawan Hermawan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220 Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, email: nugie_ap@yahoo.com

ABSTRACT

Frame for variable rate fertilizer applicator has been developed in order to mount the unit with the transplanter. The purpose of this study is to design and analyze its performance in paddy fields. The design of the frame unit was carried out with Computer Aided Design Software based on data obtained through the formulation and refinement of the idea of design and analysis of strength of material. The main function of the frame is to support hopper unit which has 120 kg weight. Variable rate fertilizer applicator unit consisted of four fertilizer hoppers, each equipped with a variable metering device which powered by a DC electric motor. Once designed, then prototype was built and its performance was tested in the experimental paddy field of the Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. The results of functional test and field performance test showed the designed prototype was function properly and was able to support the load generated by four filled hoppers full of fertilizer (120 kg). Average sinkage on an empty hopper was 21.60 cm, while the average sinkage on filled hopper was 24.74 cm. The average slip for empty hopper was 16.3% while the average slip for filled hopper was 20.2%.


(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Penurunan produktivitas atau rendahnya produksi padi sawah di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan, belum tersedianya rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang didasarkan pada kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan tanaman serta tingginya kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen yang tidak efisien.

Penggunaan pupuk di tingkat petani terus meningkat seiring dengan meningkatnya luas panen, dosis serta jenis pupuk yang digunakan dalam upaya untuk meningkatkan produksi padi. Sampai saat ini pupuk belum digunakan secara rasional sesuai kebutuhan tanaman serta kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, kualitas air pengairan dan pengelolaannya oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan biaya, juga akan mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah dan pencemaran lingkungan, sedangkan pemberian pupuk yang terlalu sedikit tidak dapat memberikan tingkat produksi yang optimal.

Sampai saat ini pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah masih bersifat umum yaitu sekitar 100-150 kg TSP/ha/musim tanam, 100 kg KCl/ha/musim tanam dan 200 kg urea/ha/musim tanam. Penentuan rekomendasi tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan kandungan hara P dan K dalam tanah dan keperluan hara bagi tanaman padi, sehingga kurang efisien. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang adalah salah satu faktor kunci untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang perlu memperhatikan kadar hara di dalam tanah, jenis dan mutu pupuk, dan keadaan pedo-agroklimat, serta mempertimbangkan unsur hara yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berproduksi optimal. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan jika rekomendasi pemupukan berdasarkan pada hasil uji tanah dan analisis tanaman dengan menggunakan metodologi yang tepat dan teruji.

Untuk memudahkan pemberian pupuk pada padi sawah secara efektif dan efisien, dibutuhkan suatu alat yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Dengan menggunakan teknologi site specific variable rate applicator untuk pupuk yang merupakan bagian dari precission farming hal tersebut dapat dilakukan.

Unit pemupuk yang dibuat membutuhkan tenaga tarik untuk digunakan di lahan sawah. Untuk menarik unit pemupuk digunakan transplanter. Pemilihan transplanter sebagai tenaga tarik didasarkan pada konstruksi transplanter yang cocok dengan kebutuhan unit penebar pupuk yang dirancang. Unit penebar pupuk yang dirancang akan digunakan di lahan lumpur pada saat tanaman padi berumur 1 bulan, sehingga dibutuhkan ground clearance dan diameter roda yang sesuai dengan tinggi tanaman padi dari mesin penarik. Lebar roda yang ramping dan jarak antar roda pada transplanter cocok untuk melintasi lahan sawah yang telah ditanami padi tanpa roda tranplanter menjejaki dan merusak tanaman padi. Supaya unit pemupuk dapat digunakan dengan transplanter, unit penanam bibit pada transplanter digantikan dengan unit pemupuk. Perlu dilakukan pengujian kinerja dari transplanter yang dipasang unit pemupuk yang meliputi: kekuatan, mobilitas, dan efektifitas di lahan sawah.


(3)

2

1.2.

Tujuan Penelitian

a) mendesain rangka utama untuk pemupuk variable rate untuk budidaya padi agar dapat digandengkan dengan transplanter supaya dapat digunakan dengan bagian-bagian alat pemupuk variable rate lainnya yang telah dikembangkan oleh tim peneliti Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB,


(4)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pemupukan Tanaman Padi

Keberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian dan produktivitas tanah serta kualitas tanah melalui aktivitas mikroba tanah dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah dengan kandungan bahan organik rendah, akan berkurang daya sangganya terhadap segala aktivitas kimia, fisik, dan biologis tanahnya.

Menurut Mario et al. (2008) hara N merupakan hara penyusun asam-asam amino, asam-asam nukleat, nukleotida, dan khlorofil. Hara ini mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah anakan), menambah luas daun dan tajuk tanaman, jumlah gabah permalai dan kandungan protein gabah. Dengan demikian, hara N berpengaruh terhadap semua parameter yang berhubungan dengan hasil. Konsentrasi N pada daun sangat erat hubungannya dengan kecepatan proses fotosintesis dan produksi biomass. Pemberian hara N menyebabkan kebutuhan tanaman akan hara lainnya seperti P dan K meningkat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tanaman yang cepat. Unsur N diperlukan selama fase pertumbuhan tanaman, tetapi paling dibutuhkan pada awal sampai pertengahan fase anakan primordia bunga. Persediaan N yang cukup pada fase generatif diperlukan untuk memperlambat penuaan daun, mempertahankan fotosintesis selama pengisian gabah dan peningkatan protein gabah.

Kekurangan hara N pada tanaman padi paling mudah diketahui di lapang. Tanaman nampak kekuning-kuningan, pertumbuhan kerdil, tanaman kurus dan anakan sedikit. Sebagian daun tua, kadang-kadang seluruhnya, berwarna hijau pucat, dan terjadi klorosis di ujungnya. Pada tanaman yang mengalami kahat N yang parah, daun-daun mengering dan tanaman akhirnya mati. Kecuali daun muda yang lebih hijau, daun lainnya lebih sempit, pendek, kaku dan berwarna hijau kekuningan. Kekurangan hara N sering terjadi pada fase krisis, yaitu fase anakan dan primordia, saat tanaman membutuhkan banyak N.

Hara K dalam tanaman sangat mobile dan mempunyai fungsi esensial dalam pengaturan tekanan osmosis sel, aktivitas enzim, pH sel, keseimbangan kation-anion, pengaturan transpirasi pada stomata dan transpirasi asimilat hasil fotosintesis. Unsur K sebagai penguat dinding sel terlibat dalam lignifikasi sklerenkim-jaringan dengan sel-sel berdinding tebal. Kahat K menyebabkan terakumulasinya gula sederhana (gula labil dengan berat molekul rendah), asam amino dan amina yang merupakan sumber makanan yang cocok bagi patogen penyakit daun. Hara K berfungsi menambah luas daun dan kandungan klorofil daun dan memperlambat penuaan daun, sehingga dapat meningkatkan fotosintesis kanopi dan pertumbuhan tanaman. Peranan K bagi tanaman antara lain adalah memperbaiki daya toleransi terhadap kondisi iklim yang kurang menguntungkan, kerebahan, ketahanan terhadap hama dan penyakit. Peningkatan hasil karena pemupukan K baru terlihat jelas bila unsur lainnya seperti N dan P sudah mencukupi bagi tanaman (Mario et al. 2008)..

Menurut Mario et al. (2008) hara P merupakan penyusun esensial dari Adenosine Trifosfat (ATP), nukleotida, asam-asam nukleat dan fosfolipid. Fungsi utama hara ini adalah menyimpan dan memindahkan energi yang mengintegrasikan membran. Hara P yang banyak diserap pada awal pertumbuhan tanaman dapat dipindah-ulangkan dikemudian hari. Hara P diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan dan bersifat sangat mobile dalam jaringan tanaman. Hara ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan akar, anakan, pembungaan, dan pemasakan biji terutama bila temperatur udara rendah. Pupuk P sebaiknya sudah diberikan sebelum tanaman menunjukkan gejala kekurangan


(5)

4

hara P. Penambahan P sangat dibutuhkan bila perakaran belum tumbuh dengan baik dan suplai P secara alami tidak mencukupi.

Rauf et al. (2000) menyatakan waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman dan jenis pupuk yang akan menjamin untuk optimalnya penyerapan unsur pupuk tersebut oleh tanaman. Pemberian pupuk TSP / SP-36 umumnya diberikan bersamaan tanam, sedangkan Urea diberikan dua kali yaitu ½ dosis saat tanam (satu minggu setelah tanam) ½ dosis 35 hari setelah tanam (saat tanaman aktif). Untuk menjamin efektifnya penyerapan unsur hara dari pupuk KCL, maka pemberiannya disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman padi yaitu 1/3 dosis 1 minggu setelah tanam, 1/3 dosis 35 hari setelah tanam (saat anakan aktif) dan 1/3 dosis 55 hari setelah tanam saat primordia). Penggunaan pupuk dengan kombinasi Urea 200 Kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCL 150/ha dapat meningkatkan hasil padi 6,66 ton/ha, dengan efesiensi fisik cukup tinggi yaitu 10,8 kg gabah kering/kg.

2.2.

Precision Farming Syste

m

Di beberapa negara berkembang, sistem pertanian presisi (PFS) telah muncul sejak awal 1990-an dalam berbagai bentuk, tergantung pada pengetahuan dan teknologi yang tersedia pada Negara tersebut (Tran dan Nguyen 2004). PFS diimplementasikan dalam kombinasi dengan teknologi informasi dan mekanisasi pertanian. Teknologi informasi dan elektonik yang digunakan untuk mengumpulkan, memproses dan menganalisa multi-sumber data untuk pengambilan keputusan. Penurunan harga pertanian produk dalam beberapa tahun terakhir, ditambah dengan peningkatan biaya produksi, telah menyebabkan penerapan PFS disukai di banyak negara maju.

PFS didasarkan pada pengetahuan terhadap ruang dan waktu keberagaman dalam produksi tanaman. Variabilitas dicatat dalam manajemen pertanian dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko lingkungan. Sistem pertanian presisi in field, juga disebut sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi (SSCM).

Dalam sebuah studi PFS di negara maju, Segarra (2002) dalam Tran dan Nguyen (2004) menyoroti keuntungan dengan menerapkan FPS untuk petani, yaitu secara keseluruhan hasil meningkat, peningkatan efisiensi, mengurangi biaya produksi, peningkatan pengambilan keputusan dalam pengelolaan pertanian, mengurangi dampak lingkungan. Pemilihan tanaman yang tepat varietas, penerapan yang tepat jenis dan dosis pupuk, pestisida dan herbisida, dan irigasi sesuai kebutuhan tanaman optimal untuk pertumbuhan. Hal ini menyebabkan hasil pertanian meningkat.

Dalam pertanian konvensional, petani masih cenderung melakukan praktek yang sama untuk tanaman di seluruh lahan mereka. Perlakuan terhadap varietas tanaman, penyiapan lahan, pupuk, pestisida dan herbisida diterapkan secara seragam. Hal ini menyebabkan pertumbuhan optimum dari tanaman tidak tercapai dan juga tidak efisiennya penggunaan input dan tenaga kerja. Ketersediaan teknologi informasi sejak 1980-an memberikan petani alat-alat baru dan pendekatan untuk mengkarakterisasi sifat dan banyaknya variasi di lapangan, memungkinkan mereka untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang paling tepat untuk spesifik lokasi dan juga meningkatkan efisiensi input.

Selain mekanisasi, alat-alat lain dan peralatan digunakan dalam PFS di negara maju. GPS adalah sistem navigasi berdasarkan jaringan satelit yang membantu pengguna untuk merekam informasi posisi (lintang, bujur dan ketinggian) dengan akurasi antara 100 hingga 0.01 m (Lang, 1992). GPS memungkinkan petani untuk mencari posisi yang tepat fitur lapangan, seperti jenis tanah, terjadinya hama, invasi gulma, lubang air, batas dan penghalang. Di banyak negara maju, GPS umumnya digunakan sebagai navigator untuk memandu driver ke lokasi tertentu. GPS memberikan panduan yang tepat. Sistem ini memungkinkan petani untuk mengidentifikasi lokasi lapangan


(6)

5

sehingga input (bibit, pupuk, pestisida, herbisida dan air irigasi) dapat diterapkan ke lapangan, berdasarkan kriteria kinerja dan input aplikasi sebelumnya (Tran dan Nguyen 2004).

Penggunaan GIS dimulai pada 1960. Sistem ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur yang dirancang untuk mendukung penyusunan, penyimpanan, pengambilan dan analisis dari fitur atribut dan data lokasi untuk menghasilkan peta. GIS menghubungkan informasi di satu tempat sehingga dapat diekstrapolasi bila diperlukan. Komputerisasi peta pada GIS berbeda dari peta konvensional dan mengandung berbagai lapisan informasi (misalnya, peta survei tanah, curah hujan, tanaman, hara tanah tingkat dan hama). GIS membantu mengkonversi informasi digital ke bentuk yang dapat dikenali dan digunakan. Gambar digital dianalisis untuk menghasilkan informasi peta penggunaan lahan dan vegetasi. GIS semacam peta terkomputerisasi, namun peran sebenarnya adalah menggunakan statistik dan metode spasial untuk menganalisis karakter dan geografi. Database GIS pertanian dapat memberikan informasi tentang: topografi, jenis tanah, drainase permukaan, drainase bawah tanah, uji tanah, irigasi, tingkat aplikasi kimia dan hasil tanaman. Setelah dianalisis, informasi ini digunakan untuk memahami hubungan antara berbagai elemen yang mempengaruhi tanaman di situs tertentu (Trimble, 2005) diacu dalam (Tran dan Nguyen 2004).

Batte dan VanBuren (1999) diacu dalam Tran dan Nguyen (2004) menyatakan Variable-rate technology (VRT) yang otomatis dapat diterapkan untuk operasi pertanian yang luas. VRT system mengatur nilai pengiriman input pertanian tergantung pada jenis tanah dicatat dalam peta tanah. Informasi diekstrapolasi dari GIS dapat mengendalikan proses, seperti pembibitan, pupuk dan pestisida aplikasi, dan pemilihan herbisida dan aplikasinya pada tempat dan saat yang tepat.

2.3.

Applicator pupuk

Applicator pupuk untuk bahan kimia tepung terdiri dari tiga macam jenis yaitu drop type (gravity), rotary (centrifugal), dan air spreader (pneumatik). Mesin pemupuk drop type dapat digunakan untuk broadcast application maupun banded application. Gambar drop type applicator

dapat dilihat pada gambar 1. Applicator jenis ini biasanya terdiri dari beberapa hopper kecil. Bahan kimia dijatah dan dijatuhkan melalui selang dan disebarkan dengan diffuser. Beberapa applicator jenis ini dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan bahan kimia di dalam tanah.


(7)

6

Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung ditunjukkan pada Gambar 2. Fungsi utama dari applicator pupuk adalah metering (penjatah), distribution (penyalur), dan placament (penempatan).

Gambar 2. Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung

Salah satu bentuk dari metering device adalah tipe edge cell. Roda metering diletakkan pada bagian bawah hopper dan digerakkan oleh poros. Lebar rotor antara 6 mm sampai 32 mm digunakan untuk rate pemupukan yang berbeda. Untuk mengatur dosis yang yang dikeluarkan dilakukan dengan mengubah kecepatn putar rotor. Gambar edge cell vertical rotor device dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Edge cell vertical rotor device (Srivastava et al. 1993)

Alat penyebar (diffusor) dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu centrifugal, gravity, dan ram-air. Gravity diffusor adalah lempengan logam atau plastik yang dibentuk seperti huruf V terbalik yang dipasang di bagian bawah drop tube. Gravity diffusor menyebarkan bahan kimia dengan lebih teratur dibandingkan rotary spreader, sehingga lebih cocok digunakan untuk row-crop planter dan cultivator.

Placement device dibedakan menjadi device yang menempatkan di dalam tanah dan di permukaan tanah. Pada tanaman yang sudah tumbuh, bahan kimia diberikan sebagai top dressing dan tidak dimasukkan ke dalam tanah.

2.4.

Transplanter

Penanaman bibit secara manual pada lahan yang luas akan membutuhkan waktu yang lama dan banyak tenaga kerja. Hal ini dapat diperbaiki dengan penggunaan alat tanam padi secara mekanis. Menurut Sandra (1995), penanaman bibit dengan alat tanam lebih efisien dari segi waktu. Menurut Sakai (1978) dalam Pradina (1999), macam alat atau tipe alat tanam padi yang menggunakan motor sebagai alat penggerak ada dua macam, yaitu:

1. Walking type transplanter (alat tanam padi mekanis roda 2) 2. Riding type transplanter (alat tanam padi roda 4)


(8)

7

Alat tanam padi memiliki bagian-bagian antara lain:

1. Motor (engine). Motor menggunakan pendingin udara atau air, daya motor yang digunakan antara 2 – 8.5 hp tergantung pada jumlah garpu penanam.

2. Pengatur tenaga (power transmission). Berguna untuk menggerakkan alat tanam, garpu penanam, papan semaian, gigi, sabuk dan lainnya.

3. Roda (wheels). Alat tanam mekanis mempunyai 2 atau 4 roda untuk bergerak.

4. Pelampung (floats). Menjaga mekanisme penanaman agar hasilnya mempunyai kedalaman penanaman yang seragam.

5. Papan semaian (seeding stand). Tempat semaian yang diletakkan pada alat tanam, bergerak secara horizontal dan sesuai dengan kecepatan penanaman.

6. Garpu penanam (finger). Berfungsi menancapkan bibit ke lahan. Gerakan garpu penanam diperoleh dari putaran motor yang menggerakkan batang garpu.

2.5.

Sinkage

Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kemampuan lalu lintas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan.

Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura, 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15 – 20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah.

Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga akan semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Selain itu dinyatakan bahwa kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 cm – 42 cm.

Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar.

2.6.

Slip Roda

Menurut Sembiring et al. (1990) faktor lain yang menurunkan drawbar pull adalah slip. Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan menaikkan tenaga traktor. Besarnya slip dipengaruhi oleh beban roda penarik, landasan roda, dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dan perbedaan transmisi juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi yang dapat dicapai oleh traktor yang bekerja di lapang dalam mengolah tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring et al.,1990).

Menurut Sembiring pada tanah basah atau becek, slip dapat terjadi samapai 60% dan hanya menghasilkan tenaga sekitat 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran lahan oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kontak


(9)

8

permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan luas kontak permukaan roda, maka tarikan akan semakin baik.

2.7.

Lahan Sawah (Tanah Sawah)

Sifat fisik tanah sawah berubah banyak setelah mengalami pelumpuran. Menurut Koga (1992), pelumpuran adalalah proses tanah kehilangan struktur granular yang disebabkan air berlebihan atau pengolahan tanah berlebihan. Menurut Adachi (1992) dalam Agni (2001), di Jepang, tanah pada kedalaman 10-15cm dari permukaan dilumpurkan menggunakan garu atau bajak rotary. Menurut Koga (1992) keuntungan pelumpuran untuk lahan sawah adalah pengendali gulma, melembutkan tanah, penghematan air, menjaga kelembapan tanah, perataan tanah, dan mereduksi tanah. Sedangkan kerugian dari pelumpuran adalah menambah biaya, memerlukan banyak air saat pelumpurannya, memperlambat pembusukan bahan organic sehingga terjadi akumulasi racun orhanik, dan pada saat rotasi tanaman sukar mengubah tanah berlumpur menjadi struktur granular.

Menurut Sakai et al. (1998), pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) harus dihindarkan pada pertanian lahan kering karena dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Sebaliknya, pada pertanian lahan sawah, lapisan keras (kedap) sangat diperlukan karena mempunyai fungsi yaitu: (1) lapisan kedap dengan kekerasan tanah sebesar 7 kgf/cm2 pada ketebalan lapisan 10-15 cm mampu mendukung manusia, ternak dan mesin, (2) lapisan kedap juga akan mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam, sehingga kebutuhan air irigasi menjadi lebih kecil, serta (3) menghindari perkolasi berlebihan yang dapat menyebabkan hilangnya pupuk sehingga menurunkan hasil.

Menurut Tada dan Toyomitsu (1992) dalam Agni (2001) di Jepang terdapat empat metoda dan peralatan sederhana untuk mengukur daya dukung tanah, yaitu:

1. Cone penetrometer, dimana sudut kerucut 30o atau 60o dan alas kerucut seluas 3.2 cm2 atau 6.45 cm2.

2. SR-II soil resistance meter digunakan untuk mengukur sinkage resistance dan shear resistance. 3. Yamamata soil hardness meter merupakan penetrometer yang memiliki pegas di dalam

batangnya.

4. Vane shear test untuk mengukur tahanan geser tanah.

Di jepang daya dukung tanah yang diminta lebih besar dari 4 kgf/cm2 (0.4 MPa), yaitu rata-rata nilai cone index yang diukur setiap 5 cm dalam lapisan olah (0-15 cm) pada waktu panen (Tada dan Tomitsu, 1992). Daya dukung tanah sawah berubah-ubah sepanjang tahun. Nilai daya dukung tanah terbesar terjadi pada waktu periode non irigasi (Februari dan Januari) ketika tanah telah dibajak pada akhir musim gugur dan tanah dalam kondisi paling kering. Pada periode ini nilai cone index pada tanah di atas lapisan kedap lebih besar dari 4 kgf/cm2 dan di bawah lapisan kedap lebih besar dari 3 kgf/cm2.

Menurut Koga (1992) dalam Agni (2001), terdapat nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor, yaitu seperti yang disajikan pada Tabel 1.


(10)

9

Tabel 1. Nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor

Tipe Mesin Kesukaran Operasi Mesin

Bisa tetapi sulit untuk bekerja (kgf/cm2) Mudah untuk Bekerja (kgf/cm2)

Tractor with wheels 4.5-6.0 >6.0

Tractor with caterpillar 2.5-3.0 >3.0

Tractor with half wheels

2.0-2.5 >2.5

Combine with wheels 2.6-3.6 >3.6

Combine with half track

1.5-3.0 >3.6


(11)

10

III.

METODE PENELITIAN

3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Uji kinerja dilakukan di sawah percobaan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

3.2.

Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1.

Alat Penelitian

Alat-alat dan perlengkapan utama yang diperlukan untuk penelitian ini adalah peralatan perancangan dan pembuatan konstruksi mesin serta peralatan instrumen untuk pengujian kinerja lapangan (Tabel 2).

Tabel 2. Peralatan untuk perancangan dan pembuatan konstruksi dan pengujian rangka

Peralatan simulasi dan perancangan Komputer

Software Computer Aided Design

Timbangan

Load cell

Peralatan pembuatan prototipe Mesin las listrik

Mesin las LPG Mesin gerinda tangan Mesin gerinda duduk Mesin bor Tangan Mesin bor duduk Mesin bubut Penggaris Meteran Busur sudut Tang Obeng Kunci pas Kunci ring

Instrumen pengukuran uji fungsional dan uji kinerja lapangan

Meteran Stopwatch Penggaris 50 cm Timbangan 120 kg Penetrometer tipe SR-2


(12)

11

3.2.2.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bahan penelitian

Bahan pembuatan prototipe Baja karbon siku tebal 3 mm

Baja plat tebal 2.5 mm dan lebar 3.5 cm Baja hollow

baja poros

Bahan habis untuk pengujian lapangan Pupuk urea Pupuk KCL Pupuk TSP Bahan bakar bensin Oli mesin

3.3.

Tahapan Penelitian


(13)

12

Gambar 4. Bagan alir desain rangka penebar pupuk

3.3.1.

Identifikasi masalah

Pada tahap ini dikumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perancangan. Data lapangan yang dikumpulkan berupa:

a. Karakteristik budidaya padi di lokasi menyangkut metode pengolahan tanah, penanaman, pemupukan. Jenis dan karakteristik teknik dari tanah, benih padi dan pupuk yang digunakan.

b. Ketersedian sumber tenaga penggerak (kualitas dan kuantitas), karakteristik teknik dan kemampuan transplanter Yanmar RR55, serta kapasitas menumpu beban tarik dari transplanter Yanmar RR55.

c. Posisi dan karakteristik sistem penggandengan pada transplanter Yanmar RR55.

3.3.2.

Perumusan dan Penyempurnaan Ide

Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan yang ada kemudian mengumpulkan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi lapangan, sifat fisik dan mekanik tanah, karakteristik dari tanaman padi, bahan pupuk yang digunakan, karakteristik teknik dan kemampuan transplanter Yanmar RR55. Setelah dilakukan perumusan, pada tahap ini dihasilkan beberapa konsep rancangan fungsional maupun struktural dari rangka pemupuk yang potensial untuk dikembangkan dilengkapi


(14)

13

dengan gambar sketsa, prasyarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat di lapangan. Konsep yang akan digunakan merupakan inovasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tim TMBP selama ini.

Konsep-konsep perancangan yang diajukan merupakan alternatif dari beberapa bentuk rangka untuk menahan hopper pupuk dan menggandengkannya ke sistem penggandeng transplanter.

3.3.3.

Desain Fungsional

Fungsi utama dari unit yang dirancang adalah menggandeng unit pemupuk dengan transplanter yang telah dicopot unit penanamnya. Adapun penguraian fungsi utama menjadi sub-sub fungsi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema fungsi rangka unit penebar pupuk

Komponen yang digunakan pada rangka unit penebar pupuk dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tabel fungsi dari rangka unit penebar pupuk

No. Fungsi Sub Fungsi Komponen

1. Fungsi tempat dudukan hopper

pupuk

Menahan beban hopper yang diisi pupuk Baja siku Dudukan hopper Baja plat

2. Fungsi menggandeng rangka ke transplanter

Menyambungkan rangka dengan three point hitch

Baja poros

Menyambung titik gandeng rangka dengan transplanter

Three point hitch

Mengatur ketinggian Baja poros, hidrolik

3. Fungsi membawa pupuk Menempatkan pupuk hopper Menyalurkan pupuk ke metering device

3.3.4.

Desain Struktural

Desain mesin pemupuk variable rate untuk budidaya padi secara struktural dilakukan dengan memodifikasi implemen transplanter dengan mencopot bagian tersebut


(15)

14

dan menggantinya dengan unit pemupuk. Modifikasi implemen dan desain struktural dari rangka utama pemupuk seperti dijelaskan berikut ini.

Hopper. Wadah pupuk ini terbuat dari bahan akrilik dengan tebal 5 mm, akrilik

merupakan bahan yang kuat dan tahan karat. Desain hopper berdasarkan sudut curah pupuk yang akan digunakan agar pupuk dapat meluncur dengan baik. Pupuk yang akan digunakan yaitu urea, TSP, dan KCl dengan sudut curah 31o– 35o sehingga sudut kemiringan hopper dirancang sekitar 45o

Gambar 6. Dimensi dan ukuran hopper (Azis 2011)

Rangka alat. Rangka utama pemupuk dipasang di bagian belakang transplanter Yanmar RR55 dengan mencopot inplemen transplanter dan menggantinya dengan unit pemupuk. Pada bagian ujung depan rangka utama dihubungkan pada titik gandeng. Skema penempatan unit di transplanter disajikan pada gambar 7.

Gambar 7. Skema penempatan unit pada transplanter

Rangka utama direncanakan dibuat menggunakan besi siku dengan ukuran yang mampu menahan beban dari hopper pupuk dan isinya (dihitung). Rangka utama diharapkan mampu menopang seluruh beban unit pemupuk (hopper beserta isinya). Pada bagian rangka yang menopang hopper dibuat mekanisme untuk mengatur letak hopper. Desain awal rangka unit penebar pupuk disajikan pada Gambar 8.


(16)

15

Gambar 9. Rangka unit penebar pupuk

Tiga titik gandeng terdiri dari lowerlink dan top link. Lower link dihubungkan ke hidrolik transplanter untuk digunakan mengatur ketinggian implemen. Dimensi yang digunakan akan ditentukan dengan merancang berdasarkan posisi dan karakteristik dari sistem penggandengan pada transplanter Yanmar RR55. Analisis yang dilakukan adalah penentuan posisi dan berat maksimum transplanter Yanmar RR55.

Penentuan posisi dan berat maksimum transplanter Yanmar RR55 dilakukan dengan mengukur gaya vertikal ke bawah yang dihasilkan oleh roda depan Yanmar RR55 dan gaya vertikal ke bawah yang dihasilkan oleh roda belakang Yanmar RR55. Dengan mengetahui kedua gaya tersebut, dapat ditentukan centroid atau titik berat dari Yanmar RR55. Skema penentuan titik berat Yanmar RR55 disajikan pada Gambar 9.

Gambar 10. Skema penentuan titik berat Yanmar RR55

(1.1)

Di mana: Lr = jarak titik berat transplanter ke titik pusat roda belakang Lp = jarak titik berat transplanter ke titik pusat roda depan Ff = Gaya vertikal roda depan

Fr = Gaya vertikal di roda belakang

Setelah ditentukan titik berat dari transplanter Yanmar RR55 dapat ditentukan panjang lengan titik gandeng (L2) dan beban maksimum (W) yang dapat ditumpu oleh


(17)

16

transplanter melalui analisis keseimbangan momen di titik tumpu roda belakang. Skema penentuan bobot maksimum dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Skema penentuan bobot maksimum

(1.2)

Di mana: Lr = jarak titik berat transplanter ke titik gandeng Lp = panjang lengan titik gandeng

Wp = beban implement Wt = bobot transplanter

Rangka utama dibuat dengan ukuran 30 x 125 cm untuk memegang 4 unit variable rate granular fertilizer applicator dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan sela setiap dua unit hopper sebesar 3 cm. Rangka bagian bawah yang digunakan untuk menahan beban variable rate granular fertilizer applicator terbuat dari besi siku, dan pada bagian tengah rangka, ditarik dengan kawat baja untuk membagi dua beban, sehingga momen yang muncul akibat beban dapat diperkecil.

Gambar 11. Rangka wadah hopper

Bahan yang digunakan untuk rangka bawah yang menopang beban adalah baja karbon berbentuk siku, untuk menghitung momen yang terjadi digunakan persamaan :


(18)

17

(2.1)

Di mana :

a = nilai kekuatan lentur bahan yang diperbolehkan (kgf/mm2)

M = Momen yang terjadi pada tangkai (kgf mm) c = Titik tengah bahan (mm)

lm = Inersia bahan (mm4)

Bentuk momen yang terjadi pada rangka dapat digambarkan sebagai berikut,

Gambar 12. Momen rangka bawah

Sehingga ;

M = F1L1+F2L2 (2.2)

Setiap unit variable rate granular fertilizer applicator mampu menampung hingga 30 kgf ditambah dengan beban dari hopper 5 kgf, sehingga total F1 = 35 kgf, dan F2 = F1 , L1 =

450 mm dan L2 = 150 mm. dengan menggunakan persamaan (2.2), diperoleh M = 21000 kgf

mm.

Diasumsikan bagian dari rangka penebar pupuk yang paling kritis menumpu beban hopper adalah bagian depan dari dudukan hopper yang diberi tanda lingkaran merah pada Gambar 13.


(19)

18

Gambar 13. Skema momen rangka bawah

Bahan yang digunakan adalah baja karbon berbentuk siku sama kaki, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 14. Penampang baja siku

Sehingga :

(3.1)

(3.2)

(3.3)

(3.4) (3.5) (3.6)


(20)

19

Di mana :

a = dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris X (mm)

b = dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris Y (mm) t = tebal baja siku (mm)

Xs = jarak dari sisi kaki terluar baja siku (sisi kaki yang // sumbu geometris X) ke pusat berat penampang besi siku (mm)

Ys = jarak dari sisi kaki terluar baja siku (sisi kaki yang // sumbu geometris Y) ke pusat berat penampang besi siku (mm)

Baja siku yang digunakan adalah baja siku sama kaki, sehingga dapat diasumsikan a = b = L. Baja siku yang digunakan diasumsikan memiliki profil ketebalan t = 3/40L. Apabila ukuran L dari baja siku yang digunakan adalah 40 mm, maka dengan menggunakan persamaan diatas dapat dihitung momen inertia maksimum untuk bahan tersebut adalah 0.09 x 106 mm4.

Momen inersia tersebut dimasukkan ke dalam persamaan (2.1) dan diperoleh = 2.613 kgf/mm2. Momen tersebut lebih kecil dari kekuatan lentur yang diizinkan untuk baja karbon S30C sebesar 48 kgf/mm2, sehingga baja siku dengan ukuran L = 40 mm dipilih untuk rangka unit penebar pupuk.

Pengatur ketinggian berasal dari lower link dari tiga titik gandeng, yang dihubungkan dengan hidrolik traktor, perubahan ketinggian yang dapat dicapai ± 60 cm mengikuti disain tiga titik gandeng yang digunakan transplanter. Bahan pengatur ketinggian tebuat dari besi hollow dengan ketebalan 3 mm dan ukuran 4 x 4 cm.

3.3.5.

Pembuatan Prototipe

Pada tahap ini dilakukan pembuatan prototipe berdasarkan gambar kerja yang dibuat pada tahap sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan di bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

3.4.

Prosedur Pengujian

3.4.1.

Uji fungsional

Pada uji fungsional, rangka dipasangkan pada penggandeng dari transplanter. Dalam uji ini diperiksa:

1) Kemudahan dan ketepatan dalam pemasangan rangka ke bagian penggandeng transplanter

2) Kemudahan dan ketepatan ukuran dalam pemasangan hopper-hopper pupuk pada rangka 3) Kestabilan dudukan hopper pada rada rangka

4) Kelancaran gerak naik-turun melalui mekanisme hidrolik dari transplanter 5) Kesesuaian posisi rangka kepada permukaan tanah

3.4.2.

Uji kinerja

Pada uji kinerja, rangka dipasangkan pada penggandeng transplanter. Kemudian hopper dipasangkan pada masing-masing dudukan. Pengujian dilakukan dalam dua macam kondisi, yaitu hopper kosong dan hopper terisi penuh. Pada kondisi hopper terisi penuh, hopper diisi pupuk TSP masing-masing 30kg. Total berat pupuk yang ditampung seluruh hopper sebesar 120 kg.

Transplanter dengan unit penebar pupuk tersebut digerakkan pada lahan sawah yang sudah dilumpurkan. Tahanan penetrasi lahan diukur menggunakan transplanter sampai


(21)

20

kedalaman 30 cm. Petak sawah pengujian yang disiapkan berukuran 26 m x 23 m. Skema petak sawah pengujian dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Skema petak sawah pengujian

Transplanter di-set atau dijalankan dalam kecepatan “Low”. Dalam pengujian diukur:

1) Kedalaman ketenggelaman roda (sinkage) 2) Keceptan maju

3) Slip roda penggerak

Kedalaman ketenggelaman roda (sinkage). Ketenggelaman roda dalam lahan diukur untuk mengetahui pengaruh pemasangan unit pemupuk pada aplikasi tranplanter di lahan. Pengujian dilakukan di lahan sawah dalam dua kondisi, yaitu pada saat transplanter dipasang unit pemupuk dan transplanter tanpa unit pemupuk. Masing-masing kondisi dilakukan lima kali pengambilan data. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah. Untuk mengukurnya digunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jari-jari roda belakang transplanter (lihat Gambar 16). Pembacaan ukuran tersebut dilakukan langsung pada saat transplanter melintas di lumpur saat pengujian kinerja.


(22)

21

Gambar 16. Skema pengukuran tingkat ketenggelaman roda

Slip Roda Penggerak. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan untuk masing-masing kondisi.

Slip roda penggerak dihitung dengan menggunakan rumus:

%

100

1

0

x

S

S

Slip

t (4.1) dimana:

St = jarak tempuh 5 kali putaran roda aktual

S0 = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda (5 x πdroda)

Kecepatan maju. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh transplanter sejauh 20 m. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali pengulangan untuk masing-masing kondisi.

Kecepatan maju dihitung dengan menggunakan rumus:

t

S

v

(4.2) dimana:

v = kecepatan maju (m/s) S = 20 m


(23)

22

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter

Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya. Pengukuran bobot implement dilakukan dengan menggantung implement dengan hidrolik dari traktor roda 4 dan diukur regangan yang terjadi dengan handy strain meter. Foto pengukuran disajikan pada Gambar 17. Pada pengukuran ini diperoleh angka 56

µ

s.

Gambar 17. Contoh pengukuran bobot transplanter

Sebagai perbandingan, dilakukan pengukuran regangan untuk pemberat traktor dengan massa 20 kg dengan handy strain meter. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh angka 9µs untuk pemberat traktor dengan berat 20 kg. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan 20 kg sama dengan 9µs, sehingga 56µs setara dengan 124.44 kg. Dengan demikian, berat kosong implement asli transplanter adalah 124.44kg.

Pengukuran titik berat transplanter dilakukan dengan mengukur gaya berat vertikal ke bawah yang dihasilkan roda depan (Ff) dan gaya berat vertikal ke bawah yang dihasilkan roda belakang (Fr) Yanmar R55. Dari hasil pengukuran diperoleh bobot di roda belakang (Fr) sebesar 88 kg dan bobot di roda depan (Ff) sebesar 255. Jarak poros antara roda belakang dan roda depan Yanmar RR55 adalah 101 cm. Dengan perbandingan diperoleh titik berat Yanmar RR55 terletak pada 75. 08 cm di poros roda belakang. Panjang penggandeng asli dari Yanmar RR55 adalah 60 cm. Dari hasil perhitungan dengan persamaan (1.2) diperoleh beban maksimum (W) yang dapat ditumpu oleh transplanter dengan menggunakan panjang penggandeng 60 cm pada bidang datar adalah 515.10 kg.


(24)

23

4.2.

Konstruksi Prototipe Hasil Rancangan

Pembuatan prototipe rangka pemupuk dimulai dari pembuatan gambar teknik dengan bantuan komputer (software Computer Aided Design/CAD). Pada saat pembuatan prototipe di bengkel, perlu dilakukan modifikasi dari gambar hasil rancangan untuk memudahkan pengerjaan dan mengoptimalkan fungsional masing-masing bagian. Prototipe hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Prototipe rangka pemupuk

Rangka utama dibuat dengan modifikasi penambahan dimensi untuk mengantisipasi ukuran hopper yang berbeda-beda. Pada rancangan awal rangka utama penahan beban hopper didesain dengan kemiringan mengikuti sudut kemiringan hopper. Pada prototipe rangka utama dibuat sejajar untuk memudahkan pembuatan yaitu pada saat pengelasan. Baja siku yang digunakan sesuai dengan perhitungan pada persamaan (5) menggunakan ukuran 4 x 4 cm dengan tebal 3 mm. Prototipe hasil rancangan ini memiliki massa sebesar 12 kg.

Bagian rangka gantung yang menjadi salah satu bagian rangka utama pada prototipe juga mengalami modifikasi yaitu penambahan plat besi yang menyambungkan kedua rangka gantung. Hal ini dilakukan agar rangka gantung lebih stabil dan tidak goyang pada saat pengujian di lapang. Penambahan plat besi ini juga dilakukan untuk membagi beban yang dialami rangka gantung.

Rangka gantung juga ditambahkan dimensinya sebesar masing-masing 2cm dan 1 cm untuk panjang dan lebarnya. Hal ini disebabkan ukuran masing-masing hopper berbeda-beda berkisar antara 30 hingga 32 cm.

Pada desain awal direncanakan untuk menggunakan kawat besi untuk membagi beban rangka utama. Pada prototipe hal ini tidak dilakukan karena tanpa menggunakan besi kawat, prototipe rangka sudah mampu untuk menahan beban dari keempat hopper yang diisi penuh dengan pupuk.

Tiga titik gandeng hasil rancangan dibuat dengan ukuran yang sama dengan tiga titik gandeng asli dari Yanmar RR55 dengan penyederhanaan pada beberapa bagian yang tidak digunakan pada unit pemupuk. Hal ini didasari dari hasil perhitungan dari titik berat transplanter dengan panjang titik gandeng 60 cm, beban maksimum yang dapat ditumpu oleh transplanter sebesar 319.96 kg. Bobot masing-masing hopper 3 kg. Masing-masing hopper mampu menampung 30 kg pupuk. Bobot rangka utama sebesar12 kg sehingga tiga titik gandeng harus mampu menahan beban minimal 150 kg. Beban tersebut masih jauh di bawah kemampuan tumpu tiga titik gandeng dengan panjang 60 cm.

Pemilihan ukuran titik gandeng yang mengikuti desain titik gandeng asli juga berdasarkan pada konstruksi roda belakang Yanmar RR55. Dengan mengurangi panjang titik gandeng, beban


(25)

24

implemen yang mampu ditumpu akan lebih besar. Akan tetapi dengan titik gandeng yang lebih pendek dikhawatirkan rangka utama akan tersangkut roda belakang Yanmar RR55.

Pengatur ketinggian dibuat mengikuti disain pengatur ketinggian asli Yanmar RR55. Bahan pengatur ketinggian tebuat dari baja plat dengan ketebalan 5 mm. Bahan tersebut dipilih karena paling mendekati bahan pengatur ketinggian asli.

4.3.

Hasil Uji Fungsional

Pengujian fungsional dilakukan dengan memasang rangka prototipe pada transplanter dan memasang semua hopper yang terisi pupuk penuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, rangka prototipe dapat terpasang dengan baik pada titik gandeng transplanter dan seluruh unit hopper dapat terpasang dengan baik pada rangka. Rangka protipe mampu menahan seluruh beban dari hopper yang terisi penuh tanpa mengalami deformasi.

Pengujian selanjutnya adalah mengangkat rangka dengan tenaga hidrolik dari transplanter. Fungsi dari three point hitch dari rangka berfungsi dengan baik karena rangka prototipe dapat dirubah ketinggiannya dengan bebas. Kegiatan pengujian fungsional rangka prototipe dapat dilihat pada Gambar 19.


(26)

25

4.4.

Kondisi Tanah

Pengujian dilakukan pada satu petak lahan basah berukuran 26 m x 23 m. Kondisi lahan pengujian dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Kondisi lahan pengujian

Daya dukung tanah dapat dilihat dari nilai cone index yang menunjukkan tahanan penetrasi dari lapisan-lapisan tanah. Pengukuran cone index diukur pada 5 titik yang tersebar di lahan pengujian dari kedalaman 0 cm sampai dengan 30 cm. Hal ini dilakukan karena pada kedalaman tanah lebih dari 30 cm, penetrometer sudah tidak bisa menembus lapisan tanah. Sehingga dapat disimpulkan lapisan hardpan pada lahan sawah tersebut berada pada kedalaman 30 cm. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah

-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0

-100 0 100 200 300 400 500 600 700

Ked a la m a n T a n a h (c m )


(27)

26

Berdasarkan hasil pengukuran kondisi tanah ini, dapat diperkirakan roda transplanter akan bekerja pada kedalaman tanah antara 20 cm hingga 30 cm karena pada kedalaman tanah tersebut tahanan penetrasi tanah sebesar 400 kPa hingga 600 kPa. Menurut Koga (1992) dalam Agni (2001) terdapat nilai indeks kerucut kritis agar traktor dengan roda dapat beroperasi dengan baik, yaitu lebih dari 6 kgf/cm2 (588.4 kPa) dan dapat beroperasi tetapi sulit bekerja pada 4.5-6 kgf/cm2 (441.3-588.4 kPa). Hasil pengukuran tahanan penetrasi menunjukkan kondisi tanah lahan pengujian secara rata-rata termasuk dalam kondisi tanah untuk traktor dengan roda dapat beroperasi tetapi sulit untuk bekerja. Dari grafik hasil pengukuran tanah dapat diperkirakan sinkage yang akan terjadi berkisar anatara 25 cm hingga 30 cm. Jika sinkage yang terjadi berkisar 25 cm hingga 30 cm, kinerja transplanter dengan rangka unit penebar pupuk dapat dikatakan efektif karena pada kedalaman tanah tersebut nilai cone index kritis tanah menunjukkan pada kedalaman tersebut traktor dengan roda dapat beroperasi.

4.5.

Hasil Uji Kinerja

Pengujian dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu rangka dengan hopper kosong dan rang dengan hopper terisi penuh. Pada kondisi hopper terisi penuh, berat pupuk yang ditampung oleh keempat hopper sebesar 120 kg. Foto pengujian kinerja lapang dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Contoh pengujian kinerja lapangan .

Dari data hasil pengujian menunjukkan rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar 21.60 cm sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar 24.74 cm. Beban yang jauh lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah. Rata-rata sinkage pada saat hopper terisi lebih efektif daripada saat hopper kosong, hal ini disebabkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi bekerja pada kedalaman tanah dengan nilai cone index agar traktor roda dapat beroperasi dengan baik.

Rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3 % sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%. Pada saat hopper terisi penuh, beban horizontal yang dihasilkan oleh rangka lebih besar, sehingga roda belakang transplanter lebih tenggelam. Performansi roda transplanter ditentukan berdasarkan besarnya slip, ketenggelaman roda dan kecepatan pengolahan. Slip yang terjadi pada saat pengolahan tanah akan menentukan besarnya ketenggelaman roda. Ketenggelaman roda akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya slip roda. Hal ini terjadi


(28)

27

karena roda cenderung untuk berputar di tempat sehingga roda akan terus menerus menggerus tanah dan akan menyebabkan semakin besarnya tahanan gelinding roda.

Rata-rata kecepatan maju pada saat hopper kosong adalah 0.40 m/s sedangkan rata-rata kecepatan maju pada saat hopper terisi sebesar 0.43 m/s. Dengan bertambahnya beban, traksi roda belakang meningkat. Meningkatnya traksi pada roda belakang mengakibatkan gaya gesek roda belakang dengan tanah lebih besar sehingga roda belakang lebih mencengkeram tanah yang mengakibatkan kecepatan maju pada saat hopper terisi penuh lebih cepat dibandingkan pada saat hopper kosong. Dengan meningkatnya kecepatan maju, waktu pengolahan akan lebih singkat. Kinerja transplanter yang digandengkan dengan rangka unit penebar pupuk lebih efisien pada saat hopper pupuk terisi.

Permasalahan yang terjadi pada rangka prototipe hasil rancangan antara lain:

1. Rangka atas tampak sedikit miring karena menumpu beban hopper yang terisi penuh dalam waktu yang lama (Gambar 23).

Gambar 23. Kondisi rangka setelah pengujian

Hal tersebut disebabkan pada saat posisi rangka utama miring karena beban dari hopper, rangka atas yang pada saat rangka utama sejajar tidak terkena beban, akan terkena beban (W1) seperti diperlihatkan pada Gambar 24.


(29)

28

Hal ini dapat diatasi dengan memperkuat bagian rangka atas dan rangka utama dengan menambah besi siku yang menghubungkan rangka atas dengan rangka utama untuk mengurangi beban yang diterima rangka atas. Gambar saran modifikasi dilampirkan pada Lampiran 9.

2. Pada saat transplanter naik dari lahan pengujian dengan hopper terisi penuh, transplanter sempat terguling karena tempat keluar masuk dari lahan terlalu curam. Hal ini terjadi karena terjadi pergeseran titik berat ke bagian belakang transplanter karena kemiringan lahan. Hal ini harus diatasi dengan membuat jalan keluar masuk ke lahan yang lebih landai.

4.6.

Analisis Kesetimbangan Transplanter pada Lahan Miring

Pada saat transplanter dimiringkan skema gaya yang terjadi dapat digambarkan menjadi:

Gambar 25. Skema gaya saat transplanter dimiringkan

Dari skema tersebut dapat dihitung:

(5.1)

Gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan dapat digambarkan sebagai berikut.


(30)

29

Gambar 26. Skema gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan

Dengan skema tersebut diperoleh persamaan:

(5.2)

dimana:

x1 : jarak dari poros roda belakang ke Wt (horizontal)

F2 : gaya reaksi (bobot) di roda depan saat miring αo

x3 : jarak horizontal poros roda (belakang-depan) saat transplanter miring αo

Rr : jari-jari roda belakang


(31)

30

Dari hasil pengukuran diperoleh: x1 = 95 cm, F2 = 154 kg, x3 = 101 cm, Rr= 42 cm, dan α = 9.7o.

dengan menggunakan persamaan (5.2) diperoleh h = 103.6 cm. Berarti central of gravity dari transplanter terletak di ketinggian 103.6 cm dari permukaan tanah.

Dengan mengetahui letak central of gravity dari transplanter dapat dihitung sudut kemiringan agar transplanter tidak terguling pada saat dipasangkan rangka penebar pupuk beserta hopper dan isinya. Skema dari perhitungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 27. Skema perhitungan momen transplanter pada bidang miring

Agar transplanter tidak terguling, momen di titik O tidak boleh kurang dari sama dengan 0.

0

)

cos

sin

.

.

(

)

sin

cos

(

7

7

8

X

W

t

X

W

t

R

f

R

W

p

X

W

p

Mo

(5.3)

dengan: f = tahanan gelinding roda × berat total R = jari-jari roda belakang

Wt = bobot transplanter

Wp = bobot rangka penebar pupuk

Tahanan gelinding traktor roda empat di tanah berat yang lunak dan basah adalah 0.30-0.40 (Quast GJ, 1979). Karena transplanter diposisikan pada bidang miring, akan terjadi gaya karena kemiringan dari berat transplanter dan rangka pemupuk beserta hopper. Momen gaya tersebut dihitung dengan asumsi jari-jari momen dari gaya miring tersebut sama dengan letak central of gravity dari transplanter yaitu 103.6 cm dari permukaan tanah. Dengan hasil perhitungan yang disajikan pada lampiran 10 diperoleh sudut kemiringan yang aman untuk transplanter adalah 23o. Pada sudut kemiringan lahan lebih dari 23o, resultan momen yang bekerja pada tranplanter kurang dari 0 sehingga dapat dipastikan transplanter akan terguling.

Untuk mengatasi hal tersebut, bagian depan transplanter sebaiknya diberi beban tambahan untuk mengimbangi beban dari rangka dan hopper. Supaya transplanter dengan rangka penebar pupuk dapat keluar masuk dari dan ke lahan sawah dengan mudah, transplanter tersebut sebaiknya dapat digunakan pada lahan dengan kemiringan minimal 30o. Dengan menambah 60 kg beban pada bagian depan transplanter, transplanter dengan rangka penebar pupuk dapat dioperasikan pada lahan dengan kemiringan hingga 30o.


(32)

31

Perhitungan perbedaan ketinggian antar roda agar transplanter tidak terguling ke samping dapat dilakukan setelah mengetahui letak ketinggian central of gravity transplanter dari persamaan (5.2). Skema gaya yang terjadi pada trasplanter di bidang datar dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 28. Skema gaya transplanter pada bidang datar

Dari pengukuran diperoleh l1 = l2 yaitu 46 cm, h dihitung dari persamaan (5.2) diperoleh

103.6 cm. Jika transplanter dimiringkan seperti Gambar (30), transplanter akan terguling ke samping jika l3 (jari-jari momen dari berat transplanter) lebih besar dari l2 (jarak titik berat ke roda belakang).

Gambar 29. Skema gaya transplanter pada bidang miring

Sehingga sudut kemiringan yang aman dapat dihitung dengan menghitung pada sudut berapa l3 akan lebih besar dari l2. l3 dapat dihitung dengan persamaan:

(5.4)

Dari tabel perhitungan yang disajikan di Lampiran 11 diperoleh sudut kemiringan yang aman sebesar 23o. Pada sudut kemiringan lebih dari 23o, l3 akan lebih besar dari 46 cm sehingga transplanter


(33)

32

akan terguling ke samping. Perbedaan ketinggian yang aman antar roda belakang dapat dihitung dengan mengalikan jarak antar roda belakang (92 cm) dengan sin(23o), diperoleh 37.5 cm. Sehingga transplanter akan aman digunakan pada lahan dengan perbedaan ketinggian hingga 37.5 cm.


(34)

33

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

1. Hasil pengujian fungsional menunjukkan prototipe rangka pemupuk hasil rancangan dapat berfungsi dengan baik dan mampu menumpu beban yang dihasilkan oleh empat buah hopper yang terisi pupuk penuh (120 kg).

2. Rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar 21.60 cm, sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar 24.74 cm. Beban yang jauh lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah dan menghasilkan traksi yang lebih besar dibandingkan pada saat hopper kosong.

3. Hasil pengujian kinerja prototipe rangka pemupuk hasil rancangan menunjukkan pada saat hopper terisi penuh menunjukkan rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3% sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%.

5.2.

Saran

Perlu penambahan besi yang menghubungkan rangka atas dan rangka utama agar beban yang diterima rangka atas lebih sedikit. Transplanter yang digandengkan dengan rangka penebar pupuk ini dapat dioperasikan pada lahan dengan kemiringan hingga 23o. Perlu ditambahkan beban tambahan seberat 60 kg pada bagian depan transplanter agar transplanter yang digandengkan dengan rangka penebar pupuk dapat dioperasikan pada lahan dengan kemiringan 30o. Sebaiknya transplanter dengan rangka penebar pupuk digunakan pada lahan dengan perbedaan kerataan tanah hingga 37.5 cm.


(35)

RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK

BUTIRAN LAJU VARIABEL

SKRIPSI

NUGRAHA ADI PRATAMA

F14070037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(36)

34

DAFTAR PUSTAKA

Adachi K. 1992. Effect of puddling on rice soil physics: softness of puddle soil and percolation in soil engineering for paddy field management. Di dalam Proceeding of the International Workshop Held at Asian Institute of Technology. January 28th-30th, 1992. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand.

Agni, Bayu. 2001. Pengaruh Pemadatan di Bawah Lapisan Olah Tanah Sawah Terhadap Performansi

Rice Transplanter. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Aimrun W, Amin MSM, and Nouri H. 2010. Paddy field zone characterization using apparent electrical conductivity for rice precision farming. http://scialert.net/qredirect.php?doi=ijar.2011.10.28&linkid=pdf. [14 Februari 2010]

Aziz A. 2011. Disain dan Pengujian Metering Device Untuk Unit Pemupuk Butiran Laju Variabel

(Variable Rate Granular Fertilizer Applicator)[tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, IPB. Gina A. 2006. Desain Roda Besi Bersirip Gerak dengan Mekanisme Sirip Berpegas untuk Lahan

Sawah di Cianjur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Jahanshiri E. 2006. GIS-based sampling methods for precision farming of rice. http://psasir.upm.edu.my/612/2/600447_fk_2006_81_abstrak_je__dh_pdf_.pdf. [14Februari 2011]

Koga K. 1992. Introduction to Paddy Field Engineering. Irrigation Engineering and Management Program, Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand.

Lang L. 1992. GPS+GIS+remote sensing: An overview. Earth Observation Mag., April: 23-26. Mandang T, Nishimura I. 1991. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. JICA-DGHE/IPB

PROJECT/ADAET : JTA-9a(132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, IPB.

Mario MD, Zubair A, Ahmad A, Febrianti T, Indah FS, Pakaya R. 2008. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo.

Pradina TY. 1999. Pengaruh Cara Pembuatan Lapisan Kedap (Hard Pan) Terhadap Performansi Alat Tanam Padi Mekanis (Rice Transplanter). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Quast GJ. 1979. Konstruksi dan applikasi TRAKTOR. Departemen Mekanisasi Pertanian,

FATEMETA, IPB, Bogor.

Rauf AW, Syamsuddin T, Sihombing SR. 2000. Peranan pupuk NPK pada tanaman padi. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/ppua0160.pdf. [15 Maret 2012]

Segarra E. 2002. Precision agriculture initiative for Texas high plains. Annual Comprehensive Report. Lubbock, Texas, Texas A&M University Research and Extension Center.

Sembiring EN, Suastawa I dan Desrial. 1990. Sumber Tenaga Tarik di Bidang Pertanian. JICA/DGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a(132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, IPB.

Shibusawa S. 2002. Precision farming approaches to small-farm agriculture. http://www.agnet.org/library/tb/160/. [14 Februari 2011]

Srivastava AK, Goering CE, and Rohrbach RP.1993. Engineering Principles of Agricultural Machines. Michigan : American Society of Agricultural Engineers.

Sudianto, Dian. 2000. Perancangan dan Pengukuran Kemampuan Traksi Roda Bersirip Gerak dengan Sirip Berpegas dan Sirip Karet. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Tada A, Toyomitsu Y. 1992. Bearing capacity in paddy fields especially for harvest. Di dalam

Proceeding of the International Workshop Held at Asian Institute of Technology. January 28th-30th, 1992. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand.


(37)

35

Tran DV, Nguyen NV. 2004. The concept and implementation of precision farming and rice integrated crop management systems for sustainable production in the twenty-first century. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/010/a0869t/a0869t04.pdf. [14 Februari 2011].

Triratanasirichai, K. 1991. Study on the cage wheel for a small power tiller. Niigata University, Dissertation.


(38)

RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK

BUTIRAN LAJU VARIABEL

SKRIPSI

NUGRAHA ADI PRATAMA

F14070037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(39)

DESIGN OF VARIABLE RATE FERTILIZER APPLICATOR FRAME

Nugraha Adi Pratama and Wawan Hermawan

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220 Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, email: nugie_ap@yahoo.com

ABSTRACT

Frame for variable rate fertilizer applicator has been developed in order to mount the unit with the transplanter. The purpose of this study is to design and analyze its performance in paddy fields. The design of the frame unit was carried out with Computer Aided Design Software based on data obtained through the formulation and refinement of the idea of design and analysis of strength of material. The main function of the frame is to support hopper unit which has 120 kg weight. Variable rate fertilizer applicator unit consisted of four fertilizer hoppers, each equipped with a variable metering device which powered by a DC electric motor. Once designed, then prototype was built and its performance was tested in the experimental paddy field of the Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. The results of functional test and field performance test showed the designed prototype was function properly and was able to support the load generated by four filled hoppers full of fertilizer (120 kg). Average sinkage on an empty hopper was 21.60 cm, while the average sinkage on filled hopper was 24.74 cm. The average slip for empty hopper was 16.3% while the average slip for filled hopper was 20.2%.


(40)

NUGRAHA ADI PRATAMA. F14070037. Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan. 2011.

RINGKASAN

Untuk memudahkan pemberian pupuk pada padi sawah secara baik dan efisien, dibutuhkan suatu alat yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Untuk itu bisa menggunakan teknologi site specific variable rate applicator untuk pupuk yang merupakan bagian dari precission farming. Dalam beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan mesin pemupuk laju variable untuk tanaman padi, namun diperlukan unit rangka untuk memasangkan dan menggandengkannya dengan tenaga tariknya yaitu transplanter.

Tujuan penelitian ini adalah mendesain rangka utama untuk pemupuk variable rate untuk budidaya padi agar dapat digandengkan dengan transplanter, dan menganalisis kinerjanya di lahan sawah.

Rancang bangun rangka unit penebar pupuk dilakukan dengan bantuan Software Computer Aided Design berdasarkan data-data yang diperoleh melalui perumusan dan penyempurnaan ide rancangan dan analisis dari kekuatan bahannya. Fungsi utama dari unit yang dirancang adalah menggandeng unit pemupuk dengan transplanter yang telah dilepas unit penanamnya. Unit pemupuk terdiri dari empat buah hopper pupuk yang masing-masing dilengkapi dengan penjatah pupuk variable tipe rotor yang diputar oleh motor listrik. Setelah dirancang, kemudian dibuat prototipenya dan diuji coba kinerjanya di lahan sawah percobaan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Rangka yang dirancang terdiri dari rangka utama, rangka gantung dan titik gandeng. Rangka utama dibuat dari besi siku dengan ukuran 4 x 4 cm dengan tebal 3 mm. Bagian rangka gantung sebagai penahan hopper pupuk dibuat dari besi plat dengan lebar 3.5 cm dan tebal 2.5 mm. Rangka penggandeng hasil rancangan dibuat dengan ukuran yang sama dengan rangka penggandeng asli dari transplanter Yanmar RR55 dengan penyederhanaan pada beberapa bagian yang tidak digunakan pada unit pemupuk. Hal ini didasari dari hasil perhitungan dari titik berat transplanter dengan panjang titik gandeng 60 cm, beban maksimum yang dapat ditumpu oleh transplanter sebesar 319.96 kg. Berat masing-masing hopper 3 kg. Masing-masing hopper mampu menampung 30 kg pupuk. Berat rangka utama sebesar12 kg sehingga tiga titik gandeng harus mampu menahan beban minimal 150 kg. Beban tersebut masih jauh dibawah kemampuan tumpu tiga titik gandeng dengan panjang 60 cm.

Pengujian kinerja di lahan sawah meliputi pengukuran kedalaman ketenggelaman roda (sinkage) transplanter, kecepatan maju dan slip roda penggerak. Dalam pengujian rangka di sawah, rangka dipasangkan pada transplanter, kemudian empat unit hopper pupuk dipasangkan ke rangka. Pengujian kinerja dilakukan dalam dua kondisi: hopper kosong dan hopper diisi 120 kg pupuk. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah, menggunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jari-jari roda belakang transplanter. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh transplanter sejauh 20 m.

Hasil pengujian fungsional dan kinerja lapangan menunjukkan prototipe rangka pemupuk hasil rancangan dapat berfungsi dengan baik dan mampu menumpu beban yang dihasilkan oleh empat buah hopper yang terisi pupuk penuh (120 kg). Rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar 21.60 cm, sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar 24.74 cm. Beban yang jauh


(41)

lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah dan menghasilkan traksi yang lebih besar dibandingkan pada saat hopper kosong. Hasil pengujian kinerja prototipe rangka pemupuk hasil rancangan menunjukkan pada saat hopper terisi penuh menunjukkan rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3% sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%.


(42)

RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK

BUTIRAN LAJU VARIABEL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NUGRAHA ADI PRATAMA

F14070037

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(43)

Judul Skripsi : Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel Nama : Nugraha Adi Pratama

NRP : F14070037

Menyetujui,

Pembimbing

(Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S.)

NIP. 19630323 198703 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Dr. Ir Desrial, M. Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004


(44)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012 Yang membuat pernyataan

Nugraha Adi Pratama F14070037


(45)

© Hak cipta milik Nugraha Adi Pratama, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(46)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 2 Juli 1988 dari pasangan Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS dan Ir. Nuraeni sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di SDN Taman Pagelaran Bogor. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Bogor dan lulus dari SMPN 4 Bogor pada tahun 2004, kemudian melanjutkan studi di SMAN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Setelah kelulusan SMA, penulis diterima di IPB jurusan Teknologi Mesin dan Biosistem melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB).

Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler sejak duduk di bangku SMA, antara lain menjadi pengurus dan anggota Kelompok Ilmiah Remaja SMAN 1 Bogor dan aktif sebagai pengurus OSIS. Selama berada di bangku perguruan tinggi, penulis aktif di organisasi, yakni sebagai pengurus HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian) pada tahun 2008-2009. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Praktikum Terpadu Mekanisasi Bahan Teknik pada tahun 2010 dan asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik pada tahun 2010 dan 2011.

Pada tahun 2010, penulis melakukan praktek lapang di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat dengan judul “Aplikasi Mesin Pada Proses Budidaya Tebu dan Produksi Gula di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka”. Untuk penyusunan tugas akhir, penulis

melakukan penelitian dengan judul skripsi “Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel” di bawah bimbingan Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S.


(47)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel dilaksanakan sejak bulan Maret sampai November 2011.

Dengan telah selesainya penelitian dan tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. sebagai dosen pembimbing utama, atas semua masukan, bimbingan, dan perhatiannya.

2. Muhammad Tahir Sapsal dan Pandu Gunawan atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 3. Teman-teman angkatan 44 dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB yang selalu

memberi semangat dan membantu penulis selama melakukan penelitian. 4. Bapak Wana yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

5. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S. dan Ir. Nuraeni yang memberikan dorongan moril selama penulis melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian.

6. Andini Widya Astuti yang selalu mendukung penulis dalam melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik mesin pertanian.

Bogor, Februari 2012


(48)

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 LATAR BELAKANG ... 1 1.2 TUJUAN ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. PEMUPUKAN TANAMAN PADI ... 3 2.2. PRECISION FARMING SYSTEM ... 4 2.3. APPLICATOR PUPUK ... 5 2.4. TRANSPLANTER ... 6 2.5. SINKAGE ... 6 2.6. SLIP RODA ... 7 2.7. LAHAN SAWAH (TANAH SAWAH) ... 10 III. METODE PENELITIAN ... 10 3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 10 3.2. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN ... 10 3.3. TAHAPAN PENELITIAN ... 11 3.4. PROSEDUR PENGUJIAN ... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 4.1. HASIL PENGUKURAN TITIK BERAT UNIT TRANSPLANTER ... 22 4.2. KONSTRUKSI PROTOTIPE HASIL RANCANGAN ... 23 4.3. HASIL UJI FUNGSIONAL ... 24 4.4. KONDISI TANAH ... 25 4.5. HASIL UJI KINERJA ... 26 4.5. ANALISIS KESETIMBANGAN TRANSPLANTER PADA LAHAN MIRING ... 28 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33 5.1. KESIMPULAN ... 33 5.2. SARAN ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 36


(49)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai cone index kritis untuk berbagai tipe traktor ... 8 Tabel 2. Peralatan untuk perancangan dan pembuatan konstruksi dan pengujian rangka ... 10 Tabel 3. Bahan penelitian ... 11 Tabel 4. Tabel fungsi dari rangka unit penebar pupuk ... 13


(50)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Drop type applicator (Srivastava et al. 1993) ... 5 Gambar 2. Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung ... 6 Gambar 3. Edge cell vertical rotor device (Srivastava et al. 1993) ... 6 Gambar 4. Bagan alir desain rangka penebar pupuk ... 12 Gambar 5. Skema fungsi rangka unit penebar pupuk... 13 Gambar 6. Dimensi dan ukuran hopper (Azis 2011) ... 14 Gambar 7. Skema penempatan unit di transplanter ... 14 Gambar 8. Rangka unit penebar pupuk ... 15 Gambar 9. Skema penentuan titik berat Yanmar RR55 ... 15 Gambar 10. Skema penentuan bobot maksimum ... 16 Gambar 11. Rangka wadah hopper ... 16 Gambar 12. Momen rangka bawah ... 17 Gambar 13. Skema momen rangka bawah ... 18 Gambar 14. Penampang baja siku ... 18 Gambar 15. Skema petak sawah pengujian ... 20 Gambar 16. Skema pengukuran tingkat ketenggelaman roda ... 21 Gambar 17. Contoh pengukuran bobot transplanter. ... 22 Gambar 18. Prototipe rangka pemupuk ... 23 Gambar 19. Kegiatan pengujian fungsional rangka prototipe ... 24 Gambar 20. Kondisi lahan pengujian ... 25 Gambar 21. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah... 25 Gambar 22. Contoh pengujian kinerja lapangan ... 26 Gambar 23. Kondisi rangka setelah pengujian ... 27 Gambar 24. Skema beban yang terjadi pada rangka saat rangka bawah miring ... 27 Gambar 25. Skema gaya saat transplanter dimiringkan ... 28 Gambar 26. Skema gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan ... 29 Gambar 27. Skema perhitungan momen transplanter pada bidang miring ... 30 Gambar 28. Skema gaya transplanter pada bidang datar ... 31 Gambar 29. Skema gaya transplanter pada bidang miring ... 31


(51)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Spesifikasi transplanter ... 36 Lampiran 2. Hasil pengukuran tahanan penetrasi lahan pengujian ... 37 Lampiran 3. Hasil pengukuran sinkage transplanter pada hopper kosong... 39 Lampiran 4. Hasil pengukuran sinkage transplanter pada hopper terisi penuh ... 40 Lampiran 5. Hasil pengujian kinerja lapang ... 41 Lampiran 6. Grafik hasil pengujian sinkage ... 42 Lampiran 7. Grafik hasil pengujian slip ... 43 Lampiran 8. Gambar teknik rangka penebar pupuk laju variabel ... 44 Lampiran 9. Saran modifikasi rangka ... 48 Lampiran 10. Tabel perhitungan sudut kemiringan yang aman untuk transplanter ... 49 Lampiran 11. Tabel perhitungan sudut kemiringan antar roda transplanter ... 50


(1)

(2)

48

Lampiran 9. Saran modifikasi rangka


(3)

49

Lampiran 10. Tabel perhitungan sudut kemiringan yang aman untuk

transplanter

Sudut

(α) Momen rangka pemupuk

Momen

transplanter Mo

Momen Gaya miring

(Mm)

Mo - Mm

0 147.47 257.55 110.08 -27.23 137.31

1 148.56 262.01 113.45 -18.49 131.93

2 149.62 266.38 116.76 -9.74 126.50

3 150.67 270.68 120.01 -0.99 121.00

4 151.68 274.89 123.21 7.75 115.45

5 152.68 279.02 126.34 16.50 109.84

6 153.65 283.06 129.41 25.24 104.17

7 154.59 287.02 132.43 33.97 98.45

8 155.51 290.89 135.38 42.70 92.68

9 156.40 294.67 138.27 51.41 86.86

10 157.27 298.36 141.09 60.10 80.99

11 158.11 301.96 143.85 68.78 75.07

12 158.93 305.47 146.54 77.43 69.11

13 159.72 308.89 149.16 86.06 63.10

14 160.48 312.21 151.72 94.67 57.05

15 161.22 315.43 154.21 103.25 50.97

16 161.93 318.56 156.63 111.79 44.84

17 162.61 321.60 158.98 120.30 38.68

18 163.27 324.53 161.26 128.77 32.49

19 163.90 327.37 163.47 137.21 26.26

20 164.50 330.11 165.61 145.60 20.01

21 165.07 332.74 167.67 153.95 13.72

22 165.61 335.28 169.67 162.25 7.41

23 166.12 337.71 171.58 170.50 1.08

24 166.61 340.04 173.43 178.70 -5.28

25 167.07 342.26 175.20 186.85 -11.65

26 167.50 344.39 176.89 194.94 -18.05

27 167.90 346.40 178.51 202.97 -24.46

28 168.27 348.32 180.05 210.94 -30.89

29 168.61 350.12 181.51 218.84 -37.33


(4)

50

Lampiran 11. Tabel perhitungan sudut kemiringan antar roda transplanter

Sudut kemiringan (β) tan (β) Radian l3 (cm)

1 0.02 0.02 1.81

2 0.03 0.03 3.62

3 0.05 0.05 5.43

4 0.07 0.07 7.24

5 0.09 0.09 9.06

6 0.11 0.10 10.89

7 0.12 0.12 12.72

8 0.14 0.14 14.56

9 0.16 0.16 16.41

10 0.18 0.17 18.27

11 0.19 0.19 20.14

12 0.21 0.21 22.02

13 0.23 0.23 23.92

14 0.25 0.24 25.83

15 0.27 0.26 27.76

16 0.29 0.28 29.71

17 0.31 0.30 31.67

18 0.32 0.31 33.66

19 0.34 0.33 35.67

20 0.36 0.35 37.71

21 0.38 0.37 39.77

22 0.40 0.38 41.86

23 0.42 0.40 43.98

24 0.45 0.42 46.13

25 0.47 0.44 48.31

26 0.49 0.45 50.53

27 0.51 0.47 52.79

28 0.53 0.49 55.09

29 0.55 0.51 57.43


(5)

NUGRAHA ADI PRATAMA. F14070037. Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan. 2011.

RINGKASAN

Untuk memudahkan pemberian pupuk pada padi sawah secara baik dan efisien, dibutuhkan suatu alat yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Untuk itu bisa menggunakan teknologi site specific variable rate applicator untuk pupuk yang merupakan bagian dari precission farming. Dalam beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan mesin pemupuk laju variable untuk tanaman padi, namun diperlukan unit rangka untuk memasangkan dan menggandengkannya dengan tenaga tariknya yaitu transplanter.

Tujuan penelitian ini adalah mendesain rangka utama untuk pemupuk variable rate untuk budidaya padi agar dapat digandengkan dengan transplanter, dan menganalisis kinerjanya di lahan sawah.

Rancang bangun rangka unit penebar pupuk dilakukan dengan bantuan Software Computer

Aided Design berdasarkan data-data yang diperoleh melalui perumusan dan penyempurnaan ide

rancangan dan analisis dari kekuatan bahannya. Fungsi utama dari unit yang dirancang adalah menggandeng unit pemupuk dengan transplanter yang telah dilepas unit penanamnya. Unit pemupuk terdiri dari empat buah hopper pupuk yang masing-masing dilengkapi dengan penjatah pupuk variable tipe rotor yang diputar oleh motor listrik. Setelah dirancang, kemudian dibuat prototipenya dan diuji coba kinerjanya di lahan sawah percobaan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Rangka yang dirancang terdiri dari rangka utama, rangka gantung dan titik gandeng. Rangka utama dibuat dari besi siku dengan ukuran 4 x 4 cm dengan tebal 3 mm. Bagian rangka gantung sebagai penahan hopper pupuk dibuat dari besi plat dengan lebar 3.5 cm dan tebal 2.5 mm. Rangka penggandeng hasil rancangan dibuat dengan ukuran yang sama dengan rangka penggandeng asli dari transplanter Yanmar RR55 dengan penyederhanaan pada beberapa bagian yang tidak digunakan pada unit pemupuk. Hal ini didasari dari hasil perhitungan dari titik berat transplanter dengan panjang titik gandeng 60 cm, beban maksimum yang dapat ditumpu oleh transplanter sebesar 319.96 kg. Berat masing-masing hopper 3 kg. Masing-masing hopper mampu menampung 30 kg pupuk. Berat rangka utama sebesar12 kg sehingga tiga titik gandeng harus mampu menahan beban minimal 150 kg. Beban tersebut masih jauh dibawah kemampuan tumpu tiga titik gandeng dengan panjang 60 cm.

Pengujian kinerja di lahan sawah meliputi pengukuran kedalaman ketenggelaman roda (sinkage) transplanter, kecepatan maju dan slip roda penggerak. Dalam pengujian rangka di sawah, rangka dipasangkan pada transplanter, kemudian empat unit hopper pupuk dipasangkan ke rangka. Pengujian kinerja dilakukan dalam dua kondisi: hopper kosong dan hopper diisi 120 kg pupuk. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah, menggunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jari-jari roda belakang transplanter. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh transplanter sejauh 20 m.

Hasil pengujian fungsional dan kinerja lapangan menunjukkan prototipe rangka pemupuk hasil rancangan dapat berfungsi dengan baik dan mampu menumpu beban yang dihasilkan oleh empat buah hopper yang terisi pupuk penuh (120 kg). Rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar 21.60 cm, sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar 24.74 cm. Beban yang jauh


(6)

lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah dan menghasilkan traksi yang lebih besar dibandingkan pada saat hopper kosong. Hasil pengujian kinerja prototipe rangka pemupuk hasil rancangan menunjukkan pada saat hopper terisi penuh menunjukkan rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3% sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%.