19
Di mana : a
= dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris X mm b = dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris Y mm
t = tebal baja siku mm Xs
= jarak dari sisi kaki terluar baja siku sisi kaki yang sumbu geometris X ke pusat berat penampang besi siku mm
Ys = jarak dari sisi kaki terluar baja siku sisi kaki yang sumbu geometris Y ke pusat
berat penampang besi siku mm Baja siku yang digunakan adalah baja siku sama kaki, sehingga dapat diasumsikan a =
b = L. Baja siku yang digunakan diasumsikan memiliki profil ketebalan t = 340L. Apabila ukuran L dari baja siku yang digunakan adalah 40 mm, maka dengan menggunakan persamaan
diatas dapat dihitung momen inertia maksimum untuk bahan tersebut adalah 0.09 x 10
6
mm
4
. Momen inersia tersebut dimasukkan ke dalam persamaan 2.1 dan diperoleh
= 2.613 kgfmm
2
. Momen tersebut lebih kecil dari kekuatan lentur yang diizinkan untuk baja karbon S30C sebesar 48 kgfmm
2
, sehingga baja siku dengan ukuran L = 40 mm dipilih untuk rangka unit penebar pupuk.
Pengatur ketinggian berasal dari lower link dari tiga titik gandeng, yang dihubungkan dengan hidrolik traktor, perubahan ketinggian yang dapat dicapai ± 60 cm mengikuti disain
tiga titik gandeng yang digunakan transplanter. Bahan pengatur ketinggian tebuat dari besi hollow dengan ketebalan 3 mm dan ukuran 4 x 4 cm.
3.3.5. Pembuatan Prototipe
Pada tahap ini dilakukan pembuatan prototipe berdasarkan gambar kerja yang dibuat pada tahap sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan di bengkel Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem IPB.
3.4. Prosedur Pengujian
3.4.1. Uji fungsional
Pada uji fungsional, rangka dipasangkan pada penggandeng dari transplanter. Dalam uji ini diperiksa:
1 Kemudahan dan ketepatan dalam pemasangan rangka ke bagian penggandeng
transplanter 2
Kemudahan dan ketepatan ukuran dalam pemasangan hopper-hopper pupuk pada rangka 3
Kestabilan dudukan hopper pada rada rangka 4
Kelancaran gerak naik-turun melalui mekanisme hidrolik dari transplanter 5
Kesesuaian posisi rangka kepada permukaan tanah
3.4.2. Uji kinerja
Pada uji kinerja, rangka dipasangkan pada penggandeng transplanter. Kemudian hopper dipasangkan pada masing-masing dudukan. Pengujian dilakukan dalam dua macam
kondisi, yaitu hopper kosong dan hopper terisi penuh. Pada kondisi hopper terisi penuh, hopper diisi pupuk TSP masing-masing 30kg. Total berat pupuk yang ditampung seluruh
hopper sebesar 120 kg. Transplanter dengan unit penebar pupuk tersebut digerakkan pada lahan sawah yang
sudah dilumpurkan. Tahanan penetrasi lahan diukur menggunakan transplanter sampai
20
kedalaman 30 cm. Petak sawah pengujian yang disiapkan berukuran 26 m x 23 m. Skema petak sawah pengujian dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Skema petak sawah pengujian Transplanter di-set
atau dijalankan dalam kecepatan “Low”. Dalam pengujian diukur:
1 Kedalaman ketenggelaman roda sinkage
2 Keceptan maju
3 Slip roda penggerak
Kedalaman ketenggelaman roda sinkage. Ketenggelaman roda dalam lahan
diukur untuk mengetahui pengaruh pemasangan unit pemupuk pada aplikasi tranplanter di lahan. Pengujian dilakukan di lahan sawah dalam dua kondisi, yaitu pada saat transplanter
dipasang unit pemupuk dan transplanter tanpa unit pemupuk. Masing-masing kondisi dilakukan lima kali pengambilan data. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan
cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah. Untuk mengukurnya digunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jari-jari roda
belakang transplanter lihat Gambar 16. Pembacaan ukuran tersebut dilakukan langsung pada saat transplanter melintas di lumpur saat pengujian kinerja.
21
Gambar 16. Skema pengukuran tingkat ketenggelaman roda
Slip Roda Penggerak. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak
yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis.
Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan untuk masing-masing kondisi. Slip roda penggerak dihitung dengan menggunakan rumus:
100 1
x S
S Slip
t
4.1 dimana:
S
t
= jarak tempuh 5 kali putaran roda aktual S
= jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda 5 x πd
roda
Kecepatan maju. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh
transplanter sejauh 20 m. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali pengulangan untuk masing-masing kondisi.
Kecepatan maju dihitung dengan menggunakan rumus:
t S
v
4.2 dimana:
v = kecepatan maju ms S
= 20 m t = waktu tempuh transplanter sejauh 20 m s
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter