Eksternalitas Negatif Dari Pencemaran Sungai Musi -Palembang akibat kegiatan Industri

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir. Pencemaran di hulu sungai akan menimbulkan biaya sosial di hilir (extematily effect) dan pelestarian di hulu memberikan manfaat di hilir (Azwir, 2006).

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri semakin meningkat. Meskipun 2/3 dari luas bumi adalah air, namun tidak semua jenis air dapat digunakan secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat menimbulkan masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai macam industri, memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan sebagainya. Jumlah penduduk yang meningkat juga mempengaruhi peningkatan jumlah industri untuk pemenuhan kebutuhan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk dan industri akan berdampak semakin banyaknya sampah atau limbah yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh pada daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan yang terbatas menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya alam, terjadinya pencemaran, dan timbulnya persaingan untuk mendapatkan sumber daya alam.

Sungai Musi merupakan sumberdaya alam yang menjadi salah satu jalur utama perdagangan dan pemasok air terbesar bagi penduduk Sumatera Selatan. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi Palembang memanfaatkan


(2)

2 Sungai Musi sebagai sumber bahan baku air untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk.

Tabel 1.Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010

No Kecamatan Luas Jumlah Kepadatan

Penduduk

RumahTangga Penduduk

1 Ilir Barat II 6,220 13 787 63 959 10 282,80

2 Gandus 68,780 12 810 57 221 831,94

3 Seberang Ulu I 17,440 36 547 162 744 9 331,65

4 Kertapati 42,560 17 819 80 226 1 885,01

5 Seberang Ulu II 10,690 22 082 92 276 8 631,99

6 Plaju 15,170 17 897 79 096 5 213,97

7 Ilir Barat I 19,770 28 106 124 657 6 305,36

8 Bukit Kecil 9,920 10 067 43 811 4 416,43

9 Ilir Timur I 6,500 16 709 69 406 10 677,85

10 Kemuning 9,000 18 854 82 661 9 184,56

11 Ilir Timur II 25,580 35 291 159 152 6 221,74

12 Kalidoni 27,920 22 177 99 738 3 572,28

13 Sako 18,040 18 579 82 661 4 582,10

14 Sematang Borang 51,459 7 290 32 207 625,88

15 Sukarami 36,980 32 560 139 098 3 761,44

16 Alang-alang Lebar 34,581 20 358 86 371 2 497,64

Jumlah/Total 400,61 330 933 1 455 284 3 632,67

Sumber : BPS Kota Palembang, Angka Sensus Penduduk 2010

Indonesia memiliki sekitar 5.590 sungai utama dan sekitar 65.017 anak sungai dimana 600 sungai diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Panjang total sungai utama mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Kondisi sungai yang menurun kualitas maupun kuantitasnya dapat dilihat dari jumlah DAS kritisnya yang semakin bertambah, pada tahun 1984 tercatat sebanyak 22 DAS dalam kondisi kritis, kemudian bertambah menjadi 39 pada tahun 1992, pada tahun 1998 menjadi 59 DAS, dan 62 DAS pada tahun 2003 yang mencapai 1.512.466 km2 (Depkimpraswil 2003 dalam Murdiono 2008). Bahkan


(3)

3 pada tahun 2005 DAS yang mengalami kerusakan diperkirakan sudah mencapai 282 DAS (Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005). Tingginya laju peningkatan DAS kritis tidak terlepas dari pengelolaan dari hulu hingga ke hilir.

Data dampak ekonomi dari sanitasi di Asia Tenggara tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 70 persen sungai di Indonesia telah mengalami pencemaran. Beberapa sungai yang tercemar adalah Sungai Deli, Sungai Batanghari, Sungai Musi, Sungai Air Bengkulu, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Brantas.1 Beberapa sungai penting di Indonesia telah mengalami pencemaran dan tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada status mutu air untuk berbagai sungai penting di Indonesia pada tahun 2004 yang menunjukkan bahwa Sungai Musi masuk dalam kategori tercemar ringan (Lampiran 1).

Saat ini kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi semakin mengalami penurunan karena pengaruh banyaknya limbah industri yang dibuang langsung ke sungai. Pada daerah hulu Sungai Musi terjadi aktivitas konversi lahan hutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kuasa pertambangan yang membabat hutan lindung, tercatat dari sekitar 7,7 juta hektar DAS yang ada, hanya 800 hektar saja lahan yang masih dalam keadaan baik. Penyebab utamanya adalah alih fungsi hutan alam dan lahan alami (rawa) oleh berbagai aktifitas pembalakan liar dan industri. Lahan kritis pada wilayah DAS di Sumsel terbagi dalam empat kategori diantaranya kategori agak kritis seluas 1,7 juta ha, kategori kritis 3,5 juta ha, potensial kritis 1,5 juta ha dan sangat kritis 784 ha. Proyek perkebunan skala besar seperti kelapa sawit ataupun Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga saat ini


(4)

4 semakin berpengaruh dalam menghancurkan wilayah DAS, hutan gambut dan kawasan suaka alam lainnya (Hadi 2011).2

Pencemaran di hulu juga diakibatkan kebakaran hutan dan kegiatan industri yang membuang limbah produksi yang sebenarnya belum memenuhi baku mutu untuk dilepas secara langsung ke sungai. Sementara, di bagian hilir selain disebabkan rumahtangga yang membuang sisa-sisa makanan, sampah, kotoran atau tinja baik manusia maupun hewan yang mengandung bakteri Fecal coli ke sungai, pencemaran juga diakibatkan oleh kegiatan perdagangan, domestik, maupun transportasi sungai, dan terutama oleh aktivitas industri. Pencemaran ini membuat kualitas air semakin menurun dan biaya produksi untuk pengolahan air semakin tinggi. Pencemaran ini juga berpengaruh terhadap penurunan ekonomi di daerah Sungai Musi karena banyaknya warga yang menggantungkan diri dari pemanfaatan Sungai Musi seperti objek wisata, transportasi, bekerja sebagai nelayan, dan banyaknya tempat-tempat makan dan hotel di pinggiran sungai.

Dalam rangka pengendalian pencemaran air, pemerintah telah membuat beberapa peraturan antara lain UU.No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU.No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air dan PP.No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air serta lainnya. Penetapan baku mutu air (stream standard) dari sungai sebagai badan air penampung perlu memperhatikan daya tampung beban pencemarannya pada ruas sungai tersebut. Pengendalian polusi dengan baku mutu lingkungan beroperasi dengan memaksa pencemar untuk menjaga pembuangan limbahnya dibawah batas


(5)

5 tertentu. Baku mutu ini ditujukan untuk menjaga taraf polutan dalam lingkungan tetap berada dibawah baku mutu ambien.

Widyastuti (2001) memperoleh hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di wilayah pengamatan Sungai Musi ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat (kisaran 0.48-1.557) berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener.

Baku mutu limbah yang dibuang ke Sungai Musi tidak sesuai dengan baku mutu standar yang ditetapkan pemerintah. Dari pemeriksaan laboratorium Dinas Kesehatan Kota Palembang untuk sampel air Sungai Musi Kota Palembang pada tahun 2010 yang dilakukan di sepuluh kelurahan, diperoleh hasil bahwa mutu air di sepuluh titik tersebut sudah tidak memenuhi syarat baik dari hasil pemeriksaan bakteriologis, fisika dan kimia (Lampiran 2).

Kegiatan industri dapat memberi dampak berupa dampak positif maupun dampak negatif. Banyak industri skala besar yang secara geografis berbatasan langsung dengan Sungai Musi dan sangat rentan dengan masalah lingkungan. Salah satu masalah yang timbul yaitu pencemaran limbah, sementara Sungai Musi merupakan salah satu sungai yang selama ini dimanfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Pada kegiatan operasional produksinya industri menghasilkan limbah pencemaran yang mengandung ammonia dan sangat beracun bagi biota air,


(6)

6 terutama ikan dan pencemaran tersebut berdampak negatif bagi masyarakat. Limbah cair adalah salah satu limbah yang dibuang industri ke Sungai Musi, yang mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik. Banyak warga yang mengeluh setiap kali pabrik mengeluarkan limbah, karena menimbulkan bau yang tidak sedap, sesak napas dan kadang mengakibatkan mual jika mengkonsumsi air yang diambil dari Sungai Musi.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk memperbaharui informasi dari telaah sebelumnya, karena kondisi Sungai Musi saat ini semakin mengalami penurunan. Penilaian atas dampak sosial dan ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui berapa sebenarnya nilai yang diinginkan masyarakat sebagai ganti rugi atas turunnya kualitas lingkungan akibat kegiatan industri. Hal inilah yang menjadi dasar bagi penulis mengambil judul “Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi - Palembang Akibat Kegiatan Industri”.

1.2. Perumusan Masalah

Sungai Musi memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Palembang, khususnya bagi warga di sekitar sungai, baik dari segi ekologis dan ekonominya. Namun saat ini kualitas sungai tersebut mengalami penurunan karena banyaknya pencemaran industri yang memberikan dampak negatif. Banyak kasus pencemaran industri mulai dari tumpahan minyak di Sungai Musi dan pencemaran udara yang menimbulkan masalah lingkungan (Lampiran 3). Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit air limbah yang dihasilkan. Pencemaran ini terjadi oleh bahan kimia berbahaya termasuk beberapa logam berat pada tanah, air permukaan dan juga pada udara.


(7)

7 Penduduk yang mempergunakan air minum yang bersumber dari air tanah atau pun air permukaan terutama yang berdekatan dengan kegiatan industri mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena dampak dari bahan-bahan berbahaya. Kerugian yang dirasakan masyarakat dapat dihitung baik dari sisi ekonomi dan sosial, oleh karena itu masyarakat yang menerima eksternalitas negatif dari pencemaran ini layak untuk menerima ganti rugi atau kompensasi.

Berdasarkan atas pemikiran tersebut maka masalah yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimana eksternalitas negatif yang diterima masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri?

2. Bagaimana peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri?

3. Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) atas pencemaran Sungai Musi akibat aktivitas industri?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri di sekitar kawasan Sungai Musi?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat pencemaran Sungai Musi karena kegiatan industri.

2. Mengkaji peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri.


(8)

8 3. Menghitung besarnya nilai kesediaan menerima kompensasi (WTA)

masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri.

4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi.

1.4. Manfaat penelitian a. Bagi Penulis

Sebagai alat untuk mempraktekkan teori-teori yang selama ini diperoleh selama kuliah, sehingga penulis dapat menambah ilmu secara praktis tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya menjaga sumberdaya lingkungan yang tersedia sehingga dapat terus dimanfaatkan tanpa mengurangi kualitasnya.

b. Instansi/Perusahaan

Sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang pantas diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak negatif atas pencemaran akibat kegiatan produksinya.

c. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait masalah pencemaran Sungai Musi yang telah melibatkan banyak perusahaan dan mengorbankan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Sungai Musi.

d. Bagi Masyarakat

Masyarakat lebih memahami betapa pentingnya menjaga kualitas sungai baik dari hulu hingga ke hilir. Akibatnya masyarakat mengetahui dampak apa saja


(9)

9 yang ditimbulkan oleh pencemaran Sungai Musi, baik secara sosial dan ekonomi, dan itu mendorong masyarakat untuk lebih menjaga lingkungan dan turut berpartisipasi dalam perbaikan Sungai Musi yang telah tercemar.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dan batasan-batasan dalam penelitian yang dilakukan yaitu : 1. Objek penelitian adalah warga sekitar Sungai Musi yang memanfaatkan air

Sungai Musi dan merasakan kerugian dari dampak pencemaran oleh limbah industri.

2. Responden penelitian adalah bapak atau ibu dalam rumahtangga dan pihak-pihak yang terkena dampak pencemaran dan kerugian ekonomi.

3. Dampak dalam penelitian ini adalah dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan masyarakat.

4. Penelitian dibatasi hanya pada pencemaran air akibat kegiatan industri

5. Willingness To Accept adalah nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas air Sungai Musi.


(10)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dinyatakan, “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”.

Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, industri, pertanian, sanitasi kota dan lain sebagainya. Belakangan ini air menjadi masalah yang cukup rentan di beberapa wilayah di Indonesia, untuk memperoleh air yang bersih dan sehat menjadi kondisi yang sulit dan memerlukan biaya yang mahal karena air telah tercemari oleh limbah dari hasil kegiatan manusia baik dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2001).

Dewasa ini perkembangan sektor industri dan transportasi semakin meningkat, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1998, yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2004).


(11)

11 Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran oleh akibat kegiatan tersebut maka ditetapkan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan yaitu :

1. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut.

2. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

3. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan.

4. Baku mutu air adalah batas atau kadar makluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.

5. Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.

6. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas


(12)

12 air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.

7. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu

8. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.

Dalam pasal 7 penggolongan air menurut peruntukannya ditetapkan sebagai berikut :

• Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

• Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

• Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

• Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,industri, pembangkit listrik tenaga air.

Sifat-sifat kimia air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah nilai pH, keasaman dan alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, nitrat, amoniak, fosfat, daya hantar listrik dan klorida. Nilai pH air yang normal untuk suatu kehidupan yaitu berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Sedangkan pH air tercemar seperti air limbah (buangan) berbeda-beda tergantung pada jenis limbah dan karakteristiknya. Pada Tabel 2 ditunjukkan hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.


(13)

13

Tabel 2. Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.

Karakteristik Sumber Limbah

Fisika :

Warna Bahan organik, limbah industri dan domestik

Bau Penguraian limbah industri

Padatan Sumber air, limbah industri dan domestik

Suhu limbah industri dan domestik

Kimia :

Organik

Karbohidrat Limbah industri, perdagangan dan domestik Minyak dan Lemak Limbah industri, perdagangan dan domestik

Pestisida Limbah hasil pertanian

Penol Limbah industri

Anorganik

Alkali Sumber air, limbah domestik, infiltrasi air tanah, buangan air ketel

Klorida Sumber air, limbah industri, pelemahan air

Logam Berat Limbah industri

Nitrogen Limbah industri, domestik

pH Limbah industri

Posfor Limbah industri, domestik dan alamiah

Sulfur Limbah industri, domestik

Bahan beracun Perdagangan, Limbah industri

Biologi :

Virus Limbah domestik

Sumber : Kristanto, 2004

2.2. Limbah Industri

Peningkatan kualitas hidup dicapai oleh manusia dengan cara mengolah dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada demi tercapainya kesejahteraan. Pengolahan sumberdaya tersebut memerlukan alat-alat bantu berupa mesin-mesin yang berteknologi tinggi untuk memperoleh produk yang melimpah dalam waktu yang lebih singkat. Kegiatan eksploitasi besar-besaran terjadi pada kekayaan alam, seolah-olah peningkatan kualitas hidup menjadi sasaran utama. Namun pada kenyataannya kesejahteraan hidup yang diharapkan sulit untuk dicapai, karena disamping memperoleh keuntungan, industri dan teknologi justru memberi dampak yang negatif terhadap lingkungan dan kehidupan manusia (Wardhana, 2001).


(14)

14 Industri dalam kaitannya dengan lingkungan untuk memperoleh suatu produk jadi selalu menimbulkan produk lain yang kurang bermanfaat atau lebih rendah nilai ekonominya, yang biasanya disebut sebagai limbah. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Limbah B-3 dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah kedalam lingkungan :

 Lingkungan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini disebabkan

karena volume limbah kecil, parameter pencemaran yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.

 Ada pengaruh perubahan lingkungan, tetapi tidak sampai mengakibatkan

pencemaran.

 Memberikan perubahan bagi lingkungan dan menimbulkan pencemaran.

Limbah yang dilepas ke sungai dapat merusak bahkan mematikan habitat sungai dan juga mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai dan memanfaatkan air sungai untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Selain mencemari sungai, zat-zat kimia akan mengendap ke dasar sungai yang kemudian akan mencemari air bawah tanah. Masyarakat di sekitar sungai yang melakukan pengeboran untuk memperoleh air bersih seringkali mendapatkan air bawah tanah yang keruh, berbau bahkan berlendir. Jika masyarakat memaksakan diri untuk menggunakan air yang telah tercemar ini untuk keperluan sehari-hari, maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit dan gatal-gatal pada kulit. Pada beberapa kota besar


(15)

15 hasil pembakaran dari kegiatan industri juga menimbulkan perubahan kualitas udara, yang mengorbankan masyarakat melalui penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) akibat pencemaran udara.

2.3. Eksternalitas Negatif

Eksternalitas terjadi ketika kegiatan konsumsi atau produksi dari suatu individu atau perusahaan mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap utilitas atau fungsi produksi inividu atau perusahaan lain (Mueller, 1989). Eksternalitas dapat juga diartikan sebagai dampak yang diterima oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh suatu kegiatan transaksi atau kegiatan ekonomi tertentu.

Pada banyak kasus, baik dampak negatif dan dampak positif bisa terjadi secara bersamaan. Dampak yang menguntungkan misalnya kejadian pada industri pupuk dimana perusahaan ini memproduksi dan memasaran pupuk untuk mendukung ketahanan pangan nasional (swasembada pangan), mengurangi pengangguran, meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar, daerah setempat dan nasional. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara yang mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan warga sekitarnya.

Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi 2006 menggunakan terminologi lain untuk menggambarkan eksternalitas yaitu eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa pihak (individu), bahkan bisa juga bersifat bilateral dan tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain. Sedangkan, eksternalitas publik terjadi apabila barang publik dikonsumsi dengan pembayaran yang tidak tepat.


(16)

16 Kemungkinan eksternalitas yang dapat terjadi dalam interaksi ekonomi, yaitu : 1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain

Tindakan produsen dimana kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air, akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi perusahaan lain yang juga memanfaatkan air tersebut dalam proses produksinya.

2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen

Aktivitas produsen yang merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contohnya, pencemaran sungai yang diakibatkan limbah suatu pabrik akan mengganggu kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut.

3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain

Aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau mengganggu fungsi utilitas konsumen yang lain. Contohnya yaitu seseorang yang merokok dalam angkot akan mengganggu kenyamanan penumpang lainnya. 4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen

Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu.

Adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat jika semua dampak negatif maupun dampak positif dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi.

Efisiensi akan tercapai apabila : MSC = MSB

MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB


(17)

17 Dimana :

MSC = Marginal Social Cost MSB = Marginal Social Benefit PMC = Marginal Private Cost

MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEB dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisien produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat.

Sumber : Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif 2.4. Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah pencemaran sungai, tetapi kurang menilai dari aspek lingkungan dan ekonominya. Dalam penelitian kali ini akan dibahas juga dampak kerugian ekonomi dan nilai

PMC MSC = PMC + MEC

MEC

Jumlah Produksi Rp

H1

H

Q1 Q2 e

d

0


(18)

18 kompensasi (WTA) yang diinginkan oleh masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh akibat kegiatan industri.

Salah satu penelitian yang membahas tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Bahroin Idris Tampubolon dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor”. Tujuan penelitian tersebut adalah mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batu gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi, mengkuantifikasi besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi, serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp.6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp.447.975.000 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai


(19)

19 WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

Antika (2011) dengan judul “Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, Contingen Valuation Method (CVM), dan analisis regresi. Analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan. CVM digunakan untuk mengestimasi nilai WTA masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan, sedangkan analisis regresi digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA.

Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi sebagian responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang pernah berjalan. Responden juga merasa puas dikarenakan perubahan kualitas lingkungan yang semakin baik. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air yang melimpah baik di musim kemarau maupun musim hujan. Berdasarkan hasil analisis CVM diperoleh nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp. 8.265,00 per pohon per tahun.

Evaluasi CVM dilakukan dengan melihat nilai R2 analisis berganda yaitu sebesar 43,6%. Nilai R2 yang kecil ini disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan untuk populasi belum

dapat menangkap keragaman yang ada secara keseluruhan. Sementara itu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi.


(20)

20 Widiastuty (2001) dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja terhadap Kualitas Sungai Musi Kotamadya Palembang”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja serta perubahan kualitas air baik dari segi fisik, kimia dan biologi (hewan makrobentos) akibat adanya kegiatan pabrik terhadap perairan Sungai Musi di Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan selaku pengambil kebijakan dalam pengelolaan lingkungan tentang kondisi kualitas air Sungai Musi. Hasil analisis menunjukkan secara umum kualitas fisik air Sungai Musi (suhu, DLH, muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan) dari sembilan stasiun pengamatan yang dianalisa masih menunjukkan keadaan yang relatif baik untuk berbagai peruntukkan. Derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut pada sembilan stasiun pengamatan masih pada tingkat normal. Kandungan ammonia dan padatan tersuspensi di sembilan stasiun pengamatan masih tergolong rendah. Hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di sembilan stasiun pengamatan ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat (kisaran 0.48-1.557) berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener. Penelitian tersebut pada intinya membahas hal yang sama dengan yang dilakukan oleh penulis. Namun peneliti tersebut lebih bersifat teknik, sedangkan penulis melakukan survei ke masyarakat, serta menganalisis pencemaran baik dari segi sosial dan ekonomi.


(21)

21 Penelitian mengenai kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian-penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi, dan fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nilai kompensasi akibat pencemaran Sungai Musi adalah dengan tahapan Contingent Valuation Method (CVM).


(22)

22

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept

Willingness to Accept yaitu nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. Metode Valuasi Kontingen (Contingent Valuation Method) adalah metode teknik survei untuk menyatakan keinginan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki nilai pasar seperti barang lingkungan.

WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Melalui tahapan dalam CVM akan diperoleh nilai WTA sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi terhadap masyarakat. Penilaian akan dilakukan melalui tahapan-tahapan tersebut sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian dan juga menghindari bias yang terjadi dalam penelitian. A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah :

a. Responden merupakan warga sekitar Sungai Musi yang merasakan kerugian dari dampak pencemaran limbah industri dan bersedia menerima dana kompensasi.

b. Nilai WTA yang diberikan merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberi benar-benar dilaksanakan.

c. Industri bersedia memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas Sungai Musi


(23)

23 d. Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan

kualitas Sungai Musi.

B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah :

1. Bidding Game (Metode tawar-menawar)

Metode yang digunakan dengan menanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal. Jika “Ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai titik maksimum yang telah disepakati.

2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)

Metode yang digunakan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah uang maksimum yang ingin dibayarkan atau jumlah uang minimum yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini mempunyai kelebihan dimana responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini yaitu kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya, selain itu sering ditemui responden yang kesulitan dalam menjawab pertanyaan karena tidak biasa dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner.

3. Closed-ended Question (Metode Pertanyaan tertutup)

Metode ini hampir sama dengan metode Open-ended Question, yang membedakannya yaitu bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka dan kemudian akan dipilih, sehingga responden dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya masing-masing.


(24)

24 4. Payment Card (Metode kartu pembayaran)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulant untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, sepert pada metode tawar-menawar. Penggunaan metode ini memerlukan pengetahuan statistik yang baik.

C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat

Nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Ada enam tahapan dalam CVM (Hanley and Spash, 1993) , yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetik (Setting Up to the Hypotetical Market)

Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik dan pertanyaan mengenai nilai barang atau jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi atas barang atau jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang atau jasa lingkungan tersebut.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA

Setelah membuat instrumen survei, kemudian membuat administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat, atau perantara telepon mengenai besarnya nilai WTA minimum yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukannya.


(25)

25 3. Memperkirakan Nilai Rata-rata WTA

Nilai WTA masyarakat telah terkumpul, kemudian menghitung nilai tengah dan nilai rata-rata dari WTA. Nilai tengah dihitung apabila terdapat rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.

4. Memperkirakan Kurva WTA

Kurva penawaran dapat diperkirakan dari nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel independennya. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen, dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.

5. Menjumlahkan Data

Proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilaksanakan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA R-Square (R2) dari model regresi berganda WTA.


(26)

26

D. Organisasi dari Pengoperasian CVM

1. Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realitas.

2. Alat pembayaran yang digunakan dan/atau ukuran kesejahteraan (WTP/WTA) sebaiknya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

3. Responden sebaiknya memiliki informasi yang cukup mengenai barang publik yang dimaksud dalam kuisioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka.

4. Jika memungkinkan, ukuran WTA sebaiknya dicari, karena responden sering kesulitan dengan nilai minimal yang ingin mereka terima.

5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas.

6. Pengujian kebiasaan, sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategi bias secara khusus.

7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.

8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.

9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali jika mereka setuju dengan harapan yang tepat. Nilai minimum dari 15% untuk Radjusted, direkomendasikan oleh Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993).


(27)

27

3.1.2 Model Regresi Logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh satu variable independen atau lebih (X) terhadap satu variable dependen (Y), dengan syarat:

1. Variabel dependent harus merupakan variable dummy yang hanya punya dua alternatif. Misalnya Puas/tidak puas, suka/tidak suka, atau ya/tidak, dimana jika responden menjawab puas maka kita beri skor 1 dan jika menjawab tidak puas kita beri skor 0.

2. Variabel independent mempunyai skala data interval atau rasio.

Model Logit menggunakan peubah penjelasnya baik itu peubah kategorik maupun peubah numerik untuk menduga peluang kejadian tertentu dari peubah respon kategori. Analisis pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi logit (Juanda , 2009).

Peluang kejadian tertentu dari peubah respons kategori (pi), ditransformasi sehingga :

i = indeks semua kasus (observasi 1,2,..,n).

pi = peluang kejadian (misalnya, membeli) terjadi untuk kasus ke-i.


(28)

28

Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Asumsi Peubah X Berskala Interval.

Salah satu keuntungan penggunaan analisis regresi logistik adalah bahwa ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga parameter yang didapatkan. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah rasio odd. Regresi logistik tidak terbatas hanya dapat diterapkan pada kasus dimana variabel X nya bertipe interval atau rasio saja, tetapi regresi logistik juga dapat diterapkan untuk kasus dimana variabel X nya bertipe data nominal atau ordinal. Hal seperti ini analog dengan regresi linier dengan variabel dummy.

3.2 Kerangka Operasional

Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser, 1990:14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Pesatnya hasil penemuan menjadi salah satu tolak ukur kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa. Industri sebagai indikator peningkatan inovasi memberi dampak negatif yang mencemari lingkungan. Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri


(29)

29 menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun (Kristanto, 2004).

Sungai Musi adalah salah satu sungai yang juga telah mengalami pencemaran, padahal sungai ini adalah sungai terpanjang di Sumatera. Pencemaran inilah yang akan diteliti hubungannya dengan kondisi lingkungan sekitar dan penentuan nilai kompensasi. Sungai Musi memberi manfaat yang sangat besar bagi warga Palembang, mulai sebagai sumber air untuk kegiatan sehari-hari, sumber air untuk industri, sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah serta sumber mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai tersebut.

Kerusakan badan Sungai Musi disebabkan oleh besarnya beban pencemaran yang masuk ke DAS sungai tersebut. Oleh karena itu untuk mendapatkan beban pencemaran yang sesuai dengan baku mutu air limbah, diperlukan proses pengolahan yang benar dan pengaturan debit limbah yang akan dibuang ke badan air. Proses pembuangan sisa hasil pengolahan dan limbah industri ke sungai tidak boleh melebihi baku mutu yang telah ditentukan, harus di proses terlebih dahulu melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) hingga layak untuk dilepas langsung ke sungai. Namun kebanyakan industri yang membuang limbahnya ke Sungai Musi tidak memperhatikan baku mutu yang layak sehingga mencemari sungai.

Berdasarkan masalah tersebut dilakukan serangkaian penelitian untuk mengkaji persepsi masyarakat atas kualitas air sungai, dampak pencemaran sungai, etimasi nilai WTA dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA. Analisis mengenai eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat


(30)

30 menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis mengenai nilai kompensasi (WTA) dilakukan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Peluang kesediaan menerima WTA dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan regresi logistik dan regresi linear berganda. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai kebijakan apa yang sebaiknya diterapkan dalam masalah perbaikan kualitas sumberdaya sungai dan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam penentuan keputusan dalam penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Alur penelitian lebih jelas dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir yang dapat dilihat dalam Gambar 3.


(31)

31

Gambar 3 Diagram Alur Kerangka Berpikir

Keterangan :

= Batasan Penelitian = Aliran

1. Penurunan kualitas dan kuantitas air bersih

2. Kerusakan fungsi ekologis 3. Gangguan Kesehatan

Contingent Valuation Method (CVM) Analisis deskriptif kualitatif Faktor-faktor yang mempengaruhi WTA

Rekomendasi nilai kompensasi atas pencemaran Sungai Musi

Industri

Nilai Kompensasi (WTA) Eksternalitas

Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif

-Peningkatan penerimaan Negara dan daerah

- Penyerapan tenaga kerja - Usaha mikro masyarakat sekitar Pencemaran Udara Kebisingan Pencemaran air Masalah Lingkungan Eksternalitas negatif yang timbul Kerugian Masyarakat Peluang kesediaan menerima kompensasi Model Regresi Logistik Model Regresi Linear Berganda


(32)

32

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan karena Sungai Musi merupakan sungai terbesar di provinsi Sumatera dan juga menjadi salah satu sungai yang mengalami pencemaran akibat kegiatan industri. Pengumpulan data primer dimulai dari awal bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 selama kurang lebih dua bulan. 4.2. Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling yaitu memilih secara sengaja (dengan suatu kriteria tertentu)

seorang individu untuk dijadikan sampel dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan. Responden yaitu anggota keluarga (bapak atau ibu) sebagai perwakilan dari rumah tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 rumahtangga (RT) yang bermukim di sekitar kawasan Sungai Musi yang tercemar industri. Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sampel secara statistika yaitu minimal sebanyak 30 data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Walpole, 1982).

4.3. Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui


(33)

33 observasi dan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengumpulan data primer dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan masyarakat setempat yang mengalami kerugian karena pencemaran. Kemudian melakukan studi literatur untuk mengetahui sumber-sumber dan dampak terjadinya pencemaran. Data primer yang dibutuhkan meliputi karakteristik responden, respon responden terhadap pencemaran yang terjadi pada Sungai Musi, dan respon responden atas berapa biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat (Willingness To Accept, WTA) karena kualitas air Sungai Musi yang saat ini telah mengalami penurunan akibat pencemaran industri.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dinas atau instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data mengenai semua hal yang menyangkut informasi mengenai kesehatan masyarakat sekitar yang terkena dampak, data polutan yang dihasilkan, dan data lain yang dibutuhkan. Data-data tersebut dapat diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palembang, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dinas Kesehatan Kota Palembang, Badan Pusat Statistik (BPS), Forum Komunikasi DAS Musi, perpustakaan, internet, serta lembaga literatur lainnya yang relevan.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian terhadap besarnya biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat akibat penurunan kualitas Sungai Musi (Willingness To Accept) dengan metode langsung


(34)

34 Contingent Valuation Method (CVM) yang biasa juga disebut dengan metode

survei, sedangkan untuk analisis kerugian ekonomi yang dialami masyarakat akibat pencemaran ini digunakan metode analisis deskriptif, peluang kesediaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA digunakan metode regresi logistik dan regresi linear berganda. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Office Excel dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16 For Windows Evaluation Version. Tabel

3 menunjukkan matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data dan

Jumlah Sampel

Metode Analisis Data 1 Mendeskripsikan eksternalitas

negatif akibat pencemaran Sungai Musi karena kegiatan industri.

 Kuesioner

 Responden = 70 RT

Analisis Deskriptif Kualitatif 2 Mengkaji peluang kesediaan

masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri.

 Kuesioner

 Responden = 70 RT

Analisis Regresi Logistik

3 Menghitung besarnya Willingness to

accept masyarakat akibat

eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri.

 Kuesioner

 Responden = 60 RT (yang menjawab YA)

CVM

4 Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi.

 Kuesioner

 Responden = 60 RT (yang menjawab YA)

Analisis Regresi Linear

Berganda

4.4.1 Identifikasi Dampak Pencemaran Sungai Musi

Penelitian ini dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung (survei) kepada masyarakat di kawasan Sungai Musi dengan metode purposive sampling. Analisis biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat Willingness To Accept (WTA) atas penurunan kualitas air Sungai Musi dengan metode langsung


(35)

35 Contingent Valuation Method (CVM) menunjukkan berapa tingkat kompensasi terhadap masyarakat. Besarnya WTA dari masyarakat ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, penghasilan dan biaya pengeluaran. Pertanyaan yang disampaikan berupa pertanyaan mengenai dampak yang diterima masyarakat, kualitas air, serta kerugian ekonomi dari pencemaran Sungai Musi tersebut.

4.4.2 Analisis Kesediaan Menerima WTA Responden Sesuai Skenario yang Ditawarkan

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data mengenai proporsi kesediaan menerima masyarakat sesuai skenario yang ditawarkan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kuesioner penelitian, sedangkan alasan responden tentang kesediaan menerima diperoleh dari wawancara secara mendalam (interdeph interview) terhadap masyarakat. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi dilakukan dengan alat regresi logit. Model logit digunakan untuk mengestimasi peluang rumahtangga untuk menerima atau tidak menerima dana kompensasi akibat pencemaran Sungai Musi oleh industri. Bentuk model regresi logit yang digunakan untuk mengkaji kesediaan/ketidaksediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi yaitu :

Li Sedia = Ln [Pi/(1-Pi)] = β0+ β1PDK + β2PDPT + β3JTG + β4 US + β5 LT

+ β6 JTT + β7 KWA + β8 BTPA + β9 BKSH + β10 Dbruh + β11

Dwrsta + β13 Dnlyn +

ε

i

dimana :

Li Sedia = peluang responden bersedia atau tidak bersedia menerima akibat

eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri (bernilai 1 untuk “bersedia” dan bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)

β = konstanta


(36)

36 PDK = Pendidikan (tahun)

PDPT = Pendapatan (Rp)

JTG = Jumlah tanggungan (orang) US = Usia responden (tahun) LT = Lama Tinggal (tahun) JTT = Jarak tempat tinggal (meter) KWA = Kualitas air (deskriptif)

BTPA = Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp) BKSH = biaya kesehatan (Rp)

Dbruh = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0) Dwrsta = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan

wiraswasta = 0)

Dnlyn = dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)

i = responden ke-i

ε

i = galat

4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat terhadap Pencemaran Sungai Musi

Pendekatan CVM akan digunakan untuk mengetahui besarnya nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash, 1993), yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Dalam penelitian ini, pasar hipotetis dibentuk berdasarkan skenario bahwa industri di sekitar Sungai Musi akan memberlakukan kebijakan baru yaitu pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak pencemaran. Responden akan diberi gambaran bahwa industri akan memberikan kompensasi/fasilitas bagi masyarakat sebagai upaya pengurangan dampak negatif yang timbul. Bentuk kompensasi yang ditawarkan bervariasi, dan responden akan memilih sesuai dengan keinginannya. Adapun bentuk kompensasi yang


(37)

37 ditawarkan berupa perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll), pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring air, dan pemberian dana kompensasi. Pertanyaan dalam pasar hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah :

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Survei dilakukan dengan wawancara langsung dan responden ditanya nilai minimum WTA dengan cara Payment Card (Metode kartu pembayaran).

3. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA diperoleh. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :

dimana :

E WTA = Dugaan rataan WTA xi = Jumlah tiap data

n = Jumlah Responden

i = Responden ke-i yang bersedia menerima kompensasi 4. Menduga Kurva Penawaran

Menduga penawaran merupakan proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :

WTA = f (PDK, PDPT, JTG, US, LT, JTT, KWA, BTPA, BKSH, Dbruh, Dwrsta , Dnlyn)

dimana :

PDK = Pendidikan (tahun)

“Bersediakah bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam upaya pengurangan dampak negatif dari pencemaran Sungai Musi yang timbul dari kegiatan industri dan bentuk kompensasi apa yang Anda harapkan dari industri sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan?


(38)

38 PDPT = Pendapatan (Rp)

JTG = Jumlah tanggungan (orang) US = Usia responden (tahun) LT = Lama Tinggal (tahun) JTT = Jarak tempat tinggal (meter) KWA = Kualitas air (deskriptif)

BTPA = Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp) BKSH = biaya kesehatan (Rp)

Dbruh = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0)

Dwrsta = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan wiraswasta = 0)

Dnlyn = dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA masyarakat dapat diperoleh setelah menduga nilai tengah WTA masyarakat dengan rumus :

dimana :

TWTA = Total WTA

WTAi = WTA individu ke-i

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi

(i=1,2,3,…,k)

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Tahap ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Pelaksanaan model CVM dapat dilihat dengan melihat tingkat keandalan


(39)

39 (reability) fungsi WTA. Uji yang dapat dilakukan dengan uji keandalan yang melihat R square dari model Ordinary Least Square (OLS)

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA)

Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat yang mengalami eksternalitas negatif atas pencemaran air Sungai Musi. Fungsi persamaannya sebagai berikut :

midWTA = β0+ β1PDK + β2PDPT + β3JTG + β4US + β5LT + β6JTT + β7

KWA + β8 BTPA + β9 BKSH + β10 Dbruh + β11 Dwrsta + β12

Dnlyn +

ε

dimana :

midWTA = Nilai WTA responden β = konstanta

β 1,,,β13 = koefisien regresi β = konstanta

β 1,,,β13 = koefisien regresi PDK = Pendidikan (tahun) PDPT = Pendapatan (Rp)

JTG = Jumlah tanggungan (orang) US = Usia responden (tahun) LT = Lama Tinggal (tahun) JTT = Jarak tempat tinggal (meter) KWA = Kualitas air (deskriptif)

BTPA = Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp) BKSH = biaya kesehatan (Rp)

Dbruh = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0) Dwrsta = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan

wiraswasta = 0)

Dnlyn = dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)

i = responden ke-i


(40)

40 Variabel-variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel pendidikan, jumlah tanggungan, usia responden, lama tinggal, biaya kesehatan, biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih, jenis pekerjaan buruh, wiraswasta, dan nelayan. Pendidikan yang semakin tinggi mencerminkan semakin tingginya tingkat pengetahuan responden akan eksternalitas lingkungan, sehingga responden akan mengharapkan nilai yang tinggi. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga dalam satu rumahtangga yang terkena dampak dari pencemaran Sungai Musi. Usia responden dan lama tinggal diduga menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama responden tinggal di daerah tercemar maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Biaya kesehatan terkait dengan besarnya dana yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang timbul akibat pencemaran. Semakin tinggi biaya kesehatan dan biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Jenis pekerjaan buruh, wiraswasta, dan nelayan diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko yang tinggi dan keterkaitan langsung dengan pemanfaatan air Sungai Musi.

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA yaitu pendapatan, jarak tempat tinggal, kualitas air, jenis pekerjaan pegawai swasta. Semakin tinggi tingkat pendapatan responden maka responden tersebut akan merasa semakin berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran sehingga nilai WTA yang diinginkan rendah. Jarak tempat tinggal yang semakin dekat dengan sumber pencemaran diduga akan membuat nilai WTA yang diinginkan akan semakin tinggi. Kualitas air diduga berpengaruh negatif karena


(41)

41 semakin tinggi (baik) kualitas air, maka nilai kompensasi yang diharapkan akan semakin kecil. Jenis pekerjaan pegawai swasta diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang rendah karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko dan keterkaitan yang rendah dengan pemanfaatan air Sungai Musi.

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi

Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara : 1. Uji Keandalan

Uji keandalan dilakukan dalam evaluasi CVM dilihat dengan nilai R-Square (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) merekomendasikan 15 persen sebagai batas minimum dari R2 yang realiabel. Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM.

2. Uji Statistik t

Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui apakah dalam regresi variabel bebas (X1, X2, …, Xn) secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel

terikatnya (Y). Ramanathan dalam Tampubolon 2011, prosedur pengujian uji statistik t adalah :

H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

H1 : βi ≠ 0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Jika thit(n-k) < tα/2 maka Ho diterima (-t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel), artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y).


(42)

42 Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1 (-t tabel atau t hitung > t tabel), artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

3. Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut (Ramanathan 1997, dalam Tampubolon, 2011) adalah :

H0 = β1 = β2 = β3 = … β = 0 H0 = β1 = β2 = β3 = … β ≠ 0

dimana :

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel k = jumlah peubah

Jika Fhit < Ftabel maka terima Ho yang artinya secara serentak variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Jika Fhit > Ftabel, maka terima H1 yang berarti variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Pengujian juga dapat melihat nilai P-value dari model seluruh variabel bebas secara bersama. Apabila P-value < α yang digunakan, maka tolak H0 yang artinya variabel bebas secara bersama -sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

4. Uji Terhadap Kolinear Ganda ( Multicollinearity )

Dalam model dengan banyak peubah sering mengalami masalah multikolinear yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah ada tidaknya multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi


(43)

43 dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2 ) dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2 ). Masalah multicollinearity juga dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinear.

5. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White, yaitu dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen, dengan variabel dependen ditambah dengan kuadrat variabel independen, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel independen.

Prosedur pengujiannya dilakukan dengan hipotesis berikut : H0 : Tidak ada heterokedastisitas

H1 : ada heterokedastisitas 6. Uji Normalitas

Uji normalitas perlu dilakukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan yaitu uji Kolmogorov-smirnov. Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, yang artinya data tersebut tidak normal. Jika signifikansi di atas 5% maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.


(44)

44

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang

Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2°52' - 3°5' Lintang Selatan dan 104°37' - 104°52' Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata delapan meter dari permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

b) Batas Selatan : Kabupaten Ogan Komering Ilir c) Batas Timur : Kabupaten Banyuasin

d) Batas Barat : Kabupaten Banyuasin

Luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km2 dengan jumlah penduduk yaitu 1.455.284 jiwa, terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Gandus (68,78 km2), sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Ilir Barat II (6,22 km2). Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Ilir Timur I (10677,85 jiwa/ km2), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu Kecamatan Sematang Borang (625,88 jiwa/km2). Palembang memiliki 107 jumlah kelurahan dengan 946 rukun warga (RW) dan 4.018 unit organisasi rukun tetangga (RT). Lokasi penelitian berada di tiga kecamatan yaitu di Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Gandus dan Kecamatan Ilir Timur II (Lampiran 4).

Pada Tabel 4 ditunjukkan luas daerah dan pembagian wilayah administrasi menurut kecamatan di kota Palembang.


(45)

45

Tabel 4. Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010

No Kecamatan Luas

(km2)

Persentase terhadap Luas Palembang (%) Jumlah Kelurahan Jumlah RW Jumlah RT

1 Ilir Barat II 6,220 1,55 7 52 208

2 Gandus 68,780 17,17 5 35 163

3 Seberang Ulu I 17,440 4,35 10 96 450

4 Kertapati 42,560 10,62 6 51 265

5 Seberang Ulu II 10,690 2,67 7 67 254

6 Plaju 15,170 3,79 7 66 218

7 Ilir Barat I 19,770 4,93 6 65 297

8 Bukit Kecil 9,920 2,48 6 39 196

9 Ilir Timur I 6,500 1,62 11 72 264

10 Kemuning 9,000 2,25 6 51 201

11 Ilir Timur II 25,580 6,39 12 94 364

12 Kalidoni 27,920 6,97 5 41 226

13 Sako 18,040 4,50 4 77 249

14 Sematang Borang 36,980 9,23 4 23 108

15 Sukarami 51,459 12,85 7 68 347

16 Alang-alang Lebar 34,581 8,63 4 49 208

Jumlah/Total 400,61 100,0 107 946 4.018

Sumber : BPS Kota Palembang, 2011

Letak Kota Palembang cukup strategis sebagai jalur transportasi karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera, dan terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera yang juga berfungsi sebagai sarana transportasi air dan perdagangan antar wilayah.

5.1.1 Kondisi Sungai Musi

Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Studi ini dilakukan di dua wilayah tersebut karena diduga pencemaran Sungai Musi terjadi di sepanjang Sungai, mulai dari hulu hingga hilir. Sungai Musi merupakan sungai terbesar di Sumatera dengan panjang mencapai 750 km dengan kedalaman mencapai 25 meter yang dapat dilalui kapal-kapal besar. Air sungai Musi mengalir dari anak-anak sungai besar mulai dari Jambi dan Bengkulu sehingga dijuluki sebagai Venice from the East. Sungai Musi disebut juga Batanghari


(46)

46 Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, yaitu Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut yaitu :

1. Sungai Komering 2. Sungai Rawas 3. Sungai Leko 4. Sungai Lakitan

5. Sungai Kelingi 6. Sungai Lematang 7. Sungai Semangus 8. Sungai Ogan.

Kota Palembang mempunyai 108 anak sungai dan terdapat empat sungai besar yang melintasinya. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter, Sungai Ogan dengan lebar rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter. Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat ± 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 - 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.3

Kota Palembang juga dikenal sebagai kota industri dan kota perdagangan. Dari data Badan Lingkungan Hidup Daerah Palembang, 2011 terdapat sekitar 24 industri yang berada di pinggiran Sungai Musi (Lampiran 5). Industri tersebut

3


(47)

47 bervariasi mulai dari industri crumb rubber, industri semen, penampungan batubara, pengilangan minyak, latex, industri kecap, pengalengan udang,industri gas oksigen dan nitrogen, depot penampungan BBM, pembangkit listrik dan stasiun kereta api. Tabel 5 menunjukkan jumlah industri besar menurut kecamatan di Kota Palembang.

Tabel 5.Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010

No Kecamatan Industri Logam,

Mesin, Kimia dan Aneka Industri Industri Hasil Pertanian dan Perikanan Industri Hasil Pertanian dan Perikanan Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja

1 Ilir Barat II - - - -

2 Gandus 2 80 - - 7 1 946

3 Seberang Ulu I - - - -

4 Kertapati 2 737 1 26 3 972

5 Seberang Ulu II 1 92 - - - -

6 Plaju 1 30 - - 1 429

7 Ilir Barat I 2 23 1 12 - -

8 Bukit Kecil - - - -

9 Ilir Timur I 1 88 - - - -

10 Kemuning 1 7 - - - -

11 Ilir Timur II 1 89 1 463 3 487

12 Kalidoni 3 3 229 - - - -

13 Sako 4 687 - - - -

14 Sematang Borang

- - - -

15 Sukarami 6 369 2 2455 1 28

16 Alang-alang Lebar

1 12 - - - -

Jumlah/Total 25 5 443 5 2 956 15 3 862

Sumber : BPS Kota Palembang, 2011

5.2 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden dari daerah hulu dan hilir didasarkan pada hasil survei yang telah dilakukan terhadap 70 RT. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari


(48)

48 industri terdekat, biaya kesehatan, biaya pengeluaran untuk memperoleh air bersih dan jenis penyakit yang sering dialami responden.

5.2.1 Jenis Kelamin

Perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan yaitu suami atau istri dalam sebuah rumah tangga pada penelitian ini jumlahnya tidak berbeda jauh. Jumlah responden laki-laki yaitu 36 orang, sedangkan responden perempuan sebanyak 34 orang. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan adalah 51 persen berbanding 49 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 5.2.2 Usia

Tingkat usia responden bervariasi, dengan usia paling muda yaitu 20 tahun dan yang paling tua yaitu 74 tahun. Persentase tertinggi yaitu pada kelompok usia 43 - 55 tahun dengan persentase 34 persen. Responden dengan usia 17 - 29 tahun berjumlah 17 persen, usia 30 - 42 tahun berjumlah 30 persen, sedangkan usia 56 - 68 tahun berjumlah 17 persen dan usia 69 - 74 tahun berjumlah dua persen. Responden pada penelitian ini seluruhnya telah berstatus menikah dan memiliki tanggungan. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden.


(49)

49

Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur 5.2.3 Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 46 persen. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) berjumlah 23 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berjumlah 17 persen. Sulit ditemui responden dengan pendidikan yang tinggi yaitu perguruan tinggi, sementara responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 14 persen. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat disajikan pada Gambar 6.


(50)

50

5.2.4 Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden bervariasi mulai dari pegawai swasta, wiraswasta, nelayan dan buruh harian. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian responden terbanyak adalah sebagai wiraswasta dengan persentase sebesar 49 persen, diikuti oleh jenis pekerjaan buruh (43 %), pegawai swasta dan nelayan dengan persentase masing-masing empat persen. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sebaran responden menurut jenis pekerjaan 5.2.5 Tingkat Pendapatan

Sebagian besar responden mayoritas bekerjaan sebagai wiraswasta dan buruh. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendapatan responden, dimana persentase kelompok pendapatan terbesar yaitu Rp 500.000,00 - Rp 1.500.000,00 sebesar 76 persen. Sebanyak 19 persen responden memiliki pendapatan Rp 1.500.001,00 - Rp 2.500.000,00. Sebanyak tiga persen responden memiliki pendapatan Rp 2.500.001,00 - Rp 3.500.000,00. sedangkan untuk pendapat kurang dari Rp 500.000,00 yaitu sebanyak satu persen, dan hanya satu persen saja responden yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 3.500.000,00. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.


(51)

51

Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan 5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup keluarga inti serta tanggungan yang bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden. Sebagian besar responden adalah rumah tangga dengan jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang dengan persentase 60 persen. Sebanyak 14 persen responden dengan jumlah tanggungan empat orang, responden dengan jumlah tanggungan tiga orang sebanyak 13 persen. Jumlah tanggungan keluarga responden dengan jumlah lima orang memiliki persentase sembilan persen dan jumlah tanggungan keluarga lebih dari sama dengan enam orang dengan persentase empat persen. Perbandingan jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 9.


(52)

52

5.2.7 Lama Tinggal

Rata-rata lama tinggal responden di sekitar industri yaitu 20,5 tahun, hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk adalah penduduk asli Kota Palembang yang sejak lahir sudah tinggal di sepanjang Sungai Musi. Responden dengan lama tinggal antara 16 - 25 tahun dengan persentase terbesar yaitu 24 persen, sementara responden dengan lama tinggal kurang dari sama dengan lima tahun sebanyak 23 persen. Responden dengan lama tinggal antara 6 - 15 tahun yaitu sebanyak 21 persen. Responden dengan lama tinggal antara 26 - 35 tahun yaitu sebanyak 16 persen sedangkan untuk responden dengan lama tinggal lebih dari sama dengan 36 tahun juga sebanyak 16 persen. Sebaran jenis dapat lama tinggal responden dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal 5.2.8 Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat

Di sepanjang Sungai Musi banyak terdapat industri yang menggunakan Sungai Musi sebagai jalur transportasinya, dan tidak dapat dipungkiri bahwa limbah industri tersebut telah mencemari air sungai. Hasil survei pada responden diketahui bahwa 33 responden (47 %) berada didekat industri pupuk, kelapa sawit, dan industri minyak hanya berjarak < 500 m. Tempat tinggal responden dengan jarak 500 - 1500 m berjumlah 25 orang dengan persentase 36 persen dengan


(53)

53 industri terdekat yaitu industri karet, minyak dan pupuk. Sementara responden dengan jarak tempat tinggal antar 1501 - 2500 m dengan industri sebanyak 12 orang (17 %), dengan industri terdekat yaitu industri pupuk, karet dan minyak. Persentase responden berdasarkan jarak tempat tinggal dengan industri terdekat dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat

5.2.9 Kenyamanan Tempat Tinggal

Meskipun terjadi perubahan lingkungan, namun kebanyakan responden merasa terbiasa dengan kondisi tersebut. Hal itu dapat dilihat dari persentase responden yang merasa biasa saja dengan pencemaran akibat kegiatan industri sebesar 73 persen. Responden yang merasa nyaman sebanyak 19 persen, tidak nyaman sebesar tujuh persen dan sangat tidak nyaman hanya satu persen saja. Hal ini juga dipengaruhi karena sebagian responden biasanya memperoleh sembako dari industri setiap tahunnya, sehingga mereka merasa itu cukup sebagai ganti rugi atas eksternalitas negatif yang mereka terima selama ini dari kegiatan industri. Persentase responden berdasarkan kenyamanan tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 12.


(1)

92 B. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan

1. Apakah Anda merasakan adanya perubahan lingkungan / kerugian akibat kegiatan industri ? [ ] Ya : ...

[ ] Tidak (selesai)

2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat kegiatan industri tersebut?

[ ] Kehilangan keanekargaman hayati ( berkurangnya jumlah ikan, pepohonan, dll) [ ] Perubahan kualitas dan kuantitas air (kotor, berbau, kering)

[ ] Pencemaran udara dan debu [ ] Kebisingan suara

[ ] Gangguan visual (Merusak pemandangan) [ ] Lainnya : ...

3. Apakah anda memanfaatkan air dari Sungai Musi? untuk apa? [ ] Mandi

[ ] Cuci [ ] Memasak [ ] Pertanian

[ ] Lainnya : ...

4. Bagaimana ketersediaan dan kualitas Air Bersih di tempat tinggal Anda ? [ ] sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa

[ ] sulit air, kotor, tidak berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, tidak berbau, tidak kotor, memiliki rasa [ ] sulit air , tidak kotor, tidak berbau, tidak memiliki rasa [ ] air tersedia, kotor, tak berbau, memiliki rasa

[ ] air tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa 5. Darimana anda memperoleh sumber air bersih? ... 6. Kerugian apa yang Anda rasakan dari pencemaran air ?

[ ] Penurunan tingkat kesehatan [ ] Kenyamanan terganggu

[ ] Peningkatan biaya pengeluaran untuk pembelian air bersih [ ] Penurunan tingkat pendapatan

[ ] Lainnya : ...

7. Apakah anda mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih setiap bulannya? [ ] Ya, berapa ? ………..

[ ] Tidak, ……….

8. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan industri ? [ ] Sangat tidak nyaman

[ ] Tidak nyaman [ ] Biasa saja [ ] Nyaman [ ] Sangat nyaman

9. Jenis Penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami ? [ ] Kulit/ Gatal- gatal

[ ] Diare [ ] Lambung [ ] Influenza


(2)

93 [ ] ISPA / TBC

[ ] Lainnya : ...

10. Berapa kali rata-rata anda sakit atau pergi ke rumah sakit dalam sebulan? [ ] Tidak Pernah [ ] 4 Kali

[ ] ≤ 2 kali [ ] ≥ 5 kali [ ] 3 Kali

11. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [ ] Ya, sebesar : Rp .../bulan/kk [ ] Tidak Ada.


(3)

94 C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi

SKENARIO

INDUSTRI SEKITAR SUNGAI MUSI AKAN MEMBERLAKUKAN PEMBERIAN DANA KOMPENSASI TERHADAP MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI YANG TERKENA EKSTERNALITAS NEGATIF.

1. Apakah Anda setuju jika suatu kegiatan industri merugikan masyarakat sekitar ? [ ] Ya

[ ] Tidak, alasan : a. Peningkatan kesejahteraan (lapangan pekerjaan) b. Peningkatan Infrastuktur (listrik,jalan,dll) c. Lainnya : ...

2. Apakah Anda bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh industri akibat kerugian yang dirasakan?

[ ] Ya

[ ] Tidak, alasan : a. Kerusakan lingkungan tidak dapat dibayar b. Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan

c. Lainnya : ...

3. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari Industri sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan?

[ ] Perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll) [ ] Pembangunan Klinik Kesehatan

[ ] Penyediaan alat penyaring air [ ] Dana Kompensasi

[ ] Lainnya : ...

4. Jika industri akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima?

[ ] Tidak Bersedia

[ ] Rp 150.000 [ ] Rp 165.000

[ ] Rp 180.000 [ ] Rp 195.000

[ ] Rp 210.000 [ ] Rp 225.000

[ ] Rp 240.000 [ ] Rp 250.000

5. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : ...


(4)

95 Lampiran 9. Dokumentasi


(5)

96

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Tantri Nova Sianturi, dilahirkan di Siborongborong, Tapanuli Utara pada hari Rabu tanggal 11 April 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara, dari pasangan Bangun Sahat Sianturi dan Rosaida br. Sihombing.

Penulis memulai pendidikan di TK Pelangi Kasih Siborongborong pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Siborongborong. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Siborongborong. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Siborongborong pada tahun 2005.

Setelah menyelesaikan pendidikan selama 12 tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Penulis diterima di perguruan tinggi negeri yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008, yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama Perkuliahan penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, seperti UKM PMK IPB di komisi kesenian, penerima beasiswa Karya Salemba Empat sejak tahun 2010 dan mengikuti organisasi diluar kemahasiswaan dan menjabat sebagai bendahara umum pada tahun 2009 - 2010 di organisasi daerah Siborongborong (GAMASINTAN).


(6)

ii

RINGKASAN

TANTRI NOVA SIANTURI.

Eksternalitas Negatif dari Pencemaran

Sungai Musi

Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan

Industri.

Dibimbing oleh

EKA INTAN KUMALA PUTRI

Pencemaran Sungai Musi menimbulkan eksternalitas berupa penurunan kualitas dan kuantitas air bersih, kehilangan keanekaragaman hayati, pencemaran udara, dan penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat pencemaran Sungai Musi karena kegiatan industri; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri; (3) menghitung besarnya nilai kesediaan menerima kompensasi (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri; (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi.

Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, Palembang. Pengambilan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2012. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis mengenai nilai kompensasi (WTA) dilakukan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Peluang kesediaan menerima WTA dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan regresi logistik dan regresi linear berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi yang ditimbulkan akibat kegiatan industri di Palembang dirasakan oleh seluruh responden. Bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air Sungai Musi , dimana kuantitas air kurang dan kualitas air buruk.

Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp. 210.333,3 per bulan per

rumahtangga, sedangkan nilai total WTA responden yaitu sebesar

Rp.13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp. Rp. 17.804.293.178,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu usia, pekerjaan wiraswasta, tingkat pendidikan dan pendapatan.