15
hasil pembakaran dari kegiatan industri juga menimbulkan perubahan kualitas udara, yang mengorbankan masyarakat melalui penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan ISPA akibat pencemaran udara.
2.3. Eksternalitas Negatif
Eksternalitas terjadi ketika kegiatan konsumsi atau produksi dari suatu individu atau perusahaan mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap
utilitas atau fungsi produksi inividu atau perusahaan lain Mueller, 1989. Eksternalitas dapat juga diartikan sebagai dampak yang diterima oleh pihak ketiga
yang diakibatkan oleh suatu kegiatan transaksi atau kegiatan ekonomi tertentu. Pada banyak kasus, baik dampak negatif dan dampak positif bisa terjadi
secara bersamaan. Dampak yang menguntungkan misalnya kejadian pada industri pupuk dimana perusahaan ini memproduksi dan memasaran pupuk untuk
mendukung ketahanan pangan nasional swasembada pangan, mengurangi pengangguran, meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar, daerah
setempat dan nasional. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara yang mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan warga sekitarnya.
Hartwick dan Olewiler 1998 dalam Fauzi 2006 menggunakan terminologi lain untuk menggambarkan eksternalitas yaitu eksternalitas privat dan
eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa pihak individu, bahkan bisa juga bersifat bilateral dan tidak menimbulkan spill over
limpahan kepada pihak lain. Sedangkan, eksternalitas publik terjadi apabila barang publik dikonsumsi dengan pembayaran yang tidak tepat.
16
Kemungkinan eksternalitas yang dapat terjadi dalam interaksi ekonomi, yaitu :
1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain
Tindakan produsen dimana kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya
sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air, akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi perusahaan lain yang juga memanfaatkan air tersebut dalam proses
produksinya.
2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen
Aktivitas produsen yang merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga konsumen. Contohnya, pencemaran sungai yang diakibatkan limbah
suatu pabrik akan mengganggu kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut.
3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain
Aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau mengganggu fungsi utilitas konsumen yang lain. Contohnya yaitu seseorang yang
merokok dalam angkot akan mengganggu kenyamanan penumpang lainnya.
4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu.
Adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat jika semua dampak negatif maupun dampak positif dimasukkan dalam
perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi akan tercapai apabila :
MSC = MSB MSC = PMC + MEC
MSB = MPB + MEB
17
Dimana : MSC = Marginal Social Cost
MSB = Marginal Social Benefit PMC = Marginal Private Cost
MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefit
MEB = Marginal External Benefit Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEB
dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan
biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC =
PMC + MEC MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisien produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat.
Sumber : Mangkoesoebroto 1993
Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif 2.4.
Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah pencemaran sungai, tetapi kurang menilai dari aspek lingkungan dan ekonominya.
Dalam penelitian kali ini akan dibahas juga dampak kerugian ekonomi dan nilai
PMC MSC = PMC + MEC
MEC
Jumlah Produksi Rp
H1
H
Q1 Q2
e d
MSB
18
kompensasi WTA yang diinginkan oleh masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh akibat kegiatan industri.
Salah satu penelitian yang membahas tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Bahroin Idris Tampubolon dari Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon 2011 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat
akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor”. Tujuan penelitian
tersebut adalah mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batu gamping, mengkaji peluang kesediaan
masyarakat dalam menerima dana kompensasi, mengkuantifikasi besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi, serta mengkaji faktor-faktor yang
berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran,
perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.
Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah
sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp.6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar
Rp.447.975.000 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai
19
WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.
Antika 2011 dengan judul “Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas”. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, Contingen Valuation Method CVM, dan analisis regresi. Analisis deskriptif kualitatif digunakan
dalam menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan. CVM digunakan untuk mengestimasi nilai WTA masyarakat terhadap
program pembayaran jasa lingkungan, sedangkan analisis regresi digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA.
Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi sebagian responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang pernah berjalan.
Responden juga merasa puas dikarenakan perubahan kualitas lingkungan yang semakin baik. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air yang melimpah baik di
musim kemarau maupun musim hujan. Berdasarkan hasil analisis CVM diperoleh nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp. 8.265,00 per pohon per tahun
. Evaluasi CVM dilakukan dengan melihat nilai R
2
analisis berganda yaitu sebesar 43,6. Nilai R
2
yang kecil ini disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan untuk populasi belum
dapat menangkap keragaman yang ada secara keseluruhan. Sementara itu, faktor- faktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon
yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kepuasan responden terhadap
besarnya nilai kompensasi.
20
Widiastuty 2001 dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk
Sriwidjaja terhadap Kualitas Sungai Musi Kotamadya Palembang ”. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja serta perubahan kualitas air baik dari segi fisik, kimia dan biologi
hewan makrobentos akibat adanya kegiatan pabrik terhadap perairan Sungai Musi di Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan selaku pengambil
kebijakan dalam pengelolaan lingkungan tentang kondisi kualitas air Sungai Musi. Hasil analisis menunjukkan secara umum kualitas fisik air Sungai Musi
suhu, DLH, muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan dari sembilan stasiun pengamatan yang dianalisa masih menunjukkan keadaan yang relatif baik untuk
berbagai peruntukkan. Derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut pada sembilan stasiun pengamatan masih pada tingkat normal. Kandungan ammonia
dan padatan tersuspensi di sembilan stasiun pengamatan masih tergolong rendah. Hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di sembilan stasiun pengamatan
ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di
Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi
bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat kisaran 0.48-1.557 berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener. Penelitian tersebut
pada intinya membahas hal yang sama dengan yang dilakukan oleh penulis. Namun peneliti tersebut lebih bersifat teknik, sedangkan penulis melakukan survei
ke masyarakat, serta menganalisis pencemaran baik dari segi sosial dan ekonomi.
21
Penelitian mengenai kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitian-
penelitian tersebut dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan
yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi,
dan fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nilai kompensasi akibat
pencemaran Sungai Musi adalah dengan tahapan Contingent Valuation Method CVM.
22
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis