47
bervariasi mulai dari industri crumb rubber, industri semen, penampungan batubara, pengilangan minyak, latex, industri kecap, pengalengan udang,industri
gas oksigen dan nitrogen, depot penampungan BBM, pembangkit listrik dan stasiun kereta api. Tabel 5 menunjukkan jumlah industri besar menurut kecamatan
di Kota Palembang.
Tabel 5. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan
di Kota Palembang Tahun 2010
No Kecamatan
Industri Logam, Mesin, Kimia dan
Aneka Industri Industri Hasil
Pertanian dan Perikanan
Industri Hasil Pertanian dan
Perikanan
Unit Usaha
Tenaga Kerja
Unit Usaha
Tenaga Kerja
Unit Usaha
Tenaga Kerja
1 Ilir Barat II
- -
- -
- -
2 Gandus
2 80
- -
7 1 946
3 Seberang Ulu I
- -
- -
- -
4 Kertapati
2 737
1 26
3 972
5 Seberang Ulu II
1 92
- -
- -
6 Plaju
1 30
- -
1 429
7 Ilir Barat I
2 23
1 12
- -
8 Bukit Kecil
- -
- -
- -
9 Ilir Timur I
1 88
- -
- -
10 Kemuning
1 7
- -
- -
11 Ilir Timur II
1 89
1 463
3 487
12 Kalidoni
3 3 229
- -
- -
13 Sako
4 687
- -
- -
14 Sematang
Borang -
- -
- -
- 15
Sukarami 6
369 2
2455 1
28 16
Alang-alang Lebar
1 12
- -
- -
JumlahTotal 25
5 443 5
2 956 15
3 862
Sumber : BPS Kota Palembang, 2011
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden dari daerah hulu dan hilir didasarkan pada hasil survei yang telah dilakukan terhadap 70 RT. Variabel yang menjadi
perhatian dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari
48
industri terdekat, biaya kesehatan, biaya pengeluaran untuk memperoleh air bersih dan jenis penyakit yang sering dialami responden.
5.2.1 Jenis Kelamin
Perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan yaitu suami atau istri dalam sebuah rumah tangga pada penelitian ini jumlahnya tidak berbeda jauh.
Jumlah responden laki-laki yaitu 36 orang, sedangkan responden perempuan sebanyak 34 orang. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan
adalah 51 persen berbanding 49 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 5.2.2 Usia
Tingkat usia responden bervariasi, dengan usia paling muda yaitu 20 tahun dan yang paling tua yaitu 74 tahun. Persentase tertinggi yaitu pada kelompok usia
43 - 55 tahun dengan persentase 34 persen. Responden dengan usia 17 - 29 tahun berjumlah 17 persen, usia 30 - 42 tahun berjumlah 30 persen, sedangkan usia 56 -
68 tahun berjumlah 17 persen dan usia 69 - 74 tahun berjumlah dua persen. Responden pada penelitian ini seluruhnya telah berstatus menikah dan memiliki
tanggungan. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden.
49
Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur 5.2.3 Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan
tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar SD yaitu 46 persen. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP berjumlah
23 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA berjumlah 17 persen. Sulit ditemui responden dengan pendidikan yang tinggi yaitu perguruan tinggi,
sementara responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 14 persen. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat disajikan
pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Pendidikan
50
5.2.4 Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden bervariasi mulai dari pegawai swasta, wiraswasta, nelayan dan buruh harian. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian
responden terbanyak adalah sebagai wiraswasta dengan persentase sebesar 49 persen, diikuti oleh jenis pekerjaan buruh 43 , pegawai swasta dan nelayan
dengan persentase masing-masing empat persen. Sebaran jenis pekerjaan
responden dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sebaran responden menurut jenis pekerjaan 5.2.5 Tingkat Pendapatan
Sebagian besar responden mayoritas bekerjaan sebagai wiraswasta dan buruh. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendapatan responden, dimana
persentase kelompok pendapatan terbesar yaitu Rp 500.000,00 - Rp 1.500.000,00 sebesar 76 persen. Sebanyak 19 persen responden memiliki pendapatan Rp
1.500.001,00 - Rp 2.500.000,00. Sebanyak tiga persen responden memiliki pendapatan Rp 2.500.001,00 - Rp 3.500.000,00. sedangkan untuk pendapat
kurang dari Rp 500.000,00 yaitu sebanyak satu persen, dan hanya satu persen saja responden yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 3.500.000,00.
Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.
51
Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan 5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup keluarga inti serta tanggungan yang bukan keluarga inti yang tinggal di rumah
responden. Sebagian besar responden adalah rumah tangga dengan jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang dengan persentase 60
persen. Sebanyak 14 persen responden dengan jumlah tanggungan empat orang, responden dengan jumlah tanggungan tiga orang sebanyak 13 persen. Jumlah
tanggungan keluarga responden dengan jumlah lima orang memiliki persentase sembilan persen dan jumlah tanggungan keluarga lebih dari sama dengan enam
orang dengan persentase empat persen. Perbandingan jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
52
5.2.7 Lama Tinggal
Rata-rata lama tinggal responden di sekitar industri yaitu 20,5 tahun, hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk adalah penduduk asli Kota
Palembang yang sejak lahir sudah tinggal di sepanjang Sungai Musi. Responden dengan lama tinggal antara 16 - 25 tahun dengan persentase terbesar yaitu 24
persen, sementara responden dengan lama tinggal kurang dari sama dengan lima tahun sebanyak 23 persen. Responden dengan lama tinggal antara 6 - 15 tahun
yaitu sebanyak 21 persen. Responden dengan lama tinggal antara 26 - 35 tahun yaitu sebanyak 16 persen sedangkan untuk responden dengan lama tinggal lebih
dari sama dengan 36 tahun juga sebanyak 16 persen. Sebaran jenis dapat lama tinggal responden dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal 5.2.8 Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat
Di sepanjang Sungai Musi banyak terdapat industri yang menggunakan Sungai Musi sebagai jalur transportasinya, dan tidak dapat dipungkiri bahwa
limbah industri tersebut telah mencemari air sungai. Hasil survei pada responden diketahui bahwa 33 responden 47 berada didekat industri pupuk, kelapa sawit,
dan industri minyak hanya berjarak 500 m. Tempat tinggal responden dengan jarak 500 - 1500 m berjumlah 25 orang dengan persentase 36 persen dengan
53
industri terdekat yaitu industri karet, minyak dan pupuk. Sementara responden dengan jarak tempat tinggal antar 1501 - 2500 m dengan industri sebanyak 12
orang 17 , dengan industri terdekat yaitu industri pupuk, karet dan minyak. Persentase responden berdasarkan jarak tempat tinggal dengan industri terdekat
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat
5.2.9 Kenyamanan Tempat Tinggal
Meskipun terjadi perubahan lingkungan, namun kebanyakan responden merasa terbiasa dengan kondisi tersebut. Hal itu dapat dilihat dari persentase
responden yang merasa biasa saja dengan pencemaran akibat kegiatan industri sebesar 73 persen. Responden yang merasa nyaman sebanyak 19 persen, tidak
nyaman sebesar tujuh persen dan sangat tidak nyaman hanya satu persen saja. Hal ini juga dipengaruhi karena sebagian responden biasanya memperoleh sembako
dari industri setiap tahunnya, sehingga mereka merasa itu cukup sebagai ganti rugi atas eksternalitas negatif yang mereka terima selama ini dari kegiatan industri.
Persentase responden berdasarkan kenyamanan tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 12.
54
Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Kenyamanan Tempat Tinggal 5.2.10 Jenis Penyakit yang Sering Dialami
Berdasarkan hasil survei di lapangan, jenis penyakit yang paling sering dialami oleh responden adalah penyakit kulit gatal-gatal sebanyak 26 orang 37
. Selanjutnya yaitu penyakit influenza sebanyak 21 responden 30 , penyakit diare dengan jumlah responden 14 orang 20 . Jenis penyakit kulitgatal-gatal
dan diare diduga karena penggunaan air sungai yang telah tercemar. Hasil survei tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa air sungai yang dimanfaatkan langsung
oleh responden telah mengalami penurunan kualitas. Jenis penyakit ISPA sebanyak dua responden 3 dan tiga responden 4 penyakit lainnya,
diantaranya pusing-pusing. Jenis penyakit batuk, influenza, dan ISPA diduga disebabkan oleh kondisi udara di sekitar tempat tinggal responden dalam keadaan
kurang baik. Distribusi jenis penyakit yang sering dialami responden disajikan pada Gambar 13.
55
Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami
5.2.11 Biaya Pengeluaran untuk Memperoleh Air Bersih
Pencemaran air Sungai Musi mengakibatkan masyarakat yang biasanya memanfaatkan air Sungai Musi secara langsung harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk memperoleh air bersih dan layak minum. Dari 70 responden diperoleh nilai rata-rata pengeluaran untuk memperoleh air bersih sebesar Rp.
76.028,00 per bulan per rumahtangga.
5.2.11 Biaya Kesehatan
Akibat seringnya masyarakat terpapar oleh pencemaran industri, terutama akibat konsumsi air Sungai Musi membuat kesehatan masyarakat di pinggiran
sungai menurun. Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap bulannya yaitu Rp. 89.786,00 per bulan per rumahtangga.
56
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai
Musi Akibat Kegiatan Industri
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan yang jatuh
diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara kelaut. Sungai memiliki peran yang sangat penting bagi mahluk hidup, selain sebagai sumber
utama air minum, juga sebagai jalur transportasi air dan bahkan menjadi sumber penghasilan bagi sebagian masyarakat.
Perkembangan industri di Sumatera Selatan dewasa ini cukup pesat. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik
berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya B3 dan masuk ke Sungai Musi. Perubahan
lingkungan dalam hal ini pencemaran air sungai akibat kegiatan industri sangat dirasakan sebagian masyarakat yang masih memanfaatkan air Sungai Musi secara
langsung. Hasil penelitian terhadap 70 responden dari wilayah hulu dan hilir menunjukkan bahwa seluruh responden 100 merasakan adanya perubahan
lingkungan akibat kegiatan industri. Bentuk perubahan yang dirasakan bervariasi, pada Gambar 14 ditunjukkan persentase dari eksternalitas negatif pencemaran
Sungai Musi akibat kegiatan industri. Sebanyak 56 responden 80 menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan berupa perubahan kualitas dan
kuantitas air. Pencemaran udara merupakan eksternalitas yang juga dirasakan responden
yang tempat tinggalnya dekat dengan pabrik maupun industri. Sebanyak 14 persen responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal mereka
57
tidak bersih karena setiap kali pabrik membuang limbah cair maupun gas maka akan menimbulkan bau yang tidak sedap.
Sebesar enam persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan yaitu kehilangan keanekaragaman hayati. Mereka menyatakan
seringkali menemukan ikan dan udang mati dan mengambang ke permukaan sungai, diduga penyebabnya adalah kualitas air Sungai Musi yang telah
melampaui baku mutu yang mengakibatkan biota air tidak dapat bertahan hidup
dalam air sungai tersebut.
Gambar 14. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri.
Beberapa responden merasa kesulitan untuk memperoleh air bersih. Sebagian kecil responden memang telah memperoleh air bersih dari penggunaan
Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum PAM, namun sebagian besar responden lainnya hanya memanfaatkan air Sungai Musi yang biasanya diendapkan satu
malam dan diberi tawas penjernih air agar keesokan harinya air yang ditampung tersebut sudah jernih dan dapat dikonsumsi. Selain itu untuk memperoleh air
bersih responden biasanya membeli air dari tetangga yang telah menggunakan air PAM, membeli air galon dan menampung air hujan. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa 54 persen responden menyatakan bahwa untuk memperoleh
58
air bersih di daerah tempat tinggal mereka cukup sulit karena kuantitas air kurang, dan kualitas air buruk kotor, berbau dan memiliki rasa. Sebanyak 29 persen
responden menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas air bersih disekitar tempat tinggal mereka cukup baik, hal ini karena perusahaan membangun tempat
penampungan air bersih bagi masyarakat yang berada di dekat industri. Sebesar 11 persen responden menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk memperoleh air
bersihkuantitas air kurang tetapi kualitas air baik tidak kotor, tidak berbau dan tidak memiliki rasa dan sebesar enam persen responden menyatakan bahwa
kuantitas air baik namun kualitas air buruk. Adapun persentase dampak perubahan kuantitas dan kualitas air yang dirasakan responden dapat dilihat pada Gambar 15
Gambar 15. Persentase Dampak Perubahan Kuantitas dan Kualitas Air yang Dirasakan Rumahtangga
6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Pencemaran Sungai Musi
Dalam skenario bentuk kompensasi yang ditawarkan dari industri sebagai ganti rugi atas dampak pencemaran yang ditimbulkan yaitu perbaikan
Infrastruktur Jalan, Jembatan, Listrik.dll, pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring air bersih dan pemberian dana Kompensasi. Sebanyak
60 responden 86 bersedia menerima dana kompensasi dan 10 responden 14
59
tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Persentase Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi
Alokasi dana kompensasi yang diharapkan oleh responden akan dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Sebanyak 40 responden 57
menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima untuk biaya kesehatan. Sebanyak 25 responden 22 menyatakan akan memanfaatkan dana
kompensasi untuk biaya tambahan untuk membeli air bersih yang biasanya di peroleh dari tetangga yang menggunakan PAM dan dari pembelian air galon.
Sebanyak 10 responden 14 menyatakan akan menggunakan dana kompensasi untuk biaya tambahan pembelian alat penyaring air atau pemasangan air ledeng,
sedangkan tujuh persen responden akan mengalokasikan untuk biaya lainnya seperti tambahan biaya hidup, biaya pendidikan anak, dan tambahan modal
usaha. Sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden apabila program tersebut memang terlaksana dapat dilihat pada Gambar 17.
60
Gambar 17. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi oleh Rumahtangga
Sebanyak 10 orang responden yang tidak bersedia untuk menerima dana kompensasi 14 menyatakan bahwa mereka tidak memilih dana kompensasi
sebagai ganti rugi karena mereka tidak yakin bahwa perusahaan akan pernah memberikan dana kompensasi tersebut karena sebelumnya masyarakat sudah
sangat sering melakukan demo tuntutan ganti rugi atas pencemaran, namun tidak dikabulkan oleh perusahaan. Responden mengharapkan bentuk kompensasi
berupa perbaikan Infrastruktur Jalan, Jembatan, Listrik.dll, pembangunan klinik kesehatan dan penyediaan alat penyaring air bersih. Sebanyak 60 persen
responden menginginkan perusahaan menyediakan alat penyaring air bersih bagi setiap rumah tangga sebagai bentuk kompensasi atas pencemaran yang dirasakan.
Sebanyak 30 persen responden menginginkan pembangunan klinik kesehatan di daerah tempat tinggalnya karena mereka merasakan kesehatan terganggu akibat
konsumsi air sungai yang telah tercemar industri, dan hanya 10 persen responden saja yang menginginkan kompensasi berupa perbaikan infrastruktur. Sebaran
keinginan bentuk kompensasi responden disajikan pada Gambar 18.
61
Gambar 18. Sebaran Keinginan Bentuk Kompensasi Rumahtangga Selain Dana
Berdasarkan analisis regresi logistik diperoleh nilai peluang potensial dan aktual dari jumlah responden yang bersedia dan tidak bersedia menerima dana
kompensasi. Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan expectation dan kondisi aktual ditunjukkan dengan nilai observasi observation. Tabel 6
menunjukkan nilai observasi dan harapan terhadap peluang kesediaan responden.
Tabel 6. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Rumahtangga
Observasi Harapan
Kesediaan Tidak Bersedia
Bersedia Total
Koreksi persen
Frekuensi orang
Persentase Frekuensi
orang Persentase
Kesediaan Tidak
Bersedia 5
0,5 5
0,5 10
50,0
Bersedia 3
0,05 57
0,95 60
95,0
Total 8
0,11 62
0,89 70
-
Nilai Keseluruhan Terkoreksi 88,6
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Dari Tabel 6 dapat dilihat nilai observasi dan harapan terhadap peluang kesediaan responden dalam menerima dana kompensasi akibat eksternalitas
negatif secara keseluruhan. Terdapat perbedaan antara nilai keseluruhan terkoreksi sebesar 88,6 persen dan diduga terdapat dua responden yang menjawab dengan
ragu-ragu dalam menentukan pilihan. Hasil hosmer and lemeshow test
62
menunjukkan bahwa nilai p 0,992 lebih besar dari alpha 0,2, yang berarti bahwa data empiris cocok dengan model Lampiran 6.
Model yang dihasilkan yaitu :
Li = 21,246 + 0,001 BPAB + 0,001 BKSH
Tabel 7. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima dana kompensasi pencemaran Sungai Musi
B S.E.
Wald df
Sig. ExpB
Step 1
a
Constant 21.246
2.268E4 .000 1
.999 1.687E9
Usia -.040
.053 .566
1 .452
.961 Dburuh1
-1.045 2.645
.156 1
.693 .352
D
nlyn
1 -19.091
2.268E4 .000 1
.999 .000
D
wrsta
1 1.086
2.415 .202
1 .653
2.962
PDK
.413 3
.938
PDK
1 21.112
1.051E4 .000 1
.998 1.475E9
PDK
2 1.160
1.829 .403
1 .526
3.190
PDK
3 .833
1.866 .199
1 .655
2.300
PDPT
.000 .000
.845 1
.358 1.000
JTG -.250
.364 .471
1 .493
.779 LT
-.017 .050
.111 1
.739 .983
JTT .001
.001 1.072
1 .300
1.001 KWA
2.147 3
.542 KWA1
-.671 1.949
.118 1
.731 .511
KWA 2 -1.505
1.897 .629
1 .428
.222 KWA3
-3.403 2.721
1.563 1
.211 .033
BPAB
.001 .000
2.628 1
.105 1.000
BKSH
.001 .000
1.997 1
.158 1.000
Hosmer and Lemeshow Test
99,2
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Keterangan : nyata pada taraf α = 15
nyata pada taraf α = 20 Berdasarkan Tabel 7 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata
terhadap model pada alpha 15 dan 20, yaitu variabel biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan.
Variabel biaya pengeluaran air bersih memiliki nilai P-value 0,105 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 15.
63
Koefisien variabel ini bertanda positif + berarti semakin tinggi biaya pengeluaran air bersih responden, maka peluang kesediaan menerima dana
kompensasi akibat eksternalitas negatif yang timbul semakin besar. Nilai ExpB variabel ini bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan
biaya pengeluaran air bersih yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada responden dengan biaya pengeluaran air bersih yang lebih rendah.
Variabel biaya kesehatan memiliki nilai P-value 0,158 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 20.
Koefisien variabel ini bertanda positif + berarti semakin tinggi biaya kesehatan responden, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasi akibat
eksternalitas negatif yang timbul juga semakin besar. Nilai Exp B variabel ini bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan biaya
kesehatan yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada responden dengan biaya kesehatan yang lebih rendah.
6.3. Analisis Willingness to Accept WTA Responden Terhadap dana