Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

(1)

EKSTERNALITAS NEGATIF PENCEMARAN SUNGAI

KAMPAR AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN

EMAS TANPA IZIN (PETI)

(Studi Kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)

RAHAYU EKA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) adalah benar karya saya dengan arahan daridosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Rahayu Eka Putri H44090034


(4)

iv

ABSTRAK

RAHAYU EKA PUTRI. Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Pemanfaatan sumberdaya alam salah satunya dapat dilakukan melalui sektor

pertambangan, baik secara legal maupun ilegal. Salah satu penambangan yang umum dilakukan masyarakat adalah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Umumnya, masyarakat melakukan kegiatan PETI di sungai, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya. PETI memang menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai wadah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dari pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan penambangan emas ilegal. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendeskripsikan gambaran aktivitas PETI di Sungai Kampar, mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran sungai akibat aktivitas PETI, dan mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan mengestimasi nilai Willingness to Pay (WTP) penambang dengan pendekatan CVM. Pengambilan sample dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar, penambang PETI dan stakeholder. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa aktivitas PETI sudah dilakukan sejak tahun 2008 dengan jumlah penambang 150 orang. PETI menimbulkan eksternalitas negatif yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Penambang bersedia mengeluarkan biaya untuk penanggulangan pencemaran sungai. Nilai dugaan rata-rata WTP penambang skala kecil adalah sebesar Rp 34 999 per sekali menambang per orang dan penambang skala besar adalah sebesar Rp 50 000 per sekali menambang per orang. Ada 4 faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP yaitu usia, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama menetap penambang.

Kata kunci : CVM, eksternalitas negatif, pencemaran sungai, PETI, Willingness to Pay


(5)

ABSTRACT

RAHAYU EKA PUTRI. Negative Externality Kampar River Pollution as a Result of Golden Mining Activity Without Authorization. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

One of the natural resources utilization can be conducted from mining sector, both in a legal and illegal. One of the mining common conducted by the society is Gold Mining without Authorization (PETI). Generally, people conduct the PETI activity in a river, that will bring negative impacts such as water and soil contamination, also have negative damage both healthy and the ecosystem of resources. PETI has been threaten for people life which utilize river as the place to fulfill their daily needs. This research has been conducted to determine the negative externality perceived by the people through Kampar River contamination as the impact of illegal golden mining activities. The specific objective of this research was to describe the PETI activity in Kampar River, to identify the negative externality perceived by the people through river contamination as the impact of PETI activity, and to estimate PETI eligibility to pay for the eradication of Kampar River contamination. The method used in this research was the descriptive analysis and estimate the value of Willingness to Pay (WTP) by the miner with the CVM approaching method. The sampling conducted by purposive sampling method from people lived around Kampar River, PETI miner and stakeholder. The result of this research showed that PETI activity had been conducted since 2008 with the total miner of 150 people. PETI effect the negative externality perceived by the people live around Kampar River. The miners were eligible to pay the cost for the eradication of river contamination. The average estimated value of WTP in small scale miner was Rp 34 999 per mining per person and big scale miner was Rp 50 000 per mining per person. There were 4 factors affect the amount of WTP value there were age, revenue level, family responsibility number and time for the miner stayed.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

EKSTERNALITAS NEGATIF PENCEMARAN SUNGAI

KAMPAR AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN

EMAS TANPA IZIN (PETI)

(Studi Kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)

RAHAYU EKA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

Nama : Rahayu Eka Putri NIM : H44090034

Disetujui oleh

Dr.Ir. Eka Intan Kumala Putri,MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(10)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelarsarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian berlangsung dan penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulias sampaikan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Aparat Desa Lipatkain serta masyarakat dan penambang PETI, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta sahabat-sahabat terbaik saya atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar Belakang ... 1

1.2 ... Perumus an Masalah ... 4

1.3 ... Tujuan Penelitian ... 5

1.4 ... Manfaat Penelitian ... 5

1.5 ... Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam ... 7

2.2 Teori Eksternalitas ... 8

2.3 Pertambangan Emas ... 10

2.4 Pencemaran Air ... 12

2.5 Penelitian Terdahulu ... 15

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoristis ... 17

3.1.1 Konsep Willingness to Pay ... 17

3.1.2 Model Regresi Linier Berganda ... 21

3.2 Kerangka Operasional ... 22

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2 Jenis dan sumber Data ... 26

4.3 Metode Pengambilan Sample ... 26

4.4 Metode Analisis Data ... 27

4.4.1 Menjelaskan Gambaran Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar ... 28

4.4.2 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang dirasakan Masyarakat ... 28 4.4.3 Mengestimasi Nilai Kesediaan PETI Membayar untuk


(12)

xii

Penanggulangan Pencemaran ... 28

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Pay ... 30

4.4.5 Pengujian Parameter ... 33

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

5.2 Karakteristik Responden ... 38

5.2.1 Karakteristik Responden Penambang ... 38

5.2.2 Karakteristik Responden Masyarakat ... 41

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar ... 44

6.2 Analisis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Akibat Kegiatan PETI ... 49

6.3 Analisis Kesediaan Membayar PETI untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar ... 53

6.3.1 Analisis WTP PETI untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar ... 54

6.3.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Penambang ... 57

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 63

7.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 67


(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Penelitian Terdahulu ... 15 2 Matriks Analisis Data ... 27 3 Indikator Pengukuran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai

WTP ... 32 4 Desa di Kecamatan Kampar Kiri yang Melakukan PETI dan Jumlah

Penambang ... 36 5 Jumlah dan Persentase Jenis Pekerjaan Penambang ... 44 6 Rincian Biaya Operasional Penambang PETI ... 47 7 Jumlah dan Persentase Responden yang Merasakan Eksternalitas

Negatif Akibat Kegiatan PETI ... 50 8 Jenis-jenis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Akibat

Aktivitas PETI ... 50 9 Upaya dan Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat untuk Memperoleh

Air Bersih ... 52 10 Usaha yang Dilakukan untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif Akibat

PETI ... 53 11 Kesediaan PETI untuk Membayar Penanggulangan Pencemaran Sungai

Kampar ... 54 12 Distribusi WTP Penambang PETI di Desa Lipatkain ... 55 13 Total WTP Penambang PETI di Desa Lipatkain ... 57 14 Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Kerangka Alur Berpikir ... 24

2 Peta Lokasi Penelitian ... 25

3 Sebaran Penambang Menurut Jenis Kelamin ... 38

4 Sebaran Penambang Menurut Usia ... 39

5 Sebaran Penambang Menurut Tingkat Pendidikan Formal ... 39

6 Sebaran Penambang Menurut Tingkat Pendapatan ... 40

7 Sebaran Penambang Menurut Lama Tinggal ... 40

8 Sebaran Masyarakat Menurut Jenis Kelamin ... 41

9 Sebaran Masyarakat Menurut Usia ... 41

10 Sebaran Masyarakat Menurut Tingkat Pendidikan Formal ... 42

11 Sebaran Masyarakat Menurut Tingkat Pendapatan ... 43

12 Sebaran Masyarakat Menurut Lama Tinggal ... 43

13 Perbedaan Proses Penambangan Skala Kecil dan Skala Besar ... 45

14 Dugaan Estimating Curve Penambang Skala Kecil dan Besar ... 56


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Hasil Model Regresi Linier Berganda ... 67

2 Uji Heteroskedastisitas ... 68

3 Uji Normalitas ... 69

4 Kuesioner Penelitian Penambang ... 70

5 Kuesioner Penelitian Stakeholder ... 74

6 Kuesioner Penelitian Masyarakat ... 76


(16)

(17)

(18)

(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam memiliki potensi yang tinggi seharusnya dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian secara merata.Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang banyak dilakukan masyarakat adalah sektor pertambangan. Kegiatan penambangan tersebut dilakukan baik secara legal maupun ilegal. Apabila hal ini terus berlangsung maka akan menyebabkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan yang parah dalam jangka panjang.

Salah satu kegiatan penambangan ilegal yang umum dilakukan masyarakat adalah penambangan emas di sekitar sungai. Istilah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) semula dipergunakan untuk pertambangan emas tanpa izin, tetapi dalam perkembangan selanjutnya permasalahan PETI tidak hanya pada komoditi bahan galian emas tetapi juga diterapkan pada pertambangan tanpa izin untuk bahan galian lain baik Golongan A, B maupun C (PP No. 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian) yang biasanya termasuk pada Pertambangan Skala Kecil (PSK).Kegiatan penambangan ini dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu sumberdaya air yang memiliki manfaat yang sangat besar. Di Indonesia beberapa sungai digunakan untuk kebutuhan sarana dan prasana dan sebagian lainnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat di sekitar sungai.Indonesia memiliki sekitar 5590 sungai utama dan sekitar 65017 anak sungai. Panjang total sungai utama mencapai 94573 km dengan luas DAS mencapai 1 512 466 km². Kondisi sungai yang menurun kualitasnya dapat dilihat dari jumlah DAS kritisnya yang semakin bertambah, pada tahun 1984 tercatat sebanyak 22 DAS dalam kondisi kritis, kemudian bertambah menjadi 39 pada tahun 1922, pada tahun 1998 menjadi 59 DAS dan tahun 2003 menjadi 62 DAS (Depkimpraswil 2003 dalam


(20)

Murdiono 2008). Bahkan pada tahun 2006 DAS yang mengalami kerusakan diperkirakan sudah mencapai 282 DAS (Murdiono 2008).

Menurut Murdiono (2008) pencemaran sungai merupakan suatu masalah yang harus diperhatikan saat ini. Data dampak ekonomi dari sanitasi di Asia Tenggara tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 70 persen sungai di Indonesia telah mengalami pencemaran. Beberapa sungai penting di Indonesia telah mengalami pencemaran dan tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah baik karena limbah industri, limbah rumah tangga atau dari kegiatan pertambangan yang dilakukan di sekitar sungai. Di berbagai daerah di Indonesia kegiatan pertambangan emas sepertinya sudah menjadi lumrah. Kegiatan penambangan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan dampak negatif terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Maraknya kegiatan penambangan ternyata memberikan masalah bagi daerah karena sebagian besar penambangan dilakukan tanpa memiliki izin. Penambangan Emas Tanpa Izin memang menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai wadah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Pencemaran sungai akibat kegiatan PETI juga terjadi di beberapa sungai di Sumatera, salah satunya Sungai Kampar yang terdapat di Riau yang tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal yang dilakukan di sepanjang sungai. Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, panjang aliran Sungai Kampar di Kecamatan Kampar Kiri sepanjang 40 km dan yang telah tercemar sepanjang 15 km tepatnya di Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri. Kondisi Sungai Kampar kini perlu perhatian khusus dari semua pihak terutama pemerintah Pemkab Kampar. Dahulu air Sungai Kampar dapat diminum dan digunakan secara bebas dan aman oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai untuk keperluan sehari-hari. Namun kini, kondisinya telah berubah menjadi keruh, kotor, dan berbau sehingga sudah tidak layak untuk digunakan masyarakat. Jumlah penduduk Desa Lipatkain kira-kira ± 3682 jiwa atau 997 Kepala Keluarga (KK). Masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Kampar sebanyak 689 KK dan yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 155 KK. Kini masyarakat Desa Lipatkain tidak lagi dapat memanfaatkan Sungai Kampar seperti dahulu karena penurunan kualitas air sungai yang menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya berbagai


(21)

macam penyakit serta penurunan pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan (Kantor Desa Lipatkain).

Secara resmi kegiatan pertambangan emas yang dikelola masyarakat tidak diizinkan oleh pemerintah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat di sekitar lokasi PETI adalah penggunaan bahan berbahaya beracun (B3) yaitu; merkuri (Hg). Penggunaan merkuri sebagai bahan untuk mengikat dan pemisah bijih emas dengan pasir, lumpur dan air yang tidak dikelola dengan baik akan membawa dampak bagi penambang emas maupun masyarakat sekitar lokasi PETI.

Sebagaimana dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) RepublikIndonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam PP tersebut dicantumkan suatu ketentuan umum yang berhubungan dengan pencemaran air. Ketentuan umum tersebut antara lain memuat definisi pencemaran air, baku mutu air, baku mutu limbah cair dan beban serat daya tampung beban pencemaran air. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut memuat juga perihal inventarisasi kualitas dan kuantitas air, penggolongan air, upaya pengendalian, perizinan, pengawasan dan pemantauan, pembiayaan inventarisasi dan pengawasan pencemaran air, sanksi pelanggaran dan ketentuan peralihan. Dalam rangka pengawasan, pengendalian dan pemulihan Sungai Kampar sebagai akibat penambangan emas ilegal atau tanpa izin diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar harus mengambil tindakan tegas terhadap pihak PETI.

Pencemaran Sungai Kampar dapat mempengaruhi secara langsung masyarakat yang tinggal disekitar aliran sungai, karena sungai dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari seperti untuk dikonsumsi, mandi, mencuci, dan kegiatan lainnya. Pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan PETI menimbulkan biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat yang belum diperhitungkan oleh penambang PETI sehingga menyebabkan kerugian masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui apa saja kerugian yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan PETI tersebut serta untuk mengetahui kebijakan apa yang seharusnya diberlakukan pemerintah untuk penanggulangan pencemaran akibat kegiatan PETI.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan penambangan emas ilegal di sepanjang Sungai Kampar di Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampartelah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan di sekitar sungai tersebut. Masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat kegiatan penambangan antara lain tercemarnya Sungai Kampar yang menjadi sumber kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta lumpuhnya mata pencarian nelayan di Kabupaten Kampar.1

Eksternalitas lain yang ditimbulkan adalah semakin dangkalnya dasar sungai dan terjadi abrasi di bibir sungai karena matinya pepohonan akibat pencemaran ulah penambang emas liar itu. Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, saat ini Sungai Kampar mengalami sedimentasi yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2001 kedalaman Sungai Kampar, khususnya Kampar Kiri rata-rata 7-10 meter dengan lebar 80-100 m, namun pada tahun 2011 sungai tersebut mengalami pendangkalan yang signifikan. Saat ini kedalaman Sungai Kampar Kiri diperkirakan hanya mencapai 6-8 meter. Masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan terancam mengalami berbagai penyakit seperti gatal-gatal, sakit perut, mual.

Penambangan emas ilegal tidak hanya terjadi di Sungai Kampar, sungai lain yang tercemar seperti Sungai Kuansing diharapkan juga secepatnya dilakukan penertiban, mengingat pekerjaan ilegal ini telah merusak lingkungan dan meresahkan masyarakat. Diharapkan diberikan tindakan tegas kepada pelaku penambangan PETI karena sangat disayangkan jika Sungai Kampar yang terbagi dua zona mengalami pencemaran akibat penambangan emas liar. Secara geografi Sungai Kampar dibagi dua zona. Zona pertama sungai yang berhulu di XIII Koto Panjang dan zona kedua berhulu di Sungai Kuansing dan Subayang yang bermuara pada satu tempat di daerah Langgam, Pelalawan.2

1

http://haluanriaupress.com/index. Aktivitas PETI Marak (bagian I)Lubuk Porak Poranda, ikan menghilang.Riau. [20 Mei 2012].

2


(23)

Berdasarkan uraian di atas, beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar?

2. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI?

3. Berapa besar nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan gambaran kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di

Sungai Kampar.

2. Mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI.

3. Mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terkait antara lain pemerintah daerah, masyarakat sekitar bantaran Sungai Kampar, civitas akademika, dan peneliti sendiri. Bagi pemerintah daerah hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait masalah pencemaran Sungai Kampar akibat aktivitas PETI, sedangkan masyarakat diharapkan lebih mengerti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Bagi civitas akademika, penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan, sedangkan bagi peneliti sendiri penelitian ini sebagai alat untuk mempraktikkan teori-teori yang selama ini diperoleh selama kuliah, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai


(24)

pentingnya menjaga sumberdaya lingkungan yang tersedia agar dapat terus dimanfaatkan tanpa mengurangi kualitasnya, sehingga keberlangsungan dapat terjaga.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi untuk mendeskripsikan gambaran aktivitas PETI di Sungai Kampar,mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI, serta mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar.Penelitian ini hanya mencakup daerah Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Responden merupakan masyarakat yang merasakan eksternalitas dari kegiatan PETI, penambang PETI serta Pemerintah Daerah setempat.


(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, hutan. Pada dasarnya alam memiliki sifat yang beranekaragam, namun serasi dan seimbang. Pemanfaatan sumberdaya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumberdaya alam bersifat terbatas. Persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri sehingga keberlangsungan sumberdaya alam tersebut dapat tercapai (Fauzi 2006).

Menurut Manik (2003), berdasarkan sudut pandang ekonomi, sumberdaya merupakan suatu input dalam suatu proses produksi. Sumberdaya juga diartikan sebagai suatu atribut atau unsur dari lingkungan, yang menurut pendapat manusia mempunyai nilai dalam jangka waktu tertentu, yang ditentukan oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan. Sumberdaya alam dapat dibedakan berdasarkan proses terjadinya, sifat, dan kemungkinan pemulihan: a. Berdasarkan proses terjadinya

Sumberdaya dapat dibagi dua bagian, yaitu:

1. Sumberdaya buatan, yaitu sumberdaya yang sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti: waduk, danau.

2. Sumberdaya alam, yaitu sumberdaya yang tersedia di alam secara alami. Seperti: hutan, air, tanah.

b. Berdasarkan sifat

Sumberdaya alam dibagi dua bagian, yaitu :

1. Sumberdaya alam fisik, yaitu sumberdaya alam yang merupakan benda-benda mati (abiotik), tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas lingkungan. Seperti: air, tanah, mineral.


(26)

2. Sumberdaya alam hayati, yaitu sumberdaya alam ini terdiri dari makhluk hidup (biotik) yang berperan sebagai produsen, perombak, dan konsumen. Seperti: tumbuhan, mikroorganisme, satwa, dan ikan.

c. Berdasarkan kemungkinan pemulihan

Menurut kemungkinan pemulihannya sumberdaya alam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Sumberdaya alam dapat dipulihkan atau diperbaharui (renewable), dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali). Seperti: tumbuhan, air, hewan, tanah.

2. Sumberdaya alam tidak dapat dipulihkan (non-renewable), seperti: bahan-bahan tambang (minyak bumi, batu bara).

3. Sumberdaya alam yang tidak akan habis (continuous resources), seperti: udara, matahari.

2.2 Teori Eksternalitas

Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi apapun sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (eksternalitas positif) atau merugikan (eksternalitas negatif). Eksternalitas terjadi apabila tindakan seseorang menyebabkan atau menimbulkan dampak terhadaporang lain atau sekelompok orang tanpa adanya kompensasi apapun sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Pada dasarnya eksternalitas timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yangberwawasan lingkungan (Yohana2010).

Menurut Yohana (2010) jenis-jenis eksternalitas berdasarkan interaksi agen ekonomi adalah sebagai berikut ini :

1. Producer to producer externality: terjadi jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan perubahan/pergeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contoh: limbah pertambangan emas di hulu sungai dapat merugikan nelayan (produsen hilir).


(27)

2. Producer to consumer externality: terjadi jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan perubahan/pergeseran fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contoh: pencemaran air sungai.

3. Consumer to consumer externality: terjadi jika aktivitas seseorang atau sekelompok konsumen mempengaruhi fungsi utilitas konsumen lain. Contoh: asap rokok.

4. Consumer to producer externality: terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu atau sekelompok produsen. Contoh: pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai dapat mengganggu nelayan.

SelanjutnyaYohana (2010) menyatakan eksternalitas dan ketidakefisienan alokasi sumberdaya dapat disebabkan oleh faktor barang publik, ketidaksempurnaan pasar dankegagalan pemerintah. Barang publik (public goods) adalah barang yang apabiladikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Masalah dalam barang publik timbul karena produsen tidakdapat meminta konsumen untuk membayar atas konsumsi barang tersebut.Berdasarkan ciri-cirinya, barang publik memiliki dua sifat dominan yaitunon-rivalry (tidak ada persaingan) atau non-excludable (tidak ada larangan).

Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan di dalamsuatu tukar-menukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampumempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yangtidak sempuna (imperfect markets) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal). Eksternalitas tidak hanya diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapijuga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pasarhanyalah salah satu sebab mengapa pemerintah harus turun tangan dalamperekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara optimal (Mangkusubroto 1999dalam Wijayanti 2011).

Menurut Yohana (2010) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu:

1. informasi yang terbatas

2. pengawasan yang terbatas atas reaksi pihak swasta 3. pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat


(28)

4. hambatan dalam proses politik. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui dahulu oleh pihak legislatif.

2.3 Pertambangan Emas

Pertambangan merupakan salah satu pemanfataan sumberdaya alam yang termasuk ke dalam kelompok stok, dimana sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak efisien akan mengurangi persediaan di masa datang. Sumberdaya ini disebut sebagai sumberdaya tidak dapat diperbaharui (non-renewable) atau terhabiskan (exhaustible) (Fauzi2006).

Di dalam Pasal 1 UU Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Menurut Ngadiran et al.(2002), emas merupakan salah satu bahan tambang yang menjadi prioritas sebagai sumber pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun dalam pelaksanaannya penambangan skala kecil terdapat beberapa persoalan dalam pengelolaannya seperti :

1. Keselamatan kerja kurang terjamin karena penambang dalam pengelolaan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun, seperti sianida dan merkuri.

2. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin. Cara patungan diupayakan diantara para penambang sekalipun jumlahnya sangat terbatas. Para penambang sering sekali berhutang karena tidak ada bank yang mau member kredit.

3. Para penambang bekerja dengan teknik sederhana yang dipelajari secara tradisional dan turun temurun, sehingga tidak terjadi inovasi. Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

4. Jumlah cadangan atau kadarnya belum diketahui karena pada umumnya belum pernah dilakukan eksplorasi sebelum kegiatan penambangan.


(29)

5. Peralatan kerja cadangan untuk penambangan belum tersedia sehingga jika alat kerja rusak maka kegiatan penambangan akan dihentikan.

Pertambangan emas yang dikelola masyarakat secara umum belum memiliki izin dari pemerintah setempat sehingga kegiatan penambangan ini disebut Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Berdasarkan hasil yang diperoleh oleh Tim Koordinasi pencegahan dan penanggulangan masalah penambangan emas pada bulan Maret tahun 2003, PETI disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Tradisi

2. Sempitnya lapangan kerja 3. Backing

4. Instan

5. Lemahnya hukum.

Selanjutnya Ngadiran et al.(2002) menyatakan secara teoristis dampak yang dirasakan masyarakat yang berada di sekitar lokasi penambangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak fisik dan nonfisik. Dampak fisik pertambangan emas terbagi menjadi dua yaitu positif dan negatif. Dampak positif yaitu diantaranya dapat meningkatkan derajat hidup masyarakat dan tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sedangkan dampak negatif seperti dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air, udara, kesehatan masyarakat sekitar serta dapat merusak air, tanah, dan tumbuh-tumbuhan. Apabila kondisi seperti ini berlangsung terus menerus di suatu daerah maka ketahanan daerah tersebut bisa rapuh. Dampak nonfisik dari kegiatan penambangan adalah adanya perubahan-perubahan pola pikir masyarakat seperti perubahan-perubahan dalam organisasi masyarakat, persepsi masyarakat, gaya hidup dan kepuasan, serta pengaruh pembangunan (Sulistina et al. 1991 dalam Ngadiran et al. 2002).

Menurut Effendi (2003) dampak pertambangan berdasarkan sifat racun (toksik), pencemar dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Polutan tak toksik (nontoxic polutan), yaitu polutan yang telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Polutan tak toksik terdiri dari bahan-bahan tersuspensi yang dapat


(30)

meningkatkan kekeruhan dan nutrient yang dapat memacu terjadinya pengayaan (eutrofikasi) perairan.

2. Polutan toksik, yaitu polutan yang bukan alami dikenal dengan istilah xenobiotik (polutan artificial) yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia, diantaranya bahan-bahan kimia yang bersifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi seperti merkuri, logam, asam, dan senyawa organik dari kegiatan industri, domestik, pertanian.

Subanri (2008) menyatakan penggunaan merkuri dan sianida serta pembuangan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan pencemaran air sungai dari hulu hingga hilir. Jika limbah tambang dibuang ke sungai maka potensi dampak yang ditimbulkan adalah:

1. Pendangkalan sungai karena pasir sisa penambangan dibuang di badan sungai 2. Perubahan alur sungai serta tertutupnya aliran sungai

3. Banjir di sekitar lokasi buangan ketika musim hujan 4. Kekeruhan di aliran sungai terutama daerah hilir

5. Menurunnya kualitas air karena kandungan senyawa berbahaya yang digunakan pada proses penambangan yang terbawa oleh aliran sungai.

2.4 Pencemaran Air

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk keberlangsungan dan pemenuhan kebutuhan hidup manusia bahkan semua makhluk hidup. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya air harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Dalam pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dinyatakan, “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif”.

Menurut Manik (2003), pencemaran air didefenisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan dalam tingkat yang tak mampu dinetralisasi oleh alam. Bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan biasanya berupa limbah suatu aktivitas. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan


(31)

menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah pertanian dan peternakan serta limbah pariwisata. Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, dan limbah gas serta campuran dari limbah tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau beracun.

Pencemaran air menurut surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah masuknya makhluk hidup,zat energi, atau komponen lain kedalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1). Menurut Wardhana (2004), air tercemar apabila telah menyimpang dari keadaaan normalnya yaitu tergantung pada faktor penentu, seperti kegunaan ait itu sendiri dan asal sumber air. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan yang dapat diamati melalui :

1. Adanya perubahan suhu air

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut 5. Adanya mikroorganisme

6. Meningkatkan radioaktivitas air lingkungan.

Dewasa ini perkembangan sektor industri dan transportasi semakin meningkat, seperti industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, yang menyebabkan semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara, dan tanah. Upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh akibat kegiatan industri tersebut maka ditetapkan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 1990 tentang


(32)

Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan yaitu :

1. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut.

2. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

3. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan.

4. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukkannya.

5. Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.

6. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya.

7. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu.

8. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.

Dalam pasal 7 penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut :

Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.


(33)

Golongan D: Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

2.5 Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah pencemaran sungai. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi yaitu penelitian tentang dampak kerugian ekonomi dan nilai kompensasi (WTA) atas pencemaran sungai dan penelitian terhadap dampak pertambangan emas. Tabel 1 menunjukkan matriks penelitian terdahulu yang menjadi referensi pada penelitian ini.

Tabel 1 Penelitian terdahulu

No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian

1 Sianturi (2012)

Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi – Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Analisis Regresi Logistik, CVM, Analisis Regresi Berganda, Analisis Deskriptif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air Sungai Musi, dimana kuantitas air kurang dan kualitas air buruk. Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Besar nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210.333,33 per bulan per rumahtangga, sedangkan nilai total WTA responden yaitu sebesar Rp 13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp 17.804.293.178,00 per bulan. 2 Trianita

(2011)

Penilaian Potensi Wisata

Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan WTP, Model Regresi Logit, Analisis Deskriptif,

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kawasan wisata Musiduga memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan. Berdasarkan WTP pengunjung, harga tiket maksimum adalah sebesar Rp 3.000. Persepsi

multistakeholderterhadap

kemungkinan penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata sulit dilakukan. Hal ini terlihat dari persentase kemungkinan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata masih rendah yaitu sebanyak 28%.


(34)

Tabel 1 Penelitian terdahulu (lanjutan)

No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian

3 Subanri (2008)

Kajian Beban Pencemaran Merkuri (HG) terhadap Air Sungai Menyuke dan Gangguan Kesehatan pada Penambang sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat Uji Regresi untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

Hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat di lapangan menunjukkan banyak keluhan gangguan kesehatan pada penambang emas tanpa izin disekitar Sungai Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Berdasarkan catatan medis puskesmas, wawancara dan kuesioner. Di dapatkan gejala keracunan merkury penelitian sebanyak 60 orang. Kadar merkuri air dan sedimen diukur dengan alat Cold Vapor

Atomic Absorption

Spectrophotometry (CV-AAS) di laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimanta Barat.

Penelitian mengenai eksternalitas dan kesediaan membayar (WTP) masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian-penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi, Fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai akibat kegiatan PETI. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menetukan nilai kesediaan membayar penambang PETI terhadap pencemaran Sungai Kampar adalah dengan analisisWillingness to Pay (WTP) menggunakan pendekatan CVM dan Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP penambang PETI.


(35)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoristis

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah salah satu sumberdaya air berupa daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan dan pengaliran air dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai dengan keseimbangan daerah tersebut. Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir.

Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang banyak dilakukan masyarakat adalah sektor pertambangan baik secara legal maupun ilegal. Kegiatan penambangan ilegal yang umum dilakukan masyarakat adalah penambangan emas di sekitar sungai. Kegiatan penambangan ini dapat menimbulkan dampak atau eksternalitas negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya sehingga menimbulkan biaya eksternal yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai.

3.1.1 Konsep Willingness to Pay

Willingness to Pay (WTP)atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao dan Kling(2005) dalam Nababan (2008) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. WTP sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson dan Drolet 2003 dalam Nababan 2008). Disisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen (Dinauli1999 dalam Nababan 2008).Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu


(36)

manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu atau rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau yang ingin dibeli atau dibayar (WTP) oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu (Perloff2004 dalam Nababan 2008).

WTP atau kesediaan untuk membayar merupakan salah satu bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Perhitungan WTP melihat seberapa jauh kemampuan individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar lebih sesuai dengan standar yang diinginkan, dimana WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash 1993).

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTP untuk menghitung peningkatan atau penurunan kondisi lingkungan adalah :

1. Melalui suatu survei

dalam menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik.

2. Menghitung biaya

yang bersedia dibayarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan.

3. Menghitung

penurunan dan peningkatan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurun atau meningkatnya kualitas lingkungan.

A. Asumsi dalam

Pendekatan Willingness to Pay (WTP) Masyarakat

Beberapa asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Pay (WTP) dari setiap responden adalah :


(37)

1. Responden

merupakan penambang emas yang ditemui di lokasi penelitian dan bersedia membayar untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik.

2. Nilai WTP yang

diberikan responden merupakan nilai maksimum yang bersedia dibayarkan responden.

3. Pemerintah Daerah

ataupun swasta memberikan perhatian terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat PETI.

4. Responden dipilih

secara sengaja dari masyarakat yang bekerja sebagai penambang emas di lokasi penelitian.

B. Metode

Mempertanyakan Nilai Willingness to Pay

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTP/WTA responden (Kumar dan Rao 2006 dalam Nababan 2008) adalah:

1. Bidding Game

(Metode tawar-menawar)

Metode yang digunakan dengan menanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

2. Open-ended Question

(Metode pertanyaan terbuka)

Metode yang dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden berapa jumlah atau nilai maksimum yang ingin dibayar terhadap perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada didalam kuesioner.


(38)

3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode pertanyaan ini tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja dalam bentuk tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTP atau WTA yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

4. Payment Card

(Metode kartu pembayaran)

Pada metode ini responden diminta memilih WTP yang realistis menurut preferensinya yang ditawarkan dalam bentuk kartu. Dalam mengembangkan kualitas metode ini dapat diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan responden. Kelebihan metode ini dapat memberikan semacam rangsangan yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu. Kelemahan metode ini adalah responden masih bisa terpengaruh oleh besaran nilai yang tertera pada kartu yang diberikan.

C. Langkah-langkah

untuk Mendapatkan Nilai Willingness to Pay Responden

Nilai WTP responden dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan CVM memiliki tahapan (Hanley dan Spash 1993), diantaranya:

1. Membangun Pasar

Hipotetik

Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membangun pasar hipotetik dan pertanyaan mengenai nilai barang/jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam kuesioner sehingga responden dapat memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuesioner juga perlu menjelaskan


(39)

perubahan yang akan terjadi jika terdapat keinginan masyarakat untuk membayar.

2. Memperoleh Nilai

Penawaran Terhadap WTP

Setelah kuesioner dibuat, maka tahap selanjutnya adalah memperoleh nilai penawaran terhadap WTP. Tahapan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam teknik wawancara mengenai besarnya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan. Kemungkinan terjadinya bias saat melakukan teknik-teknik wawancara tersebut bisa saja terjadi.

3. Menghitung Dugaan

Nilai Rata-rata WTP

Dugaan nilai rata-rata WTP dapat dihitung setelah mendapatkan nilai penawaran. Bila rentang nilai penawaran tidak terlalu jauh, maka dapat dilakukan perhitungan nilai tengah. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan biasanya selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya.

4. Menduga Kurva Permintaan WTP

Kurva permintaan WTP diperkirakan menggunakan fungsi WTP terdiri dari jumlah responden yang bersedia dibayarkan oleh responden.

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data adalah proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud.

6. Mengevaluasi Pengggunaan CVM

Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana CVM telah berhasil diterapkan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan fungsi WTP dengan melihat nilaiAdjustedR-squares dari model regresi berganda WTP penambang PETI.


(40)

Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus 2004) :

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari tergantung pada tertentu adalah nol.

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi artinya dengan tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif.

3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas.

4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.

5. Tidak ada multikolinieritas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya. 6. € didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan

oleh asumsi 1 dan 2.

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE), sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak memiliki pengaruh yang serius.

3.2 Kerangka Operasional

Pencemaran sungai merupakan suatu masalah yang harus diperhatikan saat ini. Salah satunya Sungai Kampar yang terdapat di Riau yang tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal yang dilakukan di sepanjang sungai.Aktivitas


(41)

penambangan emas di sepanjang Sungai Kampar telah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan di sekitar sungai tersebut. Masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat kegiatan penambangan antara lain tercemarnya Sungai Kampar yang menjadi sumber kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta lumpuhnya mata pencarian nelayan di Kabupaten Kampar.

Selain itu, penambangan tersebut juga menyebabkan semakin dangkalnya dasar sungai dan terjadi abrasi di bibir sungai karena matinya pepohonan. Saat ini Sungai Kampar mengalami sedimentasi yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2001 kedalaman sungai Kampar, khususnya Kampar kiri rata-rata 7-10 meter dengan lebar 80-100 m, namun pada tahun 2011 sungai tersebut mengalami pendangkalan yang signifikan. Saat ini kedalaman Sungai Kampar Kiri diperkirakan hanya mencapai 6-8 meter. Masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan terancam mengalami berbagai penyakit seperti gatal-gatal, sakit perut, mual.

Secara resmi kegiatan pertambangan emas yang dikelola masyarakat tidak diizinkan oleh pemerintah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Pengendalian dan pemulihan Sungai Kampar sebagai akibat penambangan emas ilegal atau tanpa izin diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar harus mengambil tindakan tegas terhadap pihak PETI. Pencemaran Sungai Kampar dapat mempengaruhi secara langsung masyarakat yang tinggal disekitar aliran sungai sehingga menimbulkan kerugian terhadap masyarakat, seperti : gangguan kesehatan, kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih, penurunan pendapatan bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Oleh karena itu perlu dikaji gambaran umum kegiatan PETI di Sungai Kampar yang akan dianalisis secara deskriptif, eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar yang akan dianalisis secara deskriptif, dan besarnya nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar yang akan dianalisis menggunakan WTP dengan pendekatan CVM dan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP penambang PETI.Berkenaan dengan pemahaman dan fenomena yang dipaparkan diatas, model kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:


(42)

Penambangan emas ilegal di Desa Lipatkain

Pencemaran Sungai Kampar Eksternalitas

Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif

-Peningkatan pendapatan masyarakat

-Penyerapan tenaga kerja

Pencemaran Udara

1. Penurunan kualitas dan kuantitas air bersih

2. Lumpuhnya mata pencaharian masyarakat (nelayan)


(43)

Gambar 1 Kerangka alur berpikir Keterangan :

= Batasan Penelitian = Aliran

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pemukiman masyarakat bantaran Sungai Kampar Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (Gambar 2). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena pencemaran yang terjadi sangat merusak ekosistem sungai dan menyebabkan penurunan kualitas air sungai sehingga menimbulkan eksternalitas negatif yang sangat besar bagi masyarakat serta belum adanya penelitian yang dilakukan di Sungai Kampar. Pengambilan data dilakukan bulan Februari 2013 sampai dengan April2013.

Gambaran umum aktivitas PETI di

Sungai Kampar

Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar

Sungai Kampar

Besarnya nilai kesediaan PETI membayar untuk

penanggulangan pencemaran Sungai

Kampar Kerugian Masyarakat :

Biaya air bersih, penurunan pendapatan nelayan, alergi kulit hk

WTP, Regresi linier berganda Analisis

Deskriptif

Analisis Deskriptif

Rekomendasi Nilai Kesediaan PETI Membayar untuk Perbaikan Pencemaran


(44)

Sumber : Kantor Camat Kampar Kiri Hulu (2013)

Gambar 2 Lokasi penelitian

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dengan jalan dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan langsung dari objek yang diteliti. Data primer diperoleh melalui pembagian kuesioner dan wawancara langsung kepada masyarakat sekitar Sungai Kampar yang mengalami kerugian karena pencemaran dan penambang emas, kemudian melakukan studi literatur untuk mengetahui sumber-sumber dan dampak terjadinya pencemaran.

Data sekunder diperoleh dari literatur, website dan dari instansi yang terkait dengan penelitian yaitu kantor Camat Kampar Kiri dan kantor Desa Lipatkain. Selain dari instansi terkait, data-data sekunder juga diperoleh dari literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian ini. Data sekunder yang


(45)

dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data mengenai semua hal yang menyangkut informasi mengenai kegiatan PETI dan eksternalitas negatif yang ditimbulkan,serta data lain yang dibutuhkan.

4.3 Metode Pengambilan Sample

Pada penelitian ini responden berasal dari masyarakat sekitar Sungai Kampar, penambang emas, dan instansi terkait. Metode pengambilan sample dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan responden yang ditemui di lokasi secara sengaja sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki yang sesuai dengan kriteria penelitian. Responden yang dipilih pada penelitian ini merupakan masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Kampar yang mengetahui kondisi sungai sebelum dan setelah adanya kegiatan PETIserta yang dinilai dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk mengikuti proses wawancara dan penambang PETI yang telah lama melakukan kegiatan penambangan serta stakeholder yang mengetahui kegiatan PETI.

Pemilihan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan pada teorema limit sentral yang menerapkan pengambilan sampel minimum sebanyak 30 orang, hal ini sesuai dengan Gujarati (2007) yang menyatakan dalam distribusi probabilitas apapun, jumlah sampel minimal 30 sampel akan mendekati normal. Responden yang dijadikan sebagai sample penelitian ini berjumlah 91 orang. Wawancara dilakukan terhadap 46 orang penambang PETI, 40 orang masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Sungai Kampar, serta 5 orang Aparat Desa. Responden yang dimaksud memiliki kriteria sehat jasmani dan rohani, mampu berkomunikasi dengan baik dan kehidupannya terkait langsung dengan Sungai Kampar dan kegiatan PETI.

4.4 Metode Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual danmenggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excell dan SPSS 16.


(46)

Pada tabel dibawah ini akan diuraikan matriks analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 2Matriks analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah Sampel

Analisis Data 1. Menjelaskan gambaran

kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar

Data primer : -Wawancara dengan penambang emas ilegal (46 orang)

-Wawancara secara mendalam dengan Aparat Desa (5 orang)

-Responden 51 orang

Analisis Deskriptif

2. Mengindentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar

Data primer : -Wawancara dengan masyarakat sekitar sungai yang menjadi responden -Responden 40 orang

Analisis Deskriptif

3. Mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar

Data primer : -Wawancara dengan penambang PETI yang menjadi responden, -Responden 46 orang

WTP dengan pendekatan CVM,

Analisis Regresi Linier Berganda

4.4.1 Mendeskripsikan Gambaran Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar

Menjelaskan gambaran kegiatan PETI di Sungai Kampar melalui wawancara kepada penambang emas ilegal yang menjadi responden dalam penelitian (kuesioner) dan wawancara secara mendalam kepada Aparat Desa yang dianalisis secara deskriptif. Analisis ini diharapkan dapat menjelaskan kegiatan PETI yang dilakukan di Sungai Kampar oleh para penambang, baik dari segi penambang maupun Aparat Desa.

4.4.2 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat

Identifikasi eksternalitas yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar terhadap pencemaran sungai melalui wawancara dengan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian yang dianalisis secara deskriptif. Wawancara


(47)

dilakukan untuk mengetahui eksternalitas apa saja yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan penambangan di Sungai Kampar. Analisis ini diharapkan dapat menjelaskan eksternalitas apa saja yang dirasakan masyarakat dan kerugian yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar serta kebijakan apa yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk menanggulangi eksternalitas yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan PETI di Sungai Kampar.

4.4.3 Mengestimasi Nilai Kesediaan PETI Membayar untuk Penanggulangan Pencemaran

Mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar (WTP) digunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Metode valuasi ini adalah perhitungan secara langsung (survei) dalam hal ini langsung menanyakan kemauan membayar (WTP) kepada responden/penambang untuk penanggulangan pencemaran sungai akibat kegiatan PETImenggunakan kuesioner, dengan tahapan sebagai berikut :

1. Membuat Pasar Hipotetik

Pasar hipotetik dibuat atas dasar skenario bahwa Pemerintah Daerah akan memberlakukan kebijakan baru yaitu para penambang akan membayar biaya pencemaran sungai akibat kegiatan PETI karena telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar Sungai Kampar. Pertanyaan dalam pasar hipotetik yang dibentuk dalam skenario adalah:

2. Memperoleh Nilai Penawaran WTP (Obtaining Bids)

Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan wawancara langsung. Responden/penambang ditanya berapa besar maksimum WTP yang dibayarkan terhadap dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam penelitian ini digunakan cara Bidding Game (metode tawar-menawar). Bidding Gamemerupakan salah satu metode yang mempertanyakan kepada responden nilai WTP yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpatisipasi dalam bentuk kesediaan membayar untuk penanggulangan pencemaran sungai akibat kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kampar?”


(48)

sampai titik maksimum yang disepakati, sehingga responden dapat menentukan sesuai kemampuannya.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP (Estimating Mean WTP)

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTP diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :

Keterangan :

EWTP = Dugaan rataan WTP = Jumlah tiap data

n = Jumlah responden (46 orang)

i = Responden ke-i yang bersedia membayar 4. Menduga Kurva Permintaan WTP (Estimating Curve)

Pendugaan kurva WTP dilakukan menggunakan persamaan : WTP = f (jumlah responden, besarnya nilai WTP)

Keterangan :

jumlah responden = responden yang bersedia membayar WTP (orang)

besarnya nilai WTP = nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp) 5. Menjumlahkan Data (Agregating Data)

Penjumlahan data adalah proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTP penambang dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTP. Rumus yang digunakan adalah :

TWTP =

Keterangan :

TWTP = Total WTP

WTP = WTP individu ke-i

= Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP i = Responden ke-i yang bersedia membayar


(49)

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Model CVM dievaluasidengan melihat nilai R-squares Adjusted dari model OLS (Ordinary Least Square) WTP.

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Pay (WTP)

Analisis fungsi WTP bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP PETI di Sungai Kampar. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut :

= β0 + β1 PNDP + β2 JTK + β3 FP + β4 US + β5 LM + β6 DPNB

+ β7 DKAS + εi

Keterangan :

= Nilai WTP yang bersedia dibayarresponden = konstanta

= koefisien regresi PNDP = tingkat pendapatan (Rp)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) FP = frekuensi penambangan (kali) US = usia responden (tahun)

LM = lama tinggal (tahun)

DPNB = dummy jenis pekerjaan penambang (1 = utama ; 0 = sampingan) DKAS = dummy kedangkalan air sungai (1 = tidak dangkal ; 0 = dangkal) i = responden ke-i

ε = galat

Variabel yang mempengaruhi secara positif besarnya nilai WTP adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan usia responden. Variabel lama tinggal berpengaruh secara negatif terhadap besarnya nilai WTP, sedangkan frekuensi penambangan, dummy jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) dan dummy kedangkalan air sungai tidak berpengaruhi terhadap besarnya nilai WTP. Tingginya tingkat pendapatan diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Usia, lama tinggal, dan jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) responden di sekitar sungai juga akan mempengaruhi responden untuk membayar. Frekuensi penambangan juga seharusnya berpengaruh, semakin sering responden menambang maka WTP penambang akan semakin meningkat. Persepsi kedangkalan air sungaijuga


(50)

mempengaruhi, semakin dangkal air sungai maka penambang akan lebih sering melakukan kegiatan penambangan PETI sehingga WTP akan semakin meningkat. Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3Indikator pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP

No Variabel Indikator Pengukuran

1 WTP Kesediaan / kemampuan membayar untuk penanggulangan

pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI, dibedakan menjadi :

a. Rp 30.000 (starting point) b. Rp 40.000

c. Rp 50.000 d. Rp 60.000 e. Rp 70.000 2 Tingkat Pendapatan /

PNDP (perbulan)

Dibedakan menjadi : a. Rp 1.000.000 – 1.400.000


(51)

b. Rp 1.400.001– 1.900.000 c. Rp 1.900.001 – 2.400.000 d.Rp 2.400.001 – 2.900.000 e. ≥ Rp 2.900.001

3 Jumlah Tanggungan Keluarga / JTK (orang)

Dibedakan menjadi :

a.≤ 2 orangc. 4 orang e. ≥ 6 orang b. 3 orang d. 5 orang

4 Frekuensi Penambangan / FP (kali perbulan)

Dibedakan menjadi :

a.10 – 13 kali c. 18 – 21 kali e. ≥ 26 kali b.14 – 17 kali d. 22– 25kali

5 Usia Responden / US (tahun)

Dibedakan menjadi : a. 19 – 26 tahun b. 27 – 34 tahun c. 35 – 42 tahun d.43– 50tahun e. ≥ 51 tahun 6 Lama Tinggal / LM (tahun) Dibedakan menjadi :

a.5 – 11 tahun b.12 – 18 tahun c.19 – 25 tahun d.26 – 32 tahun e.≥ 33 tahun 7 Jenis Pekerjaan

Penambang / PNB

Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi 1 = pekerjaanutama dan 0 = bukan pekerjaan utama 8 Kedangkalan Air Sungai /

KAS

Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi 1 = tidak dangkal dan 0 = dangkal

4.4.5 Pengujian Parameter

Pengujian secara statistik terhadap model perlu dilakukan dengan cara : 1. Uji Keandalan

Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yaitu melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Dua sifat R² adalah merupakan besaran negatif dan batasnya antara nol sampai satu. R² sebesar 1 berarti kecocokan sempurna sedangkan R² yang


(52)

bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Rumus untuk menghitung R² adalah :

R² = =

Keterangan :

JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat 2. Uji statistik t

Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t adalah (Ramanathan 1997):

: 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

: 0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Jika maka diterima, artinya variabel bebas ( ) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika , maka terima artinya

variabel bebas ) berpengaruh nyata terhadap (Y). 3. Uji statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997)adalah :

= = = = … β = 0 = = = = … β 0

=

Keterangan :

JKK = jumlah keluarga untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel k = jumlah peubah


(53)

Jika maka terima yang artinya secara serentak variabel ) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika , maka terima yang artinya variabel ) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).

4. Uji Terhadap Multikolinier

Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) 10 tidak ada masalah multikolinier.

5. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji heteroskedastisitas(Ghozali 2006):

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

6. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal. Pembuktian untuk


(54)

meyakini data telah mendekati sebaran normal perlu dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa signifikan dibawah lima persen (5%) berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal.

7. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1.55 dan 2.46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004).

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terjadi di beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri. Kegiatan PETI ini sudah menjadi mata pencaharian


(55)

masyarakat di daerah tersebut. Tabel 4menunjukkan beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri yang melakukan kegiatan PETI.

Tabel 4Desa di Kecamatan Kampar Kiri yang melakukan PETI dan jumlah penambang

No Nama Desa Jumlah Penambang

1 Padang Sawah ± 45 orang

2 IV Koto Setingkai ± 65 orang

3 Sungai Rambai ± 35 orang

4 Sungai Sarik ± 40 orang

5 Teluk Paman ± 50 orang

6 Lipatkain ± 150 orang

Sumber : Kantor Camat Kampar Kiri Hulu (2013)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat desa-desa yang melakukan kegiatan PETI dan jumlah penambang yang ada pada tiap desa. Desa Lipatkain merupakan desa dengan jumlah penambang yang paling banyak yaitu 150 orang dibanding desa lainnya sehingga eksternalitas negatif yang ditimbulkan juga lebih besar. Desa Lipatkain merupakan desa yang paling besar dan merupakan pusat dari kegiatan PETI sehingga penelitian ini dilakukan di desa tersebut.

Desa Lipatkain secara administratif terletak di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara : Desa Sungai Pagar

Sebelah selatan : Kabupaten Kuantan Singingi Sebelah timur : Desa suka Makmur

Sebelah barat : Kecamatan IV Koto Setingkai

Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, luas wilayah Desa Lipatkain adalah 5140 haterdiri dari sembilan Rukun Warga (RW) dan 25 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk adalah sebesar 3682 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi atas 1938 jiwa penduduk laki-laki dan 1744 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 997 KK. Desa Lipatkain memiliki dataran rendah seluas 220 ha dan bukit seluas 280 ha. Pemukiman masyarakat yang paling dekat dengan Sungai Kampar yaitu RW 03 dan RW 04. Sumber penghasilan utama masyarakat berasal dari sektor perkebunan dengan jenis komoditi kelapa sawit, selain itu masyarakat juga bekerja sebagai wiraswasta, pedagang, nelayan dan penambang emas ilegal.


(56)

Potensi sumberdaya alam yang terdapat di Desa Lipatkain terdiri atas sektor peternakan, perkebunan, perikanan serta bahan galian. Jenis populasi ternak Desa Lipatkain adalah sapi, ayam, kambing, dan itik. Sistem pemasaran untuk komoditas peternakan yaitu langsung dijual ke pasar hewan. Sektor perkebunan dengan luas 800 ha sebagian besar merupakan perkebunan kelapa sawit dan tanaman karet milik masyarakat desa. Perikanan yang berkembang di masyarakat Desa Lipatkain adalah perikanan ikan hasil tangkapan langsung dari sungai oleh para nelayan. Potensi bahan galian di Desa Lipatkain yaitu pasir dan emas. bahan galian pasir pengelolaannya diatur oleh peraturan adat sedangkan emas diatur perorangan (masyarakat). Emas adalah bahan galian yang merupakan potensi desa yang produktivitasnya besar dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Lipatkain. Pengelolaan bahan galian emas yang diatur sendiri oleh masyarakat menyebabkan pemanfaatannya tidak terkontrol dan menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat desa.

Desa Lipatkain memiliki sumberdaya air yang terdiri dari Sungai Kampar, danau, dan mata air. Sungai Kampar merupakan sarana utama bagi kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Sungai ini berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti MCK (mandi, cuci, kakus), dan sebagai sumber air minum. Panjang aliran Sungai Kampar yang mengaliri Desa Lipatkain adalah sepanjang 15 km, namun saat ini kondisi sungai tersebut telah tercemar oleh kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan masyarakat setempat maupun pendatang. Sungai Kampar yang menjadi sumber utama kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat yang tinggal di sekitar sungai saat ini sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.

5.2Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden Desa Lipatkain didasarkan kepada hasil survei yang telah dilakukan terhadap 91 responden yang terbagi atas 5 orang


(57)

stakeholder, 40 orang masyarakat non penambang, dan 46 orang penambang. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal yang pernah ditempuh, tingkat pendapatan, dan lama tinggal

5.2.1Karakteristik Responden Penambang a. Jenis Kelamin Penambang

Seluruh responden penambang dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, karena berdasarkan data di lapangan, seluruh penambang berjenis kelamin laki-laki. Penambang yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 46 orang penambang. Sebaran jenis kelamin penambang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran penambang menurut jenis kelamin b. Usia Penambang

Tingkat usia penambang dalam penelitian ini cukup bervariasi dengan sebaran usia 19 tahun sampai >50 tahun. Responden usia 19 – 26 tahun berjumlah 19.6 persen, usia 27 – 34 tahun berjumlah 34.8 persen, usia 35 – 42 tahun berjumlah 34.8 persen,usia 43 –50 tahun berjumlah 4.3 persen, sedangkan usia ≥ 51 tahun berjumlah 6.5 persen. Gambar 4 menjelaskan distribusi perbandingan usia penambang.


(58)

Gambar 4Sebaran penambang menurut usia c. Tingkat Pendidikan Formal Penambang

Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Persentase jumlah penambang untuk lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 23.9 persen, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 26.1 persen, lulusan Sekolah Menengah atas (SMA) yaitu sebesar 43.5 persen dan diikuti lulusan Perguruan Tinggi sebesar 2.1 persen. Responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 4.4 persen. Tingkat pendidikan terakhir mayoritas penambang adalah hingga SMA. Perbandingan persentase tingkat pendidikan penambang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5Sebaran penambang menurut tingkat pendidikan formal d. Tingkat Pendapatan Penambang

Tingkat pendapatan penambang dalam penelitian ini cukup beragam dengan sebaran pendapatan dimulai dari Rp 1 000 000 sampai ≥ Rp 2 900 001 per bulan. Penambang yang memiliki pendapatan sebesar Rp 1 000 000 – 1 400 000


(1)

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian (Masyarakat) No Responden :

Tanggal Wawancara :

Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal (PETI) oleh Rahayu Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Terimakasih atas kesediaannya.

A. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Usia :

a. 17 – 25 tahun, tepatnya b. 26 – 34 tahun, tepatnya c. 35 – 43 tahun, tepatnya d. 45 – 52 tahun, tepatnya

e. ≥ 53 tahun, tepatnya

4. Pendidikan Terakhir (tahun) : a. Tidak Sekolah

b. SD c. SMP d. SMA

e. Perguruan Tinggi

5. Status Perkawinan : 6. Jumlah Tanggungan Keluarga :

a. ≤ 2 orang, tepatnya

b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang

e. ≥ 6 orang, tepatnya


(2)

8. Lama Tinggal :

a. ≤ 5 tahun, tepatnya

b. 6 – 15 tahun, tepatnya c. 16 – 25 tahun, tepatnya d. 26 – 35 tahun, tepatnya

e. ≥ 36 tahun, tepatnya

9. Pekerjaan : a. Utama : b. Sampingan : 10. Pendapatan :

a. < Rp 500.000

b. Rp 500.000 - ≤ Rp 1.000.000 c. Rp 1.000.001 - ≤ Rp 2.000.000 d. Rp 2.000.001 - ≤ Rp 3.000.000 e. > Rp 3.000.000

B. Eksternalitas yang dirasakan Masyarakat yang Tinggal di Sekitar Sungai Kampar

11.Apakah Anda mengetahui tentang aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)?

a. Ya b. Tidak

12.Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap lingkungan?

a. Ya b. Tidak, alasan

Jika Iya, bagaimana dampak aktivitas PETI tersebut terhadap :

Variabel Indikator Pengukuran

Kualitas Air Alasan

1 = Tidak tercemar 0 = Tercemar

Kedangkalan Air Sungai Alasan

1 = Tidak 0 = Ya

Keadaan Banjir Alasan

1 = Tidak 0 = Ya

Kerusakan Lahan Alasan


(3)

13. Menurut Anda apakah aktivitas PETI menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar?

a. Ya

b. Tidak, alasan

Jika iya, apa saja dampak negatif dari aktivitas PETI yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar :

14. Apakah aktivitas PETI juga mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat?

a. Ya, alasan b. Tidak, alasan

15. Apakah aktivitas PETI juga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat?

a. Ya, alasan b. Tidak, alasan

16. Sudah adakah upaya masyarakat dalam mengatasi aktivitas penambangan emas ilegal?

17. Apa upaya yang telah dilakukan masyarakat untuk mendapatkan air bersih untuk kehidupam sehari-hari?

18. Apakah ada bantuan dari pemerintah setempat kepada masyarakat yang merasakan dampak negatif dari aktivitas PETI?


(4)

Lampiran7 Dokumentasi

PETI Skala Kecil PETI Skala Besar


(5)

Longsor Akibat Kegiatan PETI Kerusakan Akibat PETI

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 21 Oktober 1990 dari ayah Edi Agustar dan ibu Sulastri. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 005 Pekanbaru pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 13 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2006. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 8 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti berbagai kepanitian dan organisasi di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi diluar kampus, salah satunya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA). Penulis juga aktif dalam organisasi komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia (BI) atau GEN BI IPB.


(6)