dan memiliki respek yang lebih besar terhadap tokoh pemimpin seperti orang tua.
Anak-anak juga mengembangkan sikap-sikap tertentu terhadap pemerintah pada umumnya, khususnya terhadap para politisi. Dengan
bertambahnya usia, dukungan terhadap sistem politik pun cenderung meningkat. Tetapi kepercayaan terhadap pejabat-pejabat pemerintah
tampaknya merosot. Gejala ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga di negara-negara lain.
Easton dan Dennis dalam Rush dan Phillip Althoff, 2000:59- 60 mengemukakan empat tahap perkembangan dalam sosialisasi
politik diri anak-anak, yaitu. a.
Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, Presiden, dan politisi.
b. Perkembangan perbedaan antara otoritas internal dan
eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah. c.
Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti Kongres, mahkamah Agung, dan
pemungutan suara Pemilu. d.
Perkembangan perbedaan antara institusi-institusi politik dan mereka terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan
institusi-institusi ini, sehingga gambaran yang diidealisasikan mengenai pribadi-pribadi khusus seperti presiden atau seorang
anggota kongres telah dialihkan pada kepresidenan dan kongres.
2. Masa Remaja
Sosiolisasi politik berlanjut di masa ketika anak telah bertumbuh menjadi remaja dan pemuda. Di masa-masa seperti ini kepercayaan-
kepercayaan politik seseorang dipengaruhi oleh teman-teman, keluarga,
dan rekan-rekannya. Mereka bisa mempengaruhi kita terhadap partai politik tertentu. Suatu studi di Amerika Serikat menunjukan bahwa
orang-orang republikan yang hidup dikawasan yang didominasi oleh orang-orang demokrat sebagian besar mendemokratkan diri mereka.
Tetapi kemungkinan untuk menjadi republikan akan meningkat secara signifikan ketika mereka pindah ke kawasan yang didominasi oleh
orang-orang republikan. Gejala ini membuktikan bahwa orang cenderung menerima pilihan partai politik tetangga mereka.
Pada masa remaja, kecenderungan untuk menjadi peer group sangat kuat. Mereka menginginkan teman dan menjadi bagian dari
ikatan diantara sesamanya. Perkembangan fisik dan kepribadian yang mulai membatasi pengaruh orang dewasa, seperti orang tua dan guru
mendorong remaja untuk menempatkan peer group sebagai panutan, obyek, sasaran, eksperimen dan kritik diri sendiri secara fisik maupun
mental. Biasanya peer group meliputi cara berbicara, berpakaian sampai bertingkah laku, di samping mengikuti apa yang diajarkan dan
diarahkan oleh orang tuanya. Proses sosialisasi politik pun berlaku bagi orang dewasa, bahkan
proses ini sangat penting bagi mereka. Bagi para politisi, sosialisasi politik tak mungkin dihindari. Bagaimanapun mereka harus belajar
menjadi politisi yang baik dan bertanggung jawab. Setelah seseorang dipilih menjadi anggota legislatif, misalnya, dia harus belajar menjadi
wakil rakyat yang dapat diandalkan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap yang dimiliki oleh politisi yang
bersangkutan. Selain itu faktor lingkungan sosial dan pengalaman pun memainkan peran penting dalam sosialisasi politik orang dewasa.
Tanpa sosialisasi politik seorang politisi tidak lebih dari orang-orang yang banyak berbicara tentang politik, tetapi tidak tahu peranan mereka
sebagai politisi yang matang. Untuk menjadi politisi yang matang, mereka harus belajar tahap demi tahap, seperti halnya seorang pemuda
harus belajar banyak untuk menjadi orang yang dewasa. Sayang bahwa sampai sejauh ini belum ada studi yang memadai
tentang sosialisasi politik dalam kehidupan orang dewasa. Sehingga sulit bagi kita untuk memberikan suatu gambaran yang lebih akurat
tentang proses sosialisasi pada masa-masa sebelumnya. Tetapi bila proses sosialisasi politik pada orang dewasa yang bersangkutan
cenderung memperkuat tigkah laku dan sikapnya seperti di masa kanak- kanak dan remaja, maka yang bersangkutan cenderung menjadi
konservatif. Dalam hal ini tingkat perubahan hanya bersifat terbatas. Perubahan yang radikal akan terjadi bila nilai-nilai, sikap dan perilaku
masa lalu itu dianggap tidak cocok lagi untuk terus dipertahankan hingga masa sekarang. Kesadaran semacam ini akan mendorong
seseorang untuk mengembangkan “cara hidup baru” yang lebih sesuai dengan tantangan zaman.
Perubahan semacam itu tampak pada cara orang mendukung partai politik. Dalam situasi yang normal, orang dengan senang hati
mau mendukung partai politik yang dipimpin oleh tokoh-tokoh yang bersikap manusiawi. Hanya karena terpaksa dan dipaksa, maka orang
pun mau mendukung suatu partai politik yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Tetapi dengan
partai politik semacam ini orang sebenarnya merasa pesimis dengan masa depan bangsa dan negaranya . sikap yang tidak puas terhadap
partai politik yang suka bermain curang ini pada gilirannya akan menjelma menjadi kekerasan-kekerasan yang sukar untuk dikendalikan.
Untuk mencegah terjadinya hal-hal tersebut, sosialisasi sebagai proses pencerahan enlightenment politik bagi orang-orang dewasa sangat
diperlukan. Melalui proses ini, orang diharapkan tetap bermain politik dijalur yang fair. Itu tidak berarti bahwa dunia politik pun lantas sepi
dari konflik. Konflik politik akan tetap terjadi, terutama dikalangan elit politik yang berbeda-beda kepentingan. Tapi konflik-konflik semacam
itu tidak perlu berubah menjadi kekerasan-kekerasan yang mengancam eksistensi masyarakat, karena mereka dapat menyelesaikannya secara
politis. Yang dimaksud adalah menyelesaikan konflik melalui proses perembukan yang rasional demi kepentingan bersama.
E. Mekanisme Sosialisasi Politik