1. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi,
2. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa,
3. Jika dilakukan melalui agen elektronik, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi
elektronik menjadi
tanggung jawab
penyelenggara agen elektronik. 4.
Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap
sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elekttronik. Akan tetapi, jika kerugian disebabkan
gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak lain pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
pengguna layanan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian
pihak pengguna sistem elektronik.
C. PENYELESAIAN SENGKETA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI INTERNET ONLINE LAMIDO WEB PORTAL
Secara umum, pengertian transaksi terjadi disaat ada kesepakatan antara 2 dua orang atau lebih mengenai suatu hal yang dapat dilakukan secara tertulis
maupun tidak tertulis. Kesepakatan tertulis pada umumnya dimuat dalam suatu perjanjian yang ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan. Tanda tangan
tersebut yang membuktikan bahwa seseorang mengikatkan dirinya terhadap klausula yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Di dunia internet,
kesepakatan terjadi secara elektronik. Dalam sebuah transaksi online, semua hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha sama dengan selayaknya transaksi
pada umumnya. Untuk meminimalisir terjadinya sengketa dalam sebuah transaksi
Universitas Sumatera Utara
elektronik seharusnya dibuat dalam sebuah kontrak elektronik, yaitu perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
Undang-Undang ITE mengakui transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik. Transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak
elektronik tersebut bersifat mengikat bagi para pihak, sehingga kontrak tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama dengan transaksi pada umumnya.
81
Kontrak elektronik dapat dikatakan sebagai suatu persetujuan atas syarat dan ketentuan
jual beli secara online antara pihak penjual dan pembeli. Menurut pasal 20 Undang-Undang ITE, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi
yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta disetujui oleh penerima. Persetujuan pembeli untuk membeli barang dengan cara melakukan klik
persetujuan atas transaksi merupakan bentuk tindakan persetujuan dalam kesepakatan transaksi elektronik. Namun persetujuan tersebut harus dilakukan
dengan pernyataan penerimaan secara elektronik, misalnya dengan mengirimkan email konfirmasi. Dengan demikian, transaksi jual beli online tetap diakui sebagai
transaksi elektronik yang dapat dipetanggungjawabkan. Dalam transaksi online, tidak sedikit permasalahan yang merugikan pihak
konsumen, salah satunya konsumen yang tergiur membeli barang melalui internet, namun setelah uang nya dikirim kepada penjual barang yang di pesan tak kunjung
datang. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kejahatan di dunia maya. Terkait dengan perlindungan konsumen, pelaku usaha yang menawarkan produk
melalui sistem elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan, dan
pelaku usaha wajib memberikan waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak memenuhi perjanjian yang telah dibuat.
82
Apabila barang yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan foto pada iklan
81
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
82
Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
Universitas Sumatera Utara
toko online, konsumen dapat menggugat pelaku usaha secara perdata dengan dalih terjadinya wanprestasi dan menuntut pertanggungjawaban pelaku usaha.
Permasalahan utama dalam transaksi online adalah ketika pelaku usaha berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab, sementara jati diri pelaku usaha
dalam transaksi cyber space ini sulit untuk diketahui. Jika hal tersebut terjadi, maka konsumen lah yang paling dirugikan dalam hal ini.
83
Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya terutama dalam hal pemberian kompensasi dan
ganti rugi baik pengembalian produk ataupun pengembalian dana, pelaku usaha dapat dikenakan pidana berdasarkan pasal 62 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 dua milyar rupiah. Akan
tetapi, apabila pihak pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya, maka konsumen dapat menempuh jalan untuk menyelesaikan sengketa. Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Perlindungan hukum dalam suatu kontrak adalah hal yang mutlak adanya, dan perlindungan yang diberikan ditujukan guna
terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen.
Setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap
beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya.
Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadninya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian pihak pengguna
system elektronik vide Pasal 15 UU ITE. Undang-Undang ITE juga mengatur bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh UU tersendiri, setiap penyelenggara
system elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :
84
83
Artikel Cara Pembayaran yang Aman dalam Transaksi Elektronik, diambil dari https:m.hukumonline.com-Klinik:Cara-pembayaran-yang-aman-dalam-transaksi-elektronik
84
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Universitas Sumatera Utara
1. dapat menampilkan kembali informasi elektronik danatau dokumen
elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan perundang-Undangan.
2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, da
keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan system elektronik tersebut.
3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
penyelenggaraan system elektronik 4.
dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumukan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan penyelenggaraan system elektronik 5.
memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Informasi Transaksi Elektronik yang lahir karena adanya urgensi pemikiran tentang pentingnya pengaturan praktik kontrak elektronik di Indonesia,
mengatur hal mengenai penyelesaian sengketa transaksi elektronik. Dalam pasal 18 Undang-Undang tentang Informasi Transaksi Elektronik ayat 4 menyebutkan
bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Dalam pasal yang sama ayat 5 menyebutkan juga bahwa apabila
para pihak tidak melakukan pilihan forum, penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya berwenang
menangani sengketa yang meungkin timbul dari transaksi di dasarkan pada asas hukum perdata.
Keberadaan pasal 18 Undang-Undang ITE memiliki 3 tiga pilihan pengaturan hukum yang dapat digunakan para pihak dalam menyelesaikan
sengketa transaksi online yaitu opsi pilihan hukum yang ditetapkan para pihak, opsi lembaga litigasi maupun non litigasi, dan asas-asas dalam hukum perdata
internasional.
Universitas Sumatera Utara
1. Melalui Pengadilanlembaga Litigasi
Salah satu metode penyelesaian sengketa seperti yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik adalah melalui lembaga
pengadilan. Secara konvensional, penyelesaian sengketa bisnis pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan litigasi. Keberadaan lembaga litigasipengadilan
menjadi tujuan utama masyarakat dalam mencari keadilan, yang di harapkan dapat menghasilkan kepastian hukum dalam menyelesaikan sengketa. Peran hakim di
pengadilan baik di bidang penyelesaian sengketa elektronik maupun tidak sangat penting, karena pedoman keberadaan putusan hakim di pandang dapat
memberikan pembaruan atas hukum yang ada, termasuk hal yang belum ditemukan pengaturannya. Akan tetapi, proses penyelesaian sengketa melalui
pengadilan khususnya dalam sengketa perdagangan masih tergolong lambat dan belum mengakomodasi efektivitas dan efesiensi penyelesaian sengketa.
Adapun proses litigasi lebih bergaya dominasi yang menyebabkan posisi para pihak yang bersengketa tidak seimbang, jauh dari konsep integrasi yang
bersifat win-win solution. Dalam dunia bisnis saat ini, penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan tidak disukai oleh banyak pihak sehingga lembaga
pengadilanlitigasi dipandang semata-mata sebagai jalan terakhir setelah upaya lain tidak membuahkan hasil.
85
Oleh karena terdapat keprihatinan atas persoalan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh lembaga litigasi, menjadi latar belakang
lahirnya lembaga non litigasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Mekanisme yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa bervariasi, baik secara
musyawarah, perdamaian, penyelesaian adat, dan cara-cara lain yang disesuaikan dengan wilayah masyarakat tersebut berada.
86
85
Jurnal Adel Chandra, “Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Melalui Online Dispute Resolution ODR kaitan Dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik No.11 Tahun
2008”, Jakarta:Fakultas Ilmu Komputer Universitas Esa Unggul, 2014
86
Artikel Alternatif Penyelesaian Sengketa on Line, oleh Patricia Audrey Ruslijanto, diakses
tanggal 18
Mei 2015
http:medianotaris.comalternative_penyelesaian_sengketa_on_line_berita330.html
Universitas Sumatera Utara
2. Melalui Arbitrase Online Online Dispute ResolutionODR
Penyelesaian sengeketa online di defenisikan sebagai penyelesaian sengketa dengan bantuan teknologi internet, dan sebagaimana dalam
keberadaannya jenis penyelesaian sengekta online ini dapat dibagi menjadi bentuk negosiasi online, mediasi online dan arbitrase online. Penyelesaian sengketa
melalui arbitrase online merupakan pengembangan dari cara penyelesaian sengketa non litigasi yang ada di dunia nyata. Cara penyelesaian menggunakan
ODR ini dianggap oleh para pelaku bisnis di dunia maya sebagai salah satu jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa di dunia maya. Akan tetapi, banyak
kendala hukum dalam penerapan sistem penyelesaian sengketa melalui ODR ini di Indonesia.
Urgensi adanya pengaturan penyelesaian sengketa online dalam menyelesaikan sengketa kontrak elektronik didasarkan pada beberapa prinsip
yang berbeda dari alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan tanpa bantuan media elektronik, yaitu adanya prinsip keterbukaantransaparansi dimana para
pihak dapat melihat langsung tata cara pelaksanaan penyelesaian sengketa, prinsip aksesibilitas dimana dalam hal ini tidak ada halangan biaya yang mahal dan tanpa
hambatan ruang dan waktu para pihak dalam mengakses pelaksanaan penyelesaian sengketa; prinsip independensi ialah terjaganya independensi para
pihak sebagai pengambil keputusan hasil penyelesaian sengketa elektronik; dan prinsip kepraktisan dimana dalam hal ini penyelesaian sengketa sangat praktis,
lebih cepat dan hemat waktu dibandingkan penyelesaian sengketa oleh pengadilan.
Pentingnya kepastian hukum dalam transaksi elektronik tercantum dalam pasal 4 Undang-Undang ITE yang mengatur bahwa transaksi elektronik
dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan dan memberikan kepastian hukum. Hal ini menyiratkan bahwa pelaku usaha jual-beli
online harus mematuhi aturan hukum yang berlaku. Meski demikian, modus kejahatan terutama penipuan dalam jual beli online di Indonesia begitu marak,
tetapi kasus yang terungkap tidaklah begitu banyak. Terhadap pelaku usaha atau penjual yang menggunakan identitas palsu atau melakukan penipuan dalam jual
Universitas Sumatera Utara
beli online, pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan pasal 378 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana tentang penipuan. Secara khusus, Undang-Undang ITE
juga mengatur tentang penipuan dalam transaksi elektronik dalam pasal 28 ayat 1, yang menyatakan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Perlindungan hukum yang diakomodir melalui cara penyelesaian sengketa yang memadai, dalam konteks pelaksanaan kontrak elektronik selain ditujukan
memberikan hasil yang dapat memenuhi kepuasan para pihak dalam menyelesaikan sengketa, juga ditujukan untuk menjaga tingkat kepercayaan para
pihak dalam melakukan praktik kontrak elektronik. Keberadaan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik merupakan jembatan pengatur pelaksanaan
kontrak elektronik di Indonesia, sebagaimana dilengkapi melalui adanya model pengaturan tambahan model penyelesaian sengketa onlineODR, serta kombinasi
pengaturan dengan Negara-negara lain, yang ditujukan bagi pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa kontrak elektronik yang berkeadilan, dan dapat
mewujudkan kepastian hukum bagi para pelaku kontrak elektronik.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan komputer, jaringan komputer danatau media elektronik lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE, transaksi jual beli melalui internet termasuk dalam transaksi yang menggunakan sistem
elektronik internet sehingga dalam bahasa undang-undang disebut transaksi elektronik.
2. Transaksi e-commerce merupakan perjanjian jual beli juga seperti yang
dimaksud oleh KUH Perdata, karena ia merupakan suatu perjanjian maka ia melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu kewajiban
suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian. Adanya prestasi memungkinkan terjadinya wanprestasi atau tidak
dilaksanakannya prestasi sebagaimana mestinya yang dilaksanakan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Wanprestasi dapat terjadi karena
pihak pembeli tidak melakukan kewajibannya atau pihak penjual yang tidak melakukan kewajibannya. Jika ternyata wanprestasi tersebut terjadi
karena kesalahan teknis, misalnya server down sehingga pesan tidak sampai ke pihak ketiga dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
3. Adapun pihak-pihak yang terlibat antara lain:
a. Penjual merchant, yaitu perusahaanprodusen yang menawarkan
produknya melalui internet. b.
Konsumen card holder, yaitu orang-orang yang ingin memperoleh produk barangjasa melalui pembelian secara on-line.
Universitas Sumatera Utara