Kurva Pertumbuhan Mikroalga C. gracilis dengan Intensitas Cahaya

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa kloramfenikol menghasilkan zona hambat yang sangat besar dibandingkan dengan zona hambat yang terbentuk pada masing–masing ekstrak pada konsentrasi yang sama 300 µgdisc. Perbedaan zona hambat antara kontrol positif dan ekstrak yang begitu besar disebabkan oleh esktrak yamg dihasilkan dari C. gracilis berupa ekstrak kasar, sedangkan kloramfenikol merupakan ekstrak yang lebih murni. Ekstrak perlu dimurnikan untuk mendapatkan aktivitas antibakteri yang lebih baik. Hal ini perlu dilakukan karena keberadaan bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas antibakteri dengan cara menginaktivasi bahan–bahan tersebut atau melindungi bakteri dari zat antibakteri tersebut Pelczar dan Chan 2005b Zona hambat esktrak C. gracilis yang ditandai dengan huruf D pada masing-masing cawan petri adalah esktrak C. gracilis dengan lama pemecahan sel 5 menit, yang disimpan pada suhu di bawah 0 C selama 1 bulan. Suhu dingin pada penyimpanan ekstrak diduga mempertahankan daya antibakterial dari ekstrak.

4.2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga C. gracilis dengan Intensitas Cahaya

Berbeda Pertumbuhan pada organisme uniseluler adalah pertambahan jumlah sel yang berarti juga pertambahan jumlah organisme. Parameter pertumbuhan mikroalga dapat ditinjau dari kekeruhan, berat kering atau yield, volume sel dan kandungan klorofil Becker 1994. Jumlah sel yang sudah didapatkan dari hasil pengamatan selanjutnya diplotkan ke dalam suatu grafik sehingga didapatkan kurva pertumbuhan. Kultur mikroalga secara umum memiliki lima fase pertumbuhan, yaitu fase lag, fase logaritmik, fase penurunan laju pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian Fogg 1975. Pengukuran jumlah sel mikroalga secara kuantitatif pada kultur bervolume terbatas untuk menentukan kurva pertumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan perhitungan langsung jumlah sel dengan menggunakan haemositometer, perhitungan berat kering, perhitungan dengan cara pengukuran volume sel dan perhitungan kepadatan dengan pancaran cahaya Myers 1962. Kurva pertumbuhan C. gracilis pada jarak pencahayaan 3 cm, 9 cm dan 15 cm dapat dilihat pada Gambar 8. 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 hari lo g j u m la h s e l A B C Keterangan : A = Kultur dengan jarak pencahayaan 3 cm ± 3500 lux B = Kultur dengan jarak pencahayaan 9 cm ± 2500 lux C = Kultur dengan jarakpencahayaan 15 cm ± 1500 lux Gambar 8. Kurva pertumbuhan C. gracilis dengan jarak pencahayaan 3, 9 dan 15 cm pada suhu ruang 29 o C. Berdasarkan Gambar 8 dapat dikatakan bahwa ketiga kultur tersebut tidak mengalami fase adaptasi karena medium pada inokulum yang digunakan sama dengan medium pada kultur baru dan inokulum yang digunakan berada pada fase log umur inokulum 6 hari. Sel yang ditempatkan dalam medium dan lingkungan pertumbuhan yang sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, tidak memerlukan waktu adaptasi Fogg 1975. Fase log kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 3 cm dan 9 cm setelah hari ke-0 sampai hari ke-8. Sedangkan kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 15 cm memiliki fase log setelah hari ke-0 sampai hari ke-11. Berdasarkan Gambar 8 dapat dikatakan bahwa fase log yang paling lama terjadi pada kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 15 cm yaitu 11 hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai laju pertumbuhaan k C. gracilis. Konstanta aju tumbuh k C. gracilis pada kultur dengan jarak pencahayaan 3, 9 dan 15 cm masing-masing adalah 0,55 pembelahan selhari, 0,54 pembelahan selhari dan 0,43 pembelahan selhari. Perbedaan konstanta laju tumbuh sel C. gracilis pada fase logaritmik ini disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh masing-masing kultur. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penurunan jarak pencahayaan dari 15 cm menjadi 3 cm atau peningkatan intensitas cahaya kultur dari 2500 lux menjadi 3500 lux dapat menaikkan laju pertumbuhan mikroalga C. gracilis. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan mikroalga A. convultus meningkat dari 0,47 pembelahan selhari pada intensitas cahaya 500 lux menjadi 0,60 pembelahan selhari pada intensitas cahaya 2500 lux. Begitu pula μ pada mikroalga Chlorella sp. yang meningkat dari 0,39 pada intensitas cahaya 500 lux menjadi, 0,49 pembelahan selhari pada 2500 lux dan 0,73 pada 5000 lux Chrismadha et al 1997. Perhitungan konstanta laju tumbuh dapat dilihat pada Lampiran 2. Perbedaan laju tumbuh pada C. gracilis mengakibatkan terjadinya perbedaan pada lamanya fase logaritmik. Berdasarkan hasil penelitian ini, kultur dengan laju pertumbuhan.yang paling rendah akan memiliki fase logaritimik yang paling lama. Hal ini disebabkan oleh kultur dengan laju tumbuh sel yang paling rendah akan mencapai titik jenuh populasi mikroalga yang lebih lambat dibanding kultur lainnya. Perhitungan laju pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2. Bentuk kurva fase logaritmik pada kurva pertumbuhan C. gracilis dengan jarak pencahayaan 3 cm dan 9 cm tidak berbeda jauh. Hal ini disebabkan oleh adanya titik jenuh Is, yaitu nilai intensitas cahaya maksimum yang dapat digunakan oleh alga untuk keperluan fotosintesis Chrismadha et al. 1997. Meskipun intensitas cahayanya ditingkatkan, kecepatan pertumbuhannya tidak naik tajam bahkan bisa konstan. Goldman yang diacu Chrismadha et al. 1997 menekankan pentingnya karakter titik jenuh tinggi bagi alga yang dibudidayakan dengan cahaya matahari sebagai sumber cahayanya. Selama fase logaritmik ini warna kultur berubah dari warna kuning menjadi coklat tua yang disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah sel dan pigmen C. gracilis pada kultur. Warna coklat tersebut merupakan warna dari sel C. gracilis yang didominasi oleh pigmen karotenoid dan diatomin yang merupakan pigmen dominan Isnansetyo dan Kurniastuty 1995. Setelah kultur mikroalga mencapai puncak populasi, maka mikroalga tersebut secara perlahan akan mengalami fase stasioner, yaitu fase dimana laju pertumbuhan mikroalga sama dengan laju kematiannya. Fase ini terjadi karena terbatasnya nutrisi, sehingga tidak semua sel bisa melakukan pembelahan, dan akhirnya mengalami kematian Fardiaz, 1992. Kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 3 cm, memiliki fase stasioner yang berlangsung setelah hari ke-8 sampai hari ke-11. Kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 9 cm memiliki fase stasioner setelah hari ke-8 sampai hari ke-15. Kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 15 cm memiliki fase stasioner setelah hari ke-11 sampai hari ke-19. Setelah kultur menjalani fase stasioner maka kultur akan mengalami fase kematian. Fase kematian Kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 3 cm setelah hari ke-11, fase kematian kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 9 cm setelah hari ke-15, sedangkan fase kematian Kultur C. gracilis dengan jarak pencahayaan 15 cm setelah hari ke-19. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa selama kultivasi terjadi perubahan warna kultur. Perubahan warna yang terjadi dari awal sampai akhir kultivasi, yaitu dari warna coklat bening, coklat agak keruh, coklat keruh lalu kembali lagi menjadi coklat agak keruh dan terakhir menjadi coklat bening dengan banyak endapan warna coklat. Perubahan warna tersebut merupakan indikator terjadinya peningkatan kepadatan sel dari kepadatan sel rendah menjadi tinggi kemudian turun menjadi rendah kembali secara bertahap. Perubahan warna kultur dalam tiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 9. A B C Keterangan : A = 0 hari; B = kultur pada hari ke-7 fase log C = kultur pada hari ke-14 fase stasioner Gambar 9. Perubahan warna selama kultivasi C. gracilis Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa intensitas cahaya yang berbeda yang diterima oleh masing–masing kultur setiap harinya menyebabkan terjadinya perbedaan laju pertumbuhan di antara kultur tersebut. Kultur dengan intensitas cahaya yang lebih besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dan memiliki fase pertumbuhan yang lebih singkat juga, dan pada akhirnya kultur akan mencapai fase kematian yang lebih awal. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Lailati 2007, yang melaporkan bahwa kultur C. gracilis dengan pencahayaan 24 jam memiliki fase logaritmik dan stasioner yang lebih singkat dibanding kultur dengan pencahayaan 12 jam. Kultur yang diberi intensitas cahaya yang lebih besar atau jarak pencahayaan yang lebih dekat memungkinkan C. gracilis untuk mendapatkan energi cahaya yang lebih banyak setiap harinya dibanding kultur dengan jarak pencahayaan yang lebih jauh, sama halnya jika kultur diberi pencahayaan terus menerus selama 24 jam akan mendapatkan akumulasi energi yang lebih banyak setiap harinya dibanding kultur yang diberi pencahayaan selama 12 jam.

4.3. Pengaruh Intensitas Cahaya Kultur C. gracilis terhadap Kepadatan