2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Chaetoceros gracilis
Chaetoceros termasuk diatom yang sering disebut golden-brownalgae karena kandungan pigmen kuning lebih banyak dari pigmen hijau sehingga bila
padat populasinya, perairan akan terlihat coklat muda. Chaetoceros sp ., Rhizolenia sp., Thallasiothrix sp., dan Bacteriastrum sp., merupakan jenis yang
umum dijumpai di perairan lepas pantai Indonesia. Chaetoceros ada yang berbentuk bulat dengan diameter 4-6 mikron dan ada yang berbentuk segi empat
dengan ukuran 8-12 x 7-18 mikron. Dinding sel phytoplankton ini dibentuk dari silika. Karotenoid dan diatomin merupakan pigmen yang dominan. Sama halnya
dengan di alam, Chaetoceros akan berwarna kuning-keemasan hingga coklat pada kultur buatan Isnansetyo dan Kurniastuty 1995.
Klasifikasi Chaetoceros gracilis Bold dan Wynne 1985 adalah sebagai berikut :
Phylum : Chrysophyta Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centricae Subordo : Biddulphioideae
Famili : Chaetoceraceae Genus : Chaetoceros
Spesies : Chaetoceros gracilis Chaetoceros gracilis merupakan spesies dari Chaetoceros yang
berbentuk sel tunggal tidak berantai, dan bercangkang cembung. Setae mula-mula muncul pada sudut-sudutnya, membentuk kurva dan kemudian menjadi paralel
bentuknya. Spora terdapat di tengah-tengah sel induk dan bercangkang kasar. Panjang apikal axisnya 6-10 μm Lebour diacu dalam Pribadi 1998.
Struktur sel diatom memiliki kerangka silika yang disebut frustul yang terdiri dari dua valva setangkup bagaikan cawan petri atau bagaikan kotak obat.
Valva bagian atas disebut epiteka yang menutupi valva bagian bawah yang disebut hipoteka. Seluruh permukaan valva penuh dengan ornamentasi yang
simetris dan pori-pori yang menghubungkan sitoplasma dalam sel dengan
lingkungan di luarnya Nontji 2006. Di dalam frustul terdapat sitoplasma, nukleus, mitokondria dan kromatofor Round 1996.
Chaetoceros gracilis merupakan spesies sentrik dari diatom yang non motil, bercangkang simetris, dan memproduksi hanya satu auksospora
Schuett 1880 diacu dalam McConnaghey 1974. Sitoplasmanya memiliki sejumlah kecil kromatofora. Bentuk sel Chaetoceros gracilis dilihat dari
mikroskop pada perbesaran 400 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sel Chaetoceros gracilis Utex 2007 Chaetoceros gracilis merupakan jenis Chaetoceros yang banyak dikultur
untuk pakan larva udang. Selain itu Chaetoceros gracilis juga dapat diberikan langsung sebagai pakan larva teripang atau digunakan untuk pakan dalam
budidaya biomassa Artemia Isnansetyo dan Kurniastuty 1995. Hasil penelitian Sutomo 2005 menunjukkan bahwa C. gracilis memiliki
daya adaptasi yang cepat terhadap lingkungan kultur yang baru. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai k laju pertumbuhan relatif pada hari ke-1 yang cukup
tinggi k = 4,31. Hal ini menunjukkan bahwa alga tersebut mengalami masa adaptasi yang cukup singkat dan langsung tumbuh dengan cepat. Keadaan ini
diduga disebabkan oleh benih alga dan media air yang digunakan berasal dari lingkungan laboratorium yang sama.
Chaetoceros toleran terhadap suhu air yang tinggi. Pada suhu air 60 C
fitoplankton ini masih dapat bertahan hidup, akan tetapi tidak berkembang. Alga ini akan hidup optimal pada suhu 37
C dan masih dapat tumbuh pada suhu 50
C. Toleransi terhadap kisaran salinitas sangat lebar, yaitu 6-50
o
oo, sedangkan kisaran salinitas 17-25
o
oo merupakan salinitas optimal untuk
pertumbuhannya. Salinitas minimum untuk pertumbuhan alga ini adalah 6
o
oo. Isnansetyo dan Kurniastuty 1995.
Liang et al. 2001 melaporkan bahwa jumlah total lipid pada Chaetoceros gracilis, Cylindrotheca fusiformis dan Phaeodactylum tricornutum B114 yang
ditumbuhkan pada intensitas 5000 lux lebih sedikit dibanding yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya 1500 lux. Kemudian, total asam lemak tidak jenuh
polyunsaturated fatty acid pada diatom tersebut menurun seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya pada kultur.
2.2. Senyawa Antimikroba