16 dampak program, dan 5 program dan kegiatan tidak secara jelas memberikan dam-
pak pada pertumbuhan populasi secara nasional.
2.4 Strategi Pengembangan Sapi Potong
Menurut Nawawi 2000, Strategik dalam manajemen diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen yang terarah pada tujuan organisasi. Rancangan yang bersifat strategik dilingkungan sebuah organisasi disebut dengan Perencanaan Strategik.
Menurut David 2002 bahwa terdapat tiga tahapan dalam manajemen strategis yaitu: 1 perumusan strategi meliputi pengembangan potensi, pengenalan peluang dan
ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan, menghasilkan strategi alternatif, dan memilih strategi tertentu untuk dilaksa-
nakan; 2 implementasi strategi, memobilisasi unsur dalam organisasi untuk melaksanakan apa yang telah dirumuskan; dan 3 evaluasi strategi, terdapat tiga
aktivitas dalam evaluasi strategi : a meninjau faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar strategi, b mengukur prestasi, dan c mengambil tindakan korektif.
Potensi sumberdaya yang tersedia seperti ketersediaan lahan dan pakan, tenaga kerja, dan ternak yang akan dikembangkan perlu dianalisis dalam pengem-
bangan ternak di suatu daerah. Potensi ini ditentukan oleh tersedianya tanah perta- nian, kesuburan tanah, iklim, topografi, ketersediaan air, dan pola pertanian yang ada
Santosa, 2001. Menurut Gurnadi 1998, untuk mencapai tujuan pengembangan ternak dapat
dilakukan tiga pendekatan, yaitu: 1 pendekatan teknis, meningkatkan kelahiran, menurunkan angka kematian, mengontrol pemotongan ternak, dan perbaikan genetik,
2 pendekatan terpadu, menerapkan teknologi produksi, manajemen, pertimbangan
sosial budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan” serta pembentukan
kelompok peternak yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait, 3 pendekatan agribisnis, yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan peternakan melalui
integrasi dari ke empat aspek yaitu input produksi lahan, pakan, plasma nutfah, dan sumberdaya manusia, proses produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran.
Pembangunan peternakan pada masa yang akan datang diharapkan mampu merubah pandangan peternak dari sistem produksi menjadi sistem agribisnis.
Agribisnis merupakan suatu konsep bahwa pembangunan peternakan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem yaitu : 1 sub-sistem agribisnis
17 hulu
up-stream agribusiness, kegiatan ekonomi yang menghasilkan sapronak
industri pembibitan, industri pakan; 2 sub-sistem agribisnis usaha peternakan on-
farm agribusiness, kegiatan budidaya ternak; 3 sub-sistem agribisnis hilir down- stream agribusiness, kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan
primer menjadi produk olahan industri pengolahan dan pemasaran; dan 4 sub- sistem jasa penunjang agribisnis
supporting system, kegiatan yang menyediakan
jasa bagi ketiga sub-sistem agribisnis lainnya Saragih 2000. Dalam konsep PKD 2010 komitmen dasarnya adalah strategi peningkatan produksi dan kesejahteraan
peternak dalam penyediaan pangan, bukannya ketersediaan pangan yang mendukung peningkatan produksi untuk kesejahteraan peternak. Komitmen ini mengandung
makna bahwa peningkatan produksi dan kesejahteraan peternak merupakan strategi kunci Tawaf dan Kuswaryan 2006.
Laporan Ditjen Peternakan 2007b, berisi strategi yang digunakan untuk pe- ningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak sapi dalam upaya percepatan
pencapaian swasembada daging 2010 adalah : 1 pengembangan sentra pembibitan dan penggemukan, 2 revitalisasi kelembagaan dan SDM fungsional dilapangan, 3
dukungan sarana dan prasarana, 4 dukungan finansial, dan 5 pengembangan wila- yah.
Hasil penelitian Noer 2002, tentang strategi pengembangan agribisnis sapi potong di kawasan sentra produksi Koto Hilalang kabupaten Agam Sumatera Barat,
menunjukkan beberapa kekuatan sebagai berikut : 1 kawasan dikenal sebagai sentra pembibitan sapi potong, 2 ketersediaan pos IB, petugas IB dan minat peternak
terhadap IB, 3 tersedianya sarana dan prasarana infra struktur pendukung, 4 ter- sedianya rumput unggul, lahan yang subur atau hasil sampingan produk tanaman
pangan, 5 iklim dan kondisi yang menunjang, dan 6 umumnya peternak mampu mendeteksi penyakit cacing dan demam pada ternak sapi. Kelemahan yang ada
berupa : 1 jumlah inseminator dan layanan kurang, 2 tenaga kerja pengelola dan pengolah lahan terbatas, 3 beternak sebagai usaha sambilan dengan modal terbatas,
4 peternak tidak mampu mendeteksi penyakit ngorok dan lemah tungkai, 5 penentuan harga tawar-menawar dan pemasaran rendah, dan 6 inovasi dan inisiatif
lokal belum berkembang. Disamping itu peluang dan ancaman terhadap sapi potong sebagai berikut, peluang berupa : 1 akses langsung pada BIB, memiliki bibit sapi
unggul dan IB dari kelompok peternak, 2 inovasi teknologi pemotongan dan
18 pengawetan hijauan makanan ternak, 3 tambahan jumlah ternak sapi, 4 terjamin
tenaga kesehatan dan obat-obatan, 5 dapat menaksir berat sapi dan kuat dalam pemasaran, dan 6 sinergi dengan program lain dalam otonomi kebijakan pemerintah
nagari. Ancaman berupa : 1 tidak stabilnya penyediaan bibit dan layanan IB, 2 stabilitas penyediaan pakan jangka panjang, 3 tenaga kerja dan pengelola terampil
terbatas dengan teknologi sederhana, 4 antisipasi cuaca dan kerjasama dengan sta- siun BMG tidak ada, 5 persaingan dari daerah lain, dan 6 aturan akses lahan milik
kaumnagari. Untuk mengatasi masalah ini dirumuskan beberapa strategi pengem- bangan berupa : 1 investasimodal usaha terus dikembangkan, 2 memperkuat
kerjasama kelompok peternak sapi potong yang ada di kawasan, 3 peningkatan keterampilan dan pengetahuan peternak, 4 peningkatan bargaining position peter-
nak dalam pemasaran, dan 5 diversivikasi lahan HMT. Hasil penelitian Dedih 2002, tentang strategi pengembangan ternak sapi
berorientasi agribisnis dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di propinsi Riau, menunjukkan bahwa, kekuatan yang dimiliki adalah : 1 sesuai dengan budaya
masyarakat, 2 tersedianya rumput dan limbah pertanian, 3 peternak yang terampil, 4 daya dukung lahan, 5 letak geografis, dan 6 tersedianya teknologi IB. Namun
ada beberapa kelemahan yang perlu diantisipasi berupa : 1 modal terbatas, 2 produktivitas ternak sapi rendah, 3 bibit sapi semen beku tidak terlalu tersedia, 4
sarana dan prasarana kurang, 5 usaha sambilan, dan 6 lokasi ternak menyebar. Peluang yang ada berupa : 1 adanya otonomi daerah, 2 dukungan Pemda kredit,
3 konsumsi daging naik, 4 harga daging sapi tinggi, 5 pasar lokal dan ekspor, dan 6 perkembangan teknologi. Ancaman yang dihadapi oleh pengembangan ter-
nak sapi berupa : 1 wabah penyakit menular, 2 produk luar
impor, 3 kondisi
POLKAM, 4 pemotongan ternak betina produktif, 5 berlakunya pasar bebas, dan 6 pemulihan ekonomi. Rumusan strategi pengembangan adalah : 1 pengembang-
an sentra produksi budidaya ternak sapi, 2 melakukan pembinaan terpadu, 3 membangun sarana dan prasarana usaha, 4 pengembangan sentra penggemukan
ternak sapi, 5 penyediaan modal usaha, dan 6 melakukan kerjasama regional dan internasional. Supriyadi 2004, menambahkan aspek SDM dan teknologi sebagai
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan ternak sapi potong berbasis agribisnis di kabupaten Indra Giri Hilir.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, tahap perta- ma adalah melakukan identifikasi dan analisis potensi pengembangan usaha sapi
potong di kabupaten Lima Puluh Kota. Tahap ke dua, analisis program pengem- bangan usaha sapi potong. Tahap ke tiga, peningkatan produksi dan pendapatan
usahatani-ternak melalui penerapan teknologi pakan dan pemanfaatan limbah ternak. Tahap ke empat, merumuskan strategi pengembangan usaha sapi potong yang dapat
diterapkan di kabupaten Lima Puluh Kota.
3.1 Tahap Satu; Identifikasi dan Analisis Potensi Pengembangan Usaha Sapi
Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumber- daya alam dan sumberdaya manusia untuk pengembangan usaha sapi potong di
kabupaten Lima Puluh Kota.
3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kabupaten Lima Puluh kota dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan be- berapa pertimbangan, yaitu; 1 di kabupaten Lima Puluh Kota, pertanian merupa-
kan salah satu sektor prioritas untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, 2 ter- dapat Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak BPTHMT Padang
Mengatas, 3 letak wilayah yang strategis karena berbatasan dengan propinsi Riau yang merupakan konsumen terbesar produk sapi potong Sumatera Barat, 4 kebijak-
an PEMDA mendukung pengembangan usaha sapi potong melalui program-program pengembangan.
Penelitian ini dilakukan selama 2 dua bulan yakni dari Maret sd April 2005, data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari BPS kabupaten Lima
Puluh Kota, Dinas Peternakan TK II, Dinas Pertanian Tanaman Pangan kabupaten Lima Puluh Kota dan instansi terkait lainnya.
3.1.2 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1.
Keadaan umum wilayah kabupaten Lima Puluh Kota yang terdiri dari; luas wilayah, letak geografis, topografi dan jenis tanah, penggunaan lahan perta-
nian, iklim dan curah hujan.