Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

FREE AGUSTINA PINARONA S. 127032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FREE AGUSTINA PINARONA S. 127032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Free Agustina Pinarona S. Nomor Induk Mahasiswa : 127032011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D)

Anggota

(dr. Surya Dharma, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2014

FREE AGUSTINA PINARONA S. 127032011/IKM


(6)

ABSTRAK

Kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa sangat diperlukan. Hemodialisa bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan terapi hemodialisa. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dengan jumlah 86 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecemasan (p = 0,030) dan dukungan sosial yang terdiri dari dukungan informasi (p = 0,003), dukungan penilaian (p = 0,033), dukungan instrumental (p = 0,027) dan dukungan emosional (p = 0,010) berhubungan dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Disarankan kepada Management Rumah Sakit melalui petugas kesehatan supaya memberikan informasi (konseling) kepada pasien yang menjalani terapi agar pasien memahami tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dalam diri pasien dan kepada keluarga.


(7)

ABSTRACT

Compliance running hemodialysis therapy is needed by patients with Chronic Renal Failure. Hemodialysis therapy aims to remove excess urea and other nitrogenous wastes that circulate in the blood.

This study is observational analytic cross-sectional design which aims to analyze the influence of anxiety and social support on patient adherence running hemodialysis therapy. The population in this study were all patients undergoing hemodialysis therapy at the Adam Malik General Hospital in 2014 the number of 86 people. This study was conducted from January to June 2014. Data was obtained through interviews with respondents and analyzed by multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the variables of anxiety (p = 0.030) and social support consisting of support information (p = 0.003), support assessment (p = 0.033), instrumental support (p = 0.027) and emotional support (p = 0.010) associated with adherence running hemodialysis.

It is recommended to the hospital management in order to provide information (counseling) to patients undergoing hemodialysis therapy for the patient to understand the actions undertaken so as not to cause anxiety in the patient and the family.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(9)

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. dr. Surya Dharma, M.P.H selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si sebagai Rektor Universitas Cenderawasih Propinsi Papua yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di jenjang S2.

9. dr. Paulina Watofa, Sp.Rad sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Propinsi Papua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi di jenjang S2.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

11. Dokter dan semua petugas kesehatan Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan yang telah membantu penulis selama penelitian.


(10)

12. Semua pasien Gagal ginjal kronik yang di hemodialisa telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini

13. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

14. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi (Alm) Drs. T.M. Sinaga, dan ibunda (Almarhumah) Masniari. Br Sihombing yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

15. Teristimewa buat suami tercinta dr. H. L. Tobing M.Kes, SpFK, M.Ked, Sp.PD dan anak-anak tersayang Angelina Vedrika Marceilla dan Abraham Christoffel yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

16. Buat rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku tahun 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.


(11)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2014 Penulis

Free Agustina Pinarona. S 127032011/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Free Agustina Pinarona Sinaga lahir pada tanggal 17 Agustus 1974 di Pangkalan Berandan, anak ke 5 (lima) dari pasangan ayahanda (Alm) Drs. Tigor. M. Sinaga, SE dan ibunda (Almarhumah) Masniari Br Sihombing.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di sekolah Dasar IV Yayasan Pendidikan Dharma Patra Pertamina Pangkalan Berandan selesai tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama PKMI-1 Medan selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Atas PKMI-1 Medan selesai tahun 1993, S-1 Fakultas Psikologi Universitas Medan Area selesai tahun 1998 dan profesi dari Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Bandung tahun 1998 dan selesai tahun 1999.

Penulis bekerja sebagai Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Propinsi Papua dari tahun 2005 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan akan menyelesaikan studi tahun 2014.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kecemasan ... 9

2.1.1. Tanda-tanda Umum Kecemasan ... 10

2.1.2. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan ... 10

2.1.3. Tingkat Kecemasan ... 11

2.1.4. Respon Kecemasan ... 14

2.2. Dukungan Sosial ... 15

2.2.1. Dimensi Dukungan Sosial ... 16

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 18

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial ... 18

2.3. Gagal Ginjal Kronik ... 19

2.3.1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ... 20

2.3.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik ... 21

2.3.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik ... 23

2.3.4. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik ... 23

2.3.5. Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik ... 26

2.3.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik ... 27

2.3.7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik ... 27

2.4. Hemodialisa ... 28

2.4.1. Tujuan Hemodialisa ... 28

2.4.2. Proses Hemodialisa ... 29


(14)

2.5. Kepatuhan ... 31

2.5.1. Tipe Kepatuhan ... 31

2.5.2. Strategi Meningkatkan Kepatuhan ... 32

2.6. Landasan Teori ... 33

2.7. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian... ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... ... 36

3.3. Populasi dan Sampel... ... 36

3.3.1. Populasi... ... 36

3.3.2. Sampel... ... 37

3.4. Metode Pengumpulan Data... ... 38

3.4.1. Jenis Data... ... 38

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas... ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... ... 40

3.5.1. Variabel ... 40

3.5.2. Definisi Operasional... ... 40

3.6. Metode Pengukuran... ... 41

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen... ... 42

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen... ... 44

3.7. Metode Analisis Data... ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Analisis Univariat ... 49

4.2.1. Karakteristik Responden ... 49

4.2.2. Gambaran Kecemasan Responden ... 50

4.2.3. Gambaran Dukungan Sosial Responden ... 53

4.3. Analisis Bivariat ... 63

4.3.1. Hubungan Kecemasan dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 63

4.3.2. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 64

4.4. Analisis Multivariat ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1. Pengaruh Kecemasan terhadap Kepatuhan Menjalankan Terapi Hemodialisa ... 71

5.2. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Menjalankan Terapi Hemodialisa ... 74


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Status Perkawinan, Pembiayaan Hemodialisa dan Lama Menjalani Hemodialisa ... 49 4.2. Distribusi Frekuensi Gambaran Kecemasan Responden ... 51 4.3. Distribusi Kategori Kecemasan Responden ... 53 4.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasi Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 54 4.5. Distribusi Kategori Dukungan Informasi dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 56 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 56 4.7. Distribusi Kategori Dukungan Penilaian dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 58 4.8. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 58 4.9. Distribusi Kategori Dukungan Instrumental dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 60 4.10. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 61 4.11. Distribusi Kategori Dukungan Emosional dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 62 4.12. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Responden ... 63 4.13. Tabulasi Silang Kecemasan dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan


(17)

4.14. Tabulasi Silang Dukungan Informasi dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 64 4.15. Tabulasi Silang Dukungan Penilaian dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 65 4.16. Tabulasi Silang Dukungan Instrumental dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 66 4.17. Tabulasi Silang Dukungan Emosional dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67 4.18. Hasil Seleksi Bivariat antara Variabel Kecemasan dan Dukungan Sosial

terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Terapi Hemodialisa ... 69 4.19. Hasil Analisis Multivariat Variabel Kecemasan dan Dukungan Sosial

terhadap Pasien Kepatuhan Menjalankan Hemodialisa ... 69 4.20. Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Kecemasan dan Dukungan


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 85

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 87

3. Kuesioner Penelitian ... 88

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 94

5. Output Hasil Penelitian ... 100

6. Dokumentasi Penelitian ... 122


(20)

ABSTRAK

Kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa sangat diperlukan. Hemodialisa bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan terapi hemodialisa. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dengan jumlah 86 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecemasan (p = 0,030) dan dukungan sosial yang terdiri dari dukungan informasi (p = 0,003), dukungan penilaian (p = 0,033), dukungan instrumental (p = 0,027) dan dukungan emosional (p = 0,010) berhubungan dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Disarankan kepada Management Rumah Sakit melalui petugas kesehatan supaya memberikan informasi (konseling) kepada pasien yang menjalani terapi agar pasien memahami tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dalam diri pasien dan kepada keluarga.


(21)

ABSTRACT

Compliance running hemodialysis therapy is needed by patients with Chronic Renal Failure. Hemodialysis therapy aims to remove excess urea and other nitrogenous wastes that circulate in the blood.

This study is observational analytic cross-sectional design which aims to analyze the influence of anxiety and social support on patient adherence running hemodialysis therapy. The population in this study were all patients undergoing hemodialysis therapy at the Adam Malik General Hospital in 2014 the number of 86 people. This study was conducted from January to June 2014. Data was obtained through interviews with respondents and analyzed by multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the variables of anxiety (p = 0.030) and social support consisting of support information (p = 0.003), support assessment (p = 0.033), instrumental support (p = 0.027) and emotional support (p = 0.010) associated with adherence running hemodialysis.

It is recommended to the hospital management in order to provide information (counseling) to patients undergoing hemodialysis therapy for the patient to understand the actions undertaken so as not to cause anxiety in the patient and the family.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa. Secara umum upaya kesehatan terdiri dari dua unsur utama yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Salah satu upaya kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular (Depkes, 2011). Menurut Noor (2006), berbagai jenis penyakit menular tertentu telah dapat diatasi, akan tetapi di lain pihak timbul pula masalah baru yaitu meningkatnya penyakit tidak menular.

Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin tinggi frekuensi kejadiannya pada masyarakat, keadaan ini terjadi di negara maju maupun negara ekonomi rendah-menengah (Bustan, 2007). Menurut WHO (World Health Organization ), pada tahun 2008 terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta (63%) (WHO, 2011). Balitbangkes (2008) melaporkan bahwa Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 59,5%.

Salah satu penyakit tidak menular yang menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat adalah Gagal ginjal kronik (GGK). Gagal ginjal kronik (GGK)


(23)

merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2

Proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya disebut dialisis (Brunner & Suddarth, 2002). Metode dialisis yang menjadi pilihan utama dan merupakan perawatan umum adalah hemodialisa (Noor, 2006). Di dunia, sekitar 2.622.000 orang telah menjalani pengobatan End-Stage Renal Disease pada akhir tahun 2010. Dimana 2.029.000 orang (77%) diantaranya menjalani pengobatan dialisis dan 593.000 orang (23%) menjalani transplantasi ginjal (Fresenius Medical Care, 2011). Kenaikan populasi pasien hemodialisa di Indonesia terutama pasien PNS juga disebabkan karena adanya dukungan biaya dari PT ASKES (Sukandar, 2006). Menurut Roesli (2008) tindakan dialisis meningkat dari 389 kali pada tahun 1980 menjadi 4487 pada tahun 1986. Sedangkan jumlah kasus dialisis yang dibiayai oleh PT ASKES terjadi peningkatan dari 481 kasus pada tahun 1989 menjadi 10.452 kasus pada tahun 2005.

selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor. Penyakit ginjal ini memiliki beberapa tahapan seperti ringan, sedang atau berat (Suhardjono, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan sesak napas (Pace, 2007).


(24)

Proses hemodialisa merupakan upaya untuk mencegah kematian atau memperpanjang usia. Namun demikian, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisa juga tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui pencangkokan. Biasanya hemodialisa dilakukan dua kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam (Smeltzer, 2008).

Pada pasien yang menjalani hemodialisa dapat mengakibatkan perubahan-perubahan baik perubahan-perubahan biologis maupun psikologis. Umumnya hemodialisa akan menimbulkan stres fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun dan juga mempengaruhi keadaan psikologis penderita, diantaranya tidak dapat tidur, cemas, khawatir memikirkan penyakitnya, bosan dengan tindakan hemodialisa yang terus-menerus dan akan mengalami gangguan dalam proses berfikir serta gangguan dalam hubungan sosial. Pasien juga dapat mengalami kecemasan, ketidakberdayaan, keputusasaan, bosan dan harga diri rendah serta gangguan citra tubuh (Black, 2005). Selain itu, banyak pasien menganggap hidupnya tinggal dihitung jari dan melampiaskan keputusasaannya dengan tidak mengindahkan petunjukkan tim medis serta makan dan minum sembarangan dan juga percaya bahwa akibat dari penyakit yang diderita mereka tak mungkin lagi dapat berolahraga (Suhud, 2009).

Menurut Lubis (2006) perubahan-perubahan akibat ketergantungan terhadap tindakan hemodialisa antara lain perubahan bio-psiko-sosial-spiritual. Perubahan bio


(25)

diantaranya mengatur pola hidup yaitu diantaranya mengatur pola hidup yaitu makan, pembatasan cairan, pola aktivitas istrahat yang seimbang. Perubahan fisik tersebut dapat mengakibatkan perubahan psikologis pasien akibat dari mengalami kelemahan, tidak mampu melakukan kegiatan dan tidak berdaya. Hal tersebut dapat mengakibatkan pasien merasa tidak mampu dan tidak berdaya karena keterbatasan fisiknya, sehingga pasien menjadi malu/minder, tidak mau bertemu dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sosial atau mengalami perubahan sosial.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa mengakibatkan pasien mengalami penurunan motivasi untuk patuh menjalani hemodialisa yang seharusnya sudah dijadwalkan, tidak mau melakukan diet untuk membatasi cairan, tidak mempunyai gairah hidup, pesimis dan mempunyai perasaan negatif terhadap diri sendiri sampai merasa kehilangan (Black, 2005).

Kepatuhan pasien dalam melakukan hemodialisa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang mendukung kepatuhan pasien adalah dukungan petugas kesehatan dengan pasien. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Komunikasi yang baik antara petugas kesehatan dan pasien sangat diperlukan. Dengan komunikasi, seorang tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pengetahuan pasien dalam setiap instruksi yang diberikan kepadanya, sehingga diharapkan lebih dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisa (Niven, 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wang (2006) yang dilakukan kepada 45 orang yang


(26)

menjalani hemodialisa di empat pusat kesehatan Taiwan didapatkan bahwa perilaku perawat medis dalam memahami keadaan pasien berpengaruh signifikan pada kepatuhan pasien menjalani hemodialisa.

Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (Sarwono, 2007).

Selain dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga sangat diperlukan dalam proses hemodialisa yang dijalani pasien. Pasien hemodialisa yang mengalami kelemahan fisik tidak mampu mengunjungi fasilitas kesehatan sendiri, sehingga diperlukan bantuan orang lain. Jarang sekali pasien datang sendiri ke tempat pelayanan kesehatan tanpa pendamping atau dukungan dari keluarga dalam melakukan hemodialisa (Smeltzer, 2008). Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami ketergantungan yang terus menerus sampai keluarga tersebut mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan motivasi pasien dalam melakukan perawatan hemodialisa. Tanpa adanya dukungan keluarga mustahil program hemodialisa bisa dilakukan sesuai jadwal. Keterlibatan keluarga serupa dengan pemberdayaan sistem yang berupaya untuk membantu individu (anggota keluarga) untuk mengontrol diri dan


(27)

mempengaruhi komunitas dalam pemberdayaan individu dan keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kapasitas keluarga agar dapat menjadi pelindung yang handal untuk keluarganya sendiri (Keliat, 2005). Keluarga merupakan bagian yang paling dekat dan menetap bersama pasien sehingga anggota keluarga harus mampu merawat anggota keluarganya yang sakit.

Selain dukungan sosial dari keluarga dan petugas kesehatan, faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisa adalah kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa itu sendiri. Kecemasan merupakan respon umum yang sering muncul pada individu yang mengalami sakit dan takut yang terus-menerus timbul. Perasaan ini timbul akibat ancaman terhadap diri sendiri, identitas diri dan harga diri. Ancaman yang dirasakan pasien yang menderita sakit antara lain karena anggota tubuhnya mengalami kerusakan akibat sakit, penurunan fungsi tubuh akibat sakit (Tamsuri, 2006).

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di Sumatera Utara yang berada di Kota Medan. Rumah sakit ini menjadi rujukan terakhir dari rumah sakit yang berada di kabupaten/kota. Sebagai rumah sakit yang rujukan terakhir, rumah sakit ini memberikan beberapa pelayanan, antara lain hemodialisa. Pelayanan hemodialisa di rumah sakit ini dilakukan setiap hari dan setiap pasien biasanya melakukan hemodialisa pada jadwal yang telah ditentukan. Jadwal pelayanan hemodialisa setiap pasien berbeda-beda, namun pada umumnya pasien menjalani hemodialisa dua kali dalam seminggu dengan jadwal senin dan kamis, selasa dan jumat, serta rabu dan sabtu . Berdasarkan hasil wawancara dengan


(28)

beberapa pasien di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan bahwa sebagian pasien tidak patuh dalam melakukan hemodialisa. Hasil wawancara tersebut didukung dengan data dari rekam medik tentang jumlah pasien yang melakukan hemodialisa.

Jumlah pasien yang melakukan hemodialisa bervariasi dari bulan ke bulan. Data yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien yang menjalani hemodialisa dari bulan Juli – Desember 2012 sebanyak 5056 kunjungan, dan tahun 2013 sebanyak 13200 kunjungan dan kunjungan tertinggi pada Agustus 2012 sebanyak 986, sedangkan kunjungan terendah pada bulan Juli 2013 sebanyak 540 kunjungan. Dari data tersebut peneliti berasumsi bahwa banyak pasien yang tidak patuh melakukan hemodialisa. Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti ingin meneliti tentang pengaruh perilaku dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah semakin meningkatnya jumlah pasien yang tidak patuh menjalankan hemodialisa. Untuk itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Rumah Sakit

Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk mempromosikan pengaruh kecemasan dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

2. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan gambaran kecemasan dan dukungan sosial pada pasien yang menjalani hemodialisa untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien pasien.

3. Bagi Peneliti

Mendapat pengalaman dan wawasan tentang pengaruh perilaku dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak di sadari mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri dan kehidupan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi (Lumongga, 2010). Pendapat lain mendefiniskan kecemasan sebagai perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman, dan tidak menyenangkan, yang di ikuti oleh reaksi fisiologis seperti perubahan detak jantung dan pernapasan (Marlindawani, 2008). Menurut Dalami (2009) kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.

Kecemasan yang di alami bisa mengarah pada objek tertentu. Yang dimaksud dengan objek bisa berupa situasi. Ini biasanya mengarah pada phobia. Kecemasan juga bisa dialami meskipun objeknya tidak jelas atau tidak bisa dikenali. Jika individu tiba-tiba merasa cemas tidak begitu memahami apa yang dicemaskannya. Gejala kecemasan juga bisa beralih dari satu objek lainnya, ini yang menjadi tanda bahwa sebenarnya kecemasan terjadi karena adanya konflik dalam diri individu yang bersangkutan, bukan karena situasi riilnya (Siswanto, 2007).


(31)

2.1.1. Tanda-tanda Umum Kecemasan

Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukan atau dikemukakan oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan oleh individu tersebut, keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain yakni; cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan kosentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2004) 2.1.2. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan

Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum dan kehangatan. Ancaman terhadap keselamatan diri, tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status dari prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain, ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata (Suliswati, 2009).

Gangguan atau rasa takut terhadap lingkungan penuh ancaman terhadap adanya tindakan-tindakan darurat dan komplikasi penyakit diabetes melitus yang menambah besar kecemasan (Wiramihardja, 2007). Gangguan cemas adalah


(32)

kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita atau stres yang nyata. Gangguan cemas lebih banyak terjadi pada perempuan, sekitar dua kali lebih banyak daripada laki-laki, gangguan ini biasanya timbul pada masa dewasa muda yang merupakan usia cukup matang dalam pengalaman hidup dan kematangan jiwa, meskipun dapat pula muncul pada usia yang lebih tua atau bahkan lebih muda (Widuri, 2008).

2.1.3. Tingkat Kecemasan

Suliswati (2009) mengatakan cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan cemas ini tidak memiliki objek spesifik dan merupakan pengalaman subjektif serta dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Tingkat kecemasan mempunyai karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain, manifestasi yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme yang digunakannya (Asmadi, 2008). Peplou dalam suliswati (2009) menggolongkan kecemasan dalam empat tingkat, yaitu :

1. Cemas Ringan

Kecemasan ringan, pada kecemasan ringan ini ketegangan yang dialami sehari-hari dan menyebabkan pasien menjadi waspada dan lapangan persepsi meningkat. Pada tingkat kecemasan ringan ini dapat motivasi dan menghasilkan kreativitas. Manifestasi fisiologisnya yaitu sesekali nafas pendek, berdebar-debar, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung dan muka berkerut serta


(33)

tangan gemetar. Manifestasi kognitifnya berupa mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah tidak dapat duduk tenang, gerakan halus pada tangan, suara kadang meninggi dan menggunakan mekanisme koping yang minimal.

Menurut Lumongga (2010) gejala kecemasan ringan secara fisik yang timbul berupa sesak napas, nadi dan tekanan darah naik, gangguan ringan pada lambung, mulut berkerut, bibir gemetar dan sedangkan gejala secara psikologis berupa persepsi meluas, masih dapat menerima stimulus yang komplek, mampu berkonsentrasi, mampu menyelesaikan masalah, gelisah, tremor dan suara terkadang tinggi. Cemas ringan atau cemas yang normal yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan menyebabkan waspada pada dan meningkatkan persepsinya terhadap penyakit gagal ginjal kronik dangan komplikasi dan lama perawatanya.

2. Cemas Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu lebih memusatkan pada hal yang penting pada saat itu dan mengesampingkan yang lain sehingga individu mengalami perhatian yang selektif yang lebih terarah. Manifestasi fisiologisnya berupa : nafas pendek, berdebar-debar, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah dan muka berkerut serta tangan gemetar. Manifestasi kognitif yang muncul adalah lapangan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah gerakan tersentak, bicara mudah lelah, susah


(34)

tidur, perasaan tidak aman, mudah tersinggung, banyak pertimbangan dan mudah lupa.

Gejala fisik yang timbul pada kecemasan sedang berupa sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan gejala psikologis yang timbul seperti persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsangan, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, gerakan tersentak, meremasi tangan, bicara banyak dan cepat, insomnia, perasaan tak aman dan gelisah (Pieter, 2010).

3. Cemas Berat

Kecemasan berat, lapangan persepsi menjadi sangat sempit. Individu tidak mampu berfikir berat lagi, sehingga membutuhkan banyak pengarahan, cenderung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan yang lain. Manifestasi fisiologis yang muncul antara lain nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, tegang, rasa tertekan, nyeri dada, tidak mampu menyelesaikan masalah, perlu pengarahan yang berulang, tidak mampu membuat keputusan dan butuh bantuan. Manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah: konsep diri terancam, disorientasi, bingung dan kemungkinan halusinasi.

Menurut Lumongga (2010) gejala cemas berat yang timbul berupa nafas pendek, tekanan darah dan nadi naik, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur, dan ketegangan, sedangan gejala psikologis yang timbul lapangan persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, perasaan terancam, verbalisasi cepat.


(35)

Penyakit diabetes mellitus dipersepsikan sebagai ancaman dalam kehidupan karena kebutuhan untuk bertahan yang tidak terpenuhi.

4. Panik

Panik pada tahap ini lapangan persepsi sudah terganggu, sehingga individu tidak mampu mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi tuntunan. Manifestasi fisiologis yang muncul berupa : nafas pendek, rasa tercekik, palpitasi dan sakit dada, pucat, hipertensi dan kordinasi motorik rendah. Manifestasi kognitif berupa lapangan pandang persepsi menyempit dan tidak berfikir logis, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah mengamuk, marah, ketakutan, berteriak, dan kehilangan kendali.

Menurut Lumongga (2010) gejala fisik yang timbul seperti nafas pendek, tekanan darah dan nadi naik, aktivitas motorik meningkat, ketegangan, sedangkan gejala psikologis yang timbul lapangan persepsi sangat menyempit, hilangnya rasional, tidak dapat melakukan aktivitas, perasaan tidak enak dan terancam semangkin meningkat, menurunnya hubungan dengan orang lain dan tidak dapat kendalikan diri.

2.1.4. Respon Kecemasan

Kecemasan menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram dan disertai berbagai keluhan fisik yang dapat terjadi dalam kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan kesehatan (Dalami, 2009). Kecemasan atau ketakutan adalah bahagian dari kehidupan manusia, kecemasan ini terjadi karena individu tidak mampu


(36)

mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri didalam lingkungan pada umumnya (Sundari dalam Lumongga, 2010).

Beberapa respon individu yaitu dalam tingkatan rentang respon kecemasan respon adaptif, dan respon maladaptif yaitu respon adaptif respon yang wajar sedangkan respon maladaptif respon yang tidak wajar. Respon tingkat kecemasan terbagi atas antisipasi, ringan, sedang, Berat dan Panik ( Suliswati, 2009).

2.2. Dukungan Sosial

Menurut Sarwono (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.

Menurut Friedman dalam Sarwono (2007), dukungan sosial adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dampak positif dari dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.


(37)

2.2.1. Dimensi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2006) yaitu : a. Dukungan Informasional

Dukungan informasional didefinisikan sebagai suatu bentuk bantuan dalam wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang disampaikan tergantung dari kebutuhan seseorang. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi keluarga, meliputi pemberian nasehat, ide-ide dan informasi yang dibutuhkan. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan Penilaian

Dukungan penilaian merupakan bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada orang lain sesuai dengan kondisinya. Peran keluarga ketika memberikan


(38)

dukungan penilaian adalah keluarga bertindak sistem pembimbing umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Tujuan bantuan instrumental adalah mempermudah seseorang menjalankan aktifitasnya. Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi atau menolong secara langsung masalah yang dihadapi sehingga bentuk dukungan istrumental ini dapat langsung dirasakan oleh pihak yang ditolong. d. Dukungan Emosional

Dukungan emosional berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan dukungan ini mendorong keluarganya untuk mengkomunikasikan segala kesulitan pribadi Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.


(39)

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci dalam Minkler (2002) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga ahli/profesional dan keluarga jauh.

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima Dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau


(40)

merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3. Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal


(41)

kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003). Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2009).

2.3.1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah :

a. Tahap pertama (stage 1)

Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73 m2

b. Tahap kedua (stage 2)

) atau LFG normal.

Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2

c. Tahap ketiga (stage 3) .


(42)

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.

d. Tahap keempat (stage 4)

Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73. e. Tahap kelima (stage 5)

Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2009).

2.3.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik) (Noor, 2006).

Menurut Susalit (Suhardjono, 2003) pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplant. Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :


(43)

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia).

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami anak-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter.

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa. g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik

tergolong penyebab yang sering pula.

h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering.

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.

j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.


(44)

2.3.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

2.3.4. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik

Gejala awal gagal ginjal kronik tidak jelas dan sering diabaikan. Gejala umum berupa letargi, malaise, dan kelemahan sering tertutup dan dianggap sebagai gejala penyakit primer. Pada tahap lebih lanjut penderita merasa gatal, mual, muntah dan gangguan pencernaan lainnya. Makin lanjut progresif gagal ginjal kronik makin menonjol keluhan dan gejala uremik organ non ginjal lain (Suwitra, 2006). Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik menurut Sukandar (2006) terdiri atas :

a. Hematologik

Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.


(45)

b. Gastrointestinal

1. Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

2. Fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

3. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. 4. Gastritis erosif, Ulkus peptikus, dan colitis uremik. c. Syaraf dan otot

1. Miopati

2. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal. 3. Ensefalopati metabolic, lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi,

tremor, asteriksis, mioklonus, kejang

4. Burning feet syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

5. Restless leg syndrome, Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

d. Kulit

1. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.


(46)

2. Echymosis akibat gangguan hematologis.

3. Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat. 4. Bekas garukan karena gatal.

e. Kardiovaskuler

1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron.

2. Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik.

4. Edema akibat penimbunan cairan. f. Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.

g. Gangguan Sistem Lain

1. Tulang : Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.

2. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.


(47)

2.3.5. Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik

Menurut Pace (2007), perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama, stadium kedua, dan stadium ketiga atau akhir.

a. Stadium pertama

Stadium pertama ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea daerah normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal dapat di ketahui dengan tes pemekatan kemih yang lama atau dengan tes glomerulus filtrasi yang teliti

b. Stadium kedua

Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal, gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.

c. Stadium ketiga atau stadium akhir

Stadium ini disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia, timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap glomerulus filtrasi yang mengalami penurunan.


(48)

2.3.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Bila ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri dan mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer. Pada sebagian kecil kasus (10%), hipertensi mungkin tergantung renin dan refrakter terhadap kontrol volume natrium ataupun dengan anti hipertensi ringan. Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/l, dapat terjadi aritmia yang serius dan juga henti jantung. Hiperkalemia makin diperberat lagi oleh hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Anemia berupa penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal yang sakit maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Pada hiperurisemia kadar asam urat yang meninggi maka dihambat biosintesis yang dihasilkan oleh tubuh dan neuropati perifer biasanya simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap akhir (Noer, 2006).

2.3.7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progresif gagal ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium dan fosfor untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia (Suhardjono, 2003).


(49)

2.4. Hemodialisa

Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisa. Alat dialisa juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) membrans (Tisher & Wilcox, 2005).

Menurut Le Mone (1996) hemodialisa menggunakan prinsip dari difusi dan ultrafltrasi untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh. Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira-kira sama dengan komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain. Semua larutan molekul lebih kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui difusi.

2.4.1. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :


(50)

2. Membuang kelebihan air.

3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh. 4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. 5. Memperbaiki status kesehatan penderita (Rahardjo, 2009). 2.4.2. Proses Hemodialisa

Proses hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (end stage renal desase) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen (Smeltzer, 2008).

Proses dialisa menyebabkan pengeluaran cairan dan menjaga kehilangan elektroit dan produk kimiawi. Menurut Raharjo (2009), hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah pasien ke dalam tabung dialiser yang memiliki dua kompartemen semipermeabel. Kompartemen ini akan dialirkan oleh cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metanolisme nitrogen, pada proses dialysis, terjadi perpindahan cairan dari kompartemen hidrostatistik negatif pada kompartgemen cairan dialisa.

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :

1. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakin tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.


(51)

2. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

3. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat (Rahardjo, 2009).

2.4.3. Indikasi dan Komplikasi Hemodialisa

Pada umumya indikasi dari hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :

1. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata 2. K serum > 6 mEq/L

3. Ureum darah > 200 mg 4. pH darah < 7,1

5. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari ) 6. Fluid overloaded (Suhardjono, 2003).

Menurut Clarkson (2006), walaupun hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-anak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.


(52)

2.5. Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Sacket dalam Niven (2002) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Kepatuhan menurut Trostle dalam Ahmadi (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.

2.5.1. Tipe Kepatuhan

Menurut Cramer dalam Hawari (2003) kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:

1. Kepatuhan penuh (Total Compliance)

Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

2. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non Compliance)


(53)

2.5.2. Strategi Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet dalam Hawari (2003) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

1. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh professional kesehatan baik dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

2. Dukungan sosial/keluarga

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat perlu bagi pasien.

4. Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.


(54)

2.6. Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung. Perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner maka Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative). Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan


(55)

obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Pada pasien yang menjalani hemodialisa merupakan faktor yang berasal dari individu itu sendiri adalah hal yang dialami oleh seseorang yang menderita penyakit seperti kecemasan. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Menurut Hawari (2008) adapun tingkat kecemasan adalah ringan, sedang, berat dan panik.

Selain yang berasal dari individu itu sendiri, faktor lainnya berasal dari keluarga pasien yang menjalani hemodialisa dan petugas kesehatan. Dukungan keluarga dan petugas kesehatan ini disebut dukungan sosial yang meliputi :

a. Dukungan informasional b. Dukungan penilaian c. Dukungan instrumental

d. Dukungan emosional

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka penulis dapat merumuskan kerangka konsep penelitian serta variabel-variabel yang akan diteliti, seperti pada gambar berikut :


(56)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Sosial

a. Dukungan informasional b. Dukungan penilaian c. Dukungan instrumental d. Dukungan emosional Kecemasan

Kepatuhan Menjalankan Hemodialisa


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang (cross-sectional) untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit tipe A, memiliki perlengkapan media yang lengkap dan merupakan Rumah Sakit Pendidikan. Penelitian akan dilaksanakan mulai Januari hingga Juni 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pasien yang mengikuti hemodialisa pada bulan Desember 2013 adalah 778 pasien.


(58)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian pasien hemodialsa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Lameshow (1997) sebagai berikut:

n = ��� (�−�)� ��+(�−�)+��� (�−�) Keterangan:

n : Besar sampel minimal N : Besar Populasi

d : galat pendugaan (0,1)

Z : Tingkat kepercayaan (95% = 1,96) p : Proporsi populasi (0,5)

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dikalkulasikan sebagai berikut :

n = (1,96)20,5 (1−0,5) 778 (0,1)2+(778−1)+ (1,96)20,5 (1−0,5) = 747,19

8,73

= 85, 56 orang ≈ 86 orang

Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel yang diteliti sebesar 86 pasien. Pemilihan sampel dengan menggunakan metode non- random sampling yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel. Teknik yang digunakan adalah consecutive sampling dimana pasien yang ditemui terlebih dahulu dan memenuhi kriteria akan


(59)

dijadikan sebagai responden sampai jumlah subjek yang diinginkan terpenuhi. Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut :

1. Pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2. Berusia lebih dari 18 tahun.

3. Bersedia berpastisipasi dalam penelitian dengan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan.

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah pasien yang memiliki keterbatasan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk diwawancarai seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan kesulitan untuk mengisi kuesioner.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti untuk diajukan dan diisi oleh pasien yang menjadi responden secara langsung.

3.4.1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan lebih dahulu.


(60)

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dengan cara mengadakan pencatatan terhadap data-data yang diperlukan dari laporan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. 3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk pernyataan tentang kecemasan tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena pernyataan yang diajukan merupakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang telah disahkan penggunaannya. Untuk pernyataan dukungan sosial yang terdiri dari 28 pernyataan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada 30 pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Pringadi Medan. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas diketahui bahwa 28 pernyataan dukungan sosial dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3.

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas instrumen penelitian digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor setiap pernyataan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pernyataan (Hastono, 2007). Validitas masing-masing butir pernyataan dapat dilihat pada masing-masing butir pernyataan dengan ketentuan jika nilai corrected item total correlation > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.


(61)

Nilai r tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 orang pasien adalah 0,361 pada α = 5%.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas (tingkat kepercayaan) dari pernyataan yaitu merujuk pada pengertian apakah sebuah instrument dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu kewaktu. Jika alat ukur tersebut dapat dipergunakan secara konsisten maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang reliabel. Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika Cronbach Alpha > 0,60 maka dinyatakan reliabel, dan jika nilai uji Cronbach Alpha yang diperoleh < 0,60 maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecemasan dan dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

3.5.2. Definisi Operasional

Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan penelitian ini, maka penulis memberikan definisi opersional yang meliputi:


(62)

1. Kapatuhan adalah ketaatan pasien dalam menjalani hemodialisa sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan yang disebabkan oleh penyakit yang diderita.

3. Dukungan informasional adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk informasi seperti memberikan nasihat, saran, maupun petunjuk.

4. Dukungan penilaian adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk perhatian, bersedia mendengarkan dan didengarkan. 5. Dukungan instrumental adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain

kepada pasien dalam bentuk pemberian uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan.

6. Dukungan emosional adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.

3.6. Metode Pengukuran

Metode Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(63)

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen 1. Kecemasan

Pengukuran kecemasan dengan menggunakan alat ukur yang dikenal dengan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak pernah dialami, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat dikelompokkan derajat kecemasan seseorang yaitu :

a. Tidak ada kecemasan jika total nilai (score) < 14 b. Kecemasan ringan jika total nilai 14-20

c. Kecemasan sedang jika total nilai 21-27 d. Kecemasan berat jika total nilai 28-41 e. Panik jika total nilai 42-56

Skala : Ordinal

2. Dukungan Informasional

Dukungan informasional diukur dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 7 pernyataan, jika jawaban selalu diberi skor 4, kadang-kadang diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Maka diperoleh skor


(1)

No Variabel n % 4 Pembiayaan Hemodialisa

BPJS 86 100,0

Jumlah 86 100,0

5 Lama Menjalani Hemodialisa

≤ 1 tahun 42 48,8

1 – 5 tahun 38 44,2

> 5 tahun 6 7,0

Jumlah 28 100,0

Analisis Univariat

Mendeskripsikan gambaran kecemasan, dukungan sosial dan kepatuhan pasien yang menjalani hemodialisa. Kecemasan pasien diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A) yang terdiri dari 14 pertanyaan. Dukungan

sosial dibedakan menjadi dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Kepatuhan didapat berdasarkan data sekunder di RS. Data univariat dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Gambaran Kecemasan, Dukungan Sosial dan Kepatuhan Menjalani Hemodialisa

No Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Kecemasan

Tidak ada kecemasan 32 37,2

Kecemasan ringan 39 45,4

Kecemasan sedang 15 17,4

2 Dukungan Informasi

Mendukung 69 80,2

Kurang mendukung 17 19,8

3 Dukungan Penilaian

Mendukung 73 84,9

Kurang mendukung 13 15,1

4 Dukungan Instrumental

Mendukung 70 81,4

Kurang mendukung 16 18,6

5 Dukungan Emosional

Mendukung 71 82,6

Kurang mendukung 15 17,4

6 Kepatuhan

Patuh 38 44.2


(2)

Analisis Bivariat

Menggunakan uji chi-square dan fisher’s exact test untuk melihat hubungan kecemasan dan dukungan

sosial dengan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan melihat p value yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3 Hubungan Kecemasan dan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Menjalani Hemodialisa

No Variabel Patuh

Tidak Patuh

Jumlah p (Value)

n % n % n %

1 Kecemasan

Tidak ada kecemasan 16 18,6 16 18,6 32 37,2

0,030 Kecemasan ringan 20 23,3 19 22,1 39 45,4

Kecemasan sedang 2 2,3 13 15,1 15 17,4 2 Dukungan Informasi

Mendukung 36 41,9 33 38,4 69 80,3

Kurang mendukung 2 2,3 15 17,4 17 19,7 0,003 3 Dukungan Penilaian

Mendukung 36 41,9 37 43,0 73 84,9 0,033 Kurang mendukung 2 2,3 11 12,8 13 15,1

4 Dukungan Instrumental

Mendukung 35 40,7 35 40,7 70 81,4 0,027 Kurang mendukung 3 3,5 13 15,1 16 18,6

5 Dukungan Emosional

Mendukung 36 41,9 35 40,7 71 82,6 Kurang mendukung 2 2,3 13 15,1 15 17,4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk melihat variabel yang paling mempengaruhi kepatuhan menjalani

hemodialisa dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda. Hasil akhir analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :


(3)

Tabel 4 Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Kecemasan dan Dukungan Sosial Terhadap Kepatuhan Menjalankan Hemodialisa

Variabel B p value Exp B Percetage Overall Dukungan

Informasi

0,008 3,122 65,1

Konstanta 15

Setelah dilakukan analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah dukungan informasi dengan nilai p = 0,008 dan OR sebesar 3,122. Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui nilai probabilitas sebesar 65,1% yang berarti kecemasan dan dukungan sosial memengaruhi sebesar 65,1% kepatuhan dalam menjalankan hemodialisa.

Pengaruh Kecemasan Pasien Terhadap Kepatuhan Menjalankan Terapi Hemodialisa

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecemasan pasien yang menjalankan terapi hemodialisa pada kategori tidak ada kecemasan, kecemasan ringan dan kecemasan sedang. Tidak ada responden yang mengalami kecemasan berat dan panik. Sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan dengan jumlah 39 orang (45,4%). Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p (0,030) < 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Hasil yang didapatkan penelitian ini sesuai dengan penelitian Mollaoglu (2006) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara

kecemasan dengan pencarian pengobatan. Pasien yang memiliki kecemasan lebih ringan cenderung akan menjalani hemodialisa dibandingkan dengan pasien yang memiliki kecemasan lebih berat.

Menurut asumsi peneliti kecemasan yang dimiliki oleh pasien yang menjalani terapi hemodialisa dipengaruhi oleh lama dan frekuensi dalam menjalani terapi hemodialisa. Hasil temuan di lapangan diketahui bahwa kecemasan ini juga berhubungan dengan dukungan keluarga. Adanya dukungan keluarga yang baik akan mengurangi kecemasan yang dialami oleh pasien. Hal ini disebabkan karena kecemasan ini merupakan masalah psikologis sehingga adanya dukungan dari keluarga akan mengurangi kecemasan dari pasien dalam menjalani hemodialisa dan hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap kepatuhan dalam menjalankan terapi hemodialisa. Untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh pasien diperlukan konselor yang bertugas untuk memberikan penjelasan kepada pasien dan mendengar keluhan pasien. Untuk itu seorang konselor harus memahami cara menyampaikan komunikasi yang efektif yakni isi pesan bersifat reportorial (penyampaian apa adanya),


(4)

bersifat emosional, dapat membangkitkan minat subjek penerima pesan, dapat mengaktifkan alat-alat indera subjek penerima pesan, harus sudah dipahami dan dimengerti oleh subjek penerima pesan, pesan selalu diulang-ulang, mempunyai nilai guna kepada subjek penerima pesan. Pengaruh Dukungan Sosial Kepada Pasien Terhadap Kepatuhan Menjalankan Terapi Hemodialisa

Berdasarkan hasil uji fisher’s exact test diketahui bahwa adanya hubungan antara dukungan informasi dengan kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa dengan nilai p = 0,003 dan berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan uji logistik berganda diketahui bahwa subvariabel dukungan informasi adalah faktor yang paling dominan.

Demikian juga dengan dukungan penilaian dengan nilai p = 0,033, dukungan instrumental dengan nilai p = 0,027 dan dukungan emosional dengan nilai p = 0,010 yang berarti bahwa ada hubungan dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional dengan kepatuhan menjalani hemodialisa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Sunarni (2009) yang menyimpulkan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa. Hal ini sejalan dengan Suprapti (2012) yang menyatakan adanya hubungan pada katergori sedang (r = 0,584) dan p = 0,003 antara dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Menurut asumsi peneliti, dengan adanya dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan maka adanya kecemasan dan masalah lain yang dihadapi oleh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dapat diatasi. Dukungan keluarga dan petugas kesehatan merupakan faktor yang sangat penting yang diperlukan oleh pasien pada saat menjalani terapi hemodialisa.

Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa dukungan informasi menjadi faktor yang paling dominan memengaruhi kepatuhan dalam menjalankan terapi hemodialisa dengan nilai p = 0,08. Dukungan informatif yang meliputi, mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk menjadi begitu penting karena sangat membantu individu dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian Shinta dalam Luana (2012) ditemukan bahwa dukungan informasi merupakan dukungan yang paling berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi yang dihadapi dan merubah pemahaman dan penilaian dari sebuah situasi.

Menurut asumsi peneliti, dukungan informasi sangat berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa disebabkan karena dengan adanya informasi dari keluarga dan petugas kesehatan maka pasien yang menjalani hemodialisa akan tenang menghadapi terapi hemodialisa. Kurangnya pemberian informasi dari petugas kesehatan tentang efek dan dampak terapi hemodialisa akan menyebabkan pasien tidak patuh menjalankan terapi tersebut.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

4. Kecemasan berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalani hemodialisa.

5. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalankan terapi hemodialisa.

6. Diantara kedua variabel dan keempat subvariabel diketahui bahwa dukungan informasi menjadi faktor yang paling dominan memengaruhi kepatuhan menjalani terapi hemodialisa

SARAN

5. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar menyediakan tenaga konselor bagi pasien hemodialisa dan tenaga konselor harus mendapat pelatihan tentang komunikasi yang efektif.

6. Diharapkan kepada petugas kesehatan agar mampu mempromosikan cara pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak akan menjalankan terapi hemodialisa.

7. Diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi yang jelas kepada pasien yang menjalankan terapi hemodialisa agar bisa mengetahui efek terapi yang dilakukan.

8. Diharapkan kepada keluarga dan petugas kesehatan (dokter dan perawat) agar memberikan dukungan sosial (dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) kepada pasien sehingga

pasien semakin patuh dalam menjalankan terapi hemodialisa.

DAFTAR PUSTAKA

Black, M.J. & Hawks, H.J., 2005. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive Outcomes. 7th ed. St. Louis : Elsevier Sauinders Brunner, B.M., 2006. Pocket

Companion to Brenner & Rector’s the Kidney. 7th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders

Fresenius Medical Care, 2011. ESRD Patients in 2010 : A Global Perpective. http://www.vision-fmc.com/files/pdf/ERSDPatient sin2010.pdf

Luana, N. A., Kecemasan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia. Media Medika Indonesia Volume 46 Nomor 03 Tahun 2012.

. {Diakses tanggal 20 Januari 2014}

Mollaoglu, M. 2006. Perceived Social Support, Anxiety and Self-care Among Patients Receiving Hemodialysis. Journal of Dialysis and Transplantion

Roesma, J., 2008. Masa depan hipertensi dan PGK: adakah harapan?. Yogyakarta, Graha Ilmu


(6)

Smeltzer and Suzanne, C., 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. edisi 8. Jakarta : EGC Sunarni, 2009. Hubungan Antara

Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Menjalani Hemodialisa pada Penderita

Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jakarta : Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Suprapti, 2012. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kepatuhan Pasien PGK dalam Menjalani Hemodialis Reguler.

Fakultas Keperawatan Universitas Udayana