30 Total mikroba kemudian ditentukan dengan menggunakan rumus:
jumlah koloni Jumlah mikroba CFU ml = -----------------------------------
n
1
x 0,1 + n
2
x 0,01 x d Keterangan : n
1
: jumlah ulangan pada tingkat pengenceran pertama n
2
: jumlah ualangan pada tingkat pengenceran kedua d : Tingkat pengenceran terendah dari mikroba yang dihitung
d. Uji Organoleptik Soekarto, 1985
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik terhadap produk minuman kopi yang memiliki nilai SPC memenuhi
standar SII tahun 1995 mengenai syarat mutu angka lempeng total untuk minuman kopi dalam kemasan, yaitu maksimum 10
2
koloniml. Tujuan uji ini untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap
atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste dari minuman kopi dalam kemasan cup pada penyimpanan 0 hari dan 56 hari. Panelis
diminta menyatakan kesukaannya dalam 5 skala penilaian: sangat tidak suka 1, tidak suka 2, netral 3, suka 4, dan sangat suka
5. Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan Univariate Analysis of Variance
dan Paired-Samples T Test. Univariate Analysis of Variance
dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste pada
masing-masing perlakuan penambahan kalium sorbat. Paired- Samples T Test
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan 0 hari dan 56 hari terhadap kesukaan panelis pada masing-masing
atribut minuman kopi dalam kemasan cup.
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET
Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat kerusakan kimia dan biologi dari suatu produk pangan. Saat ini ada sekitar 30
komponen antimikroba yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan Branen dan Davidson, 1993. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
memilih bahan pengawet diantaranya adalah: karakteristik fisik dan kimia bahan pengawet, spektrum antimikroba dan aktivitas penghambatannya,
karakteristik produk pangan, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada dalam produk pangan, pengaruh penggunaan metode pengawetan lain, kondisi
penyimpanan produk pangan, legalitas dan keamanan bahan pengawet, serta nilai ekonomis bahan pengawet yang akan digunakan Branen dan Davidson,
1993. Berdasarkan hasil studi literatur dengan mempertimbangkan faktor-
faktor tersebut maka dipilih beberapa bahan pengawet, yaitu: nisin, kalium sorbat, metil paraben, dan propil paraben. Selanjutnya pengawet-pengawet
tersebut diaplikasikan dalam minuman kopi dalam kemasan cup dan diujikan secara organoleptik dengan metode focus group discussion FGD. Hasil uji
FGD untuk pengawet nisin disajikan pada Tabel 4, kalium sorbat disajikan pada Tabel 5, metal paraben disajikan pada Tabel 6, sedangkan propil paraben
disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
722MenkesPerIX88 tahun 1992, ditetapkan batasan maksimum penggunaan nisin sebesar 12.5 ppm, kalium sorbat 1000 ppm, metil paraben
450 ppm, dan propil paraben 450 ppm.
32
Tabel 4.
Hasil focus group discussion pengawet nisin Konsentrasi Rasa
Aroma Aftertaste
Lainnya 1.25 ppm
Dominan asam Lebih rendah
dari standar Pahit
6.25 ppm Lebih enak dari
standar Baik
Chemical bau
obat Standar jadi
terasa lebih asam
12.5 ppm Lebih enak dari
standar Baik
Chemical bau
obat lebih kuat Standar jadi
terasa lebih asam
Pada penggunaan nisin 6.25 ppm dan 12.5 ppm diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar minuman kopi tanpa
penambahan pengawet. Akan tetapi, pada konsentrasi nisin 12.5 ppm tingkat aftertaste chemical
dan bau obat yang ditimbulkan lebih kuat dibandingkan konsentrasi nisin 6.25 ppm. Sehingga, secara keseluruhan hasil uji
organoleptik pada ketiga level konsentrasi, didapatkan konsentrasi optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi nisin 6.25 ppm.
Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat
Konsentrasi Rasa Aroma
Aftertaste Lainnya
100 ppm Dominan asam
Asam tidak ada aroma kopinya
Sedikit pahit 500 ppm
Rasa lebih enak dibandingkan
standar Baik Sedikit
pahit
1000 ppm Rasa lebih enak
dibandingkan standar
Aroma tidak enak
Pahit bertahan lama
Ada sensasi coating
di lidah
33 Penggunaan kalium sorbat pada konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm
diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar. Akan tetapi, pada konsentrasi kalium sorbat 1000 ppm aftertaste pahit dirasakan
bertahan lama dan dirasakan pula adanya sensasi coating di lidah yang tidak disukai. Sehingga disimpulkan bahwa secara keseluruhan orgenoleptik,
konsentrasi kalium sorbat optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi 500 ppm.
Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben
Konsentrasi Rasa Aroma
Aftertaste Lainnya
45 ppm Rasa lebih
asam dari standar
Aroma berkurangmenurun
dibandingkan standar
Asam
225 ppm Rasa di awal
seperti standar
Aroma berkurangmenurun
dibandingkan standar
Sedikit pahit Di awal ada
rasa manis, di akhir
pahit 450 ppm
Rasa pahit yang kentara
di akhir Aroma
berkurangmenurun dibandingkan
standar Pahit dominan
Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa untuk pengawet metil paraben memiliki tingkat penerimaan yang rendah. Dapat dilihat dari deskripsi rasa,
aroma dan aftertaste yang disampaikan panelis yang keseluruhannya bersifat negatif. Begitu pula halnya dengan propil paraben yang juga memiliki tingkat
penerimaan yang rendah.
34
Tabel 7.
Hasil focus group discussion pengawet propil paraben Rasa
Aroma Aftertaste
Lainnya 45 ppm
Rasa kopi kurang ada sensasi rasa lebih
berat dbanding standar standar lebih
mild Tidak muncul Berat di
tenggorokan
225 ppm Rasa pahit dominan di awal dan akhir,
rasa pahit seperti obat Tidak muncul Pahit
Sensasi coating
pada lidah
450 ppm Rasa pahit paling dominan
Tidak muncul Pahit Sensasi
coating pada
lidah sulit hilang
Berdasarkan hasil FGD dapat disimpulkan bahwa pengawet nisin dengan konsentrasi 6.25 ppm dan kalium sorbat dengan konsentrasi 500 ppm
dapat diterima oleh panelis. Sedangkan metil paraben dan propil paraben tidak diterima oleh panelis pada ketiga level konsentrasi. Setelah itu dilakukan
penerapan barrier isu keamanan pangan yang merupakan salah satu pertimbangan dalam pemilihan bahan pengawet, yaitu aspek legalitas dan
keamanannya Branen dan Davidson, 1993. Penerapan barrier ini dilakukan pada pengawet nisin dan kalium sorbat. Nisin diketahui memiliki aktivitas
antibiotik, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan resistensi silang antara nisin dan antibiotik yang digunakan di dunia kedokteran Branen dan
Davidson, 1993. Sehingga disimpukan bahwa bahan pengawet yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kalium sorbat.
Penentuan konsentrasi bahan pengawet yang akan digunakan yaitu berdasarkan hasil studi literatur mengenai batas maksimum penggunaan bahan
pengawet pada minuman kopi. Setelah itu dilakukan metode trial and error
35 disinergikan dengan uji organoleptik untuk menetapkan tiga konsentrasi yang
akan digunakan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian FGD pada kalium sorbat diketahui bahwa pada konsentrasi 1000 ppm panelis merasakan
aftertaste pahit yang bertahan lama dan sensasi coating di lidah yang tidak
disukai. Pada konsentrasi 500 ppm panelis juga mulai merasakan aftertaste yang sedikit pahit sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maksimum
kalium sorbat yang masih diterima oleh panelis adalah 500 ppm. Dua level konsentrasi lainnya ditentukan yaitu konsentrasi yang berada di bawah 500
ppm, yaitu 300 dan 400 ppm. Penetapan konsentrasi 300 dan 400 ppm dilakukan karena apabila konsentrasi kalium sorbat yang digunakan terlalu
rendah dikhawatirkan akan menyebabkan efektikitasnya sebagai antimikroba akan menurun.
B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS
Verifikasi dilakukan dengan memasukkan kemasan cup berbahan polypropylene
yang telah berisi minuman kopi ke dalam waterbath bersuhu 95
˚C selama 45 menit. Setiap 5 menit diambil 3 cup minuman kopi dan dikeluarkan dari waterbath serta diamati penampakannya. Hasil verifikasi
kemasan dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengamatan, didapati 3 cup yang mengalami
kerusakan yaitu berupa kemasan penutup yang mudah dibuka dan kebocoran pada bagian yang di-seal. Sedangkan cup lainnya tidak mengalami
kerusakan. Sehingga secara keseluruhan kemasan cup yang akan digunakan pada penelitian ini cukup kuat untuk digunakan pada suhu air 95
˚C sampai 45 menit. Sedangkan temuan seal kemasan yang bocor pada menit ke-30
bersifat probabilitas, yang mungkin disebabkan pada saat sealing, sealer yang digunakan kurang panaskurang kencang men-seal kemasan cup
tersebut. Akan tetapi berdasarkan pengamatan, secara keseluruhan kemasan cup
yang digunakan masih kuat digunakan pada suhu 95 ˚C.
Menurut Jenkins and Harrington 1991, polypropylene memiliki densitas 0.90 gcc, memiliki lapisan yang lebih jernih dibandingkan LDPE
Low Density Polyethylene atau HDPE High Density Polyethylene, lebih
36 kaku dan lebih kuat dibandingkan LDPE, memiliki permeabilitas yang lebih
rendah terhadap kelembaban dan gas dibandingkan LDPE dan HDPE, serta memiliki titik leleh yang lebih tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pengemas pada produk pangan yang menerapkan perlakuan panas. Akan tetapi, PP tidak dapat digunakan sebagai bahan pengemas untuk
produk yang mengalami sterilisasi komersial dengan proses retort.
Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas
Waktu menit
Cup 1
Cup 2
Cup 3
5 Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor 10
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
15 Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor 20
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
25 Tidak penyok, tidak
bocor, kemasan penutup mudah dibuka
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
30 Agak menggembung di
bagian atas, tidak penyok, seal mudah
dibuka Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor
35 Tidak penyok, tidak
bocor, kemasan penutup mudah dibuka
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
40 Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor Tidak penyok, tidak
bocor 45
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
Tidak penyok, tidak bocor
37
C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU
Verifikasi mikrobiologi bahan baku dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran mengenai potensi mikroba awal pada bahan baku.
Verifikasi mikrobiologi yang dilakukan adalah uji total mikroba Fardiaz, 1993. Total mikroba ditetapkan dengan SPC Standard Plate Count. Hasil
analisis mikrobiologi bahan baku disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku
Jenis Bahan Baku SPC cfug
Pemanis 0 2.5 x 10¹
Creamer 6.5 x 10²
Gula 8.1 x 10²
Kopi 0 2.5 x 10¹
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh bahwa bahan baku yang potensial berkontribusi terhadap mikroba awal pada produk minuman
kopi dalam kemasan cup adalah creamer dan gula. Menurut Frazier dan Westhoff 1978, gula dapat mendorong pertumbuhan khamir seperti
Saccharomyces, Candida , dan Rhodotorula, serta beberapa spesies kapang.
Sedangkan creamer dapat mendorong pertumbuhan bakteri seperti Bacillus.
D. UJI KECUKUPAN PANAS
Minuman kopi dalam kemasan yang dibuat memiliki pH di atas 5.0. Menurut Kusnandar et al., 2006, dapat dikelompokkan sebagai bahan
pangan berasam rendah. Produk pangan berasam rendah adalah produk pangan dengan pH
≥ 4.5 dan a
w
≥ 0.85. Produk pangan ini memiliki risiko keamanan pangan yang cukup tinggi. Sehingga, apabila dilakukan teknologi
pengolahan panas yang tunggal maka harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Pada penelitian ini dilakukan teknologi pengolahan kombinasi
yaitu perlakuan panas dengan suhu 95
o
C dan penambahan bahan pengawet
38 yaitu kalium sorbat. Dengan ditambahkannya bahan pengawet ini maka
diharapkan proses termal yang diterapkan bertujuan menurunkan probabilitas potensi kerusakan produk yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu, tidak diterapkan sterilisasi komersial melainkan dengan pasteurisasi.
Pada penelitian ini, dilakukan hanya sebatas pada hal mengevaluasi kecukupan panas yang telah diberikan pada minuman kopi dalam kemasan
cup , tidak untuk merancang berapa waktu dan suhu yang tepat untuk
pasteurisasi minuman kopi dalam kemasan cup. Sebelum melakukan pengukuran dan perhitungan kecukupan panas, terlebih dahulu dilakukan
kalibrasi alat pengukur panas yang digunakan yakni termokopel dan mengukur distribusi panas pada bak pasteurizer waterbath.
Pengujian kecukupan panas dilakukan dengan dua tahap, yaitu penentuan distribusi panas dan penetrasi panas. Distribusi panas adalah
suatu pengukuran panas pada setiap bagian dari pasteurizer waterbath sehingga diketahui kinerja dari suatu pasteurizer. Penetrasi panas
menunjukkan besarnya panas yang diterima oleh produk dan mampu membunuh mikroba pembusuk dan patogen yang terdapat pada produk.
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu kecukupan panas adalah termokopel Winarno, 1994. Termokopel terdiri dari rekorder
pencatat suhu dan sensor probe. Termokopel dapat digunakan untuk menguji kecukupan panas pada pasteurizer yang digunakan pada proses
pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup. Kegiatan pengukuran distribusi panas dilakukan dengan
menempatkan lima probe sensor-sensor termokopel pada titik-titik berbeda yang diduga memiliki suhu paling dingin di dalam waterbath.
Penentuan titik terdingin penting dilakukan agar dapat diketahui kecukupan panas yang diberikan oleh waterbath, sehingga dapat dipastikan suhu
pasteurisasi telah tercapai melalui titik tersebut. Apabila titik terdingin ini sudah mendapat panas yang cukup maka titik lain dapat diasumsikan sudah
mendapat panas yang cukup pula. Selain itu, pengukuran distribusi panas juga bermanfaat untuk mengevaluasi apakah distribusi panas yang ada
39 didalam waterbath berlangsung secara homogen atau merata. Penempatan
termokopel saat pengukuran distribusi panas dapat dilihat pada Gambar 7. Target dari pengujian ini adalah untuk menentukan daerah terdingin dari
distribusi panas di dalam waterbath yang bermanfaat dalam menghitung panas minimal yang didapat oleh produk bila dipasteurisasi di daerah ini.
Gambar 7 . Posisi sensor pada penentuan distribusi panas
Berdasarkan hasil uji distribusi panas selama 30 menit, didapat hasil bahwa panas yang terbaca oleh termokopel di lima titik yang telah
ditetapkan, besarnya hampir sama atau homogen. Akan tetapi tetap didapati titik yang paling lama mencapai suhu 95
o
C yaitu pada titik T5 Gambar 8.
Gambar 8. Grafik pengukuran distribusi panas
70 75
80 85
90 95
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1213 14 15 1617 18 1920 21 22 2324 25 2627 28 29 3031 32
Waktu Proses menit S
uhu C
T1 T2
T3 T4
T5
T 2
T 3 T 4
T 5 T 1
40 Setelah diketahui titik terdingin pada pasteurizer maka dapat
dilakukan pengukuran penetrasi panas pada pasteurizer. Pada penentuan penetrasi panas sensor dipasang di dalam produk dan ditempatkan pada T5.
Penentuan tersebut dilakukan dengan kondisi suhu awal produk sebesar 31
˚C, ukuran pasteurizer sebesar ± 14 liter, dan volume tiap cup minuman kopi sebesar 65 ml. Penentuan volume minuman kopi dalam cup dilakukan
dengan cara mengisi cup sampai penuh. Penempatan sensor dalam produk cup dilakukan secara berbeda-
beda, tergantung bagian terdingin coldest spot pada jenis produk yang akan dipasteurisasi. Menurut Winarno 1994, letak coldest spot tersebut
tergantung pada jenis perambatan panasnya, yaitu apakah secara konduksi atau konveksi. Produk yang perambatan panasnya dengan konduksi, coldest
spot- nya berada pada titik tengah geometri kaleng cup. Produk yang
mengalami perambatan panas secara konduksi biasanya tidak mengandung atau sedikit saja mengandung cairan bebas produk padat.
Keterangan: =
Sensor
Gambar 9 . Penempatan sensor dalam cup
Sedangkan pada produk yang banyak mengandung cairan produk cair, perambatan panas terjadi secara konveksi. Segera setelah cairan
mendapat panas, aliran panas akan bergerak berputar keseluruh bagian kaleng cup. Perambatan panas dalam cairan bergerak lebih cepat dan
seragam. Coldest spot dengan perambatan panas secara konveksi terletak di bagian dekat dasar pada pusat kaleng cup. Perambatan panas pada
minuman kopi dalam kemasan cup adalah secara konveksi, sehingga sensor termokopel dipasang di bagian bawah cup Gambar 9.
Sebelum melakukan pengukuran penetrasi panas, hal yang harus dipersiapkan adalah penyiapan cup dengan cara melubangi bagian bawahnya
pada ukuran yang sesuai dengan sekrup termokopel. Lubang yang dibuat
41 tidak boleh terlalu besar ataupun terlalu kecil, hal ini berguna untuk
menghindari kebocoran setelah pengisian cup dengan minuman kopi. Selain itu ukuran lubang yang sesuai juga berguna agar sekrup dapat
menutupi dengan baik lubang yang telah dibuat sehingga pengukuran suhu produk saat pasteurisasi dan cooling dapat berjalan dengan baik.
Hal penting yang harus diperhatikan selama cooling adalah waktu cooling
harus dibuat secepat mungkin dan suhu produk harus sama atau dibawah 45
o
C. Kondisi ini penting diciptakan, agar bakteri termofilik yang mungkin ada pada produk, peluang tumbuh dan berkembangnya menjadi
sangat kecil atau bahkan tidak ada. Cara mengetahui suhu produk sudah mencapai 45
o
C atau dibawahnya, adalah dengan membaca data rekaman termokopel
yang terbaca oleh display. Pada penelitian ini rata-rata diperlukan waktu 4-5 menit setelah pasteurisasi guna mencapai suhu 45
o
C atau dibawahnya. Grafik hasil pengukuran penetrasi panas disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10 . Kurva penentrasi panas minuman kopi dalam cup
Berdasarkan data suhu yang ditunjukkan oleh display dapat ditentukan nilai Lethal Rate LR dengan rumus:
LR = 10
T – To z
Fo = LR x t
Penetrasi Panas
20 40
60 80
100
10 20
30 40
50
Waktu menit S
u hu
C
42 Dari nilai LR maka dapat ditentukan nilai Fo. Nilai Fo merupakan waktu
proses menit pada suhu tetap yaitu pada penelitian ini adalah 185
o
F 85
o
C yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah mikroba yang memiliki nilai z
tertentu. Dengan menentukan nilai Fo maka dapat ditentukan apakah suatu proses termal yang diberikan itu cukup untuk memusnahkan bakteri atau
spora yang tidak diinginkan. Nilai z yang digunakan dalam pengukuran ini adalah 16
o
F 8.9
o
C. Nilai z adalah perbedaan suhu yang dapat memperkecil nilai D sebesar 90. Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk
menurunkan jumlah bakteri dari populasi awal sebesar 90 Kusnandar et al.,
2006 Menurut Doyle et al. 1997, semakin tinggi nilai F maka peluang
jumlah mikroba pada suatu produk pangan akan semakin rendah. Akan tetapi, nilai F yang dibutuhkan bervariasi tergantung karakteristik produk
pangan yang bersangkutan. Pada penelitian ini, akan dilakukan evaluasi kecukupan panas pada nilai Fo = 20 menit, 30 menit, dan 40 menit. Evaluasi
akan dilakukan dengan analisis mikrobiologi dengan metode Total Plate Count
TPC. E.
PENGUKURAN pH DAN
o
BRIX
Pengukuran pH dan kadar brix yang dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-56 bertujuan mengetahui perubahan yang terjadi pada parameter
tersebut selama penyimpanan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi kondisi ketika produk tersebut dipasarkan. Data pengukuran
pH dan kadar brix tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan hasil pengukuran pH diperoleh bahwa telah terjadi
penurunan pH pada minuman kopi dalam kemasan cup selama penyimpanan 56 hari. Minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 0 hari
memiliki pH berkisar antara 5.60-5.73 pada keseluruhan perlakuan, sedangkan minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 56
hari memiliki pH berkisar antara 5.30-5.44 pada keseluruhan perlakuan. Penurunan pH yang terjadi pada produk yang telah mengalami penyimpanan
56 hari menunjukkan terjadinya perubahan gula dan karbohidrat lainnya
43 menjadi asam selama penyimpanan. Perubahan ini dapat disebabkan oleh
aktivitas mikroba yang terdapat pada produk yang memetabolisme karbohidrat menjadi asam dan alkohol Desrosier, 1983.
Tabel 10
. Hasil pengukuran pH dan
o
Brix untuk penyimpanan H-0 dan H-56
Perlakuan 0 hari
56 hari pH
ºBrix pH
ºBrix
300 ppm, Fo = 20 400 ppm, Fo = 20
500 ppm, Fo = 20 5.60
5.65 5.69
5.3 5.1
5.6 5.30
5.38 5.44
5.5 5.3
5.2 300 ppm, Fo = 30
400 ppm, Fo = 30 500 ppm, Fo = 30
5.73 5.68
5.70 5.1
5.3 5.0
5.35 5.41
5.44 5.1
5.0 5.2
300 ppm, Fo = 40 400 ppm, Fo = 40
500 ppm, Fo = 40 5.66
5.65 5.68
5.0 5.2
5.0 5.31
5.39 5.41
5.2 5.0
5.1 Menurut Clarke et al. 1989, peningkatan keasaman selama masa
penyimpanan dapat dideteksi dengan mengamati penurunan pH pada produk minuman kopi. Lebih lanjut, diketahui bahwa faktor kunci yang
mempengaruhi perubahan keasaman ini adalah faktor pengemasan, yaitu tingkat kedap udaranya. Fenomena tersebut dapat berhubungan dengan
hilangnya komponen-komponen volatil pada minuman kopi, termasuk banyak komponen aldehid yang dapat berubah menjadi asam karena adanya
proses oksidasi oleh oksigen yang ada di udara. Sehingga, untuk menjaga kualitas sensori minuman kopi dalam kemasan maka pengemasan secara
hermetis kedap udara menjadi faktor yang sangat penting. Walau demikian, minuman kopi dalam kemasan cup yang telah
disimpan selama 56 hari belum mengalami penurunan pH yang terlalu drastis, yaitu masih berada pada kisaran pH 5.
44 Berdasarkan hasil pengukuran ºBrix diperoleh bahwa total padatan
terlarut minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 0 hari dan 56 hari berkisar antara 5.0ºBrix-5.6ºBrix.
F. ANALISIS MIKROBIOLOGI PRODUK MINUMAN KOPI DALAM
KEMASAN CUP
Keamanan pangan merupakan unsur mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap produk pangan. Analisis mutu mikrobiologi merupakan analisis
yang harus dilakukan untuk mengetahui apakah produk minuman kopi dalam cup terjamin keamanannya. Jika dalam produk tersebut masih
memiliki mikroba-mikroba yang dapat membahayakan konsumen, maka produk tersebut tidak dapat dijual. Dalam produk minuman kopi, analisis
mikrobiologi yang dilakukan adalah uji pada produk. Produk minuman kopi dalam kemasan cup merupakan salah satu
produk yang memiliki pH tinggi di atas 5.0 sehingga pada proses produksinya diperlukan penambahan pengawet dan perlakuan suhu tinggi.
Kombinasi dari kedua perlakuan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk menurunkan probabilitas jumlah mikroba pada produk
minuman kopi dalam kemasan cup. . Untuk mengetahui kandungan mikroba kapang, khamir, dan
bakteri pada bahan pangan ataupun produk jadi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan metode standar total
aerobic plate count atau TPC. Pada metode ini digunakan media Plate
Count Agar PCA dan seluruh koloni yang tumbuh dinyatakan dengan total
mikroba kapang, khamir, dan bakteri. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa pada penyimpanan 0 hari,
nilai SPC untuk semua perlakuan adalah 2.5 x 10
2
koloniml Tabel 11. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan panas dengan Fo 20, 30, dan 40
cukup efektif membunuh mikroba. Demikian pula halnya pada penyimpanan 14 hari, nilai SPC yang dihasilkan adalah 2.5 x 10
2
koloniml Tabel 12. Walaupun sudah mulai didapati pertumbuhan mikroba, akan tetapi jumlah
koloni yang tumbuh masih dibawah kisaran 25-250 koloniml BAM FDA,
45 2001. Berikut adalah hasil pengamatan mikrobiologi produk minuman kopi
dalam kemasan cup selama penyimpanan:
Tabel 11. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari
Konsentrasi ppm SPC koloniml
Fo 20 Fo 30
Fo 40 300
2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
400 2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
500 2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
Tabel 12. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari
Konsentrasi ppm SPC koloniml
Fo 20 Fo 30
Fo 40 300
2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
400 2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
500 2,5 x10
2
2,5 x10
2
2,5 x10
2
Tabel 13. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari
Konsentrasi ppm SPC koloniml
Fo 20 Fo 30
Fo 40 300
5.0 x 10
4
1.0 x 10
4
2.5 x 10
2
400 6.1 x 10
3
1.8 x 10
3
2.5 x 10
2
500 1.6 x 10
3
2.5 x
10
2
2.5 x 10
2
Tabel 14. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari
Konsentrasi ppm SPC koloniml
Fo 20 Fo 30
Fo 40 300
2.6 x 10
3
7.2 x 10
2
2.5 x 10
2
400 1.8 x 10
3
5.0 x 10
2
2.5 x 10
2
500 2.8 x 10
2
2.5 x 10
2
2.5 x 10
2
Tabel 15. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari
Konsentrasi ppm SPC koloniml
Fo 20 Fo 30
Fo 40 300
2.6 x 10
4
2.3 x
10
4
2.8 x
10
2
400 6.7 x 10
3
5.8 x
10
3
2.5 x
10
2
46
500 2.3 x 10
3
1.6 x
10
3
2.5 x
10
2
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa pada penyimpanan 28 hari, untuk Fo 20 diperoleh adanya pertumbuhan mikroba pada ketiga
level konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm yaitu berturut-turut: 5.0 x 10
4
koloniml, 6.1 x 10
3
koloniml, dan 1.6 x 10
3
koloniml Tabel 13. Jumlah mikroba yang tumbuh pada perlakuan nilai Fo 20 ini sudah menunjukkan
jumlah yang cukup tinggi. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba pada produk pangan selama penyimpanan adalah: faktor
karakteristik fisik dan kimia dari produk pangan, ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan mikroba, adanya oksigen, suhu, dan kemungkinan kontaminasi
Frazier dan Westhoff, 1978. Selain itu diduga bahwa mikroba yang tumbuh selama penyimpanan adalah mikroba yang mampu membentuk
spora dan perlakuan panas yang diberikan, yaitu Fo 20 tidak mampu membunuh spora mikroba tersebut.
Pada nilai Fo 30 didapati pertumbuhan mikroba pada konsentrasi kalium sorbat 300 ppm dan 400 ppm, yaitu berturut-turut: 1.0 x 10
4
koloniml dan 1.8 x 10
3
koloniml. Sedangkan pada konsentrasi kalium sorbat 500 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba 2.5 x 10
2
koloniml. Sedangkan untuk Fo 40 tidak didapati adanya mikroba yang tumbuh pada
ketiga level konsentrasi. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi pengawet maka semakin rendah jumlah
mikroba yang tumbuh. Pada Gambar 6 diketahui bahwa Fo juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada minuman kopi, yaitu
semakin tinggi nilai Fo maka probabilitas pertumbuhan mikrobanya semakin rendah. Pada Fo 20 dan Fo 30 didapati adanya pertumbuhan mikroba,
sedangkan pada Fo 40 diperoleh jumlah koloni mikroba 2.5 x 10
2
koloniml.
47
Gambar 11 . Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap
jumlah mikroba pada penyimpanan 28 hari Begitu pula pada penyimpanan 42 hari, untuk Fo 20 diperoleh
pertumbuhan koloni mikroba pada ketiga level konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm berturut-turut adalah: 2.6 x 10
3
koloniml, 1.8 x 10
3
koloniml, dan 2.8 x 10
2
koloniml Tabel 14. Pada Fo 30 diperoleh pula pertumbuhan koloni mikroba pada konsentrasi kalium sorbat 300 ppm dan 400 ppm berturut-turut
adalah: 7.2 x 10
2
koloniml dan 5.0 x 10
2
koloniml. Sedangkan pada konsentrasi kalium sorbat 500 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba 2.5 x
10
2
koloniml. Pada Fo 40 diperoleh jumlah koloni mikroba 2.5 x 10
2
koloniml. Pada penyimpanan 42 hari ini juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pengawet maka semakin rendah jumlah mikroba
yang tumbuh. Pada Gambar 7 juga diketahui bahwa Fo berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada minuman kopi, yaitu semakin tinggi nilai Fo maka
probabilitas pertumbuhan mikrobanya semakin rendah. Pada Fo 20 dan Fo 30 didapati adanya pertumbuhan mikroba, sedangkan pada Fo 40 diperoleh nilai
SPC 2.5 x 10
2
koloniml.
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
5.0
300 400
500
[Kalium sorbat] ppm Log mikroba
Fo 20 Fo 30
Fo 40
48
Gambar 12 . Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah
mikroba pada penyimpanan 42 hari Aktivitas antimikroba sorbat dipengaruhi oleh faktor komposisi
produk, proses yang diterapkan, dan faktor lingkungan, seperti bahan-bahan penyusun, pH, konsentrasi sorbat, a
w
, suhu, atmosfer, pengemasan, mikrobaflora alami dari produk, dan adanya bahan tambahan lainnya. Faktor-
faktor ini dapat bersifat sinergis ataupun antagonis, dan juga dapat meningkatkan ataupun meniadakan aktivitas antimikroba dari sorbat. Interaksi
antara sorbat dengan perlakuan panas dapat menyebabkan laju kecepatan dan banyaknya jumlah mikroba yang dibunuh menjadi meningkat selama proses
pemanasan. Efek sorbat dalam inaktivasi dan menghambat pertumbuhan mikroba yang tumbuh kembali setelah proses pemanasan sangat bergantung
pada jenis mikroba pada produk pangan tersebut dan konsentrasi sorbat yang digunakan. Semakin rendah konsentrasi sorbat yang ditambahkan pada produk
yang akan dipanaskan, maka semakin kecil efeknya sebagai antimikroba, khususnya dalam menghambat mikroba-mikroba yang tahan panas Branen et
al., 1993.
Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari adalah pada Fo 20 didapati pertumbuhan mikroba untuk
semua konsentrasi kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm yaitu berturut-turut: 2.6 x 10
4
koloniml, 6.7 x 10
3
koloniml, dan 2.3 x 10
3
koloniml Tabel 15. Pada nilai Fo 30, didapati pula pertumbuhan mikroba
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0
300 400
500
[Kalium sorbat] ppm Log mikroba
Fo 20 Fo 30
Fo 40
49 pada ketiga level konsentrasi kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm
yaitu berturut-turut: 2.3 x 10
4
koloniml, 5.8 x 10
3
koloniml, 1.6 x 10
3
koloniml. Sedangkan pada perlakuan nilai Fo 40 dan penambahan kalium sorbat 300 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba sebesar 2.8 x 10
2
. Pada perlakuan nilai Fo 40 dan penambahan kalium sorbat 400 dan 500 ppm
diperoleh jumlah koloni sebesar 2.5 x 10
2
koloniml.
Gambar 13 . Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah
mikroba pada penyimpanan 56 hari
Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh kesimpulan bahwa Fo 40 merupakan nilai Fo yang mampu menghasilkan jumlah mikroba yang paling
rendah dibandingkan Fo 20 dan Fo 30, yaitu 2.5 x 10
2
koloniml. Menurut SII 1995, ditetapkan bahwa syarat mutu cemaran mikroba TPC Total Plate
Count pada minuman kopi dalam kemasan adalah maksimal sebesar 10²
koloniml. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah mikroba produk minuman kopi yang dihasilkan sampai pada masa penyimpanan 56 hari yang
memenuhi syarat SII tahun 1995 adalah minuman kopi dalam kemasan cup dengan perlakuan nilai Fo 40 pada konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500
dengan nilai SPC 2.5 x 10
2
koloniml.
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
300 400
500
[Kalium sorbat] ppm Log jumlah mikroba
Fo 20 Fo 30
Fo 40
50
G. UJI ORGANOLEPTIK
Hasil uji hedonik per atribut untuk minuman kopi dalam kemasan
cup konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm pada masa simpan 0 hari dapat dilihat
pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Rekapitulasi data hasil penilaian hedonik per atribut minuman kopi dalam kemasan cup untuk masa
simpan 0 hari disajikan pada Lampiran 3. Penggunaan skala membuat uji
hedonik secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan Soekarto, 1985.
2.78 2.76
2.87
1 2
3 4
5
Aroma
R a
ta -r
a ta
S k
or O
rga no
le pt
ik
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 14. Hasil Uji Hedonik Atribut Aroma Masa Simpan 0 Hari
2.85 2.91
2.89
1 2
3 4
5
Rasa Keseluruhan
R a
ta -r
at a
S k
o r
O rg
a n
o lep
ti k
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 15. Hasil Uji Hedonik Atribut Rasa Keseluruhan Masa Simpan 0 Hari
51
3.02 2.65
3.00
1 2
3 4
5
Af tertaste
R a
ta -r
a ta
S k
or O
rga no
le pt
ik
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 16. Hasil Uji Hedonik Atribut Aftertaste Masa Simpan 0 Hari
Hasil uji hedonik per atribut untuk minuman kopi dalam kemasan cup
konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm pada masa simpan 56 hari dapat dilihat pada Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19. Rekapitulasi data hasil
penilaian hedonik per atribut minuman kopi dalam kemasan cup untuk masa simpan 56 hari disajikan pada Lampiran 4.
2.65 2.61
2.83
1 2
3 4
5
Aroma
R a
ta -r
at a S
k o
r O
rg a
n o
lep ti
k
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 17.
Hasil Uji Hedonik Atribut Aroma Masa Simpan 56 Hari
52
2.63 2.76
2.67
1 2
3 4
5
Rasa Keseluruhan
R a
ta -r
a ta
S k
or O
rga no
le pt
ik
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 18. Hasil Uji Hedonik Atribut Rasa Keseluruhan Masa Simpan 56 Hari
2.67 2.65
2.54
1 2
3 4
5
Aftertaste
R a
ta -r
at a S
k o
r O rg
a n
o lep
tik
300 ppm 400 ppm
500 ppm
Gambar 19. Hasil Uji Hedonik Atribut Aftertaste Masa Simpan 56 Hari
1. Aroma