Untuk mengatasi bencana banjir dan kekeringan di DAS Separi secara cepat dan tepat, maka perlu disusun dan dikembangkan suatu model pendugaan
banjir dan kekeringan berbasis karakteristik penggunaan lahan dan geomorfologi DAS. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pendugaan banjir dan
kekeringan, serta penentuan komposisi luas penggunaan lahan yang optimal di DAS Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara,
propinsi Kalimantan Timur dalam rangka pengendalian bencana banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan.
1.2. Tujuan
1. Merakit model pendugaan banjir dan kekeringan berdasarkan karakteristik tekstur tanah dan geomorfologi DAS di DAS Separi, kabupaten Kutai
Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur. 2. Menentukan komposisi luas penggunaan lahan secara optimal dalam
rangka penanggulangan banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi,
1.3. Keluaran
1. Model pendugaan banjir dan kekeringan sebagai alat bantu pengambil kebijakan Decision Support System dalam pengelolaan DAS dan mitigasi
bencana banjir dan kekeringan, 2. Rekomendasi komposisi luas penggunaan lahan, serta kebijakan lainnya
dalam pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan kondisi iklim, karakteristik tanah, dan penutupan lahan.
1.4. Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan sumberdaya lahan yang melebihi dari daya dukungnya, seperti : alih fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi semak belukar maupun
4
tegalan, serta perubahan dari lahan sawah menjadi pemukiman di DAS Separi berdampak terhadap kerusakan tanah sehingga terjadi penurunan kapasitas
infiltrasi tanah dan terjadi peningkatan volume aliran permukaan. Dampak lanjutan akibat kerusakan tanah dan lahan pada DAS Separi adalah terjadi
peningkatan intensitas banjir di daerah hilir dari DAS Separi yakni daerah Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara Gambar 1.
Dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir di bagian hilir dari DAS Separi sangat besar sekali yakni menurunnya pasokan bahan pangan beras dan
sayuran ke kota Samarinda dan Balikpapan akibat kegagalan panen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian tentang pengaruh
karakteristik lahan faktor tutupan lahan dan tanah dan geomorfologi DAS terhadap karakteristik unit hidrograf, dan penyusunan model pendugaan banjir
dan kekeringan di DAS Separi. Hal ini dikarenakan kajian maupun penelitian yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air, serta pengelolaan DAS di DAS
Separi, Kutai Kartanegara relatif masih sedikit, sehingga penelitian ini sangat diperlukan.
Sebenarnya perkembangan teknik komputasi untuk menduga besaran debit puncak dan waktu menuju debit puncak unit hidrograf sudah banyak
dilakukan, seperti : model Nash 1957, TOPMODEL Beven dan Kirkby, 1979, AGNPS Young, et al., 1990, ANSWERS Beasley, 1991, HEC HMS USACE,
2000, SWAT Neitsch et al., 2001, dan lainnya. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat digunakan dengan baik atau
mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam menduga besaran debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Namun demikian model-model tersebut
membutuhkan kelengkapan seri data yang tinggi, baik data iklim, tanah, topografi maupun jenis penggunaan lahan, dan masalah kelengkapan data inilah yang
sering menjadi kendala dalam penggunaan model-model tersebut untuk DAS di
5
Indonesia. Untuk itu diperlukan penyusunan model pendugaan banjir dan kekeringan yang sederhana dengan tingkat akurasi yang tinggi.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
27- J
un- 9
8 9-
J an-
2 17-
J un-
2 22-
No v
-02 7-
J an-
3 30-
M ar
-03 15-
M ay
-03 15-
O c
t- 03
23- J
an- 4
14- M
ar -04
24- No
v -04
26- D
ec -04
7- J
an- 5
22- O
c t-
05 20-
D ec
-05 3-
M ay
-06
Waktu D
e b
it P u
n c
a k
m
3
d e
ti k
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00 100,00
120,00 140,00
160,00 180,00
Cu ra
h Hu
ja n
m m
Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
27- J
un- 9
8 9-
J an-
2 17-
J un-
2 22-
No v
-02 7-
J an-
3 30-
M ar
-03 15-
M ay
-03 15-
O c
t- 03
23- J
an- 4
14- M
ar -04
24- No
v -04
26- D
ec -04
7- J
an- 5
22- O
c t-
05 20-
D ec
-05 3-
M ay
-06
Waktu D
e b
it P u
n c
a k
m
3
d e
ti k
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00 100,00
120,00 140,00
160,00 180,00
Cu ra
h Hu
ja n
m m
Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Ba n
ji r
Gambar 1. Hubungan antara jumlah curah hujan 7 hari sebelum kejadian dan debit puncak banjir di DAS Separi
Pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan berbasis karakteristik lahan jenis tutupan lahan dan tanah dan geomorfologi DAS sangat
diperlukan dalam pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan. Penyusunan dan pengembangan model pendugaan banjir debit puncak dan waktu menuju
debit puncak didasarkan pada dua model, yaitu : 1 pemodelan fungsi produksi yaitu perubahan dari curah hujan bruto menjadi curah hujan netto curah hujan
sisa dan 2 pemodelan fungsi transfer yaitu perubahan dari curah hujan netto menjadi debit aliran permukaan langsung. Kedua model tersebut didasarkan
pada hubungan antara faktor masukan curah hujan dan faktor sistem DAS jenis tutupan lahan, karakteristik tanah, jaringan drainase, dan topografi
menurut ruang dan waktu terhadap terjadinya perubahan keluaran unit hidrograf. Model ini bekerja dengan mengintegrasikan hubungan, yaitu : 1
6
masukan curah hujan yang meliputi : intensitas hujan, lamanya waktu hujan, dan distribusi hujan, 2 sistem DAS yang meliputi : parameter tutupan atau
penggunaan lahan intersepsi, karakteristik tanah struktur tanah, tekstur tanah, pori drainase, kadar air tanah, kedalaman efektif tanah, kandungan bahan
organik, dan kapasitas infiltrasi tanah, dan karakteristik kerapatan jaringan drainase atau daya tampung DAS, dan 3 keluaran yakni debit aliran permukaan
debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Dengan demikian setiap terjadinya perubahan masukan intensitas hujan, lamanya waktu hujan, dan
distribusi hujan maupun sistem DAS seperti perubahan tutupanpenggunaan lahan jenis tanaman, pola tanam, dan pengolahan tanah, maka model dapat
mengintegrasikannya dalam simulasi unit hidrograf debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Diagram alir model pendugaan banjir dan kekeringan
dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk pengembangan model pendugaan kekeringan Gambar 2
didasarkan pada dua metode, yaitu : 1 kebutuhan air tanaman neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather 1957, dan 2 teknologi penginderaan jauh.
Pendugaan kekeringan menurut analisis neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather 1957 didasarkan dari kekurangan atau defisit air tanaman yang
terjadi pada saat stok air tanah water storage dibawah kadar air tanah kondisi titik layu permanen dan hal tersebut disebabkan curah hujan yang lebih rendah
dibandingkan evapotranspirasi potensial ETP. Pendugaan kekeringan dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh berdasarkan kombinasi
antara tingkat kelembaban permukaan lahan wetness index dengan tingkat kehijauan tanaman NDVI. Menurut Shofiyati dan Dwi Kuncoro 2007, bahwa
kombinasi antara tingkat kelembaban permukaan lahan dengan tingkat kehijauan tanaman dari citra Landsat dapat digunakan secara efektif untuk memetakan
tingkat kekeringan.
7
Pendugaan Banjir dan Kekeringan
MASUKAN Iklim :
Curah hujan, Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin, dan Radiasi Matahari
KELUARAN Unit Hidrograf :
• Debit Puncak • Waktu Menuju Debit Puncak
• Produksi Air
SISTEM DAS
• TutupanPenggunaan Lahan • Karakteristik Tanah
• Topografi Panjang dan
Kemiringan Lereng
• Kerapatan Jaringan Drainase LUAR SISTEM DAS HILIR
• TutupanPenggunaan Lahan • Karakteristik Tanah
• Topografi Panjang dan
Kemiringan Lereng
Potensi Sumberdaya Air
• Kebutuhan Air Tanaman • Pola Tanam
Gambar 2. Diagram alir sistem aplikasi hubungan masukan – sistem – keluaran dalam model pendugaan banjir dan kekeringan
8
II. TINJAUAN PUSTAKA