Model pendugaan banjir dan kekeringan (studi kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur)

(1)

MODEL PENDUGAAN BANJIR DAN

KEKERINGAN

(

STUDI KASUS DI DAS SEPARI, KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR

)

M. LUTHFUL HAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

M. LUTHFUL HAKIM. Modeling of Flood and Drought Prediction (Case Study in Separi Watershed, Kutai Kartanegara, East Kalimantan). Under the supervision of: OTENG HARIDJAJA, SUDARSONO, and GATOT IRIANTO.

A huge disaster might be happened as a result of land use change especially forest that has good cover then was barely opened to rain drop impact as a result of trees cutting. Two negatives impacts that usually happened are flood in the rainy season and drought in the dry season. The phenomena most likely happened in a complex situation within a watershed. A research of the modeling of flood and drought prediction must be implemented to have better understanding of this phenomena and further to have an example of a better watershed management in Indonesia. Separi watershed in East Kalimantan that ideally represented of a forest that had been cut within a watershed had been selected for the study. The objective of this study are: 1) to design models of flood (peak discharge and time to peak discharge) and drought prediction in Separi watershed, and 2) optimum land use composition for decreasing flood and drought, and furthermore for better watershed Separi management. The result of this study showed that discharge of overland flow for watershed with loamy soil texture are 30% and 37% higher compared than watershed with sandy and clay dominant soil, respectively. The watershed with clay dominant soil texture have time to peak discharge higher compared than watershed with loamy and sandy dominant soil texture, respectively. The characteristic of watershed geomorphology have an impact of overland flow discharge and time to peak discharge. A watershed has higher Gravelius Index, main of stream length, and ratio of mean length which is larger and longer area will have a lower overland flow discharge, and the watershed have a shorter drainage density will have a faster time to reach its peak discharge. The flood prediction model based on land and watershed geomorphology characteristics by using three production function methods (A, B, and C) able to have similar peak discharge of overland flow and time to peak discharge simulation which is not differ with field measurement result, and have model accuration level (Nash and Sutcliffe criteria) of 93% for method of A, 85% for method of B, and 62% for method of C. The optimum land use composition in order to decrease peak discharge of overland flow and time to peak discharge indicates the composition of land use in Separi watershed: 54% for forest area, 1.9% for farm/garden, 0.12% for urban, 0.5% for paddy field, 42% for coppice, and 1.99% for coal-mine is the optimum. The result analysis of land water balance showed that crop water deficit (drought) during five year (2001 – 2005) in Separi watershed happen in the year 2004 (months of October) and 2005 (months of August and September). The result of identification and analysis of drought compared with soil water balance (Thornthwaite and Mather, 1957) using of remote sensing technology in Separi watershed are similarly in pattern, but both methods are statistically differ (R2=0,26).


(3)

RINGKASAN

M. LUTHFUL HAKIM. Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA, SUDARSONO, dan GATOT IRIANTO.

Alih fungsi penggunaan lahan hutan menjadi non hutan berdampak negatif terhadap banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Penelitian pemodelan pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) dan kekeringan perlu dilakukan untuk pengelolaan DAS di Indonesia. Tujuan penelitian ini: 1) merakit model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi, dan 2) menentukan komposisi luas penggunaan lahan secara optimal dalam rangka penanggulangan banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi. DAS Separi, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur pada koordinat 00003’ – 00038’ LS dan 117008’ – 117031’ BT dipilih sebagai lokasi penelitian. Waktu penelitian lapang adalah bulan Januari 2005 – Juni 2006. Metode penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) pengumpulan data, 2) penyusunan model pendugaan banjir dan kekeringan, serta parameterisasi model, 3) uji akurasi model, dan 4) penerapan model. Model pendugaan banjir terdiri dari: 1) pemodelan fungsi produksi (metode A, B, dan C) dan 2) pemodelan fungsi transfer. Pemodelan fungsi produksi metode A merupakan curah hujan netto yang dihitung dari curah hujan bruto yang tercatat di penangkar hujan (Pb)dengan koefisien aliran permukaan (Kr). Untuk metode B merupakan curah hujan sisa yang dihitung dari selisih curah hujan bruto dengan jumlah air yang diintersepsi oleh tanaman (INTCP) dan air yang diinfiltrasikan ke dalam tanah f(t). Untuk metode C merupakan curah hujan sisa yang dihitung dari neraca air lahan. Model pendugaan kekeringan terdiri dari: 1) analisis neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather (1957) dan 2) teknologi penginderaan jauh. Pendugaan kekeringan dengan teknologi penginderaan jauh didasarkan dari analisis kombinasi tingkat kelembaban permukaan lahan (wetness index) dengan tingkat kehijauan tanaman (NDVI) dari data citra Landsat 7 perekaman tanggal 3 April 2002, 21 Mei 2002, 8 Juli 2002, dan 9 September 2002. Hasil penelitian menunjukkan total debit aliran permukaan pada DAS yang didominasi tanah bertekstur lempung lebih tinggi 30% dibandingkan DAS yang didominasi tanah bertekstur pasir dan 37% dibandingkan DAS yang didominasi tanah bertekstur liat. Untuk waktu menuju debit puncak DAS yang didominasi tekstur tanah liat memiliki waktu menuju debit puncak lebih cepat dibandingkan dengan DAS didominasi tekstur tanah lempung dan DAS yang didominasi tekstur tanah pasir. Total debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit puncak sangat dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologi DAS, yang mana DAS dengan Indek Gravelius, panjang sungai utama, dan rasio rata-rata panjang sungai makin besar akan memiliki total debit aliran permukaan lebih kecil, dan DAS dengan kerapatan jaringan sungai yang makin pendek akan memiliki waktu menuju debit puncak yang lebih cepat. Model pendugaan banjir berbasis karakteristik lahan dan geomorfologi DAS (metode A, B, dan C) dapat digunakan untuk memprediksi debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) dengan

tingkat akurasi model menurut kriteria Nash dan Sutcliffe (F) berturut-turut adalah 93%, 85%, dan 62%, sehingga urutan model pendugaan banjir terbaik adalah metode A, B, dan C. Hasil analisis sensitivitas perubahan penggunaan lahan hutan 1% dan semak belukar 94% menjadi 54% untuk hutan dan 42% semak belukar berdampak terhadap penurunan debit puncak aliran permukaan (Qp)


(4)

penggunaan lahan optimal di DAS Separi untuk menurunkan debit puncak aliran permukaan dan memperlambat waktu menuju debit puncak adalah luas hutan 54%, kebun/ladang 1,9%, pemukiman 0,12%, persawahan 0,5%, semak belukar 42%, dan tambang batubara 1,99% dari total luas DAS Separi. Hasil analisis neraca air lahan di DAS Separi selama lima tahun (2001 – 2005) terhadap defisit air tanaman (kekeringan) diperoleh bahwa kekeringan terjadi pada tahun 2004 (bulan Oktober) dan 2005 (bulan Agustus dan September). Hasil identifikasi dan analisis kekeringan dengan menggunakan metode neraca air lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957) memiliki pola yang hampir sama dengan hasil analisis teknologi penginderaan jauh di DAS Separi, tetapi secara statistik kedua metode tersebut berbeda (R2=0,26). Hal tersebut menunjukkan penggunaan teknologi penginderaan jauh (citra Landsat 7) dapat mempercepat dalam identifikasi potensi tingkat kekeringan, baik secara ruang (spasial) maupun waktu (temporal). Untuk meningkatan hasil akurasi prediksi kekeringan dengan teknologi penginderaan jauh, maka koreksi geometrik dan radiometrik harus dilakukan dengan benar dan akurat, serta data citra Landsat 7 yang digunakan memiliki tutupan awan kurang dari 10%.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

“Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi,

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur)“

adalah gagasan atau hasil penelitian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dari rujukan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Jakarta, 2 Juni 2008


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutup sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah, b) Pengutupan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(7)

MODEL PENDUGAAN BANJIR DAN

KEKERINGAN

(

STUDI KASUS DI DAS SEPARI, KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR

)

M. LUTHFUL HAKIM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA


(9)

Judul Disertasi : Model pendugaan Banjir dan Kekeringan (Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur)

Nama : M. Luthful Hakim

NRP : A226014011

Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc Dr. Ir. Gatot Irianto, MS

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Atang Sutandi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 9 Nopember 1971 sebagai anak pertama dari pasangan H. A. Choiri Zen, SH dan Hj. Maskanah Dz. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan program magister sains (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, IPB dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program doktor (S3) di Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana pada saat melanjutkan program S2 dan S3 diperoleh dari Badan LITBANG Pertanian, Departemen Pertanian melalui Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP).

Pada tahun 1996 sampai Agustus 1997, penulis terlibat aktif dalam kegiatan penelitian BMSF (Biological Management and Soil Fertility) di Lampung kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dengan ICRAF, Bogor. Pada tahun 1997 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur, Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian, Badan LITBANG Pertanian, Departemen Pertanian. Selama bekerja di BPTP Kaltim, penulis terlibat dalam kegiatan Pemetaan Zona Agroekologi (ZAE) di propinsi Kalimantan Timur.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan rizki-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini dengan sebaik-baiknya. Judul disertasi adalah “Model Pendugaan Banjir Dan Kekeringan: Studi Kasus di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur”. Tujuan disertasi adalah untuk menyusun model pendugaan banjir dan kekeringan, serta menentukan komposisi luas penggunaan lahan yang optimal untuk penanggulangan banjir dan kekeringan. Disertasi ini sangat penting sekali dalam upaya untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik tanah (tekstur tanah) dan geomorfologi DAS, distribusi curah hujan wilayah, dan perubahan penggunaan lahan terhadap banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) dan kekeringan. Selain itu, untuk mengotomatisasi proses pembuatan peta-peta digital, seperti : peta bentuk lahan, kelerengan, penggunaan lahan, dan rekonstruksi jaringan sungai, maka dalam disertasi ini digunakan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Remote Sensing. Keluaran dari disertasi ini adalah model pendugaan banjir dan kekeringan sebagai alat bantu pengambil kebijakan (decision support system) dalam pengelolaan DAS dan mitigasi bencana banjir dan kekeringan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. H. Oteng Haridjaja, MSc. (Ketua Komisi Pembimbing), Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, MSc. (Anggota), dan Dr. Ir. H. Gatot Irianto, MS (Anggota) atas segala bimbingan, pengarahan, dan nasehat-nasehatnya, hingga terselesaikannya penulisan disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Badan dan Ketua Pembinaan Tenaga Badan LITBANG Pertanian, Pengelola Proyek PAATP, Badan LITBANG Pertanian, Kepala BPTP Kalimantan Timur, Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Ilmu Tanah yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Deputi Penginderaan Jauh dan Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh, LAPAN, Jakarta yang telah berkenan untuk menyediakan fasilitas data citra Landsat 7 untuk analisis tutupan lahan dan identifikasi kekeringan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap rekan-rekan dan sahabat karib, di lingkup Program Pascasarjana Ilmu


(12)

Tanah, maupun rekan-rekan dari BPTP KALTIM, BALITKLIMAT, dan BALITTANAH, Bogor yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dan memotivasi dalam penyelesaian disertasi.

Akhirnya kepada Abah, Umi, Mama, Istriku tercinta Ira, dan anakku Rifa dan Faris, serta keluarga yang senantiasa telah memberikan doa, dorongan, harapan, dan biaya dalam penyelesaian penulisan disertasi ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga semua amal kebajikan tersebut mendapatkan ridhlo dari Allah SWT. Amiin ……!

Jakarta, 2 Juni 2008


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….……… x

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……….. 1

Tujuan ………. 4

Keluaran ………. 4

Kerangka Pemikiran ………. 4

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Parameter Sistem DAS ………. 9

Banjir dan Kekeringan ……… ………. 16

Perkembangan Teknik Komputasi Unit Hidrograf ……… 19

METODOLOGI PENELITIAN ……….. 22

Tempat dan Waktu …..………. 22

Metode Penelitian ………. 23

KARAKTERISTIK DAS SEPARI ……… 44

Hidrometeorologi DAS Separi ………..…... 44

Iklim ……… 45

Topografi ……….. 48

Tanah ……… 50

Karakteristik Geomorfologi DAS ………... 53

Jenis Penggunaan Lahan ………. 60

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 62

Distribusi Curah Hujan ………... 62

Dampak Alih Fungsi Penggunaan Lahan ... 66

Pengaruh Karakteristik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi Tanah ... 70

Pengaruh Karakteristik Tanah dan Geomorfologi DAS Terhadap Unit Hidrograf ... 76

Model Pendugaan Banjir ... 80

Penerapan Model Banjir ... 98

Pendugaan Kekeringan ……… 103

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 115

Kesimpulan ……… 115

Saran ………..……… 116

DAFTAR PUSTAKA ……….. 118

LAMPIRAN ………. 125


(14)

DAFTAR TABEL

Teks

No. Halaman

1. Jenis dan metode pengumpulan data pada pengembangan

model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi …….. 25 2. Klasifikasi tingkat kelembaban permukaan Lahan (Shofiyati

dan Dwi Kuncoro, 2007) ……….. 39

3. Klasifikasi tingkat kehijauan tanaman (Shofiyati dan Dwi

Kuncoro, 2007) ... 40 4. Matrik penentuan tingkat kekeringan tanaman (Shofiyati dan

Dwi Kuncoro, 2007) ... 40 5. Nilai emisivitas benda (Snyder et al., 1998: dalam Yang dan

Wang, 2007) ... 42 6. Posisi geografis stasiun pengamat tinggi muka air otomatis

(AWLR) dan stasiun iklim otomatis (AWS) DAS Separi, Kutai

Kartanegara, Kalimantan Timur ... 45 7. Pewilayahan iklim berdasarkan analisis data iklim tahun 2001 -

2005 di DAS Separi …... 47 8. Karakteristik geometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi ... 55 9. Karakteristik Morfometrik DAS/Sub DAS di DAS Separi ... 56 10. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi,

Lempake, dan Marang Kayu antara tahun 2001 – 2005 …….. 64 11. Uji berganda curah hujan dari stasiun iklim (AWS) Separi,

Lempake, Marang Kayu, dan Seleko antara tanggal 22

Februari – 17 Mei 2006 ……….. 66

12. Alih fungsi penggunaan lahan antara tahun 1991 – 2005 di

DAS Separi ... 69 13. Kejadian-kejadian curah hujan mingguan (7 hari) yang

menyebabkan terjadinya banjir di hilir dari DAS Separi ………. 70 14. Nilai laju infiltrasi awal (fo), laju infiltrasi pada saat konstan

atau jenuh (fc), dan konstanta penjenuhan (k) untuk masing-masing jenis penggunaan lahan pada DAS Usup, DAS Soyi,


(15)

15. Total debit aliran permukaan (Q ro) dan debit aliran tunda dan dasar (Q if+bf) antara ketiga Sub DAS pada beberapa episode

hujan ... 78 16. Koefisien runoff (Kr) pada tiap episode hujan dan

masing-masing Sub DAS ... 81 17. Analisis LAI (Leaf Area Index) dengan menggunakan citra

Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005 ... 83 18. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) hasil

pengukuran dengan simulasi dari 3 metode untuk ketiga Sub

DAS ... 87 19. Waktu tempuh air dari masing-masing Sub DAS ke outlet DAS

Separi ……… 97

20. Debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit puncak (tp) pada

beberapa episode hujan di DAS Separi ... 98 21. Skenario perubahan luas penggunaan lahan dan proses

hidrologi (episode hujan 25 – 28 Maret 2006) di DAS Separi .... 100 22. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957)

pada masing-masing SPT di DAS Separi ……… 105

Lampiran

No. Halaman

1. Legenda Peta Tanah Skala 1:50.000 dan karakteristik fisik

tanah di DAS Separi (PUSLITTANAK, 1994) ... 130 2. Karakteristik fisik tanah pada masing-masing profil tanah ... 132 3. Analisis data curah hujan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi … 133 4. Hasil perhitungan infiltrasi pada beberapa respon hidrologis di

3 Sub DAS Separi ... 134 5. Analisis regresi antara laju infiltrasi konstan (mm/menit)

dengan bobot isi tanah (g/cm3) ... 137 6. Perbandingan debit puncak (Qp) dan waktu menuju debit

puncak (tp) antara ketiga Sub DAS ... 137 7. Skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan pada


(16)

8. Defisit dan surplus air dari hasil analisis neraca air metode Thornthwaite dan Mather (1957) pada masing-masing Satuan

Peta Tanah (SPT) di DAS Separi ... 138 9. Analisis neraca air Lahan (Thornthwaite dan Mather, 1957)

pada kelompok kelas tekstur tanah di DAS Separi ………. 140 10. Indeks vegetasi (NDVI), indeks kelembaban (wetness index),

dan temperatur permukaan lahan pada masing-masing

vegetasi dan tekstur tanah di DAS Separi ... 142 11. Identifikasi tingkat kekeringan tanaman di DAS Separi ... 142


(17)

DAFTAR GAMBAR

Teks

No. Halaman

1. Hubungan antara jumlah curah hujan 7 hari sebelum kejadian

dan debit puncak banjir di DAS Separi ... 6 2. Diagram alir sistem aplikasi hubungan masukan – sistem –

keluaran dalam model pendugaan banjir dan kekeringan …….. 8

3. Siklus Hidrologi (Chow, 1964) ……… 10

4. Perbedaan laju infiltrasi pada jenis tanah dan penggunaan

lahan yang berbeda ………. 14

5. Perbedaan laju infiltrasi pada berbagai jenis

tutupan/penggunaan lahan ………. 15

6. Lokasi penelitian ……… 22

7. Diagram alir tahapan penelitian ………. 24

8. Penentuan kurva pdf yang didasarkan pada selang isokron …. 31

9. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf) ……… 33

10. Grafik pemisahan antara aliran permukaan (direct runoff), aliran tunda (interflow), dan aliran dasar (base flow) ...

34

11. Diagram alir pemodelan fungsi produksi dan fungsi transfer … 36 12. Peta posisi geografis stasiun iklim (AWS) dan pengamat tinggi

muka air (AWLR) di DAS Separi ………... 46

13. Peta pewilayah iklim DAS Separi, kabupaten Kutai

Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur ………. 47

14. Bentuk lahan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan

Timur ………. 49

15. Peta kelerengan DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan

Timur ………. 50

16. Peta lokasi pengamatan profil dan infiltrasi tanah pada

masing-masing Sub DAS di DAS Separi ……… 54

17. Bentuk lahan Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Soyi,


(18)

18. Peta jaringan sungai DAS Separi, Kutai Kartanegara,

Kalimantan Timur ………. 59

19. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1991 di DAS Separi

(BAKOSURTANAL, 1991) ... 61 20. Curah hujan bulanan tahun 2001 – 2005 di DAS Separi …….. 63 21. Peta jenis penggunaan lahan tahun 1998 di DAS Separi ... 67 22. Peta jenis penggunaan lahan tahun 2005 di DAS Separi ... 68 23. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada

jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B)

semak belukar (alang alang) di DAS Badin ... 73 24. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada

jenis penggunaan lahan A) lahan pertanian (jagung) dan B)

semak belukar (Pahitan atau Centrosoma) di DAS Soyi ... 74 25. Kurva laju infiltrasi tanah hasil pengukuran dan simulasi pada

jenis penggunaan lahan A) kebun/ladang (lada) dan B) semak

belukar (Pahitan atau Centrosoma) di DAS Usup ... 76 26. Kurva unit hidrograf hasil pengukuran pada Sub DAS

Separi-Usup, Sub DAS Separi-Badin, dan Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan a) 8 April 2006, b) 14 April 2006, dan c) 23

April 2006 ... 79 27. Kurva fungsi kerapatan peluang (pdf) untuk a) DAS Separi, b)

Sub DAS Separi-Usup, c) Sub DAS Separi-Soyi, dan d) Sub

DAS Separi-Badin ... 85 28. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan

simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS

Separi-Usup ... 88 29. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan

simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a) 8/04/2006, b) 14/04/2006, dan c) 23/04/2006 di Sub DAS

Separi-Soyi ... 90 30. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan

simulasi (metode A, B, dan C) untuk episode hujan a)

14/04/2006 dan b) 23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin ... 91 31. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan

metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 60 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 8/04/2006, b)


(19)

32. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 6 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a) 14/04/2006 dan b)

23/04/2006 di Sub DAS Separi-Badin ……….. 96

33. Peta pembagian DAS Separi menjadi sepuluh Sub DAS …... 97 34. Perbandingan debit puncak dan waktu respon pada beberapa

skenario perubahan luas penggunaan lahan di DAS Separi .... 102 35. Hubungan antara curah hujan, ETA, ETo, KL, TLP, stok air

tanah, ETA, dan defisit/surplus air pada A. kelas tekstur tanah liat, B. kelas tekstur tanah lempung, dan C. kelas tekstur tanah

pasir di DAS Separi (Januari 2002 – Desember 2005) ... 107 36. Hubungan antara indeks vegetasi dengan curah hujan

bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April – September

2002) ... 109 37. Hubungan antara temperatur permukaan lahan dengan curah

hujan bulanan di DAS Separi (perekaman bulan April –

September 2002) ... 110 38. Hubungan antara indeks vegetasi dengan temperatur

permukaan lahan di DAS Separi (perekaman bulan April –

September 2002) ... 111 39. Peta tingkat kekeringan di DAS Separi hasil analisis citra

Landsat 7 perekaman tanggal : a) 03-04-2002, b) 21-05-2002,

c) 08-07-2002, dan d) 10-09-2002 ... 113 40. Uji berganda perbandingan antara analisis neraca air lahan

(Thornthwaite dan Mather, 1957) dengan analisis citra Landsat 114

Lampiran

No. Halaman

1. Peta jenis tanah skala 1:50.000 DAS Separi (PUSLITTANAK,

1994) ... 125 2. Pembuatan bendung (weir) tipe V-Notch dengan sudut 60o di

tiga Sub DAS Separi dan pemasangan alat penakar hujan di

daerah Seleko ... 126 3. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan total debit aliran


(20)

4. Hubungan antara geomorfologi DAS dengan waktu menuju

debit puncak ... 127 5. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran

dasar untuk Sub DAS Separi-Usup pada episode hujan 14

April 2006 ... 127 6. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran

dasar untuk Sub DAS Separi-Soyi pada episode hujan 6 April

2006 ... 128 7. Separasi hidrograf antara debit aliran permukaan dan aliran

dasar untuk Sub DAS Separi-Badin pada episode hujan 23

April 2006 ... 128 8. Peta LAI (Leaf Area Index) DAS Separi hasil analisis citra

Landsat 7 TM perekaman tanggal 10 September 2005 ……… 129 9. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang sampai saat ini belum dapat teratasi secara optimal di Indonesia adalah degradasi/kerusakan lahan di daerah aliran sungai (DAS). Menurut Oldeman (1994) degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya kegunaan suatu lahan atau kemampuan lahan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan manusia. Kerusakan lahan menurut Lal (1994) disebabkan oleh kemerosotan sifat fisik (akibat pemadatan dan erosi tanah) dan sifat kimia tanah (penurunan tingkat kesuburan, keracunan dan pemasaman tanah).

Dampak negatif alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan adalah kerusakan lahan yang mana tanah menjadi lebih terbuka, sehingga pukulan air hujan (energi kinetik hujan) yang jatuh di atas permukaan tanah menyebabkan terbentuknya surface sealing (penutupan pori-pori tanah oleh partikel liat) dan soil crusting (pemadatan tanah). Terbentuknya surface sealing dan soil crusting berdampak terhadap menurunnya kapasitas infiltrasi dan meningkatnya volume aliran permukaan (Thierfelder, et al., 2002; Mamedov, et al., 2000; Zhang dan Miller, 1996). Menurut Black (1996) tanah sebagai salah satu faktor fisik DAS yang sangat penting dalam siklus hidrologi, yang mana faktor tanah berperan dalam menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh di atasnya. Menurut Oldeman (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan lahan adalah pembukaan lahan dan penebangan kayu secara berlebihan, penggunaan lahan untuk kawasan peternakan secara berlebihan (over grazing), dan aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara


(22)

berlebihan. Barrow (1991) juga menyatakan bahwa kerusakan lahan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) bahaya alami, 2) meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan intensitas penggunaan lahan, 3) kemiskinan, 4) masalah kepemilikan lahan, 5) kestabilan politik dan kesalahan administratif, 6) aspek sosial dan ekonomi, 7) penerapan teknologi yang tidak tepat, dan 8) pertambangan.

Dampak lanjutan dari kerusakan lahan dan DAS adalah banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Selama sepuluh tahun terakhir ini, bencana banjir di wilayah Indonesia terjadi secara beruntun dengan intensitas, frekuensi, dan distribusi atau wilayah yang terkena bencana semakin meningkat dan meluas. Indikatornya adalah kejadian banjir di Jakarta (tahun 1996, 2002, 2004, 2005, dan 2007), Semarang (tahun 1990, 1994, 2000, 2002, 2005, dan 2006), Bondowoso, Jawa Timur (tahun 2002), Mojokerto, Jawa Timur (tahun 2002 dan 2003), Medan (tahun 2002 dan 2003), Samarinda (tahun 1998, 2003, 2004, 2005, dan 2006), dan lainnya. Demikian juga masalah kekeringan yang sering muncul setiap tahun dari wilayah yang secara ruang dan waktu memiliki curah hujan yang sangat tinggi, seperti : daerah Subang, Indramayu, Cirebon dan sekitarnya (Irianto, 2003).

Menurut DITJEN Penataan Ruang (2005) dan DITJEN RRL (2001) kerusakan lahan dan DAS di Indonesia makin lama makin meningkat. Tahun 1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas lahan terdegradasi 9,69 juta hektar dan kemudian meningkat pada tahun 1994 menjadi 39 DAS kritis dengan luas lahan terdegradasi 12,52 juta hektar, dan tahun 2000 meningkat lagi menjadi 42 DAS kritis dengan luas lahan terdegradasi 23,71 juta hektar, dan selanjutnya pada tahun 2004 kerusakan DAS di Indonesia semakin bertambah, yakni menjadi 65 DAS dari total seluruh DAS (470) yang tersebar di pulau Sumatra (13), Jawa (26), Kalimantan (10), Sulawesi (10) Bali dan Nusa Tenggara


(23)

(4), dan Maluku dan Papua (4) dengan luas lahan terdegradasi 45,43 juta hektar. Salah satu dari 65 DAS yang rusak tersebut adalah DAS Mahakam di propinsi Kalimantan Timur, sedangkan DAS Separi merupakan salah satu Sub DAS Mahakam.

Dampak negatif alih fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan di DAS Separi adalah terjadi peningkatan intensitas banjir di daerah hilir dari DAS Separi yakni daerah Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara pada pertengahan tahun 1998 (27 Juni 1998) dan kemudian berulang kembali kejadian banjir tersebut pada tahun 2002 (9 Januari 2002), tahun 2003 (15 Oktober 2003), tahun 2004 (14 Maret 2004), tahun 2005 (24 Oktober dan 20 Desember 2005), dan tahun 2006 (3 Mei 2006) dengan jumlah curah hujan 7 hari di atas 100 mm. Hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan (1995) di Sub DAS Citarik, Jawa Barat bahwa perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian (sawah) menjadi lahan industri dan perumahan selama periode tahun 1983 – 1994 (± 11 tahun) menyebabkan terjadinya lima kali banjir di daerah hilir. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Kurnia et al. (2001) di DAS Kaligarang, Semarang, Jawa Tengah bahwa perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan tegalan, dan lahan sawah menjadi lahan industri, perumahan maupun tegalan dari tahun 1981 – 2000 menyebabkan kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, serta menurunnya luas areal produksi pertanian di bagian hilir dari DAS tersebut. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir di daerah Separi tersebut adalah menurunnya pasokan bahan pangan (beras dan sayuran) ke kota Samarinda dan Balikpapan akibat kegagalan panen. Hal ini dikarenakan daerah Separi tersebut merupakan salah satu sentra produksi pertanian di propinsi Kalimantan Timur.


(24)

Untuk mengatasi bencana banjir dan kekeringan di DAS Separi secara cepat dan tepat, maka perlu disusun dan dikembangkan suatu model pendugaan banjir dan kekeringan berbasis karakteristik penggunaan lahan dan geomorfologi DAS. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pendugaan banjir dan kekeringan, serta penentuan komposisi luas penggunaan lahan yang optimal di DAS Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur dalam rangka pengendalian bencana banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan.

1.2. Tujuan

1. Merakit model pendugaan banjir dan kekeringan berdasarkan karakteristik tekstur tanah dan geomorfologi DAS di DAS Separi, kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi Kalimantan Timur.

2. Menentukan komposisi luas penggunaan lahan secara optimal dalam rangka penanggulangan banjir dan kekeringan, serta pengelolaan DAS Separi,

1.3. Keluaran

1. Model pendugaan banjir dan kekeringan sebagai alat bantu pengambil kebijakan (Decision Support System) dalam pengelolaan DAS dan mitigasi bencana banjir dan kekeringan,

2. Rekomendasi komposisi luas penggunaan lahan, serta kebijakan lainnya dalam pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan kondisi iklim, karakteristik tanah, dan penutupan lahan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan sumberdaya lahan yang melebihi dari daya dukungnya, seperti : alih fungsi penggunaan lahan dari hutan menjadi semak belukar maupun


(25)

tegalan, serta perubahan dari lahan sawah menjadi pemukiman di DAS Separi berdampak terhadap kerusakan tanah sehingga terjadi penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan terjadi peningkatan volume aliran permukaan. Dampak lanjutan akibat kerusakan tanah dan lahan pada DAS Separi adalah terjadi peningkatan intensitas banjir di daerah hilir dari DAS Separi yakni daerah Separi, kecamatan Tenggarong Seberang, kabupaten Kutai Kartanegara (Gambar 1). Dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir di bagian hilir dari DAS Separi sangat besar sekali yakni menurunnya pasokan bahan pangan (beras dan sayuran) ke kota Samarinda dan Balikpapan akibat kegagalan panen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian tentang pengaruh karakteristik lahan (faktor tutupan lahan dan tanah) dan geomorfologi DAS terhadap karakteristik unit hidrograf, dan penyusunan model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi. Hal ini dikarenakan kajian maupun penelitian yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air, serta pengelolaan DAS di DAS Separi, Kutai Kartanegara relatif masih sedikit, sehingga penelitian ini sangat diperlukan.

Sebenarnya perkembangan teknik komputasi untuk menduga besaran debit puncak dan waktu menuju debit puncak (unit hidrograf) sudah banyak dilakukan, seperti : model Nash (1957), TOPMODEL (Beven dan Kirkby, 1979), AGNPS (Young, et al., 1990), ANSWERS (Beasley, 1991), HEC HMS (USACE, 2000), SWAT (Neitsch et al., 2001), dan lainnya. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat digunakan dengan baik atau mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam menduga besaran debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Namun demikian model-model tersebut membutuhkan kelengkapan seri data yang tinggi, baik data iklim, tanah, topografi maupun jenis penggunaan lahan, dan masalah kelengkapan data inilah yang sering menjadi kendala dalam penggunaan model-model tersebut untuk DAS di


(26)

Indonesia. Untuk itu diperlukan penyusunan model pendugaan banjir dan kekeringan yang sederhana dengan tingkat akurasi yang tinggi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 27-J un-9 8 9-J an-0 2 17-J un-0 2 22-No v -02 7-J an-0 3 30-M ar -03 15-M ay -03 15-O c t-03 23-J an-0 4 14-M ar -04 24-No v -04 26-D ec -04 7-J an-0 5 22-O c t-05 20-D ec -05 3-M ay -06 Waktu D e b it P u n c a k (m 3/d e ti k ) 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 Cu ra h Hu ja n ( m m )

Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya

Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 27-J un-9 8 9-J an-0 2 17-J un-0 2 22-No v -02 7-J an-0 3 30-M ar -03 15-M ay -03 15-O c t-03 23-J an-0 4 14-M ar -04 24-No v -04 26-D ec -04 7-J an-0 5 22-O c t-05 20-D ec -05 3-M ay -06 Waktu D e b it P u n c a k (m 3/d e ti k ) 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 Cu ra h Hu ja n ( m m )

Debit Puncak Curah Hujan 7 Hari Sebelumnya

Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r Ba n ji r

Gambar 1. Hubungan antara jumlah curah hujan 7 hari sebelum kejadian dan debit puncak banjir di DAS Separi

Pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan berbasis karakteristik lahan (jenis tutupan lahan dan tanah) dan geomorfologi DAS sangat diperlukan dalam pengelolaan DAS Separi secara berkelanjutan. Penyusunan dan pengembangan model pendugaan banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) didasarkan pada dua model, yaitu : 1) pemodelan fungsi produksi yaitu perubahan dari curah hujan bruto menjadi curah hujan netto (curah hujan sisa) dan 2) pemodelan fungsi transfer yaitu perubahan dari curah hujan netto menjadi debit aliran permukaan langsung. Kedua model tersebut didasarkan pada hubungan antara faktor masukan (curah hujan) dan faktor sistem DAS (jenis tutupan lahan, karakteristik tanah, jaringan drainase, dan topografi) menurut ruang dan waktu terhadap terjadinya perubahan keluaran (unit hidrograf). Model ini bekerja dengan mengintegrasikan hubungan, yaitu : 1)


(27)

masukan (curah hujan) yang meliputi : intensitas hujan, lamanya waktu hujan, dan distribusi hujan, 2) sistem DAS yang meliputi : parameter tutupan atau penggunaan lahan (intersepsi), karakteristik tanah (struktur tanah, tekstur tanah, pori drainase, kadar air tanah, kedalaman efektif tanah, kandungan bahan organik, dan kapasitas infiltrasi tanah), dan karakteristik kerapatan jaringan drainase atau daya tampung DAS, dan 3) keluaran yakni debit aliran permukaan (debit puncak dan waktu menuju debit puncak). Dengan demikian setiap terjadinya perubahan masukan (intensitas hujan, lamanya waktu hujan, dan distribusi hujan) maupun sistem DAS seperti perubahan tutupan/penggunaan lahan (jenis tanaman, pola tanam, dan pengolahan tanah), maka model dapat mengintegrasikannya dalam simulasi unit hidrograf (debit puncak dan waktu menuju debit puncak). Diagram alir model pendugaan banjir dan kekeringan dapat dilihat pada Gambar 2.

Untuk pengembangan model pendugaan kekeringan (Gambar 2) didasarkan pada dua metode, yaitu : 1) kebutuhan air tanaman (neraca air lahan) metode Thornthwaite dan Mather (1957), dan 2) teknologi penginderaan jauh. Pendugaan kekeringan menurut analisis neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather (1957) didasarkan dari kekurangan atau defisit air tanaman yang terjadi pada saat stok air tanah (water storage) dibawah kadar air tanah kondisi titik layu permanen dan hal tersebut disebabkan curah hujan yang lebih rendah dibandingkan evapotranspirasi potensial (ETP). Pendugaan kekeringan dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh berdasarkan kombinasi antara tingkat kelembaban permukaan lahan (wetness index) dengan tingkat kehijauan tanaman (NDVI). Menurut Shofiyati dan Dwi Kuncoro (2007), bahwa kombinasi antara tingkat kelembaban permukaan lahan dengan tingkat kehijauan tanaman dari citra Landsat dapat digunakan secara efektif untuk memetakan tingkat kekeringan.


(28)

Pendugaan Banjir dan Kekeringan

MASUKAN Iklim :

Curah hujan, Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin, dan Radiasi Matahari

KELUARAN Unit Hidrograf :

• Debit Puncak

• Waktu Menuju Debit Puncak

• Produksi Air

SISTEM DAS

• Tutupan/Penggunaan Lahan

• Karakteristik Tanah

• Topografi (Panjang dan

Kemiringan Lereng)

• Kerapatan Jaringan Drainase

LUAR SISTEM DAS (HILIR)

• Tutupan/Penggunaan Lahan

• Karakteristik Tanah

• Topografi (Panjang dan

Kemiringan Lereng)

Potensi Sumberdaya Air

• Kebutuhan Air Tanaman

• Pola Tanam

Gambar 2. Diagram alir sistem aplikasi hubungan masukan – sistem – keluaran dalam model pendugaan banjir dan kekeringan


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Parameter Sistem DAS

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh topografi secara alami, sehingga semua air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir menuju ke suatu lokasi pembuangan (outlet). Menurut Dixon dan Easter (1986) dan Brooks et al. (1991) DAS merupakan suatu daerah (area) yang dibatasi secara topografi oleh punggung bukit dan air hujan yang jatuh di atasnya akan dialirkan melalui suatu sistem jaringan sungai sampai menuju titik pengukuran (outlet). Sebagai suatu sistem neraca air tertutup, DAS mempunyai fungsi untuk menampung masukan dari curah hujan dan mengalirkan keluaran sebagai debit aliran (Black, 1996). Menurut Chow (1964), siklus air merupakan suatu rangkaian proses peristiwa yang terjadi pada air dari saat air hujan jatuh ke permukaan bumi, dialirkan menjadi aliran permukaan ke badan-badan sungai hingga menguap ke udara, dan kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi (Gambar 3). Selanjutnya sebagian air hujan yang jatuh akan menguap melalui evaporasi sebelum jatuh di permukaan bumi, dan sebagian lainnya akan menjadi aliran permukaan (runoff) setelah diintersepsi oleh tanaman dan terinfiltrasi ke dalam tanah, serta mengalami perkolasi dan mengalir ke badan sungai/laut sebagai aliran bawah tanah (base flow).

Siklus air dan distribusi air hujan yang sampai dipermukaan bumi menurut Robinson dan Sivapalan (1996) merupakan proses perubahan air hujan menjadi aliran permukaan dan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1) fungsi produksi DAS yaitu perubahan dari curah hujan bruto menjadi curah hujan netto (curah hujan sisa), dan 2) fungsi transfer DAS yaitu perubahan dari curah hujan netto menjadi aliran permukaan langsung. Curah hujan bruto didefinisikan sebagai total jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebelum terjadinya


(30)

intersepsi dan infiltrasi. Untuk curah hujan netto (curah hujan sisa) didefinisikan sebagai jumlah air hujan yang mengalir melalui jaringan hidrologi, setelah terjadinya proses intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah jenuh. Hasil penelitian Heryani (2001) dan Sarjiman (2004) menyatakan bahwa pengujian model H2U (Hydrogramme Hydrograph Universale) dalam memprediksi debit aliran di sub-DAS Bunder, sub-DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki tingkat akurasi yang tinggi bila memasukkan parameter intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah.

Intersepsi

Infiltrasi langsung Aliran

permukaan

Aliran Bawah Permukaan

Perkolasi

Cadangan bawah tanah

Aliran Dasar Aliran Sungai

Evaporasi/ Evapotranspirasi Hujan

Langsung ke permukaan tanah

Simpanan permukaan tanah

Infiltrasi tertunda

Simpanan bawah permukaan tanah Jatuh

langsung

Gambar 3. Siklus hidrologi (Chow, 1964)

Intersepsi merupakan proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer


(31)

atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan dan atau jika melebihi kapasitas simpan vegetasi air hujan tersebut akan mengalir ke permukaan tanah (Asdak, 1995). Harahap (1998) menyatakan bahwa intersepsi merupakan selisih antara curah hujan yang sampai di puncak tajuk dengan curah hujan yang sampai di permukaan tanah, baik yang melalui tajuk maupun aliran batang.

Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas intersepsi, yaitu : 1) faktor vegetasi yang meliputi : total luas permukaan tanaman, sifat dan adsorpsi permukaan daun, dan kerapatan susunan daun, dan 2) faktor iklim yang meliputi : intensitas hujan, lamanya hujan, dan kecepatan angin. Menurut Asdak (1995), besarnya air hujan yang tertampung di permukaan tajuk, batang dan cabang vegetasi dinamakan kapasitas intersepsi dan sangat ditentukan oleh bentuk, kerapatan, dan tekstur dari vegetasi. Hasil penelitian Nuriman (1999) menunjukkan bahwa besarnya intersepsi tanaman berhubungan erat dengan tinggi curah hujan dan indek luas daun, dimana semakin tinggi nilai indeks luas daun maka akan semakin tinggi intersepsi tanaman. Dalam analisis fungsi produksi DAS yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektif, perhitungan kapasitas intersepsi tanaman didasarkan pada persamaan yang dikembangkan oleh Aston (1979:dalam De Roo et al., 1999). Hasil penelitian Heryani (2001) dan Sarjiman (2004) menunjukkan penggunaan persamaan intersepsi yang dikembangkan oleh Aston (1979:dalam De Roo et al., 1999) dalam analisis debit aliran permukaan di sub-DAS Bunder, DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki tingkat akurasi yang tinggi (F>70%).

Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan terjadi secara vertikal, serta merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari siklus air dalam menyerap, menampung, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh diatasnya. Secara umum besarnya kapasitas infiltrasi tanah mempunyai peranan yang


(32)

sangat besar dalam menurunkan besarnya debit aliran permukaan tanah dibandingkan parameter lainnya, seperti intersepsi tanaman. Menurut Arsyad (2000) laju infiltrasi merupakan banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah, sedangkan laju maksimum air dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi tanah, yaitu : karakteristik tanah (struktur, tekstur, kadar air tanah awal, ukuran pori, kedalaman lapisan kedap, surface sealing dan soil crusting) dan pengelolaan lahan (pola tanam, pemilihan jenis tanaman, pengmbalian bahan organik, dan pengolahan tanah) (Thierfelder, et al., 2002; Herawatiningsih, 2001; Mamedov, et al., 2000). Hasil penelitian Zhang dan Miller (1996) menyatakan bahwa meningkatnya stabilitas agregat tanah dengan pemberian Poliakrilamid (PAM) dan gipsum (CaSO4) pada tanah Ultisol lempung berpasir dapat

meningkatkan besarnya kapasitas infiltrasi sebesar 50 % dibandingkan dengan kontrol.

Hasil penelitian Mamedov dan Levy (2001) juga menyatakan bahwa tanah yang banyak didominasi oleh liat yang tinggi atau bertekstur liat mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih rendah (3,38 mm/jam) dibandingkan pada tanah bertekstur pasir berlempung (4,88 mm/jam) pada intensitas hujan yang tinggi (64 mm/jam), sedangkan pada intensitas hujan yang rendah (2 mm/jam) pada tanah bertekstur liat memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir berlempung yakni masing-masing sebesar 18,75 mm/jam dan 5,38 mm/jam. Selain itu, faktor terbentuknya surface sealing (terbentuknya lapisan tipis yang kedap di permukaan tanah) dan soil crusting (pemadatan tanah) menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatan volume aliran permukaan (Thierfelder, et al., 2002; Mamedov, et al., 2000; Zhang dan Miller, 1996). Menurut Zhang dan Miller


(33)

(1996) dan Le Bissonais (1996) terbentuknya surface sealing dan soil crusting disebabkan oleh dua prosses yang saling komplementer, yaitu : 1) dispersi kimia dan pergerakan partikel liat yang menyebabkan tertutupnya pori-pori tanah, serta terbentuknya lapisan kedap di bawah permukaan tanah, dan 2) disintegrasi fisik agregat tanah dan terjadinya pemadatan tanah yang disebabkan oleh energi kinetik hujan.

Faktor pengelolaan lahan, seperti : pengolahan tanah, pengembalian bahan organik kedalam tanah, pemilihan jenis tanaman, dan pola tanam juga sangat berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi tanah. Hasil penelitian Thierfelder et al. (2002) menyatakan bahwa pengelolaan lahan pada tanah Inceptisol (Oxic Dystropept) dengan rata-rata intensitas hujan sekitar 330 mm/jam pada perlakuan penanaman ubi kayu yang dirotasi dengan Brachiaria decumbens selama 3 tahun (tahun 1999 – 2001) memiliki kapasitas infiltrasi yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penanaman ubi kayu dengan pengolahan tanah minimum (minimum tillage), ubi kayu + Chamaecrista rotundifolia, ubi kayu secara monokultur, ubi kayu + kotoran ayam 4 ton/ha, ubi kayu ditanam secara intensif, ubi kayu + kotoran ayam 8 ton/ha, dan tanah dalam kondisi bera. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian Yusuf (1991) di daerah berlereng (kemiringan 9 – 10%) yang mana pemberian bahan organik kotoran ayam 10 ton/ha dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sekitar 4,06 % (1.030,40 mm/menit) dibandingkan kontrol/tanpa pemberian bahan organik (988,60 mm/menit) dan dapat menurunkan besarnya volume aliran permukaan (runoff) sebesar 18,71 % (181,60 liter) dibandingkan kontrol (223,40 liter). Selain itu, hasil penelitian Napitupulu (1998) dan Rukaiyyah (2001) juga menunjukkan bahwa pada tanah Entisol (Regosol Coklat Kekelabuan) yang bervegetasi (lahan pertanian yang diberakan dan ditumbuhi rumput-rumputan) dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 44% dan porositas total sekitar 58% mempunyai kapasitas


(34)

infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada tanah Mollisol (Rendzina) yang bervegetasi dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 36% dan porositas total sekitar 63% (Gambar 4). Demikian juga dengan kapasitas infiltrasi tanah Entisol tidak bervegatasi (lahan pertanian yang diberakan dan tidak ditumbuhi rumput-rumputan) dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 45% dan porositas total sekitar 55% yang lebih besar dibandingkan dengan pada tanah Mollisol tidak bervegetasi dengan kondisi kadar air tanah awal sekitar 30% dan porositas total sekitar 51% (Gambar 4). .

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

0 100 200 300 400

Waktu (Menit)

L

a

ju

In

fil

tra

s

i (

m

m

/m

e

nit

)

Regosol_Vegetasi Regosol_NonVegetasi Rendzina_Vegetasi Rendzina_Nonvegetasi

Gambar 4. Perbedaan laju infiltrasi pada jenis tanah dan penggunaan lahan yang berbeda (Napitupulu, 1998; Rukaiyyah, 2001)

Menurut Hakim et al. (1986) besarnya laju infiltrasi tidak hanya meningkatkan besarnya jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga dapat mengurangi besarnya bahaya banjir yang diakibatkan oleh besarnya aliran permukaan. Hasil penelitian Yanrilla (2001) juga menunjukkan bahwa jenis tutupan/penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap besarnya laju infiltrasi tanah, yang mana jenis tutupan lahan hutan alam memiliki laju infiltrasi yang lebih besar dibandingkan jenis tutupan lahan hutan Pinus, ladang


(35)

(jagung), dan lahan terbuka (Gambar 5). Hal ini juga didukung hasil penelitian Arianti (1999) yang menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan hutan alam mempunyai laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada jenis tutupan lahan tegalan (pertanaman jagung)

0 1 2 3 4 5 6

0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (menit)

L

a

ju

I

n

filt

ra

si

(

c

m/menit

)

Lahan Terbuka Ladang (jagung) Hutan Pinus Hutan Alam

Gambar 5. Perbedaan laju infiltrasi pada berbagai jenis tutupan/penggunaan lahan (Yanrilla, 2001)

Selanjutnya analisis fungsi produksi DAS yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektif, yang mana untuk perhitungan kapasitas infiltrasi tanah didasarkan pada persamaan Horton (1940:dalam Bedient dan Huber, 1992). Persamaan infiltrasi menurut model Horton tersebut telah banyak digunakan dalam analisis simulasi debit aliran permukaan (pemodelan hidrologi), seperti : HYSIM (Manley, 2006), MARINE (Estupina-Borrell et al., 2006), dan SWMM (Huber and Dickinson, 1988:dalam Rossman, 2004). Hal ini dikarenakan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam pendugaan banjir (debit puncak aliran permukaan dan waktu respon) memiliki hasil yang lebih baik dan lebih konsisten untuk beberapa kejadian banjir dibandingkan dengan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Philip (1957: dalam Bedient dan


(36)

Huber, 1992) dan SCS (1972: dalam Chahinian et al., 2004) dalam pendugaan banjir (Chahinian et al., 2004). Selain itu, hasil penelitian Chahinian et al. (2004) menunjukkan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Horton dalam pendugaan banjir tidak lebih baik dibandingkan dengan penggunaan persamaan infiltrasi menurut model Morel-Seytoux (1978: dalam Chahinian et al., 2004) dalam pendugaan banjir. Persamaan infiltrasi tanah model Morel-Seytoux tersebut merupakan modifikasi dari model Green dan Ampt (1911: dalam Chahinian et al., 2004). Hal ini didukung dari hasil penelitian Heryani (2001) dan Sarjiman (2004) menunjukkan penggunaan persamaan infiltrasi tanah menurut model Horton (1940:dalam Bedient dan Huber, 1992) dalam analisis debit aliran permukaan di sub-DAS Bunder, DAS Oyo, Kretek, Yogyakarta memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

2.2. Banjir dan Kekeringan

Pemanfaatan sumberdaya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan klas kemampuannya, telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang sampai saat ini belum dapat teratasi adalah degradasi/kerusakan lahan di daerah aliran sungai (DAS). Degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya kegunaan suatu lahan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan manusia. Degradasi lahan menurut Lal (1994) disebabkan oleh kemerosotan sifat fisik (erosi dan pemadatan tanah) dan sifat kimia tanah (penurunan tingkat kesuburan, keracunan dan pemasaman tanah). Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi lahan menurut Oldeman (1994) adalah 1) pembukaan lahan dan penebangan kayu secara berlebihan (deforestration), 2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (over grazing), dan 3) aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida


(37)

secara berlebihan. Barrow (1991) juga menyatakan bahwa degradasi lahan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) bahaya alami, 2) meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan dan intensitas penggunaan lahan, 3) kemiskinan, 4) masalah kepemilikan lahan, 5) kestabilan politik dan kesalahan administratif, 6) aspek sosial dan ekonomi, 7) penerapan teknologi yang tidak tepat, dan 8) pertambangan. Degradasi lahan tersebut berdampak terhadap kerusakan DAS dan kerusakan tersebut semakin lama semakin meningkat setiap tahunnya. Indikatornya adalah pada tahun 1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas sekitar 9,69 juta hektar dan kemudian meningkat pada tahun 1994 menjadi 39 DAS kritis dengan luas sekitar 12,52 juta hektar, dan tahun 2000 meningkat lagi menjadi 42 DAS kritis dengan luas sekitar 23,71 juta hektar (DITJEN RRL, 2001).

DAS sebagai suatu sistem neraca air tertutup yang mempunyai fungsi untuk menampung masukan (curah hujan) dan mengalirkan keluaran (debit), maka setiap terjadinya suatu perubahan terhadap masukan (curah hujan) dan sistem (penggunaan lahan dan jenis tanah) akan menyebabkan perubahan pada keluaran (unit hidrograf). Berkaitan dengan degradasi lahan dalam suatu sistem DAS, maka dampak langsung yang dapat dilihat adalah banjir dan kekeringan, sedimentasi, tanah longsor, dan penurunan kualitas air.

Banjir dan kekeringan merupakan suatu fenomena alam dimana sistem DAS tidak dapat menyerap, menyimpan dan mendistribusikan secara optimal terjadinya perubahan masukan (curah hujan), sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan debit puncak dan memperpendek waktu menuju debit puncak (banjir), dan dampak lanjutannya adalah tambahan cadangan air tanah (recharging) pada musim hujan menjadi sangat terbatas, sehingga suplai produksi air dimusim kemarau menjadi rendah (kekeringan). Banjir merupakan suatu peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai.


(38)

Genangan adalah peristiwa manakala suatu daerah dipenuhi air karena tidak ada drainase yang mengatuskan air keluar dari daerah tersebut. Kekeringan merupakan suatu peristiwa manakala jumlah curah hujan dibawah kondisi normal sehingga terjadi penurunan produksi air untuk keperluan tanaman dan domestik.

Irianto (2003) mengemukakan tentang sistem peringatan dini tentang banjir dan pada prinsipnya sistem tersebut dapat menginformasikan lebih awal tentang besaran (magnitude) banjir (debit puncak dan waktu menuju debit puncak) yang mungkin terjadi dan waktu evakuasi korban memadai sehingga resiko yang dapat ditimbulkan dapat diminimalkan. Sistem peringatan dini tentang banjir di Indonesia sangat penting, karena 1) intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara tiba-tiba atau yang dikenal sebagai banjir bandang (flash flood) dan 2) hujan besar umumnya terjadi pada sore sampai malam hari sebagai akibat proses orografis sehingga terjadinya banjir umumnya terjadi malam hari (Irianto, 2003).

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kekeringan, yaitu : 1) perubahan iklim, yaitu kekeringan sebagai dampak dari perubahan iklim, dimana kondisi musim kemarau (dry season) berhubungan dengan penurunan curah hujan di bawah normal, 2) kerusakan DAS, yaitu kekeringan sebagai dampak dari menurunnya produksi air pada musim kemarau akibat DAS tidak mampu menyerap, menyimpan dan mendistribusikan air, sehingga kedua faktor tersebut berdampak lanjutan terhadap ketersediaan air untuk tanaman. Menurut Pasandaran dan Hermanto (1997:dalam Shofiyati et al., 2002) bahwa kekeringan yang melanda sebagian wilayah Indonesia terjadi secara periodik. Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1975 – 1999, kejadian kekeringan yang melanda sebagian Indonesia terjadi setiap 5 tahun (tahun 1975-1987), dan pada periode tahun 1987-1999 kejadian kekeringan terjadi setia 3-4 tahun (Pramudia, 2002). Penanggulangan dampak kekeringan dapat dilakukan melalui dua pendekatan,


(39)

yaitu : 1) memperbaiki dan mengelola DAS dalam rangka meningkatkan fungsi DAS dalam menyerap dan menyimpan kelebihan air di musim hujan dan mendistribusikannya di musim kemarau, dan 2) memilih komoditas yang sesuai dengan tingkat ketersediaan air.

Untuk meningkatkan tingkat keakuratan dan kecepatan dalam pendugaan kekeringan, maka banyak ahli yang menduga dan memantau wilayah rawan kekeringan dengan menggunakan teknologi citra satelit. Thiruvengadachari et al. (1991:dalam Shofiyati et al., 2002) memantau kekeringan di India menggunakan citra NOAA AVHRR dua mingguan. Selain itu, hasil penelitian Liu dan Kogan (1996), Bayarjarga, et al. (2000), dan Shofiyati et al. (2002), penggunaan teknologi citra NOAA AVHRR dapat digunakan untuk memantau kekeringan di Brazil, Gobi dan Gurun Steepe (Mongolia), dan DAS Brantas, Jawa Timur (Indonesia). Selain itu, Anderson et al. (2007) menunjukkan bahwa kesehatan vegetasi yang digambarkan oleh indeks vegetasi dan temperatur permukaan lahan dari hasil analisis citra Landsat 7 dapat digunakan untuk memprediksi dan memetakan kekeringan.

2.3. Perkembangan Teknik Komputasi Unit Hidrograf

Ada dua besaran (magnitude) penting yang harus dikomputasi secara akurat dalam analisis unit hidrograf, yaitu : debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Debit puncak berkaitan erat dengan tingkat bahaya/resiko banjir yang terjadi, dan waktu menuju debit puncak sangat menentukan lamanya waktu untuk evakuasi korban. Berdasarkan ilustrasi tentang analisis banjir dan besaran pencirinya, maka kemampuan analisis sistem hidrologi dalam pemodelan debit puncak dan waktu menuju debit puncak menentukan akurasi dan presisi dalam penanggulangan banjir. Kedua besaran tersebut secara faktual merupakan respon hidrologis wadah (sistem) DAS untuk setiap perubahan masukan.


(40)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghasilkan metode dan teknik analisis yang representative, transferable dan operational dalam komputasi debit puncak dan waktu menuju debit puncak. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa ada dua aliran yang berkembang sangat pesat dalam pemodelan unit hidrograf (debit puncak dan waktu menuju debit puncak), yaitu : 1) model deterministik (deterministic model) yang dirancang berdasarkan kaidah dan hukum-hukum fisika yang sifatnya permanen dan transferable, dan 2) model stokastik (stochastic model) yang ditetapkan berdasarkan hubungan input dan output secara local. Model stokastik ini berkembang mulai dari model memori jangka pendek (short memory models), seperti : proses autoregresi (autoregressive processes), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average) dan model memori jangka panjang (long memory models), seperti : proses discrete fractional Gaussian noise (dfGn), fast fractional Gaussian noise (ffGn), filtered fractional noise, dan broken-line (Haan, et al., 1982). Untuk model deterministik berkembang dari model yang sederhana, seperti model Nash (1957), model CREAMS (1972), TOPMODEL (Beven dan Kirkby, 1979), AGNPS (Young et al., 1990), IHACRES (Jakeman et al., 1990), model ANSWERS (Beasley, 1991), HEC HMS (USACE, 2000), SWAT (Neitsch et al., 2000), HYSIM (Manley, 2006), MARINE (Estupina-Borrell et al., 2006), dan SWMM (Huber and Dickinson, 1988:dalam Rossman, 2004), dan model fraktal yang dikembangkan oleh Mandelbrot (1977:dalam Liu, 1992).

Untuk pemodelan hujan-limpasan dengan analisis fraktal jaringan hidrologi, maka ada satu hal yang sangat menarik tentang hubungan antara respon hidrologi DAS (fraction) dengan karakteristik fraktal. Hasil penelitian Irianto et al. (2001) menunjukkan bahwa respon hidrologi DAS merupakan fungsi kerapatan peluang (pdf) dari DAS berorder satu (fungsi fraktalnya). Kelebihan penggunaan analisis fraktal jaringan hidrologi untuk pendugaan banjir (debit


(41)

puncak dan waktu menuju debit puncak) secara sistematis mampu menggambarkan transfer air hujan menjadi aliran permukaan melalui jaringan hidrologi sampai menuju outlet (Irianto, 2003). Hasil penelitian Irianto (2003) menunjukkan bahwa analisis fraktal jaringan hidrologi dapat digunakan dengan baik atau memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam mensimulasi debit puncak dan waktu menuju debit puncak di DAS Kripik.


(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang memiliki luas 23.366,26 Ha (233,66 km2) dan terletak pada koordinat di antara 00o03’ – 00o38’ LS dan 117o08’ – 117o31’ BT (Gambar 6). Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2005 – Juni 2006, yang mana pada bulan Januari – Juli 2005 pengumpulan data sekunder (iklim, debit, dan lainnya), bulan Agustus – Desember 2005 pembuatan dan pengujian alat AWLR, dan bulan Januari – Juni 2006 dilaksanakan pengamatan lapang. Pembuatan dan pengujian alat AWLR dibantu tenaga teknisi dari Workshop Instrumentasi GEOMET, IPB.


(43)

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan di DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur didasarkan pada beberapa tahapan, yaitu : 1) pengumpulan data, 2) analisis data yang meliputi : a) pengembangan model pendugaan banjir (penentuan parameter model, pengembangan model pendugaan banjir, dan pengujian model), dan b) pengujian model kekeringan, 3) uji akurasi model banjir, dan 4) penerapan/simulasi model banjir (Gambar 7).

Untuk pengembangan model pendugaan banjir di DAS Separi dan untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik tanah khususnya kelas tekstur tanah terhadap karakteristik unit hidrograf (debit), maka dilakukan pengamatan pada tiga Sub DAS yang dipengaruhi oleh kelas tekstur tanah, yaitu : tekstur tanah pasir, lempung, dan liat. Selanjutnya dari hasil pengukuran curah hujan dan debit air per 6 menit, serta laju infiltrasi pada tiga Sub DAS tersebut akan digunakan untuk membuat model pendugaan banjir di DAS Separi.

3.2.1. Pengumpulan Data

Untuk mendukung pengembangan model pendugaan banjir dan kekeringan berdasarkan Gambar 7, maka ada beberapa jenis dan metode pengumpulan data. Jenis dan metode pengumpulan data primer maupun sekunder pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik tanah terhadap respon hidrologis (karakteristik unit hidrograf), maka dilakukan pemasangan alat AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada tiga Sub DAS Separi. Penentuan ketiga Sub DAS Separi tersebut didasarkan pada kelas tekstur tanah, yakni : 1) Sub DAS Separi 1 (DAS Usup) merupakan Sub DAS yang didominasi oleh tanah bertekstur liat (pasir 21%, debu 39%, dan liat 40%), 2) Sub DAS Separi 2 (DAS


(1)

Mather (1957) pada masing-masing Satuan Peta Tanah (SPT) di DAS

Separi

Waktu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Jan-02 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77

Feb-02 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78

Mar-02 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48

Apr-02 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97

Mei-02 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18

Jun-02 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69

Jul-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-02 -2,67 -4,35 -4,68 -28,71 0,00 -11,52 -22,20 -13,47 -2,76 -21,99 0,00 0,00 0,00 0,00

Sep-02 0,00 0,00 -0,32 -24,35 0,00 -7,16 -17,84 -9,11 0,00 -17,63 0,00 0,00 0,00 0,00

Okt-02 -11,84 -13,52 -13,85 -37,88 -6,38 -20,69 -31,37 -22,64 -11,93 -31,16 0,00 0,00 0,00 -4,22

Nop-02 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34

Des-02 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52

Jan-03 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83

Feb-03 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64

Mar-03 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28

Apr-03 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80

Mei-03 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87

Jun-03 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96

Jul-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Okt-03 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30

Nop-03 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80

Des-03 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76

Jan-04 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07

Feb-04 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72

Mar-04 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93

Apr-04 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78

Mei-04 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34

Jun-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jul-04 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33

Agust-04 -4,45 -6,13 -6,46 -30,49 0,00 -13,30 -23,98 -15,25 -4,54 -23,77 0,00 0,00 0,00 0,00

Sep-04 0,00 0,00 0,00 -6,66 0,00 0,00 -0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Okt-04 -59,77 -61,45 -61,78 -85,81 -54,31 -68,62 -79,30 -70,57 -59,86 -79,09 0,00 0,00 0,00 -52,15

Nop-04 0,00 0,00 0,00 -11,25 0,00 0,00 -4,74 0,00 0,00 -4,53 0,00 0,00 0,00 0,00

Des-04 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82

Jan-05 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52

Feb-05 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19

Mar-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Apr-05 -0,61 -2,29 -2,62 -26,65 0,00 -9,46 -20,14 -11,41 -0,70 -19,93 0,00 0,00 0,00 0,00

Mei-05 0,00 0,00 0,00 -16,98 0,00 0,00 -10,47 -1,74 0,00 -10,26 0,00 0,00 0,00 0,00

Jun-05 0,00 0,00 0,00 -23,10 0,00 -5,91 -16,59 -7,86 0,00 -16,38 0,00 0,00 0,00 0,00

Jul-05 -5,62 -7,30 -7,63 -31,66 -0,16 -14,47 -25,15 -16,42 -5,71 -24,94 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-05 -15,18 -16,86 -17,19 -41,22 -9,72 -24,03 -34,71 -25,98 -15,27 -34,50 0,00 0,00 0,00 -7,56

Sep-05 -72,73 -74,41 -74,74 -98,77 -67,27 -81,58 -92,26 -83,53 -72,82 -92,05 -2,23 0,00 -11,83 -65,11

Okt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Nop-05 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96

Des-05 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 Satuan Peta Tanah (SPT)


(2)

Lanjutan Tabel 8.

Waktu

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Jan-02 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77

Feb-02 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78

Mar-02 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48

Apr-02 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97

Mei-02 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18

Jun-02 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69

Jul-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-02 0,00 0,00 0,00 -4,23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -16,89 -38,07

Sep-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -12,53 -33,71

Okt-02 0,00 0,00 0,00 -13,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -26,06 -47,24

Nop-02 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34

Des-02 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52

Jan-03 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83

Feb-03 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64

Mar-03 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28

Apr-03 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80

Mei-03 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87

Jun-03 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96

Jul-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Agust-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -1,56

Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Okt-03 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30

Nop-03 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80

Des-03 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76

Jan-04 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07

Feb-04 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72

Mar-04 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93

Apr-04 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78

Mei-04 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34

Jun-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Jul-04 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33

Agust-04 0,00 0,00 0,00 -6,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -18,67 -39,85

Sep-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -16,02

Okt-04 -9,59 -10,11 -31,45 -61,33 -33,43 -25,27 0,00 -30,31 -14,95 -33,67 0,00 -73,99 -95,17

Nop-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -20,61

Des-04 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82

Jan-05 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52

Feb-05 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19

Mar-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,95

Apr-05 0,00 0,00 0,00 -2,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -14,83 -36,01

Mei-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -5,16 -26,34

Jun-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -11,28 -32,46

Jul-05 0,00 0,00 0,00 -7,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -19,84 -41,02

Agust-05 0,00 0,00 0,00 -16,74 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -29,40 -50,58

Sep-05 -22,55 -23,08 -44,41 -74,29 -46,39 -38,23 0,00 -43,27 -27,91 -46,63 -6,43 -86,95 -108,13

Okt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Nop-05 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96

Des-05 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97


(3)

kelas tekstur tanah di DAS Separi

Liat Lempung Pasir

Kapasitas Lapang (mm) 236,24 183,52 185,78

Titik Layu Permanen (mm) 80,80 58,62 59,20

Stok Air Tanah (mm) 155,44 124,89 126,58

Kedalaman perakaran (cm) 60 60 60 Waktu Hujan ETo (CH - ETo) APWL

(mm) (mm) (mm) (mm) Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir

Nop-01 248,62 94,00 154,62 0,00 154,62 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 94,00 94,00 94,00 Des-01 207,81 94,96 112,85 0,00 155,44 124,89 108,43 0,82 0,00 0,00 94,96 94,96 94,96

Jan-02 231,25 98,48 132,77 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,48 98,48 98,48

Feb-02 118,19 95,41 22,78 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 95,41 95,41 95,41

Mar-02 299,17 96,69 202,48 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 96,69 96,69 96,69

Apr-02 147,32 98,35 48,97 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,35 98,35 98,35

Mei-02 137,28 98,09 39,18 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,09 98,09 98,09

Jun-02 208,13 83,44 124,69 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 83,44 83,44 83,44

Jul-02 65,90 103,73 -37,83 -37,83 117,61 87,06 70,59 -37,83 -37,83 -37,83 65,90 65,90 65,90 Agust-02 44,70 105,24 -60,54 -98,37 57,07 26,52 10,05 -60,54 -60,54 -60,54 44,70 44,70 44,70

Sep-02 98,37 94,01 4,36 0,00 61,43 30,88 14,42 4,36 4,36 4,36 94,01 94,01 94,01

Okt-02 93,38 106,90 -13,53 -13,53 47,90 17,35 0,89 -13,53 -13,53 -13,53 93,38 93,38 93,38

Nop-02 243,56 83,68 159,88 0,00 155,44 124,89 108,43 107,54 107,54 107,54 83,68 83,68 83,68

Des-02 136,83 101,31 35,52 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 101,31 101,31 101,31

Jan-03 353,93 94,10 259,83 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 94,10 94,10 94,10

Feb-03 168,84 98,19 70,64 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,19 98,19 98,19

Mar-03 202,12 104,84 97,28 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 104,84 104,84 104,84

Apr-03 319,23 93,42 225,80 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,42 93,42 93,42

Mei-03 219,94 93,06 126,87 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,06 93,06 93,06

Jun-03 105,07 89,10 15,96 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 89,10 89,10 89,10

Jul-03 64,55 93,10 -28,55 -28,55 126,89 96,34 79,88 -28,55 -28,55 -28,55 64,55 64,55 64,55 Agust-03 66,46 99,77 -33,31 -61,86 93,58 63,03 46,57 -33,31 -33,31 -33,31 66,46 66,46 66,46

Sep-03 133,07 90,48 42,59 0,00 136,17 105,62 89,16 42,59 42,59 42,59 90,48 90,48 90,48

Okt-03 221,17 98,60 122,57 0,00 155,44 124,89 108,43 19,27 19,27 19,27 98,60 98,60 98,60

Nop-03 132,03 88,23 43,80 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 88,23 88,23 88,23

Des-03 231,41 83,65 147,76 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 83,65 83,65 83,65

Jan-04 233,92 93,85 140,07 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 93,85 93,85 93,85

Feb-04 288,02 86,29 201,72 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 86,29 86,29 86,29

Mar-04 284,47 98,54 185,93 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 98,54 98,54 98,54

Apr-04 236,06 91,28 144,78 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 91,28 91,28 91,28

Mei-04 165,75 90,40 75,34 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 90,40 90,40 90,40

Jun-04 80,54 87,19 -6,65 -6,65 148,79 118,24 101,78 -6,65 -6,65 -6,65 80,54 80,54 80,54

Jul-04 135,40 80,41 54,98 0,00 155,44 124,89 108,43 6,65 6,65 6,65 80,41 80,41 80,41

Agust-04 1,63 101,78 -100,15 -100,15 55,29 24,75 8,28 -100,15 -100,15 -100,15 1,63 1,63 1,63

Sep-04 114,80 90,97 23,83 0,00 79,12 48,58 32,11 23,83 23,83 23,83 90,97 90,97 90,97

Okt-04 20,03 99,19 -79,15 -79,15 -0,03 -30,58 -47,04 -79,15 -79,15 -79,15 20,03 20,03 20,03

Nop-04 160,83 86,27 74,56 0,00 74,53 43,98 27,52 74,56 74,56 74,56 86,27 86,27 86,27

Des-04 268,57 82,85 185,73 0,00 155,44 124,89 108,43 80,91 80,91 80,91 82,85 82,85 82,85

Jan-05 168,42 86,90 81,52 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 86,90 86,90 86,90

Feb-05 99,01 97,82 1,19 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 97,82 97,82 97,82

Mar-05 51,65 112,90 -61,25 -61,25 94,19 63,64 47,18 -61,25 -61,25 -61,25 51,65 51,65 51,65

Apr-05 54,05 89,12 -35,06 -96,31 59,13 28,58 12,12 -35,06 -35,06 -35,06 54,05 54,05 54,05

Mei-05 93,60 83,93 9,67 0,00 68,80 38,25 21,79 9,67 9,67 9,67 83,93 83,93 83,93

Jun-05 72,36 78,48 -6,12 -6,12 62,68 32,13 15,67 -6,12 -6,12 -6,12 72,36 72,36 72,36

Jul-05 74,39 82,95 -8,56 -14,68 54,12 23,58 7,11 -8,56 -8,56 -8,56 74,39 74,39 74,39

Agust-05 83,82 93,39 -9,57 -24,24 44,56 14,01 -2,45 -9,57 -9,57 -9,57 83,82 83,82 83,82

Sep-05 34,19 91,74 -57,55 -81,80 -13,00 -43,54 -60,01 -57,55 -57,55 -57,55 34,19 34,19 34,19 Okt-05 240,08 84,56 155,52 0,00 142,52 111,97 95,51 155,52 155,52 155,52 84,56 84,56 84,56

Nop-05 157,91 75,03 82,87 0,00 155,44 124,89 108,43 12,92 12,92 12,92 75,03 75,03 75,03

Des-05 334,11 74,14 259,97 0,00 155,44 124,89 108,43 0,00 0,00 0,00 74,14 74,14 74,14

Keterangan : S = Surplus air, D = Defisit air, dan 0 = Stok air tanah masih mencukupi kebutuhan tanaman


(4)

Lanjutan Tabel 9.

Waktu

Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Liat Lempung Pasir Nop-01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 29,72 46,19 0,00 29,72 46,19

Des-01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 112,03 112,85 112,85 112,03 112,85 112,85

Jan-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 132,77 S S S Feb-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 22,78 S S S Mar-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 202,48 S S S Apr-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 48,97 S S S Mei-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 39,18 S S S Jun-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 124,69 S S S Jul-02 37,83 37,83 37,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Agust-02 60,54 60,54 60,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Sep-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Okt-02 13,53 13,53 13,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Nop-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 S S S Des-02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 35,52 S S S Jan-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 259,83 S S S Feb-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 70,64 S S S Mar-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 97,28 S S S Apr-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 225,80 S S S Mei-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 126,87 S S S Jun-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 15,96 S S S Jul-03 28,55 28,55 28,55 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Agust-03 33,31 33,31 33,31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Sep-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Okt-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 103,30 S S S Nop-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 43,80 S S S Des-03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 147,76 S S S Jan-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 140,07 S S S Feb-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 201,72 S S S Mar-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 185,93 S S S Apr-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 144,78 S S S Mei-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 75,34 S S S Jun-04 6,65 6,65 6,65 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Jul-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 48,33 S S S Agust-04 100,15 100,15 100,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Sep-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Okt-04 79,15 79,15 79,15 -0,03 -30,58 -47,04 0,00 0,00 0,00 -0,03 -30,58 -47,04 D D D Nop-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Des-04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 104,82 S S S Jan-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 81,52 S S S Feb-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 S S S Mar-05 61,25 61,25 61,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Apr-05 35,06 35,06 35,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Mei-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Jun-05 6,12 6,12 6,12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Jul-05 8,56 8,56 8,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Agust-05 9,57 9,57 9,57 0,00 0,00 -2,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -2,45 0 0 D Sep-05 57,55 57,55 57,55 -13,00 -43,54 -60,01 0,00 0,00 0,00 -13,00 -43,54 -60,01 D D D Okt-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 Nop-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 69,96 S S S Des-05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 259,97 S S S Defisit Fitting (mm) Surplus (mm) Defisit/Surplus Fitt. (mm) Defisit/Surplus Defisit (mm)


(5)

temperatur permukaan lahan pada masing-masing vegetasi dan tekstur

tanah di DAS Separi

Jenis Penggunaan

Lahan dan Tekstur Tanah 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02 03/04/02 21/05/02 08/07/02 10/09/02

Hutan + Lempung

0,47

0,38

0,38

-0,01

-6,53

-3,16

-1,94

18,31

28

30

30

30

Semak Belukar + Liat

0,43

0,36

0,33

-0,06

-6,96

-1,50

-5,97

19,05

28

30

31

31

Semak Belukar + Lempung

0,40

0,37

0,36

-0,04

-8,63

-2,49

-1,66

17,77

28

30

31

31

Kebun/Ladang + Liat

0,43

0,38

0,30

-0,13

-7,01

-5,69

-12,89

-5,31

26

30

32

33

Kebun/Ladang + Lempung

0,25

0,37

0,30

-0,15

-10,42

-3,58

-5,32

-12,18

27

30

32

33

Sawah + Lempung

0,31

0,12

0,10

-0,18

-17,16 -31,52

-5,32

-21,67

27

31

32

33

Indeks Vegetasi (NDVI)

Indeks Kelembaban

Temperatur (

o

C)

Tabel 11. Identifikasi tingkat kekeringan tanaman di DAS Separi

Jenis Penggunaan

Lahan dan Tekstur Tanah

03/04/02

21/05/02

08/07/02

10/09/02

Hutan + Lempung

Tidak Kering

Tidak Kering

Tidak Kering

Kurang Kering

Semak Belukar + Liat

Tidak Kering

Tidak Kering

Tidak Kering

Kurang Kering

Semak Belukar + Lempung

Tidak Kering

Tidak Kering

Tidak Kering

Kurang Kering

Kebun/Ladang + Liat

Tidak Kering

Tidak Kering

Tidak Kering

Kering

Kebun/Ladang + Lempung

Tidak Kering

Tidak Kering

Tidak Kering

Kering

Sawah + Lempung

Tidak Kering

Kering

Kurang Kering

Sangat Kering


(6)

INDEKS

AGNPS =

Agricultural Non Point Source Pollution Model

ANSWERS =

Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response

Simulation

ARMA =

Autoregressive Moving Average

ARIMA =

Autoregressive Integrated Moving Average

AWS =

Automatic Weather Station

AWLR =

Automatic Water Level Recorder

BAKOSURTANAL = Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

BALITKLIMAT = Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

BALITTANAH = Balai Penelitian Tanah

BIOTROP =

Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology

BMSF =

Biological Management and Soil Fertility

BPTP = Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

CREAMS =

Chemical Runoff, and Erosion from Agricultural Management Systems

DAS = Daerah Aliran Sungai

DITJEN RRL = Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan

ETP = Evapotranspirasi Potensial

ETA = Evapotranspirasi Aktual

GEOMET = Geofisika dan Meteorologi

HEC HMS =

Hydrologic Engineering Center Hydrologic Modeling System

HYSIM =

Hydrologic Simulation Model

ICRAF =

International Center for Research in Agroforestry

IPB = Institut Pertanian Bogor

KL = Kapasitas Lapang

LAI =

Leaf Area Index

LAPAN = Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

LITBANG = Penelitian dan Pengembangan

MARINE =

Model of Anticipation

of Runoff and INondations for Extrem

NDVI =

Normalized Difference Vegetation Index

NOAA AVHRR =

National Oceanographic and Atmospheric Administration

Advanced Very High Resolution Radiometer

PAATP = Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif

pdf =

probability density function

PSL = Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PUSLITTANAK = Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

SIG = Sistem Informasi Geografis

SPT = Satuan Peta Tanah

SWAT =

Soil and Water Assessment Tool

SWMM =

The Storm Water Management Model

TLP = Titik Layu Permanen

TOPMODEL =

Topographically and Phisically Based Variable Contributions Area

Model

USACE = US Army Corps of Engineers

ZAE = Zona Agro Ekolologi