Sub DAS Separi-Usup Sub DAS Separi-Soyi Sub DAS Separi-Badin

B. Sub DAS Separi-Usup

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 Panjang Lintasan m pdf A. DAS Separi 0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035 0,0040 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 Panjang Lintasan m pd f

C. Sub DAS Separi-Soyi

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 Panjang Lintasan m pd f

D. Sub DAS Separi-Badin

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 Panjang Lintasan m pd f Gambar 27. Kurva fungsi kerapatan peluang pdf untuk a DAS Separi, b Sub DAS Separi-Usup, c Sub DAS Separi-Soyi, dan d Sub DAS Separi-Badin 85 Untuk Sub DAS Separi-Badin yang memiliki rata-rata panjang sungai dari order 1 sampai ke outlet adalah 0,74 km 738,89 m dengan waktu respon antara 2,1 sampai 2,8 jam dan kecepatan aliran air rata-rata 0,07 m per detik memiliki nilai fungsi kerapatan peluang pdf tertinggi 0,020 yang terletak pada sungai yang memiliki panjang sungai antara 343 – 369 m Gambar 27d. Parameterisasi model fungsi kerapatan peluang pdf pada Gambar 27 digunakan dalam pemodelan fungsi transfer yakni simulasi debit aliran permukaan yang merupakan hasil proses konvolusi antara curah hujan efektif dengan fungsi kerapatan peluang pdf dan luas DAS. Secara umum berdasarkan bentuk kurva hubungan fungsi kerapatan peluang dengan panjang sungai yang relatif normal Gambar 27a akan mempunyai potensi banjir relatif kecil di DAS Separi. Hal ini berbeda sekali dengan bentuk kurva hubungan fungsi kerapatan peluang dengan panjang sungai Sub DAS Separi-Badin, Sub DAS Separi-Usup, dan Sub DAS Separi-Soyi yang lebih condong ke kiri Gambar 27b, 27c, dan 27d akan menghasilkan potensi banjir atau meningkatnya debit puncak dan mempercepat waktu menuju debit puncak yang lebih tinggi. Hasil analisis simulasi pendugaan banjir debit puncak dan waktu menuju debit puncak dengan menggunakan 3 metode perhitungan curah hujan efektif metode A, B, dan C pada ketiga Sub DAS, yaitu : Sub DAS Separi-Usup, Sub DAS Separi-Soyi, dan Sub DAS Separi-Badin menunjukkan bahwa hasil simulasi memiliki kemiripan atau tingkat akurasi yang cukup tinggi α=5 antara debit puncak dan waktu menuju debit puncak aliran permukaan antara hasil pengukuran dengan hasil simulasi, kecuali debit puncak aliran permukaan hasil simulasi pada Sub DAS Separi-Usup dan Sub DAS Separi-Badin Tabel 18. 86 Berdasarkan Tabel 18, debit puncak dan waktu menuju debit puncak rata- rata hasil simulasi dengan menggunakan metode A dan B untuk Sub DAS Separi-Usup yang didominasi tekstur tanah liat memiliki hasil yang sama α=5, kecuali penggunaan metode C yang memiliki nilai lebih tinggi over estimate 30 atau hasil yang berbeda dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji akurasi dengan menggunakan kriteria Nash dan Sutcliffe, yang mana pendugaan banjir dengan menggunakan metode A secara konsisten dapat digunakan untuk menduga debit puncak dan waktu menuju debit puncak dengan tingkat akurasi yang tinggi F rata-rata=96 dibandingkan dengan menggunakan metode B F rata-rata=81 dan metode C F rata- rata=45 di Sub DAS Separi-Usup Gambar 28. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan banjir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode C persamaan 40 kurang mampu menduga debit puncak aliran permukaan untuk Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat. Tabel 18. Debit puncak Qp dan waktu menuju debit puncak tp hasil pengukuran dengan simulasi dari 3 metode untuk ketiga Sub DAS Episode Hujan Q p tp Q p tp Q p tp Q p tp m 3 detik jam m 3 detik jam m 3 detik jam m 3 detik jam 08-Apr-06 0,79 2,5 0,79 2,8 0,70 1,7 1,26 2,8 14-Apr-06 0,64 2,3 0,59 2,4 0,69 2,5 0,92 2,3 23-Apr-06 0,77 3,1 0,67 3,0 0,59 2,0 0,97 3,0 Rerata 0,74 a 2,6 a 0,68 a 2,7 a 0,66 a 2,1 a 1,05 b 2,7 a 08-Apr-06 0,59 5,0 0,60 4,8 0,66 3,9 0,82 4,8 14-Apr-06 0,57 5,9 0,60 4,8 0,55 5,0 0,53 4,8 23-Apr-06 0,77 7,1 0,80 6,9 0,63 6,2 0,71 7,0 Rerata 0,64 a 6,0 a 0,66 a 5,5 a 0,61 a 5,0 a 0,69 a 5,5 a 14-Apr-06 0,46 3,5 0,43 3,6 0,38 3,8 0,21 3,4 23-Apr-06 0,50 3,3 0,35 4,0 0,47 3,5 0,28 3,8 Rerata 0,48 a 3,4 a 0,39 a 3,8 a 0,42 a 3,7 a 0,25 b 3,6 a Sub DAS Separi-Soyi Sub DAS Separi-Badin Sub DAS Separi-Usup Pengukuran Metode A Metode B Metode C Keterangan : hurup pada baris dan kolom parameter yang sama menunjukkan kesamaan dan sebaliknya α=5 87 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 08042006 4:23 08042006 4:53 08042006 5:23 08042006 5:53 08042006 6:23 08042006 6:53 08042006 7:23 08042006 7:53 08042006 8:23 08042006 8:53 08042006 9:23 08042006 9:53 08042006 10:23 08042006 10:53 08042006 11:23 08042006 11:53 08042006 12:23 08042006 12:53 08042006 13:23 08042006 13:53 08042006 14:23 08042006 14:53 08042006 15:23 08042006 15:53 08042006 16:23 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u rah H u ja n m m 6 m eni t C u rah H u ja n Q peng ukur an Q si m u lasi M et ode B - N ash = 78 Q si m u lasi M et ode A - N as h = 97 Q si m u lasi M et ode C - N ash = 16 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 14042006 16:11 14042006 16:41 14042006 17:11 14042006 17:41 14042006 18:11 14042006 18:41 14042006 19:11 14042006 19:41 14042006 20:11 14042006 20:41 14042006 21:11 14042006 21:41 14042006 22:11 14042006 22:41 14042006 23:11 14042006 23:41 15042006 0:11 15042006 0:41 15042006 1:11 15042006 1:41 15042006 2:11 15042006 2:41 15042006 3:11 15042006 3:41 15042006 4:11 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C ura h H uj an m m 6 m eni t C u rah H u ja n Q p e ngu kur a n Q s im u lasi M et ode B - N ash = 95 Q s im u lasi M et ode A - N ash = 97 Q s im u lasi M et ode C - N ash = 59 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 23042006 4:41 23042006 5:11 23042006 5:41 23042006 6:11 23042006 6:41 23042006 7:11 23042006 7:41 23042006 8:11 23042006 8:41 23042006 9:11 23042006 9:41 23042006 10:11 23042006 10:41 23042006 11:11 23042006 11:41 23042006 12:11 23042006 12:41 23042006 13:11 23042006 13:41 23042006 14:11 23042006 14:41 23042006 15:11 23042006 15:41 23042006 16:11 23042006 16:41 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u rah H uja n m m 6 m eni t C u rah H u ja n Q p e ngu kur a n Q s im u lasi M et ode B - N ash = 71 Q s im u lasi M et ode A - N ash = 94 Q s im u lasi M et ode C - N ash = 61 Gambar 28. Kurva de bit aliran pe rmukaan hasil pengukur an dengan simulasi metode A, B, dan C untuk episode hujan a 804200 6, b 14042006, dan c 2304 2006 di Sub DAS Sepa ri-Usup 88 Hasil analisis debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit puncak rata-rata hasil simulasi untuk Sub DAS Separi-Soyi yang didominasi tekstur tanah pasir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode A, B, dan C memiliki hasil yang sama α=5 dibandingkan dengan hasil pengukuran Tabel 18. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji akurasi, yang mana pendugaan banjir dengan menggunakan metode A secara konsisten lebih tinggi tingkat akurasinya F rata-rata=94 dibandingkan dengan menggunakan metode B F rata-rata=86 dan metode C F rata-rata=78 di Sub DAS Separi-Soyi Gambar 29. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan banjir dengan menggunakan metode A, B, dan C mampu menduga debit puncak aliran permukaan untuk Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah pasir. Hasil analisis debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit puncak rata-rata hasil simulasi untuk Sub DAS Separi-Badin yang didominasi tekstur tanah lempung dengan menggunakan metode A dan B memiliki hasil yang sama α=5 dibandingkan dengan hasil pengukuran, kecuali pendugaan banjir dengan menggunakan metode C Tabel 18. Debit puncak rata-rata hasil simulasi dengan metode C pada Sub DAS ini memiliki nilai yang lebih rendah under estimate 48 dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji akurasi dengan menggunakan kriteria Nash dan Sutcliffe, yang mana pendugaan banjir dengan menggunakan metode B secara konsisten dapat digunakan untuk menduga debit puncak dan waktu menuju debit puncak dengan tingkat akurasi yang tinggi F rata-rata=91 dibandingkan dengan menggunakan metode A F rata-rata=87 dan metode C F rata-rata=62 di Sub DAS Separi-Badin Gambar 30. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan banjir dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode C persamaan 40 masih kurang mampu menduga debit puncak aliran permukaan untuk Sub DAS Separi-Badin yang didominasi oleh tekstur tanah lempung. 89 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 08042006 4:23 08042006 4:59 08042006 5:35 08042006 6:11 08042006 6:47 08042006 7:23 08042006 7:59 08042006 8:35 08042006 9:11 08042006 9:47 08042006 10:23 08042006 10:59 08042006 11:35 08042006 12:11 08042006 12:47 08042006 13:23 08042006 13:59 08042006 14:35 08042006 15:11 08042006 15:47 08042006 16:23 08042006 16:59 08042006 17:35 08042006 18:11 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u rah H u ja n m m 6 m eni t C u rah H u ja n Q p e ngu kur a n Q si m u lasi M et ode B - N ash = 85 Q si m u lasi M et ode A - N ash = 93 Q si m u lasi M et ode C - N ash = 45 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 14042006 16:11 14042006 16:47 14042006 17:23 14042006 17:59 14042006 18:35 14042006 19:11 14042006 19:47 14042006 20:23 14042006 20:59 14042006 21:35 14042006 22:11 14042006 22:47 14042006 23:23 14042006 23:59 15042006 0:35 15042006 1:11 15042006 1:47 15042006 2:23 15042006 2:59 15042006 3:35 15042006 4:11 15042006 4:47 15042006 5:23 15042006 5:59 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C ura h H uj an m m 6 m eni t Cu r a h H u ja n Q p e ng u k uran Q si m u lasi M et ode B - N ash = 90 Q si m u lasi M et ode A - N ash = 98 Q si m u lasi M et ode C - N ash = 98 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 23042006 4:41 23042006 5:29 23042006 6:17 23042006 7:05 23042006 7:53 23042006 8:41 23042006 9:29 23042006 10:17 23042006 11:05 23042006 11:53 23042006 12:41 23042006 13:29 23042006 14:17 23042006 15:05 23042006 15:53 23042006 16:41 23042006 17:29 23042006 18:17 23042006 19:05 23042006 19:53 23042006 20:41 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C ura h H uj an m m 6 m eni t Cu r a h H u ja n Q p e ng u k uran Q si m u lasi M et ode B - N ash = 82 Q si m u lasi M et ode A - N ash = 90 Q si m u lasi M et ode C - N ash = 92 Gambar 29. Kurva de bit aliran pe rmukaan hasil pengukur an dengan simulasi metode A, B, dan C untuk episode hujan a 804200 6, b 14042006, dan c 2304 2006 di Sub DAS Sepa ri-Soyi 90 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 14 04 2006 16: 11 14 04 2006 16: 47 14 04 2006 17: 23 14 04 2006 17: 59 14 04 2006 18: 35 14 04 2006 19: 11 14 04 2006 19: 47 14 04 2006 20: 23 14 04 2006 20: 59 14 04 2006 21: 35 14 04 2006 22: 11 14 04 2006 22: 47 14 04 2006 23: 23 14 04 2006 23: 59 15 04 2006 0: 35 15 04 2006 1: 11 15 04 2006 1: 47 15 04 2006 2: 23 15 04 2006 2: 59 15 04 2006 3: 35 15 04 2006 4: 11 15 04 2006 4: 47 15 04 2006 5: 23 Waktu D e b it m 3 d e tik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cu ra h Hu ja n m m 6 me n it Curah Hujan Q pengukuran Q simulasi Metode B - Nash = 97 Q simulasi Metode A - Nash = 96 Q simulasi Metode C - Nash = 55 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 23 04 2006 4: 35 23 04 2006 5: 05 23 04 2006 5: 35 23 04 2006 6: 05 23 04 2006 6: 35 23 04 2006 7: 05 23 04 2006 7: 35 23 04 2006 8: 05 23 04 2006 8: 35 23 04 2006 9: 05 23 04 2006 9: 35 23 04 2006 10: 05 23 04 2006 10: 35 23 04 2006 11: 05 23 04 2006 11: 35 23 04 2006 12: 05 23 04 2006 12: 35 23 04 2006 13: 05 23 04 2006 13: 35 23 04 2006 14: 05 23 04 2006 14: 35 23 04 2006 15: 05 23 04 2006 15: 35 23 04 2006 16: 05 Waktu D e b it m 3 d e tik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cu ra h Hu ja n m m 6 me n it Curah Hujan Q pengukuran Q simulasi Metode B - Nash = 85 Q simulasi Metode A - Nash = 77 Q simulasi Metode C - Nash = 68 Gambar 30. Kurva debit aliran permukaan hasil pengukuran dengan simulasi metode A, B, dan C untuk episode hujan a 14042006 dan b 23042006 di Sub DAS Separi-Badin Secara umum dari Gambar 28, 29, dan 30 menunjukkan bahwa pemodelan fungsi produksi curah hujan efektif dengan menggunakan metode A koefisien runoffKr secara konsisten dapat memprediksi banjir debit puncak dan waktu menuju debit puncak dengan tingkat akurasi yang tinggi F92 di ketiga Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat DAS Usup, tekstur 91 tanah pasir DAS Soyi, dan tekstur tanah lempung DAS Badin untuk beberapa episode hujan. Untuk pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan metode B juga dapat memprediksi banjir dengan tingkat akurasi yang tinggi F85 di ketiga Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat DAS Usup, tekstur tanah pasir DAS Soyi, dan tekstur tanah lempung DAS Badin pada beberapa episode hujan. Hasil penelitian Kartiwa dan Irianto 2001 menunjukkan bahwa pemodelan debit aliran permukaan dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode koefisien aliran permukaan Kr di Sub DAS Kripik, DAS Kaligarang, Semarang memiliki tingkat akurasi sedang F = 68 menurut kriteria Nash dan Sutcliffe. Untuk pemodelan debit aliran permukaan yang dilakukan di Sub DAS Bunder, DAS Oyo, Gunungkidul, Yogyakarta dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi dengan memperhitungkan parameter intersepsi tanaman dan infiltrasi tanah didapatkan hasil dengan tingkat akurasi yang tinggi menurut kriteria Nash dan Sutcliffe yakni lebih dari 70 Heryani, 2001; Sarjiman, 2004. Tingkat akurasi yang lebih tinggi dari hasil penelitian ini yakni lebih dari 92 untuk pemodelan fungsi produksi metode A dibandingkan dengan hasil penelitian Kartiwa dan Irianto 2001 menunjukkan bahwa pemodelan debit aliran permukaan juga sangat dipengaruhi oleh pemodelan fungsi transfer. Demikian juga dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dari hasil penelitian ini yakni lebih dari 85 untuk pemodelan fungsi produksi metode B dibandingkan dengan hasil penelitian Heryani 2001 dan Sarjiman 2004 menunjukkan bahwa pemodelan debit aliran permukaan ini juga sangat dipengaruhi oleh pemodelan fungsi transfer. Dalam pemodelan fungsi transfer sangat dipengaruhi oleh tingkat akurasi dalam rekonstruksi jaringan sungai, karena dalam perhitungan fungsi transfer diperlukan parameter fungsi kerapatan peluang pdf dan dalam parametrisasi fungsi kerapatan peluang tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat akurasi dalam rekonstruksi jaringan sungai. Rekonstruksi jaringan sungai dalam 92 penelitian ini menggunakan data DEM Digital Elevation Model dengan resolusi 90 meter dan penggunaan data DEM ini meningkatkan tingkat akurasi hasil dibandingkan dengan peta topografi. Hal ini didukung dari hasil penelitian Helmlinger et al. 1993 bahwa hasil rekonstruksi jaringan drainase dengan menggunakan data DEM memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan peta topografi. Untuk pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan metode C persamaan 40 tidak cukup mampu dalam memprediksi banjir dan hal ini ditunjukkan dari tingkat akurasi yang sedang F53 di dua Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat DAS Usup dan tekstur tanah lempung DAS Badin, sedangkan pada Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah pasir DAS Soyi pemodelan curah hujan efektif dengan menggunakan metode C persamaan 40 dapat memodelkan debit aliran permukaan dengan tingkat akurasi yang tinggi F78 pada beberapa episode hujan. Tingginya debit aliran permukaan hasil simulasi pada metode C persamaan 40 dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah liat DAS Usup dikarenakan curah hujan bruto yang masuk ke dalam tanah lebih rendah, sehingga menyebabkan debit aliran permukaan hasil simulasi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pengukuran. Apabila kapasitas menyimpan air tanah ditingkatkan dari kedalaman 20 cm menjadi 60 cm atau terjadi peningkatan kapasitas menyimpan air tanah 200, maka akan menurunkan jumlah curah hujan efektif masing-masing sebesar 27 8042006, 23 14042006, dan 28 23042006, sehingga akan menurunkan debit aliran permukaan yang mendekati dengan hasil pengukuran dan hal ini akan meningkatkan tingkat akurasi sebesar 87 Gambar 31. 93 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 08042006 4:23 Gambar 31. Perbandin gan debit aliran permuk aan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan p enambahan kedalaman stok air tanah dari 2 0 cm menjadi 60 cm ter hadap hasil pengukura n untuk episode hujan a 8042006, b 14042006, dan c 23042006 d i Sub DAS Separi-Usup 08042006 4:53 08042006 5:23 08042006 5:53 08042006 6:23 08042006 6:53 08042006 7:23 08042006 7:53 08042006 8:23 08042006 8:53 08042006 9:23 08042006 9:53 08042006 10:23 08042006 10:53 08042006 11:23 08042006 11:53 08042006 12:23 08042006 12:53 08042006 13:23 08042006 13:53 08042006 14:23 08042006 14:53 08042006 15:23 08042006 15:53 08042006 16:23 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u r ah H u ja n m m 6 m en it Cu ra h Hu ja n Q p e n guk ur a n Q s im u la si - N a sh = 16 Q si m u las i + S to k A ir T a n ah 20 - N as h = 80 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 14042006 16:11 14042006 17:11 14042006 17:41 14042006 18:11 14042006 18:41 14042006 19:11 14042006 19:41 14042006 20:11 14042006 20:41 14042006 21:11 14042006 21:41 14042006 22:11 14042006 22:41 14042006 23:11 14042006 23:41 15042006 0:11 15042006 0:41 15042006 1:11 15042006 1:41 15042006 2:11 15042006 2:41 15042006 3:11 15042006 3:41 15042006 4:11 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u r ah H u ja n m m 6 m e n it Cu ra h Hu ja n Q p e ng uk u ra n Q s im u la si M et o d e C - N a sh = 59 Q si m u las i + S to k A ir T a n ah 20 - N a sh = 92 41 042006 16: 14 0, 0, 2 0, 4 0, 6 0, 8 1, 1, 2 1, 4 23042006 4:41 04 23042006 5:41 23042006 6:11 23042006 6:41 23042006 7:11 23042006 7:41 23042006 8:11 23042006 8:41 23042006 9:11 23042006 9:41 23042006 10:11 23042006 10:41 23042006 11:11 23042006 11:41 23042006 12:11 23042006 12:41 23042006 13:11 23042006 13:41 23042006 14:11 23042006 14:41 23042006 15:11 23042006 15:41 23042006 16:11 23042006 16:41 W akt u Debit m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u r ah H u ja n m m 6 m en it Cu ra h Hu ja n Q pe ng uk u ra n Q s im u la s i M e to d e C - N a s h = 6 1 Q si m u la si + S to k A ir T an ah 2 00 - N a sh = 89 2006 5:11 23 94 Rendahnya debit aliran permukaan hasil simulasi pada metode C persamaan 40 dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Sub DAS yang didominasi oleh tekstur tanah lempung DAS Badin dikarenakan curah hujan bruto yang masuk ke dalam tanah lebih tinggi, sehingga menyebabkan debit aliran permukaan hasil simulasi jauh lebih rendah under estimate dibandingkan dengan hasil pengukuran. Apabila kapasitas menyimpan air tanah diturunkan dari kedalaman 20 cm menjadi 6 cm atau penurunan kapasitas menyimpan air tanah 70, maka akan meningkatkan jumlah curah hujan efektif masing-masing sebesar 64 14042006 dan 33 23042006, sehingga akan meningkatkan debit aliran permukaan yang mendekati dengan hasil pengukuran dan hal ini akan meningkatkan tingkat akurasi sebesar 68 Gambar 32. Untuk pendugaan banjir debit puncak dan waktu menuju debit puncak di DAS Separi, maka dilakukan ekstrapolasi dari ketiga model fungsi produksi ke seluruh DAS dengan cara membagi DAS Separi dalam beberapa Sub DAS menurut metode Strahler 1957: dalam Rodriguez-Iturbo dan Valdes, 1979 seperti disajikan pada Gambar 33. Selanjutnya dilakukan penentuan waktu tempuh dari masing-masing keluaran outlet Sub DAS sampai ke outlet DAS Separi berdasarkan panjang lintasan sungai dan kecepatan aliran rata-rata Tabel 19. Waktu tempuh debit aliran air dari Sub DAS Separi-01 sampai dengan outlet DAS Separi adalah 17,5 jam dengan panjang sungai jarak 30,2 km dan kecepatan rata-rata aliran air 0,48 m per detik. Waktu tempuh debit aliran air dari masing-masing Sub DAS Separi sampai dengan outlet DAS Separi disajikan pada Tabel 19. Perhitungan waktu tempuh dari masing-masing keluaran outlet Sub DAS sampai ke outlet DAS Separi sangat penting sekali dalam kaitannya dengan pendugaan waktu respon atau waktu menuju debit puncak di outlet DAS Separi. 95 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1404200 6 16:11 1404200 6 16:47 1404200 6 17:23 1404200 6 17:59 1404200 6 18:35 1404200 6 19:11 1404200 6 19:47 1404200 6 20:23 1404200 6 20:59 1404200 6 21:35 1404200 6 22:11 1404200 6 22:47 1404200 6 23:23 1404200 6 23:59 15 04 2 006 0:35 15 04 2 006 1:11 15 04 2 006 1:47 15 04 2 006 2:23 15 04 2 006 2:59 15 04 2 006 3:35 15 04 2 006 4:11 15 04 2 006 4:47 15 04 2 006 5:23 Waktu D e bi t m 3 deti k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u ra h H u ja n m m 6 m e ni t Curah Hujan Q pengukuran Q simulasi - Nash = 55 Q simulasi - Stok Air Tanah 70 - Nash = 72 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 2 3 04200 6 4 :3 5 2 3 Gambar 32. Perbandingan debit aliran permukaan hasil simulasi dengan metode C sebelum dan setelah dilakukan penambahan kedalaman stok air tanah dari 20 cm menjadi 6 cm terhadap hasil pengukuran untuk episode hujan a 14042006 dan b 23042006 di Sub DAS Separi- Badin Analisis pendugaan banjir debit puncak dan waktu menuju debit puncak pada beberapa episode hujan dengan menggunakan pemodelan fungsi produksi metode A dan B di DAS Separi memiliki hasil yang mendekati dengan debit puncak hasil pengukuran α=5, kecuali metode C dan untuk waktu menuju debit puncak memiliki hasil yang mendekati dengan waktu menuju debit puncak hasil pengukuran Tabel 20. 04200 6 5 : 2 3 04200 6 5 :3 5 2 3 04200 6 6 :0 5 2 3 04200 6 6 :3 5 2 3 04200 6 7 :0 5 2 3 04200 6 7 :3 5 2 3 04200 6 8 :0 5 2 3 04200 6 8 :3 5 2 3 04200 6 9 :0 5 2 3 04200 6 9 :3 5 23 04 2 006 10 :05 23 04 2 006 10 :35 23 04 2 006 11 :05 23 04 2 006 11 :35 23 04 2 006 12 :05 23 04 2 006 12 :35 23 04 2 006 13 :05 23 04 2 006 13 :35 23 04 2 006 14 :05 23 04 2 006 14 :35 23 04 2 006 15 :05 23 04 2 006 15 :35 23 04 2 006 16 :05 23 04 2 006 16 :35 23 04 2 006 17 :05 Waktu D e bi t m 3 detik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C u ra h H u ja n m m 6 m e ni t Curah Hujan Q pengukuran Q simulasi - Nash = 68 Q simulasi - Stok Air Tanah 70 - Nash = 65 5 96 Gambar 33. Peta pembagian DAS Separi menjadi sepuluh Sub DAS Tabel 19. Waktu tempuh debit aliran air dari masing-masing Sub DAS ke outlet DAS Separi Sub DAS Jarak Tempuh Kecepatan Aliran m mdetik jam 6 menit 1 30.200 0,48 17,5 1.050 2 30.200 0,49 17,0 1.022 3 26.930 0,46 16,2 972 4 23.530 0,43 15,3 918 5 12.340 0,32 10,6 636 6 11.150 0,31 9,9 594 7 7.300 0,29 6,9 414 8 6.100 0,30 5,7 344 9 4.910 0,32 4,3 258 Waktu Tempuh Berdasarkan Tabel 20, rata-rata debit puncak hasil simulasi dengan metode A memiliki debit puncak yang lebih tinggi 2, dan untuk metode B dan C memiliki debit puncak rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengukuran yang masing-masing adalah 9 metode B dan 33 metode C. Waktu menuju debit puncak hasil simulasi dengan menggunakan metode A 97 memiliki nilai rata-rata yang mendekati dengan hasil pengukuran α=5, sedangkan untuk metode B dan C memiliki nilai rata-rata waktu menuju debit puncak yang lebih lama dibandingkan dengan hasil pengukuran yakni masing- masing adalah 2 jam metode B dan 4 jam metode C. Namun demikian ada beberapa kejadian banjir yang tidak dapat yang tidak dapat di simulasi diduga secara akurat oleh ketiga metode tersebut. Hal ini dikarenakan oleh 2 faktor, yaitu: 1 distribusi curah hujan yang tidak merata di DAS Separi dan 2 tinggi muka air di sungai Mahakam. Distribusi curah hujan yang tidak merata di DAS Separi ditunjukkan dari hasil analisis uji homogenitas di 3 stasiun iklim Tabel 10, yang mana memiliki tingkat homogenitas yang rendah. Untuk pengaruh tinggi muka air di sungai Mahakam ditunjukkan dari karakteristik unit hidrograf pada Gambar Lampiran 9, kejadian banjir 9 Januari 2002 dan 15 Oktober 2003 dengan lamanya waktu banjir 3 hari. Dua faktor ini mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam keakuratan pendugaan banjir di DAS Separi. Tabel 20. Debit puncak Qp dan waktu menuju debit puncak tp pada beberapa episode hujan di DAS Separi Episode Hujan Q p tp Q p tp Q p tp Q p tp m 3 detik jam m 3 detik jam m 3 detik jam m 3 detik jam 09-Jan-02 65,61 18,0 67,94 20,0 33,50 23,2 32,49 30,3 15-Okt-03 71,62 18,0 71,34 19,1 93,72 22,3 69,28 17,5 14-Mar-04 56,41 16,0 85,14 17,1 76,83 15,8 37,19 16,2 29-Jan-05 52,09 11,7 26,09 9,4 21,12 10,9 21,28 13,2 26-Mar-06 40,04 24,9 40,05 22,2 34,45 28,3 32,54 29,4 Rerata 57,15 a 17,8 a 58,11 a 17,4 a 51,92 a 20,0 a 38,56 b 21,2 a Pengukuran Metode A Metode B Metode C Keterangan : hurup pada baris dan kolom parameter yang sama menunjukkan kesamaan dan sebaliknya α=5

5.6. Penerapan Model Banjir

Untuk pengelolaan DAS Separi dalam kaitannya dengan perencanaan tata guna lahan, maka dilakukan berbagai skenario perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan model banjir metode B. Penggunaan metode B 98 didasarkan bahwa metode tersebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan dapat menjelaskan perubahan penggunaan lahan secara spasial ruang, sehingga dapat digunakan atau diterapkan untuk membuat simulasi model pengelolaan DAS Separi. Skenario 0 merupakan skenario penggunaan lahan tahun 2005, yang mana jenis penggunaan lahan hutan, kebunladang, lahan terbuka, pemukiman, persawahan, semak belukar, dan tambang batubara memiliki luas yang masing- masing adalah 261,59 Ha; 373,76 Ha; 31,16 Ha; 28,38 Ha; 116,47 Ha; 22.089,67 Ha; dan 465,34 Ha. Skenario 1 merupakan skenario yang mana luas hutan mengalami peningkatan 99, dan luas kebunladang, lahan terbuka, dan semak belukar mengalami penurunan masing-masing sebesar 10, 100, dan 96 dibandingkan penggunaan lahan tahun 2005 skenario 0. Reboisasi atau menghutankan kembali kondisi lahan-lahan pada skenario 1 berarti mengembalikan komposisi luas penggunaan lahan seperti pada tahun 1991 Gambar 19. Skenario 2 merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan hutan mengalami peningkatan sebesar 98 pada bagian tengah dan hilir dari DAS Separi, sehingga luas lahan terbuka dan semak belukar pada bagian tengah dan hilir dari DAS Separi mengalami penurunan masing-masing sebesar 100 dan 50 dibandingkan penggunaan lahan tahun 2005 skenario 0. Skenario 3 merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan hutan yang mengalami peningkatan sebesar 98 pada bagian hulu dan tengah dari DAS Separi, sehingga luas kebunladang, lahan terbuka, dan semak belukar di bagian hulu dan tengah dari DAS Separi mengalami penurunan masing-masing sebesar 10, 100 dan 56 dibandingkan penggunaan lahan skenario 0. Skenario 4 merupakan skenario dengan luas penggunaan lahan hutan yang mengalami penurunan sebesar 59, dan luas kebunladang dan pemukiman mengalami peningkatan masing-masing sebesar 48 dan 50 dibandingkan penggunaan 99 lahan skenario 0. Skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan DAS Separi disajikan pada Tabel 21 dan skenario perubahan komposisi luas penggunaan lahan pada masing-masing Sub DAS Separi secara detail disajikan pada Tabel Lampiran 7. Tabel 21. Skenario perubahan luas penggunaan lahan dan proses hidrologi di DAS Separi No. Jenis Penggunaan Lahan Skenario 0 Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 1. Hutan 261,49 21.313,95 11.280,01 12.574,77 107,88 2. KebunLadang 490,21 443,64 490,21 443,64 943,39 3. Lahan Terbuka 31,16 - - 13,25 31,16 4. Pemukiman 28,38 28,38 28,38 28,38 56,76 5. Persawahan 116,47 116,47 116,47 116,47 116,47 6. Semak Belukar 21.974,74 1.000,00 10.987,37 9.725,93 21.646,79 7. Tambang Batubara 463,92 463,92 463,92 463,92 463,92 Curah Hujan bruto mm 110,00 110,00 110,00 110,00 110,00 Intersepsi mm 3,96 5,44 4,71 4,84 3,95 Infiltrasi mm 59,73 71,44 66,00 65,28 59,57 Curah Hujan netto mm 46,31 33,11 39,28 39,88 46,48 Debit Puncak m3detik 92,95 61,81 76,56 74,61 96,14 Waktu Puncak jam 23,8 25,6 24,4 25,5 22,0 Curah Hujan bruto mm 56,48 56,48 56,48 56,48 56,48 Intersepsi mm 1,98 2,71 2,35 2,41 1,97 Infiltrasi mm 35,18 38,91 37,14 37,41 35,13 Curah Hujan netto mm 19,32 14,85 16,99 16,66 19,37 Debit Puncak m3detik 34,45 27,30 31,20 29,89 36,37 Waktu Puncak jam 28,3 29,3 28,5 28,7 25,3 Luas Ha Episode Hujan 14 - 17 Oktober 2003 Episode Hujan 25 - 28 Maret 2006 Berdasarkan hasil analisis simulasi pada skenario 1, 2, dan 3 dengan peningkatan luas hutan dan penurunan luas lahan terbuka dan semak belukar berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi tanah, dan menurunkan aliran permukaan curah hujan netto, sehingga berdampak lanjutan terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan dan memperlambat waktu menuju debit puncak dibandingkan pada skenario 0. Hasil analisis simulasi pada skenario 4 dengan penurunan luas hutan dan meningkatnya areal pemukiman dan kebunladang berdampak terhadap menurunnya kapasitas intersepsi dan 100 infiltrasi tanah, dan meningkatkan aliran permukaan, sehingga berdampak lanjutan terhadap meningkatnya debit puncak aliran permukaan dan mempercepat waktu menuju debit puncak dibandingkan pada skenario 0 Tabel 21. Pada skenario 1 terjadinya peningkatan luas hutan sebesar 99 dan pengurangan luas lahan terbuka dan semak belukar yang masing-masing sebesar 100 dan 96 pada seluruh DAS seperti penggunaan lahan tahun 1991 berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi tanah yang masing-masing sebesar 27 dan 10 – 16, dan menurunkan aliran permukaan curah hujan netto sebesar 30 – 40, sehingga berdampak lanjutan terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan sebesar 26 – 50 dan memperlambat waktu menuju debit puncak sebesar 1 – 1,8 jam dibandingkan debit puncak pada skenario 0 Gambar 34. Peningkatan luas hutan sebesar 98 dan penurunan luas semak belukar sebesar 50 pada bagian tengah dan hilir dari DAS Separi skenario 2 hanya dapat menurunkan debit puncak aliran permukaan sebesar 10 – 21 dan memperlambat waktu menuju debit puncak sebesar 0,2 – 0,6 jam. Pada skenario 3 terjadinya peningkatan luas hutan sebesar 98 dan pengurangan luas lahan terbuka dan semak belukar yang masing-masing sebesar 58 dan 56 pada bagian hulu dan tengah dari DAS Separi berdampak terhadap meningkatnya kapasitas intersepsi dan infiltrasi tanah yang masing-masing sebesar 18 dan 6 – 9, dan menurunkan aliran permukaan curah hujan netto sebesar 16, sehingga berdampak lanjutan terhadap menurunnya debit puncak aliran permukaan sebesar 15 – 25 dan memperlambat waktu menuju debit puncak sebesar 0,4 – 1,7 jam dibandingkan debit puncak pada skenario 0. Pada skenario 4, peningkatan luas kebunladang dan pemukiman yang masing-masing adalah sebesar 48 dan 50, dan terjadinya pengurangan areal hutan sebesar 59 berdampak terhadap 101 peningkatan debit puncak aliran permukaan sebesar 3 – 5 dan mempercepat waktu menuju debit puncak sebesar 1,8 – 3 jam dibandingkan debit puncak aliran permukaan pada skenario 0. Hal ini dikarenakan curah hujan total sebesar 110 mm episode hujan tanggal 14 – 17 Oktober 2003 hanya dapat diintersepsi oleh tanaman dan terinfiltrasi ke dalam tanah masing-masing sebesar 3,95 mm dan 59,57 mm, serta dapat meningkatkan aliran permukaan curah hujan netto sebesar 0,36 dibandingkan pada skenario 0 Tabel 21 dan Gambar 34. 20 40 60 80 100 120 1 4 1 20 03 5: 5 9 1 4 1 20 03 8: 2 9 14 10 200 3 1 0: 5 9 14 10 200 3 1 3: 2 9 14 10 200 3 1 5: 5 9 14 10 200 3 1 8: 2 9 14 10 200 3 2 0: 5 9 14 10 200 3 2 3: 2 9 1 5 1 20 03 1: 5 9 1 5 1 20 03 4: 2 9 1 5 1 20 03 6: 5 9 1 5 1 20 03 9: 2 9 15 10 200 3 1 1: 5 9 15 10 200 3 1 4: 2 9 15 10 200 3 1 6: 5 9 15 10 200 3 1 9: 2 9 15 10 200 3 2 1: 5 9 1 6 1 20 03 0: 2 9 1 6 1 20 03 2: 5 9 1 6 1 20 03 5: 2 9 1 6 1 20 03 7: 5 9 16 10 200 3 1 0: 2 9 16 10 200 3 1 2: 5 9 16 10 200 3 1 5: 2 9 16 10 200 3 1 7: 5 9 16 10 200 3 2 0: 2 9 16 10 200 3 2 2: 5 9 1 7 1 20 03 1: 2 9 1 7 1 20 03 3: 5 9 1 7 1 20 03 6: 2 9 1 7 1 20 03 8: 5 9 17 10 200 3 1 1: 2 9 17 10 200 3 1 3: 5 9 Waktu D ebi t A li ran P e rm ukaan m 3 d e ti k 2 4 6 8 10 12 14 C u ra h H u ja n mm 6 me n it Curah Hujan Q simulasi Sken_0 Q simulasi Sken_1 Q simulasi Sken_2 Q simulasi Sken_3 Q simulasi Sken_4 Gambar 34. Perbandingan debit puncak aliran permukaan dan waktu menuju debit puncak pada beberapa skenario perubahan luas penggunaan lahan di DAS Separi Hal ini didukung dari hasil penelitian Kartiwa et al. 1997, peningkatan luas hutan sebesar 2 kali dan 4 kali dari keadaan semula berdampak terhadap penurunan debit puncak aliran permukaan masing-masing sebesar 29 dan 54, dan sedangkan pengurangan luas hutan 0,2 kali dan 0,5 kali dari keadaan semula berdampak terhadap peningkatan debit puncak masing-masing sebesar 6 dan 10 dibandingkan dari kontrol. 102 Komposisi luas penggunaan lahan yang optimal di DAS Separi adalah skenario 3 dengan luas penggunaan lahan hutan sebesar 54 12.574,77 Ha, kebunladang 1,9 443,64 Ha, lahan terbuka 0,06 13,25 Ha, pemukiman 0,12 28,38 Ha, persawahan 0,5 116,47 Ha, semak belukar 42 9.725,93 Ha, dan tambang batubara 1,99 463,92 Ha. Pemilihan skenario 3 ini didasarkan pada pertimbangan bahwa skenario 3 dapat menurunkan debit puncak aliran permukaan Q p dan memperlambat waktu menuju debit puncak t p , biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan lebih murah, dan peluang keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan skenario 1 dan 2. 5.7. Pendugaan Kekeringan 5.7.1. Pendugaan Kekeringan dengan Neraca Air Lahan Untuk pendugaan kekeringan di DAS Separi dengan menggunakan neraca air lahan metode Thornthwaite dan Mather 1957 menunjukkan kekeringan atau defisit air tanaman pada tahun 2002 terjadi selama tiga bulan yakni pada bulan Agustus, September, dan Oktober pada SPT Satuan Peta Tanah 3, 4, 6, 7, 8, 10, 26, dan 27, untuk SPT 1, 2, 9, dan 18 terjadi selama dua bulan yakni bulan Agustus dan Oktober, dan untuk SPT 5 dan14 terjadi selama satu bulan yakni pada bulan Oktober, serta untuk SPT 18 juga terjadi selama satu bulan yakni pada bulan September, sedangkan pada SPT 11, 12, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 tidak mengalami kekeringan selama tahun 2002. Untuk tahun 2003 tidak mengalami kekeringandefisit air selama satu tahun, kecuali pada SPT 27 yang terjadi selama satu bulan yakni pada bulan Agustus. Kekeringan atau defisit air tanaman pada tahun 2004 terjadi selama empat bulan yakni pada bulan Agustus, September, Oktober, dan Nopember pada SPT 4, 7, dan 27, untuk SPT 10 terjadi selama tiga bulan yakni bulan 103 Agustus, Oktober, dan Nopember, dan untuk SPT 1, 2, 3, 6, 8, 9, 18, dan 26 terjadi selama dua bulan yakni bulan Agustus dan Oktober, serta untuk SPT 5, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 23, dan 24 terjadi selama satu bulan yakni pada bulan Oktober, sedangkan pada SPT 11, 12, 13, 21, dan 25 tidak mengalami kekeringan selama tahun 2004. Kekeringan pada tahun 2005 terjadi selama tujuh bulan yakni pada bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September pada SPT 27, untuk SPT 4, 7, 8, dan 10 terjadi kekeringan selama enam bulan bulan yakni bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September, untuk SPT 6 terjadi kekeringan selama lima bulan yakni bulan April, Juni, Juli, Agustus, dan September, untuk SPT 1, 2, 3, 9, dan 18 terjadi kekeringan selama empat bulan yakni bulan April, Juli, Agustus, dan September, untuk SPT 5 mengalami kekeringan selama tiga bulan yakni bulan Juli, Agustus dan September, untuk SPT 14 mengalami kekeringan selama dua bulan yakni bulan Agustus dan September, dan untuk SPT 11, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 24, dan 25 mengalami kekeringan yang terjadi selama satu bulan yakni bulan September, sedangkan pada SPT 12 dan 21 tidak pernah mengalami kekeringan selama tahun 2005. Analisis neraca air lahan defisit dan surplus tersebut di atas hanya berlaku untuk tanaman semusim dengan kedalaman perakaran maksimum 60 cm, seperti : padi gunung, jagung, kedelai, dan cabai. Analisis neraca air pada masing-masing SPT dengan menggunakan metode Thornthwaite dan Mather 1957 disajikan pada Tabel 22 dan Tabel Lampiran 8. Selanjutnya berdasarkan Tabel 22, analisis neraca air pada masing- masing SPT di kelompokkan berdasarkan kelas tekstur tanah, yakni : 1 kelas tekstur tanah liat SPT 2, 3, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 20, 21, dan 23, 2 kelas tekstur tanah lempung SPT 1, 5, 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17, 22, 24, 25, dan 27, dan 3 kelas tekstur tanah pasir SPT 18, 19, dan 26 Gambar 35 dan Tabel Lampiran 9. 104 Tabel 22. Analisis neraca air Lahan Thornthwaite dan Mather, 1957 pada masing-masing SPT di DAS Separi Januari 2002 – Desember 2005 Waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Jan-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Feb-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mar-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Apr-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mei-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jun-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jul-02 0 Agust-02 D D D D D D D D D D D D Sep-02 0 D D D D D D D D D Okt-02 D D D D D D D D D D D D D D Nop-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Des-02 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jan-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Feb-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mar-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Apr-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mei-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jun-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jul-03 0 Agust-03 0 D Sep-03 0 S S S S S Okt-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Nop-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Des-03 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jan-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Feb-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mar-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Apr-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mei-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jun-04 0 Jul-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Agust-04 D D D D D D D D D D D D Sep-04 0 D D S D Okt-04 D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D Nop-04 0 D D D S D Des-04 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Jan-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Feb-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Mar-05 0 D Apr-05 D D D D D D D D D D D D Mei-05 0 D D D D D D Jun-05 0 D D D D D D D Jul-05 D D D D D D D D D D D D D Agust-05 D D D D D D D D D D D D D D Sep-05 D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D Okt-05 0 Nop-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Des-05 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S Keterangan : Liat, Lempung, Pasir, D = defisit air, S = surplus air, dan 0 = Stok air tanah masih mencukupi kebutuhan air tanaman Satuan Peta Tanah SPT 105 Hasil analisis kekeringan atau defisit air tanaman berdasarkan kelas tekstur tanah pada tahun 2004 terjadi defisit air selama satu bulan yakni bulan Oktober dan pada tahun 2005 selama satu bulan yakni bulan September kelas tekstur tanah liat dan lempung dan untuk kelas tekstur tanah pasir terjadi kekeringan selama dua bulan yakni bulan Agustus dan September, sedangkan selama tahun 2002 dan 2003 tidak mengalami kekeringan Gambar 35. Kekeringan selama tahun 2004 yang terjadi pada bulan Oktober adalah sebesar 0,03 mm untuk kelompok kelas tekstur tanah liat, 30,58 mm untuk kelas tekstur tanah lempung, dan 47,04 mm untuk kelas testur tanah pasir Gambar 35. Kekeringan selama tahun 2005 yang terjadi selama dua bulan yakni Agustus dan September yang masing-masing sebesar 2,45 mm dan 60,01 mm untuk kelompok tekstur tanah pasir, sedangkan untuk kelompok tekstur tanah liat dan lempung hanya terjadi selama satu bulan yakni bulan September adalah sebesar 13 mm tekstur tanah liat dan 43,54 mm tekstur tanah lempung Gambar 35. Selain itu, berdasarkan hasil analisis neraca air lahan berdasarkan ruang pori total tanah juga menunjukkan bahwa selama tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005, tanaman tidak mengalami kekeringan atau defisit air, karena kapasitas simpan air tanah masih mencukupi kebutuhan air tanaman. Analisis neraca air lahan berdasarkan kelompok tekstur tanah dan analisis neraca air lahan berdasarkan ruang pori total masing-masing disajikan pada Tabel Lampiran 9. Berdasarkan Gambar 35, kekurangan atau defisit air tanaman terjadi pada saat stok air tanah di bawah kadar air tanah pada titik layu permanen dan hal ini dikarenakan curah hujan yang lebih rendah dibandingkan evapotranspirasi acuan ETo, sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi kehilangan air potensial APWL. 106

A. Kelas tekstur tanah liat