Penyebaran dan Produksi Buah Sukun di Indonesia Pengeringan

Komposisi kimia tepung sukun dapat dilihat pada Tabel 4. Tepung sukun mengandung 84.03 karbohidrat, 9.90 air, 2.83 abu, 3.64 protein dan 0.41 lemak. Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan protein tepung sukun lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung pisang dan tepung haddise Widowati, et.al., 2001. Lebih lanjut menurut FAO 1972 seperti yang diacu oleh Pitojo 1992, dalam 100 g bahan, tepung sukun memiliki kadar karbohidrat sebanyak 78.9 g, lemak 0.8 g, protein 3.6 g, vitamin B1 0.34 mg, vitamin B2 0.17 mg, vitamin C 47.6 mg, fosfor 165.2 mg,kalsium 58.8 mg dan zat besi 1.1 mg. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa tepung sukun juga memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Tabel 4. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan. Kadar Komoditas Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Pisang 10.11 2.66 3.05 0.28 84.01 Sukun 9.09 2.83 3.64 0.41 84.03 Labu kuning 11.14 5.89 5.04 0.08 77.65 Haddise 9.32 6.62 2.67 0.08 81.32 Ubi kayu 7.80 2.22 1.60 0.51 87.87 Ubi jalar 7.80 2.16 2.16 0.83 86.95 Sumber: Widowati, et al., 2001

4. Penyebaran dan Produksi Buah Sukun di Indonesia

Produksi buah sukun dapat mencapai 50-150 buahtanaman. Produktivitas tanaman tergantung daerah dan iklimnya. Paling sedikit setiap tanaman dapat menghasilkan 25 buah dengan rata-rata 200-300 buah per musim. Untuk setiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sukun sebanyak 16-32 ton Widowati, 2004. Daerah penghasil sukun antara lain kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, kepulauan Sangir Talaut, Sumatra Utara, dan Lampung Widowati, 2004. Kediri yang merupakan sentra produksi sukun di Jawa Timur memiliki lebih dari 15.000 pohon. Dari jumlah tersebut, sekira 8.600 pohon telah berproduksi dengan total produksi 400 tontahun. Cilacap dan Bawean merupakan sentra produksi sukun di Jawa Tengah. Sukun dikembangkan pula di empat kabupaten di DI Yogyakarta, yaitu Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul dengan total populasi sekira 220.000 pohon. Widowati 2004 menyebutkan bahwa pada tahun 2001, produksi sukun di Jatim mencapai 8,4 ton. Hasil itu didapat dari 111,7 ribu pohon. Rata-rata produksi per tahun sebesar 75,5 kg tiap pohon. Adapun daerah di Jatim yang banyak memproduksi sukun di antaranya adalah Kediri memiliki 25,6 ribu pohon, Banyuwangi sebanyak 11,3 ribu, Pasuruan sejumlah 10,8 ribu. Di Sumenep tanaman ini jumlahnya mencapai 9,8 ribu, dan Lumajang terdapat 6,9 ribu pohon. B. PROSES PENGERINGAN SUKUN

1. Pengeringan

Pengeringan atau dehidrasi merupakan proses pengeluaran air dari bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengeringan didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara atmosfir normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktifitas air A w yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis atau kimiawi Wirakartakusumah et al., 1989. Menurut Cánovas dan Mercado 1996 tujuan utama dari pengeringandehidrasi bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan dari produk akhir. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi kadar air produk hingga tingkatan tertentu yang dapat membatasi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia. Penghilangan air dari bahan pangan dapat mencegah pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme penyebab kebusukan dan juga dapat meminimalisir banyak reaksi pengrusakan dengan medium air. Selain itu, pengeringan juga dapat mengurangi berat dan volume bahan, meminimalisir pengemasan, penyimpanan dan biaya transportasi dan juga memungkinkan penyimpanan produk dibawah suhu ambient Jayaraman dan Das Gupta, 1995 Proses pengeringan suatu bahan dapat dijelaskan sebagai rangkaian tahapan yang dipengaruhi oleh laju pengeringannya. Laju pengeringan menentukan waktu untuk menurunkan kadar air produk sampai kadar air yang diinginkan. Parameter yang mempengaruhi laju pengeringan adalah suhu, kecepatan aliran, kelembaban relatif udara, kadar air awal dan akhir bahan, dan lain-lain Brooker et al., 1982. Menurut Henderson dan Perry 1976 proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan konstan constant rate period dan periode laju pengeringan menurun falling rate period seperti yang terlihat pada Gambar 3. Sebelum memasuki laju pengeringan tetap, biasanya pada proses pengeringan didahului oleh periode pemanasan atau pendinginan. Periode ini sukar sekali diamati karena proses pengeringan berlangsung dengan sangat cepat, dan dilanjutkan dengan periode berikutnya yaitu dimana terjadi proses pengeringan dengan laju pengeringan tetap Wirakartakusumah et al., 1992. Gambar 3. Kurva karakteristik pengeringan Dalam periode laju pengeringan tetap, bahan atau massa dari bahan berisi sedemikian banyak air sehingga air yang berada dipermukaan akan menguap dengan cara yang serupa seperti penguapan pada permukaan air bebas, dimana kecepatan penguapannya sama dengan kecepatan air yang dipindahkan dari dalam bahan ke permukaan bahan. Kadar air pada saat LAJU PENGERINGAN KONSTAN KADAR AIR LAJU PENGERINGAN MENURUN pertama LAJU PENGERINGAN MENURUN kedua LAJ U PENGERI N GAN periode laju pengeringan tetap berakhir dikenal sebagai kadar air kritis. Pada kadar air kritis ini, air pada permukaan bahan terdapat kecil sekali dan mekanisme pengeringan dengan laju yang tetap tidak dapat dipertahankan lagi Wirakartakusumah et al., 1992. Kadar air kritis bahan tergantung dari karakteristik padatan bahan, seperti bentuk dan ukuran dan juga kondisi pengeringan. Menurut Henderson dan Perry 1976 laju pengeringan tetap merupakan periode yang singkat, sehingga dalam perhitungan keseluruhan proses pengeringan dapat diabaikan. Pengeringan pada buah dan sayuran biasanya terjadi pada periode falling rate. Menurut Heldman 1975 dan Senadeera et al. 2003, pada periode ini mekanisme utama yang terkait dalam pergerakan air ke permukaan untuk penguapan adalah difusi. Difusi ini dapat meliputi difusi likuid, difusi uap, difusi molekular dan faktor lain yang akan berpengaruh terhadap karakteristik pengeringan. Model matematik untuk menunjukkan periode laju pengeringan menurun adalah sebagai berikut Hall, 1979: = ..................................... 1 Dimana D L adalah koefisien difusivitas m 2 s, t adalah waktu, ℓ adalah ketebalan bahan m, M adalah kadar air rata-rata pada waktu t bk, M e adalah kadar air kesetimbangan bk dan M o adalah kadar air pada permulaan periode laju menurun bk. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa laju pengeringan secara langsung bergantung kepada perbedaan antara kadar air pada waktu tertentu, dengan kadar air kesetimbangan dan berbanding terbalik pada kuadrat ketebalan bahan. Apabila persamaan tersebut diintegrasikan akan diperoleh persamaan sebagai berikut : = ........................................ 2 atau = ........................................ 3 dM dt π 2 D L 4 ℓ 2 – M-M e ln M-M e M o -M e – π 2 D L 4 ℓ 2 t M-M e M o -M e exp π 2 D L 4 ℓ 2 – t Jika nilai M e rendah sekali mendekati nol dan bernilai konstan, maka kadar air M mendekati M o . exp –kt, sehingga kadar air merupakan fungsi ekponensial dari waktu pengeringan, yang berarti selama pengeringan terjadi penurunan kadar air dengan laju yang menurun. Salah satu jenis pengering yang sering digunakan pada industri pangan adalah pengering tipe fluidized bed. Menurut Jayaraman dan Das Gupta 1995 keuntungan menggunakan alat ini diantaranya adalah intensitas pengeringan yang tinggi; suhu yang seragam dan secara keseluruhan dapat dikontrol; efisiensi pemanasan tinggi; durasi waktu pengeringan dapat diubah-ubah; waktu pengeringannya lebih cepat dibandingkan tipe pengering lain; operasi dan perawatan alat yang relatif mudah; proses dapat diotomatisasi. Lebih lanjut menurut Devahastin 2001, pengeringan dengan cara ini menjanjikan cara pengeringan yang kontinu, terkontrol otomatis, dan skala operasi yang besar dengan penanganan yang mudah terhadap input dan produk. Keuntungan yang lain adalah pertukaran panas dan massa yang cepat antara udara panas dan partikel bahan yang dikeringkan serta tingkat pemanasan yang berlebih pada bahan yang tidak diinginkan relatif dapat dicegah. Selain itu, pengeringan dengan cara ini memungkinkan pencampuran yang cepat dan mendorong untuk menuju ke keadaan isotermal sehingga pengontrolan relatif lebih mudah. Prinsip kerja alat ini adalah mengalirkan udara panas yang berasal dari pemanas elektrik atau pemanas lain dengan bantuan kipas angin. Aliran udara ini bergerak vertikal, dengan kekuatan tinggi yang akan mengenai bahan yang berada diatasnya. Karena menggunakan kecepatan angin berkekuatan tinggi bahan akan terangkat mengakibatkan seluruh permukaan bahan akan bersentuhan dengan udara panas. Untuk mengefektifkan proses pengeringan, diperlukan kontak panas yang maksimum antara media dengan bahan. Salah satu caranya adalah dengan memperbesar luas permukaan yang terkena oleh panas, prinsip inilah yang digunakan pada pengering tipe fluidized bed ini. π 2 D L 4 ℓ 2

2. Gaplek Sukun