Bahan dan Alat Bahan dan Alat Prosedur Percobaan

III. METODE PENELITIAN

A. STUDI PUSTAKA STATUS PENELITIAN TEPUNG-TEPUNGAN

Studi pustaka ini dilakukan untuk menginventarisasi komoditi yang telah diteliti pemanfaatannya untuk dijadikan produk tepung-tepungan seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, buah-buahan, dan lain-lain. Selain itu juga untuk mengetahui status penelitian mengenai tepung-tepungan yaitu sejauh mana eksplorasi yang telah dilakukan sampai saat ini. Hal yang menjadi titik berat dari studi pustaka tersebut adalah mengenai proses penepungan, karakteristik tepung, aplikasi, potensi dan peluang serta kepercayaan dalam masyarakat. Setelah diperoleh data, selanjutnya dipilih salah satu komoditi yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih jauh.

B. REKAYASA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN BED DRYER

1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada percobaan adalah buah sukun dengan umur panen 2.5-3 bulan dan Natrium Metabisulfit 0.3. Alat yang digunakan adalah pisau, baskom, talenan, slicer, blancher, pengering tipe bed dryer , termokopel, plastik polietilen, timbangan, neraca analitik, oven, desikator, cawan alumunium.

2. Prosedur Percobaan

a. Pembuatan sawut buah sukun

Buah sukun mula-mula ditimbang, dikupas kulitnya dengan ketebalan sekitar 0.5cm, dipotong-potong menjadi 8 bagian dan dibuang hatinya, kemudian ditimbang kembali. Setelah itu, buah sukun direndam dalam larutan Natrium Metabisulfit 0.3 selama kurang lebih 10 menit. Potongan-potongan sukun tersebut kemudian diblansir uap pada suhu 80 o C selama 7 menit dan disawut dengan menggunakan slicer. Buah sukun ↓ Ditimbang ↓ Dikupas dan dibuang bagian hatinya ↓ Ditimbang ↓ Dipotong-potong ↓ Direndam dalam larutan Natrium Metabisulfit 0.3 ↓ Diblansir uap 80 o C, 7 menit ↓ Dibuat menjadi sawut menggunakan slicer ↓ Sawut buah sukun Gambar 4. Diagram alir pembuatan sawut buah sukun

b. Pengeringan sawut buah sukun gaplek sukun

Setelah menjadi sawut, buah sukun kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering tipe bed dryer menjadi gaplek sukun. Hasil yang diinginkan adalah gaplek sukun dengan kadar air 6.

c. Perlakuan

1. Suhu inlet yang diujikan adalah 60 o C, 65 o C, 70 o C. Pengukuran suhu udara yang masuk suhu inlet dilakukan dengan menggunakan termometer digital. 2. Ketebalan tumpukan yang diujikan adalah 5 cm dan 7 cm. 3. Waktu pengeringan yang diujikan adalah 105 menit. 4. Laju alir udara pada penelitian ini dibuat tetap yaitu 0.9 mdetik laju alir udara maksimal pada alat. d. Pengamatan a. Kadar Air Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air buah, kadar air awal waktu pengeringan 0 menit dan kadar air gaplek yang telah dikeringkan. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu pengeringan 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit dan 105 menit. Sampel kemudian dimasukan kedalam wadah dan disimpan dalam desikator untuk kemudian dilakukan pengukuran kadar air. Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven Apriyantono et al., 1989. Prosedur pengukuran kadar air dengan metode oven adalah sebagai berikut : Cawan kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 100-102 o C selama ± 15 menit, dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang W 1 . Timbang ± 5 gram sampel W 2 didalam cawan, dikeringkan dengan oven bersuhu 100-102 o C selama ± 6 jam. Setelah kering, dinginkan cawan yang berisikan sampel kering didalam desikator, kemudian ditimbang W 3 . Nilai kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Berat cawan gram : W 1 Berat sampel gram : W 2 Berat cawan + sampel kering gram : W 3 Berat sampel kering gram = W 4 = W 3 -W 1 Kadar Air bb = W 2 – W 4 x 100 W 2 Kadar Air bk = W 2 - W 4 x 100 W 4 b. Mutu gaplek sukun yang dihasilkan secara visual Pengamatan terhadap mutu gaplek sukun dilakukan secara visual, yaitu warna gaplek sukun yang telah dikeringkan. Pengamatan ini bersifat subjektif. c. Suhu lingkungan. Suhu lingkungan yang diukur meliputi suhu bola kering dan suhu bola basah. Keduanya diukur menggunakan termometer digital. Suhu bola kering diukur dengan meletakkan termometer di udara, nilai suhu yang ditunjukkan merupakan suhu bola kering. Pada pengukuran suhu bola basah, ujung termometer ditutupi dengan kapas basah dan kemudian termometer diletakkan diudara, nilai suhu yang ditunjukkan merupakan suhu bola basah.

C. KARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN.

1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung sukun adalah buah sukun dengan umur panen 2.5-3 bulan, Natrium Metabisulfit 0.3. Bahan yang digunakan dalam analisis tepung sukun adalah tepung sukun, aquades, larutan NaCl, enzim α-amilase, amiloglukosidase, neutrase, alkohol, buffer fosfat, etil alkohol, aseton, amonium oksalat, asam oksalat, NaOH, NaClO 2 , HCl, asam asetat, kalsium klorida, perak nitrat, H 3 BO 3 , HgO, Na 2 SO 3 , K 2 SO 4 , H 2 SO 4 , hexana. Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung sukun adalah pisau, slicer , blancher, baskom, talenan, pengayak 60 mesh, pengering kabinet, timbangan, neraca analitik, disc mill dan plastik polietilen. Alat yang digunakan pada analisis tepung sukun, yaitu neraca analitik, Brabender Amylograph, oven, tanur, desikator, sohxlet, labu kjeldahl, alat-alat gelas.

2. Prosedur Percobaan

a. Penyiapan Tepung Sukun Buah sukun ↓ Ditimbang ↓ Dikupas dan dibuang bagian hatinya ↓ ↓ Ditimbang ↓ Dipotong-potong ↓ Direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0.3 ↓ Diblansir uap 80 o C, 7’ ↓ Diris tipis slicer ↓ chips sukun ↓ Dikeringkan dengan pengering kabinet 60-65 o C, 7-8 jam ↓ Digiling dengan disc mill ↓ Diayak dengan saringan 60 mesh ↓ Tepung sukun tanpa pra masak Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung sukun Ekawidiasta, 2003 b. Analisis Sifat Kimia Tepung Sukun 1. Kadar karbohidrat by difference Apriyantono et al., 1989 Kadar karbohidrat bb = 100 – kadar abu + kadar air + kadar protein + kadar lemak 2. Kadar abu, metode tanur Apriyantono et al., 1989 Siapkan cawan pengabuan, keringkan dalam tanur 500 o C selama ± 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Timbang sebanyak 3-5 g sampel didalam cawan pengabuan, dibakar dengan hot plate sampai sampel tidak berasap. Keringkan sampel didalam tanur 600 o C selama 6 jam sampai abu berwarna putih. Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang. Nilai kadar abu diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Kadar abu bb = Berat abu g x 100 Berat sampel g 3. Kadar Protein, meotde mikro-kjeldahl Apriyantono et al., 1989 Timbang sejumlah kecil sampel kira-kira 0.1-0.5 g, pindahkan kedalam labu kjeldahl 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K 2 SO 4 , 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H 2 SO 4 . Tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Dinginkan, tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu kedalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air, pindahkan air cucian ini kedalam alat distilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2 dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2 dalam alkohol di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3 BO 3 . Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 SO 3 , kemudian lakukan distilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondenser dengan air, dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml kemudian titrasi dengan dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. Perhitungan : N = ml HCl - ml blanko x normalitas x 14.007 x 100 mg sampel P = N x faktor konversi faktor konversi untuk tepung sukun adalah 6.25 4. Kadar air, metode oven Apriyantono et al., 1989 Cawan kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 100-102 o C selama ± 15 menit, dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang W 1 Timbang ± 5 gram sampel W 2 didalam cawan, dikeringkan dengan oven bersuhu 100-102 o C selama ± 6 jam. Setelah kering, dinginkan cawan yang berisikan sampel kering didalam desikator, kemudian ditimbang W 3 . Nilai kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Berat cawan gram : W 1 Berat sampel gram : W 2 Berat cawan + sampel kering gram : W 3 Berat sampel kering gram = W 4 = W 3 -W 1 Kadar Air bb = W 2 – W 4 x 100 W 2 Kadar Air bk = W 2 - W 4 x 100 W 4 5. Kadar lemak, metode soxhlet Apriyantono et al., 1989 Keringkan labu lemak dengan oven bersuhu 100-102 o C selama ± 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Timbang ± 5 gram sampel, dibungkus dengan kertas saring kemudian masukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Tuangkan heksan secukupnya, rangkai alat ekstraksi soxhlet kemudian refluks selama 5-6 jam. Disitilasi pelarut yang ada didalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C. Setelah pelarut menguap semua, angkat dan dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Nilai kadar lemak dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Lemak = Berat Lemak x 100 Berat sampel g 6. Kadar Serat Makanan AOAC, 1995 Sebanyak 1 gram sampel bebas lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat pH 6.0 dan dibuat menjadi suspensi. Setelah itu ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl, ditutup dan diinkubasikan pada suhu 100 o C selama 15 menit, sambil sesekali diaduk. Setelah selesai erlenmeyer diangkat dan didinginkan. Pada suspensi kemudian ditambhkan air destilata sebanyak 20 ml dan diatur pH-nya menjadi 1.5 dengan menambahkan HCL 4M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin dan diinkubasikan pada suhu 40 C, diagitasi selama 60 menit. Setelah selesai, ditambah air destilata sebanyak 20 ml dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH. Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, ditutup dan diinkubasikan pada suhu 40 o C selama 60 menit sambil diagitasi. Selanjutnya pH diatur 4.5 dengan HCl, suspensi disaring mmelalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 dan ditambah 0.5 g celite kering berat tepat diketahui. Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata. Untuk perhitungan serat makanan tidak larut IDF, residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnya residu dikeringkan pada suhu 105 o C sampai berat tetap. Setelah ditimbang D 1 , pada residu kering dilakukan analisa kadar abu I 1 . Untuk perhitungan serat makanan larut SDF, volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, ditambah 400 ml etanol 95 hangat 60 o C dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya filtrat dengan endapannya disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0.5 g celite kering. Setelah itu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78, 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton. Endapan dikeringkan 105 o C sampai berat konstan, didinginkan, dan ditimbang D 2 . Selanjutnya endapan dilakukan analisa kadar abu I 2 . Blanko untuk analisa IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama seperti pada tahap persiapan sampel, tetapi pada pembuatan blanko tidak digunakan sampel, namun semua pereaksi yang digunakan dalam tahap persiapan sampel harus digunakan. Dari tahap pembuatan nlanko juga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang didapat diberi perlakuan yang sama seperti analisa IDF. Berat residu setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai Blanko 1 . Sementara itu, filtrat yang didapat diberikan perlakuan yang sama seperti analisis SDF. Berat filtrat setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai Blanko 2 . IDF = D 1 -I 1 -Blanko 1 x 100 Berat Sampel SDF = D 2 -I 2 -Blanko 2 x 100 Berat Sampel TDF = SDF + IDF c. Analisis Derajat Putih dengan Kett Photoelectric Tube Whiteness Meter for Powder Model C-1 Sebelum pengukuran perlu dilakukan kalibrasi alat dengan menggunakan standar yang tersedia. Tempat untuk pengukuran sampel dibersihkan dari kotoran dan debu yang ada. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam tempat tersebut. Permukaan sampel diratakan dan dipadatkan, kemudian secara perlahan dimasukkan ke dalam lubang nomor 2, 3, 4, atau 5 dari putaran lubang yang ada. Sedangkan lubang nomor 1 digunakan sebagai tempat standar. Selanjutnya dilakukan pengukuran derajat putih. Nilai derajat putih sampel terbaca pada angka yang ditunjukkan oleh jarum pengukuran. d. Analisis Sifat Rheologi Tepung Sukun

1. Analisis viskositas adonan tepung, metode amilograf AACC, 1983.