I. BAHAN DAN METODE
2.1 Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri merupakan proses memisahkan koloni-koloni bakteri yang secara morfologi terlihat mendominasi maupun yang unik segi warna, morfologi,
dan ukuran dari media pemeliharaan. Udang sampel diambil dari tambak udang PT. Pinang Gading Lampung. Udang sampel ini berasal dari berbagai umur yang
berbeda yaitu berumur 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Ketiga umur tersebut masing-masing berjumlah 3 ekor dan diambil dari petak tambak yang berbeda.
Pengisolasian pertama kali dilakukan dengan pembedahan sampel usus udang vanname Lito
penaeus vannamei. Bagian
abdomen udang dibedah dan
diambil ususnya, usus tersebut dicacah atau dihaluskan dengan menambahkan sedikit akuades
. Usus yang telah dihaluskan dilakukan pengenceran dari 10
-1
, sampai 10
-4
dengan larutan Phosphate-Buffered Saline PBS Lampiran 1. Hasil dari pengenceran masing-masing disebar pada media Sea Water Complete SWC
yang berada dalam cawan petri. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam. Koloni bakteri yang secara morfologi terlihat mendominasi maupun yang unik diisolasi
untuk diamati keragaman genetik bakterinya. Koloni-koloni yang tampak unik
dalam pigmentasi dan morfologinya secara visual juga
diambil, kemudian dimurnikan
dengan metode kuadran hingga didapatkan koloni bakteri tunggal. Setelah itu koloni bakteri tunggal tersebut diidentifikasi dengan pewarnaan Gram.
Adapun metode dan bahan pewarnaan Gram dapat dilihat pada lampiran 2.
2.2 Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis ARDRA
2.2.1 Ekstraksi DNA Genom Bakteri
Pengekstraksian DNA
dilakukan dengan
menggunakan larutan
cetyltrimetyl ammonium bromide CTAB modifikasi Murray and Thompson 1980. Isolat bakteri yang telah murni, masing-masing ditumbuhkan dalam media
SWC Sea Water Complete cair. Bakteri ditumbuhkan selama 18-24 jam pada
suhu 28
o
C dalam shaker dengan kecepatan 140-160 rpm. Kemudian bakteri dipanen sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam eppendorf, disentrifugasi
dengan kecepatan 12000 rpm selama 1 menit dan supernatannya dibuang. Pelet yang telah mengendap dalam eppendorf dikeringkan dengan membalikkan di atas
tisue. Ke dalam tabung yang berisi pelet bakteri ditambahkan 500 µ l 1x TE buffer, kemudian diresuspensi dan sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 5
menit. Supernatan dibuang dan pelet sel diresuspensikan kembali dengan 1x TE buffer sebanyak 500 µ l. Kedalam tabung yang berisi pelet juga ditambahkan 100
µ l lysozym 50 mgµ l dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 1 jam setiap 15 menit dibolak-balik. Setelah itu ditambahkan 100
µ l SDS 10 dan 10 µ l K- Proteinase diinkubasi lagi pada suhu 37
o
C selama 1 jam . Kemudian dimasukkan
100 µ l NaCl 5M dan100 µ l CTAB, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 65
o
C selama 20 menit. Selanjutnya ke dalam campuran ditambahkan 500 µ l
phenol:chloroform:isoamyl alkohol 25:24:1, divortex selama 30 detik, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil dan
dipindahkan ke dalam Eppendorf steril yang telah berisi 600 µ l
isopropanolethanol absolut dingin -20
o
C dan dibolak-balik hingga timbul benang-benang DNA. DNA dalam bentuk pelet dicuci dengan 1 ml ethanol 70
dingin dan dikeringudarakan selama 4-24 jam untuk menguapkan ethanol yang masih tersisa. Langkah terakhir dalam ekstraksi DNA adalah penambahan elution
buffer sebanyak 20 – 30 µl dan selanjutnya DNA disimpan pada suhu -20
o
C untuk keperluan selanjutnya.
2.2.2 Amplifikasi Gen 16S-rRNA
Sampel DNA sebanyak 0,5 µ l dimasukkan ke dalam tabung PCR yang berisi reagen-reagen PCR yang dicampur. Reagen PCR yang dicampur ini antara
lain 17,5 µ l ddH
2
O, 2,5 µl dNTP 2,5 mM, 2,5 µl Buffer Taq, 0,2 µl enzim DNA Taq Polimerase, 1 µ l primer. Secara umum sampel DNA bakteri pada penelitian
ini menggunakan primer 0008F 5’ AGA GTT TGA TC
M TGG CTC AG 3’ 1.5
µM yang berpasangan dengan primer 1524R 5’ AAG GAG GTG ATC CA
R CCG 3’. Sampel DNA referens menggunakan primer 0008F 5’ AGA GTT TGA
TC M
TGG CTC AG 3’ 1,5 µM yang berpasangan dengan primer 1492RH 5’ G
H T ACC TTG TTA CGA CTT
3’ 1,5 µM Lane, 1991. Sampel DNA bakteri yang tidak dapat teramplifikasi dengan primer 0008F yang berpasangan dengan
1524R, alternatifnya digunakan primer 63F 5’ CAG GCC TAA CAC ATG CAA
GTC 3’ 5 pmol berpasangan dengan 1387R 5’ GGG CGG
W GT GTA CAA
GGC 3’ 5 pmol Marchesi et al. 1998. PCR dilakukan menggunakan PCR
GeneAmp
®
PCR System 2400, Perkin Elmer, USA Lampiran 3. Primer 0008F dan 1524R di PCR dengan kondisi: Pre start 94
o
C 2 menit; denaturasi 92
o
C 2 menit, annealing primer 58
o
C 30 detik, extention 72
o
C 1 menit 20 detik yang dilakukan sebanyak 25 siklus; post PCR 72
o
C 10 menit. Primer 63F dan 1387R di PCR dengan kondisi Pre start 94
o
C 2 menit, denaturasi 92
o
C 2 menit, annealing primer 55
o
C 30 detik, extention 75
o
C 1 menit, yang dilakukan sebanyak 30 siklus; post PCR 72
o
C 20 menit. Primer 0008f dan 1492rh diPCR dengan kondisi Pre start 94
o
C 2 menit; denaturasi 94
o
C 15 detik, annealing primer 50
o
C 30 detik, extention 72
o
C 1 menit 30 detik, ekstra extention 72
o
C 10 menit, yang dilakukan sebanyak 30 siklus; post PCR 10
o
C 10 menit. Setelah itu, suhu diturunkan dan diakhiri pada 4
o
C.
2.2.3 Digesti dengan Enzim Restriksi Sau3AI
Hasil amplifikasi gen 16S-rRNA dari masing-masing sampel dipotong dengan menggunakan enzim restriksi
Sau3AI 5’-↓GATC EU, PureExtreme™
Fermentas .
Setiap reaksi pemotongan terdiri atas 6 µ l hasil PCR gen 16S- rRNA, 1,5 µl buffer enzim restriksi 10X, 0,15 µl enzim restriksi [10 unit µ l], dan
7,5 µl ddH
2
O. Selanjutnya setiap tabung yang berisi reaksi di atas, diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 16 jam. Hasil pemotongan kemudian dielektroforesis dengan kondisi 150 V 80 mA, sampai ± 45 menit. Setelah proses elektroforesis
selesai, gel diamati di atas lampu UV transiluminator dan didokumentasi untuk melihat pola ARDRA. Pola ARDRA ini dijadikan data biner sebagai input untuk
konstruksi pohon filogenetika.
2.2.4 Elektroforesis
Gel agarose dibuat dengan melarutkan serbuk gel agarose sebanyak 1,9 dalam 30 ml larutan Tris boric EDTA TBE yang mengandung ethidium bromida
0,01 gml. Kemudian dipanaskan dalam microwave sampai larutan menjadi berwarna bening. Larutan tersebut didiamkan sampai hangat lalu dituangkan ke
dalam cetakan yang sudah terpasang sisir pembuat sumur. Kemudian gel dibiarkan sampai membeku. Setelah itu, sisir dilepaskan dan padatan gel
dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TBE. Sampel produk PCR sebanyak 5 µ l dicampurkan dengan 0,5-1 µ l loading
dye, lalu dimasukkan ke dalam sumur yang terdapat dalam gel dengan menggunakan mikropipet. Setelah itu, 2 µ l marker DNA dimasukkan ke dalam
sumur di dekat sumur sampel. Bak elektroforesis ditutup dan listrik dialirkan dengan tegangan 150 volt dan kuat arus 80 mA. DNA akan bermigrasi dari kutub
negatif ke positif. Setelah pewarna bromophenol blue bermigrasi sampai tiga per empat bagian dari panjang gel ± 45 menit, aliran listrik dihentikan. Lalu gel
diangkat dan dilepaskan dari cetakannya. Kemudian keberadaan DNA dilihat dengan bantuan ultraviolet transluminator. Dokumentasi dilakukan dengan
menggunakan kamera digital yang sudah terhubung dengan komputer.
2.2.5 Konstruksi Pohon Filogenetika dari Pola ARDRA
Data biner hasil pemotongan dengan enzim restriksi
Sau3AI dimasukkan sebagai input program Treecon software copyright c Yves Van de Peer Belgia
untuk konstruksi pohon filogenetika.
2.2.6 Analisis Keragaman dan Dominansi
Analisis keragaman dan dominansi ini digunakan untuk menghitung indeks keragaman dan dominansi suatu spesies di dalam populasi. Penelitian ini
menggunakan populasi bakteri usus udang umur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan penggabungan ketiga umur tersebut. Hasil konstruksi pohon filogenetika
dianalisis lagi indeks keragaman dan dominansinya, dengan indeks keragaman dan indeks dominansi menurut
Krebs 1972 yang dirumuskan sebagai berikut .
a. Indeks Keanekaragaman
Dimana: H’ = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah jenis spesies Pi = NiN = Sebagai proporsi jenis ke-i
Ni = Jumlah total individu jenis i N = Jumlah seluruh individu dalam total n
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman yaitu: H’ 1, keanekaragaman rendah
1 – 3, keanekaragaman sedang
3, keanekaragaman tinggi
b. Indeks Dominansi
Dimana: C = Indeks dominansi S = Jumlah jenis spesies
Pi = NiN = Sebagai proporsi jenis ke-i Ni = Jumlah total individu jenis i
N = Jumlah seluruh individu dalam total n Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan dominansi yaitu:
Mendekati 0 : indeks semakin rendah atau dominansi oleh satu spesies individu
Mendekati 1 : indeks besar atau cenderung dominansi oleh beberapa spesies individu.
2.3 Karakterisasi Fisiologis dari Isolat