92
7. STABILITAS PIGMEN DAN LOVASTATIN ANGKAK YANG DIPRODUKSI SECARA KO-KULTUR
Monascus purpureus TOS DENGAN
Endomycopsis burtonii PADA BERBAGAI SUHU DAN pH Abstrak
Pigmen dan lovastatin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh
Monascus purpureus . Angkak yang diproduksi secara ko-kultur M. purpureus TOS
dengan Endomycopsis burtonii disertai angkak produk monokultur M. purpureus, dipelajari stabilitas pigmen dan lovastatinnya terhadap suhu 70˚C, 100˚C, 121˚C
dengan waktu kontak 15, 30 dan 45 menit dan pH 3, 5, 7 dengan waktu kontak 2, 4, 6, dan 8 jam. Suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak 15-45 menit serta
pH 7 dengan waktu kontak 4-8 jam tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik yang diproduksi secara monokultur maupun ko-kultur. Nilai pH 3,0 dan
5,0 dengan waktu kontak 2-8 jam menyebabkan penurunan stabilitas pigmen merah angkak monokultur maupun ko-kultur. Suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15-30
menit tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak ko-kultur, sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit serta pH 3,0-5,0 dengan waktu kontak 4, 6 dan 8 jam
menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur. Suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15-45 menit serta pH 3,0-7,0 tidak mempengaruhi kadar
lovastatin angkak yang diproduksi secara monokultur.
Key words : Stabilitas, Pigmen angkak, Monascus purpureus, Endomycopsis burtonii
PENDAHULUAN
Pigmen dan lovastatin angkak merupakan metabolit-metabolit sekunder yang diproduksi M. purpureus pada fase stasioner atau akhir fase logaritmik. Pada
fermentasi padat menggunakan beras sebagai substrat, diproduksi pigmen merah ekstraseluler Kaur et al 2009. Selain pigmen merah, selama fermentasi angkak juga
diproduksi pigmen kuning dan jingga. Pigmen angkak digunakan sebagai pewarna makanan di Cina, Taiwan, dan Filipina untuk mewarnai produk-produk pangan
seperti ikan, daging , acar, anggur, pasta ikan, keju, dan sebagainya Komponen utama pigmen angkak terdiri dari rubropunktatin, rubropunktamin,
ankaflavin, monaskorubrin, monaskorubramin, dan monaskin. Rubropunktamin C
21
H
29
NO
4
dan monaskorubramin C
23
H
29
NO
4
merupakan komponen pigmen
93
merah, rubropunktatin C
21
H
22
O
5
dan monaskorubrin C
23
H
26
O
5
merupakan pigmen jingga, sedangkan monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
merupakan komponen pigmen kuning. Karakteristik pigmen angkak yang diproduksi menggunakan kultur tunggal M.
purpureus terutama kestabilan pigmen terhadap suhu dan pH
, telah dipelajari oleh
beberapa peneliti seperti Kaur et al. 2009 dan Sutrisno 1987. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pigmen merah angkak labil terhadap pemanasan di atas suhu
70˚C dan menunjukkan perubahan warna dari merah menjadi kehitaman ketika terkena panas 100˚C selama 15 menit Kaur et al., 2009 . Suhu tinggi dapat
nenyebabkan terjadinya kerusakan gugus kromofor pigmen sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ikatan atau gugus fungsionalnya
Sutrisno,1987. Penelitian berkaitan pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas lovastatin, selama ini belum pernah dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan pH terhadap
stabilitas pigmen dan lovastatin angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan E.
burtonii dibandingkan dengan pigmen dan lovastatin angkak yang diproduksi secara
monokultur. Penelitian ko-kultur M. purpureus dengan E. burtonii yang telah
dilakukan sebelumnya, mampu meningkatkan produksi pigmen dan lovastatin angkak. Karakteristik pigmen dan lovastatin angkak sangat penting dipelajari untuk
aplikasi lebih luas pada berbagai makanan dengan dengan suhu pemanasan yang berbeda. Angkak dengan kandungan pigmen sangat potensial dikembangkan untuk
menekan penggunaan pewarna berbahaya yang sering digunakan pada makanan. Kandungan lovastatin yang terdapat pada angkak juga sangat potensial sebagai
pangan fungsional.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Strain Kapang dan Khamir
Kapang yang digunakan pada penelitian ini adalah Monascus purpureus strain TOS koleksi laboratorium Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI,
94
Cibinong, Bogor. Khamir yang digunakan adalah Endomycopsis burtonii koleksi laboratorium Ilmu Hayati, ITB, Bandung.
Produksi lovastatin dan pigmen angkak oleh M. purpureus strain TOS
ko-kultur dengan E.burtonii
Angkak diproduksi menggunakan M. purpureus strain TOS 10
7
cfuml ko- kultur dengan E.burtonii pada substrat beras IR 42 yang telah disterilisasi dahulu.
Ko-kultur dilakukan dengan menambahkan E. burtonii pada fermentasi hari ke 6
dengan konsentrasi 10
4
cfuml. Fermentasi dilakukan pada suhu ± 30°C selama 14 hari, selanjutnya angkak dikeringkan pada suhu ± 60°C sampai mencapai kadar air ±
5. Produksi lovastatin angkak tanpa ko-kultur dilakukan dengan kondisi yang sama tanpa perlakuan penambahan E. burtonii.
Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Pigmen dan Lovastatin Angkak Ekstraksi Pigmen Angkak
Angkak dihaluskan dengan mortar hingga menjadi bubuk. Bubuk pigmen angkak sebanyak 100 mg diekstraksi dengan 900
l etanol 75, dikocok dengan vortex mixer
. Langkah selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 9520 G selama 15 menit. Supernatan ditampung dalam tabung eppendorf, sedangkan pellet
biomassa ditambah lagi dengan 900 l etanol 75, dikocok dengan vortex mixer
dan disentrifugasi pada kecepatan 9520 G selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh digabungkan dengan supernatan hasil ekstraksi pertama dan dikocok
dengan vortex mixer.
Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen angkak
Ekstrak pigmen dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi. Satu buah tabung reaksi digunakan sebagai kontrol disimpan pada suhu
kamar, sedangkan 9 tabung reaksi lainnya dipanaskan pada suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak divariasikan meliputi: 15, 30 dan 45 menit.
95
Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen angkak
Ekstrak pigmen dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam 12 tabung reaksi, masing-masing tabung ditambahkan 5 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 3, 5 ml
0,01 M buffer Na-sitrat pH 5, dan 5 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 7. Tabung disimpan pada suhu kamar dengan variasi lama penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 jam.
Pengaruh suhu dan pH terhadap kadar Lovastatin Angkak Pengaruh suhu terhadap kadar lovastatin angkak
Angkak dihancurkan menjadi bentuk bubuk 80 mesh, selanjutnya ditimbang 1 g sebanyak 10 kali. Masing-masing diekstrak dengan 2 ml asetonitril
dan 0,1 ml asam fosfat 0,1, diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Angkak diperlakukan dengan suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak
divariasikan meliputi: 15, 30 dan 45 menit. Sampel disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian disaring dengan kertas saring
membran nilon berukuran 0,45 mikron. Sampel kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk dianalisis kadar lovastatin Miyake et al, 1984
Pengaruh pH terhadap kadar lovastatin angkak
Angkak dihancurkan menjadi bentuk bubuk 80 mesh, selanjutnya ditimbang 1 g sebanyak 9 kali. Angkak diekstrak dengan 2 ml asetonitril dan 0,1 ml
asam fosfat 0,1, diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Masing-masing ditambahkan 9 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 3, 9 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 5,
dan 0,01 M buffer Na-sitrat pH 7. Masing-masing tabung disimpan pada suhu kamar dengan variasi lama penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 jam.
Analisis . Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran intensitas warna
dan kadar lovastatin angkak oleh pengaruh suhu dan pH. Analisis terhadap intensitas warna angkak dilakukan terhadap pigmen merah, kuning dan jingga yang dikandung
angkak. Intensitas warna diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm untuk warna kuning, 470 nm untuk warna jingga dan 500 nm
untuk warna merah. Produksi pigmen dinyatakan dalam nilai absorbansi dikalikan dengan faktor pengenceran Miyake et al, 1984. Analisis terhadap kadar lovastatin
96
angkak dilakukan dengan metode Miyake et al 1984 menggunakan alat HPLC.
Sampel setelah perlakuan suhu dan pH, disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian disaring dengan kertas saring membran nilon
berukuran 0,45 mikron. Sampel kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk dianalisis kadar lovastatin Miyake et al, 1984.
Hasil dan Pembahasan
1.
Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen merah angkak
Hasil analisis pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen merah angkak yang diproduksi oleh M. purpureus TOS secara monokultur maupun secara ko-kultur
dengan E. burtonii disajikan pada Gambar 7.1. Analisis secara statitistik menunjukkan bahwa, pemberian panas pada suhu 70˚C, 100˚C dan 121˚C dengan
waktu kontak 15, 30, dan 45 menit tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik terhadap angkak yang diproduksi secara monokultur maupun ko-kultur
p0,05. Pigmen merah angkak monokultur dan ko-kultur relatif tahan terhadap
suhu 70-121˚C. Shin 2005 melaporkan bahwa pigmen angkak secara umum mempunyai kemampuan mewarnai yang kuat dan produk pangan yang diberi warna
angkak, memiliki penampilan yang baik terhadap panas. Pigmen angkak juga stabil terhadap sinar radiasi maupun ultraviolet. Faktor-faktor seperti oksidasi, logam,
alkalinitas dan keasaman berpengaruh kecil terhadap intensitas warna pigmen angkak.
97
a b
Gambar 7.1 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen merah angkak a monokultur, b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
Ketahanan pigmen merah angkak oleh pengaruh suhu tinggi, menunjukkan bahwa angkak dapat diaplikasikan pada makanan-makanan yang diproses dengan
suhu tinggi, misalnya pada makanan kaleng yang disterilisasi pada suhu 121˚C dengan lama waktu 15-45 menit. Aplikasi pigmen merah angkak juga dapat
digunakan sebagai pengganti nitrit pada produk olahan daging. Fabre et al. 1993 melaporkan bahwa pigmen angkak lebih stabil dibanding pewarna yang biasa
digunakan untuk mewarnai produk-produk daging seperti garam-garam nitrit. Penelitian Fabre et al. 1993 untuk mengetahui stabilitas pigmen angkak yang
dihasilkan oleh Monascus ruber sebagai pewarna produk-produk daging menunjukkan bahwa, pigmen angkak peka atau sensitif terhadap cahaya, suhu tinggi
dan pH asam. Akan tetapi pigmen angkak lebih stabil dibanding pewarna yang biasa digunakan untuk mewarnai produk-produk daging seperti garam-garam nitrit. Produk
daging yang diwarnai dengan angkak, setelah tiga bulan disimpan pada suhu 4˚C dan dalam kondisi vakum, warnanya tetap stabil stabilitasnya sekitar 95 persen.
2 4
6 8
10 12
14
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 500
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
2 4
6 8
10 12
14
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 500
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
98
Kaur et al 2009, melaporkan bahwa pigmen merah angkak yang diproduksi secara monokultur menggunakan M. purpureus MTCC 410, stabil pada
suhu 70˚C selama 15 menit, tetapi intensitas warna menurun pada suhu di atas 70˚C. Pada suhu 100˚C, warna merah angkak berubah menjadi merah kehitaman akibat
kerusakan molekul pigmen dalam larutan. Ketidakstabilan pigmen M. purpureus pada suhu tinggi tersebut dikorelasikan dengan terjadinya kerusakan secara cepat dari
molekul penyusun pigmen 45 residu pigmen yang tertinggal setelah perlakuan 2 jam pada suhu 100˚C Lee and Chen, 2000. Penurunan intensitas pigmen merah
oleh perlakuan suhu tinggi diduga disebabkan oleh terjadinya dekomposisi dan berubahnya struktur pigmen merah, sehingga menyebabkan sifatnyapun dapat
berubah menjadi lebih pucat. Suhu tinggi kemungkinan juga dapat nenyebabkan terjadinya kerusakan gugus kromofor pigmen sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada ikatan atau gugus fungsionalnya Sutrisno,1987. Penurunan intensitas pigmen merah angkak akibat perlakuan pemanasan
pada suhu tinggi, kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada struktur pigmen. Pigmen merah angkak tersusun oleh unit-unit yang diantaranya terdiri dari gugus
fungsional-gugus fungsional yang membentuk gugus kromophor dan beberapa ikatan rangkap serta gugus-gugus lainnya. Akibat perlakuan panas, ikatan rangkap pada
struktur tersebut dapat terbuka. Juga dimungkinkan terjadi kerusakan pada gugus kromophor antara lain akibat terlepasnya gugus fungsioanal atau terbukanya gugus
fungsional yang menyusun gugus kromophor Fessenden 1994. Komponen utama pigmen angkak khususnya pigmen merah terdiri dari
rubropunktamin C
21
H
29
NO
4
dan monaskorubramin C
23
H
29
NO
4
. Struktur monaskorubramin C
23
H
29
NO
4
disusun oleh gugus-gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus
penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Misalnya gugus keton sebagai
salah satu gugus penyusun pigmen tersebut, dengan adanya dua pasang elektron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil tidak dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan senyawa karbonil lainnya, maka titik didihnya lebih rendah dari
99
pada senyawa alkohol. Alkohol secara umum mendidih pada suhu ± 78˚C, perlakuan panas pada pigmen angkak dengan suhu minimal sama atau lebih dari suhu mendidih
alkohol minimal 78˚C, menyebabkan gugus ini mudah mendidih dan menguap Fessenden et al 1995. Dengan menguapnya gugus penyusun pigmen merah angkak
akibat perlakuan suhu tinggi, menyebabkan struktur penyusun pigmen merah tidak utuh lagi atau mengalami kerusakan. Kondisi ini dapat menyebabkan intensitas warna
merah angkak menurun. Kestabilan pigmen merah angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan
E. burtonii oleh pengaruh suhu , sangat potensial untuk tujuan aplikasi secara luas
pada produk olahan pangan, mengingat proses pengolahan pangan secara umum melibatkan penggunaan suhu yang relatif tinggi.
2. Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen merah angkak
Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen merah angkak monokultur dan ko- kultur disajikan pada Gambar 7.2. Analisis secara statitistik menunjukkan bahwa, pH
7,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak monokultur maupun hasil ko-kultur p0,05. Perlakuan pH 3,0 dan
5,0 dengan waktu kontak 2-8 jam, menyebabkan penurunan secara nyata intensitas pigmen merah angkak monokultur maupun angkak hasil ko-kultur.
Kestabilan intensitas pigmen merah angkak pada pH netral, sangat potensial untuk tujuan aplikasi pada produk olahan makanan dan minuman yang pHnya netral.
Lee et al., 1995 melaporkan bahwa pigmen Monascus baik untuk pewarna makanan dan minuman dengan pH netral. Timotius 2004 juga melaporkan bahwa
pigmen merah dan kuning angkak lebih stabil terhadap panas pada pH tinggi daripada pH asam. Fabre et al 1993 juga menyatakan bahwa pigmen merah angkak lebih
stabil pada kondisi alkali dan paling sensitif terhadap pH asam.
100
a b
Gambar 7.2 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen merah angkak, a monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
Boelhasrin et al, 1982 melaporkan bahwa kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan
nonionik. Penurunan pigmen lebih cepat pada pH rendah kemungkinan berhubungan dengan percepatan interaksi air dengan pigmen oleh adanya asam seperti rusaknya
ikatan ester dari rubropunktamin atau monaskorubramin. 3.
Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen kuning angkak
Stabilitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
oleh pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.3. Perlakuan suhu 70˚C dan 100˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, menunjukkan tidak
mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen kuning angkak. Semakin lama waktu kontak dengan suhu 70˚C dan 100˚C tidak menyebabkan penurunan intensitas
pigmen kuning angkak hasil ko-kultur. Suhu 121˚C dengan kombinasi waktu kontak yang sama, menyebabkan penurunan intensitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur
secara nyata p0,05.
2 4
6 8
10 12
14 16
2 4
6 8
Absorbansi 500
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
2 4
6 8
10 12
14 16
2 4
6 8
Absorbansi 500
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
101
Pigmen kuning angkak disusun oleh struktur monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
. Struktur monaskin dan ankaflavin disusun oleh gugus- gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus
amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Misalnya
gugus keton sebagai salah satu gugus penyusun pigmen tersebut, dengan adanya dua pasang elektron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil tidak dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa karbonil lainnya, maka titik didihnya lebih rendah dari pada senyawa alkohol padanannya. Alkohol secara umum mendidih
pada suhu ± 78˚C, perlakuan panas dengan suhu minimal sama atau lebih dari suhu mendidihnya alkohol pada pigmen angkak, menyebabkan gugus ini mudah mendidih
dan menguap. Dengan menguapnya gugus penyusun pigmen kuning angkak akibat perlakuan suhu tinggi, menyebabkan struktur penyusun pigmen kuning tidak utuh
lagi atau mengalami kerusakan, kondisi ini dapat menyebabkan intensitas warna angkak menurun Fessenden et al 1995.
a b
Gambar 7.3 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen kuning angkak a monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 410
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 410
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
102
Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik Boelhasrin et al, 1982. Suhu sampai
batas tertentu dapat menyebabkan ikatan rangkap rusak atau gugus fungsi pada struktur pigmen terbuka sehingga menyebabkan penurunan intensitas pigmen, warna
dapat memudar. 4.
Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen kuning angkak
Stabilitas pigmen kuning angkak monokultur dan ko-kultur oleh pengaruh pH disajikan pada Gambar 7.4. Stabilitas pigmen kuning angkak yang diproduksi
oleh M. purpureus TOS secara monokultur, tidak dipengaruhi kondisi pH 3,0-7,0 pada berbagai waktu kontak 2-8 jam. Angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS
dengan E. burtonii, perlakuan pH 3,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 jam, serta pH, 5,0 dan 7,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 , 8 jam, tidak mempengaruhi secara nyata
stabilitas pigmen kuning angkak, sedangkan pH 3,0 dengan waktu kontak 8 jam menyebabkan penurunan stabilitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur secara
nyata p0,05.
a b
Gambar 7.4 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen kuning angkak a: monokultur, b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
2 4
6 8
Absorbansi 410
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
2 4
6 8
Absorbansi 410
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
103
Penurunan intensitas pigmen kuning angkak akibat perlakuan pH 3,0 dengan waktu kontak 8 jam merupakan fenomena yang mirip seperti yang terjadi pada
pigmen merah dan jingga angkak. Secara umum kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan
nonionik Boelhasrin et a.l, 1982. Struktur penyusun pigmen kuning angkak adalah monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
. Struktur monaskin dan ankaflavin disusun oleh gugus-gugus fungsional antara lain: gugus khromophor,
gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi
karakteristik pigmen secara umum.
5. Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen jingga angkak