1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angkak merupakan produk fermentasi kapang Monascus purpureus yang umumnya ditumbuhkan pada substrat beras. Angkak mengandung pigmen alami yang
telah lama digunakan sebagai pewarna makanan di Cina, Taiwan, Filipina dan Indonesia untuk mewarnai produk-produk seperti ikan, daging, acar, anggur, pasta
ikan, keju, dan sebagainya Kaur et al 2009 .
Pigmen angkak merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh M. purpureus yang terdiri dari pigmen
merah, kuning, dan jingga. Komponen utama pigmen merah yaitu rubropunktamin C
21
H
29
NO
4
dan monaskorubramin C
23
H
29
NO
4
, pigmen jingga yaitu rubropunktatin C
21
H
22
O
5
dan monaskorubrin C
23
H
26
O
5
, pigmen kuning yaitu monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
Pengembangan produksi pigmen angkak sangat prospektif dilakukan mengingat potensinya yang cukup besar sebagai pigmen alami yang aman
diaplikasikan pada produk pangan. Beberapa peneliti melakukan upaya peningkatan produksi pigmen angkak. Produksi pigmen merah melalui aplikasi ko-kultur
dilakukan oleh Lim et al 2000. Ko-kultur dilakukan antara Monascus sp. dengan Saccharomyces cerevisiae rekombinan yang mengekspresikan gen glukoamilase dari
Aspergillus niger. Produksi pigmen merah dilakukan pada fermentasi kultur cair dan hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan produksi pigmen merah sebesar 19
dibandingkan ko-kultur Monascus dengan S. cerevisiae tanpa perlakuan rekombinan. .
Jenis-jenis khamir tertentu mampu memproduksi enzim amilolitik yang tergolong sebagai enzim hidrolitik. Kemampuan khamir dalam memproduksi enzim
amilolitik, berpotensi untuk dilakukan ko-kultur dengan M. purpureus dalam produksi angkak untuk tujuan peningkatan produksi pigmen dan lovastatin. Enzim
amilolitik yang diproduksi khamir berperan pada bagian hipha Monascus yang mengandung komponen lipopolisakarida, yaitu dengan memperluas node pada hipha
tempat keluarnya pigmen, sehingga pigmen angkak dapat keluar secara optimal
2
Nurhidayat, 2011. Selama ko-kultur enzim-enzim hidrolitik yang diproduksi khamir dapat menyerang dinding sel M. purpureus. Kondisi ini memacu kapang M.
purpureus untuk melakukan pertahanan diri defense mechanism dengan mengeluarkan atau memproduksi komponen-komponen hidrofobik berupa metabolit
sekunder seperti pigmen dan lovastatin Shin et al 1998 Lovastatin merupakan bahan bioaktif kelompok statin yang sangat penting
dalam perkembangan biomedis Altieri, 2001. Secara umum lovastatin dikenal sebagai agen penurun kolesterol dengan melakukan penghambatan enzim HMG-CoA
reductase 3-hidroksi metilglutaril CoA reduktase yang berperan penting dalam biosintesis kolesterol . Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada impor
bahan ini. Beberapa kajian ilmiah telah dilakukan berkaitan potensi lovastatin yang dikandung angkak sebagai bahan biomedik. Jiyuan Ma et al., 2000 meneliti efek
hipotrigliseridemik angkak pada tikus. Po-Shiuan et al., 2003 melaporkan ekstrak cair M. purpureus M9011 mampu mencegah hipertensi pada tikus. Kurniawati
2004 juga membuktikan bahwa angkak dapat menurunkan kadar kolesterol pada darah tikus Sprague Dawley.
Pengembangan angkak sebagai penghasil pigmen sekaligus lovastatin sangat potensial sebagai ingredien pangan fungsional. Permasalahan utama dalam
pengembangan lovastatin adalah produksinya yang relatif rendah selama fermentasi angkak, yaitu berkisar antara 0,2-1,0. Upaya meningkatkan produksi lovastatin
dengan melakukan eksplorasi mikroorganisme indigenus Indonesia terus dilakukan. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan menemukan strain-strain M. purpureus
yang mampu memproduksi pigmen dan lovastatin tinggi. Astuti 2004 malakukan seleksi isolat Monascus purpureus penghasil lovastatin. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa isolat M. purpureus JmbA merupakan isolat penghasil lovastatin tertinggi yakni sebesar 0,9 bk.
Beberapa enzim hidrolitik seperti glukoamilase yang diproduksi oleh S. cerevisiae rekombinan menyebabkan perubahan morfologi dan peningkatan produksi
pigmen berkaitan dengan kemampuannya menyerang dinding sel Monascus. Serangan enzim hidrolitik tersebut, diduga memacu Monascus untuk melakukan
3
pertahanan diri defense mechanism dengan melakukan overproduksi komponen hidrofobik seperti pigmen dan lovastatin Shin et al 1998.
Angkak sebagai ingredien pangan fungsional perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan baik pigmen merah maupun kadar lovastatin melalui aplikasi ko-kultur
M. purpureus dengan khamir amilolitik indigenus.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pigmen merah dan lovastatin angkak dengan menggunakan strain Monascus purpureus ko-
kultur dengan khamir amilolitik indigenus.
Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh strain khamir indigenus yang mempunyai aktivitas amilolitik.
2. Memperoleh produk angkak berkadar pigmen merah dan lovastatin tinggi, melalui fermentasi ko-kultur Monascus purpureus dengan khamir amilolitik.
3. Mengetahui stabilitas pigmen dan lovastatin angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan khamir amilolitik indigenus terhadap suhu dan pH.
4. Mengetahui ekspresi gen yang bertanggung jawab pada produksi lovastatin pada Monascus purpureus setelah ko-kultur dengan khamir amilolitik.
5. Mengetahui stabilitas pigmen dan lovastatin angkak oleh pengaruh suhu dan pH.
Hipotesis
1. Ko-kultur Monascus purpureus dan khamir amilolitik mampu meningkatkan produksi pigmen dan lovastatin angkak.
2. Waktu dan konsentrasi penambahan khamir amilolitik selama fermentasi angkak, akan mempengaruhi produksi pigmen dan lovastatin
3. Ko-kultur Monascus purpureus dan khamir amilolitik akan meningkatkan intensitas ekspresi gen yang berperan pada produksi lovastatin.
4. Pigmen dan lovastatin angkak relatif stabil oleh pengaruh suhu dan pH.
4
.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong industrialisasi produk angkak baik sebagai aditif pewarna alami makanan dengan kandungan pigmen
merahnya, maupun sebagai bahan yang dapat membantu mempertahankan kesehatan karena kandungan lovastatinnya.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pigmen Angkak
Angkak merupakan produk fermentasi kapang Monascus purpureus yang umumnya ditumbuhkan pada substrat beras. Angkak mengandung pigmen alami yang
telah lama digunakan sebagai pewarna makanan di Cina, Taiwan, dan Filipina untuk mewarnai produk-produk seperti ikan, daging , acar, anggur, pasta ikan, keju, dan
sebagainya Hesseltine, 1965. Angkak juga populer dengan berbagai nama seperti Beni-koju, Hong-Qu Cina, Monascus, bheni-koji Red Koji dan aga-koji Jepang,
red fermented rice atau red yeast rice beberapa negara yang berbahasa Inggris Red Leaven, Red Rice, Red Rice Yeast, Red Yeast Rice, Went, Xue Zhi Kang, Zhi Tai.,
ang-quac, dan anka Manjasari 2005. Profil produk fermentasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Produk fermentasi kapang Monascus purpureus pada media beras Angkak Anonim, 2001
Pigmen angkak merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang berfilamen Monascus sp. Proses pembentukan metabolit pigmen tersebut
melalui suatu jalur yang cukup panjang. Dimulai dengan tahap katabolisme substrat oleh mikroba dengan cara memecah senyawa-senyawa makromolekul yang
terkandung dalam substrat. Karbohidrat sebagai salah satu makromolekul merupakan sumber energi dominan bagi mikroba. Karbohidrat dalam bentuk polisakarida
6 dipecah menjadi heksosa atau pentosa. Sumber energi kedua setelah karbohidrat
adalah protein. Protein dipecah menjadi asam-asam amino. Tahap berikutnya merupakan pemecahan menjadi senyawa dengan dua atau tiga atom karbon.
Pemecahan glukosa menjadi asam piruvat terjadi melalui lintasan heksosa di fosfat HDP. Tahap pertama dari lintasan HDP adalah fosforilasi glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim heksokinase dan memerlukan satu molekul ATP dan ion magnesium. Tahap selanjutnya dikatalisis oleh enzim
fosfoglukoisomerase. Fosforilasi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-difosfat dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase dan memerlukan satu molekul ATP dan ion
magnesium. Pemecahan fruktosa 1,6-difosfat menjadi senyawa triosa fosfat yaitu
gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat. Jalur yang umum dipakai oleh mikroorganisme untuk menghasilkan energi adalah jalur HDP Fardiaz, 1989. Pada
tahap selanjutnya terjadi oksidasi dan fosforilasi gliseraldehida-3-fosfat menjadi asam 1,3 difosfogliserat. Selanjutnya terjadi pemindahan ikatan fosfat ke molekul ADP
sehingga terbentuk 1 molekul ATP dan asam 3-fosfogliserat. Isomerasi dan pelepasan satu molekul air menghasilkan asam fosfoenol piruvat yang memiliki ikatan fosfat
berenergi tinggi dalam molekulnya. Tahap terakhir dari proses ini adalah pemindahan ikatan fosfat berenergi tinggi dari fosfoenol piruvat ke molekul ADP sehingga
terbentuk satu molekul ATP dan asam piruvat Rachman, 1989. Bila nitrogen yang terdapat dalam substrat habis, maka hasil dari glikolisis
dialihkan untuk membentuk metabolit sekunder. Asam piruvat dari lintasan HDP mengalami dekarboksilasi oksidatif dengan bantuan enzim piruvat dehidrogenase dan
koenzim A membentuk asetil koA dan malonil koA, kemudian membentuk gugus poliketida yang dapat digunakan untuk pembentukan pigmen. Skema pembentukan
pigmen dapat dilihat pada gambar 2.2.
7 Glukosa Pentosa
Glukosa-6-fosfat tetrosa
Triosa
Piruvat CO
Asetaldehida
2
Asetil KoA Koenzim A Poliketida
Malonil KoA Pembentukan pigmen
Gambar 2.2 Pembentukan metabolit sekunder pigmen Turner, 2000
Hajjaj et al., 2000 juga memberikan ilustrasi skema pembentukan pigmen seperti tersaji pada Gambar 2.3. Pada skema ini pembentukan pigmen terkait dengan
lintasan sintesis asam lemak. Satu molekul asetat dan 3 molekul malonat oleh adanya enzim asam lemak sintetase akan dibentuk asam oktanoat. Satu molekul asetat dan 5
molekul malonat yang lain oleh adanya enzim poliketida sintetase akan dibentuk heksaketida. Dengan adanya asetil koA, asam lemak yang terbentuk akan membentuk
β-ketoacid, sedangkan heksaketida selanjutnya akan membentuk poliketida kromofor. Melalui proses esterifikasi poliketida kemudian akan membentuk monaskorubrin dan
oleh adanya asam glutamat akan terbentuk N-glutarilmonaskorubramin. Seperti untuk pertumbuhan suatu makluk hidup, proses fermentasi pada
produksi pigmen angkak juga memerlukan karbon dan nitrogen. Sumber C berasal
8 dari pati dan sumber N berasal dari nitrat, ammonia, atau N organik seperti protein
dan urea, sedangkan sumber N dari udara tidak dapat dipakai. Pada jenis kapang Monascus terjadi proses ekstrusi cairan melalui ujung hifa
dan membentuk cairan seperti getah yang tidak beraturan. Cairan ini lalu pecah dan menyebarkan partikel-partikel bulat kecil ke ujung hifa. Ketika kultur masih muda,
cairan ekstrusinya tidak berwarna, lama-kelamaan akan berubah menjadi merah, kuning, atau jingga jika kultur ditambahkan pada media PDA. Skema pembentukan
pigmen pada kapang Monascus tersaji pada Gambar 2.3. Komponen utama pigmen angkak terdiri dari pigmen orange yaitu
rubropunktatin C
21
H
22
O
5
dan monaskorubrin C
23
H
26
O
5
, kuning yaitu monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
, serta merah yaitu rubropunktamin C
21
H
29
NO
4
dan monaskorubramin C
23
H
29
NO
4
Perubahan warna pada pigmen angkak dari warna jingga monaskorubrin dan rubropunktatinke warna merah monaskobramin dan rubropunktamin, terjadi kerena
pergantian atom oksigen piranoid pada pigmen jingga oleh gugus -NH pada keadaan basa sehinggga membentuk pigmen merah. Pigmen kuning monaskin dan
ankaflavin merupakan turunan dari pigmen jingga, bila bereaksi dengan molekul grup amino maka warnanya akan berubah menjadi merah.
. Struktur dari komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4
Pigmen yang dihasilkan M. purpureus mempunyai kestabilan yang lebih baik bila disimpan pada pH netral atau alkali. Pigmen ini juga mempunyai kemampuan
membentuk komplek dengan arginin, MSG, glisin atau BSA yang mempunyai struktur kristal dan warnanya sangat merah.
Kestabilan mutu pigmen ini oleh pengaruh fisik dan kimia selama penyimpanan dapat dipertahankan sampai dua bulan, dengan mengemas
menggunakan kemasan gelas atau plastik berlapis alumunium foil, serta dengan mengolah pigmen cair menjadi pigmen bubuk Mitrajanty, 1994.
9 Gambar 2.3 Skema pembentukan pigmen pada Monascus ruber Hajjaj et al, 2000
10 Gambar 2.4 Komponen utama pigmen angkak Yuan, 2001
Monascus purpureus, Kapang Penghasil Angkak
Di alam terdapat berbagai spesies kapang penghasil angkak seperti Monascus bakeri, M. rubropunctatus Sato, M. purpureus Wentii, M. anka Sato, M. rugriguosus
Sato, dan M. ankanakazawa. Spesies yang paling umum digunakan sebagai penghasil angkak adalah M. purpureus West Hesseltine, 1965.
Monascus purpureus adalah kapang sempurna karena dapat bereproduksi secara seksual dengan askospora maupun aseksual. Menurut Pallo et al. 1960
reproduksi secara aseksual ditandai dengan pembentukan konidiofora yang muncul dari miselium yang terendam dalam medium. Pada media PDA panjang miselium
bervariasi antara 18-396 mikron dan lebarnya 3-5,4 mikron. Konidiofora yang pendek
11 hanya mempunyai satu septat, sedangkan yang lebih panjang mempunyai 2-6 septat.
Konidiofora dapat dibedakan dari filamen yang lain dengan bentuk apeks yang berstruktur vesikuler. Vesikel yang membesar dipisahkan oleh septat yang berada
dibawahnya dan membentuk rantai. Pada kelembaban dan suhu yang mendukung pertumbuhannya, konidia dapat bergerminasi setelah 4-5 jam pada medium agar.
Profil kapang Monascus sp dapat dilihat pada Gambar 2.5. Fenomena tidak umum yang terjadi pada kapang jenis Monascus adalah
keluarnya cairan granular melalui ujung hifa. Menurut Yuan 1980, cairan yang keluar tersebut bersatu pada ujung hifa dan membentuk cairan seperti getah yang
tidak beraturan bentuknya. Cairan ini kemudian pecah dan menyebarkan partikel- partikel bulat kecil ke ujung hifa. Ketika kultur masih muda, cairan tidak berwarna,
tetapi lama kelamaan berubah menjadi kemerahan, kuning, merah atau jingga jika kultur ditumbuhkan pada PDA Potato Dextrose Agar atau agar Sabouraud. Pigmen
ini paling cepat tampak setelah pertumbuhan 40-48 jam. Pigmen merah yang dihasilkan tidak hanya dapat diamati pada kandungan bagian dalam hifa tetapi dapat
berdifusi menembus bagian dalam substrat Hesseltine, 1965.
Gambar 2.5 Penampang kapang Monascus sp Anonim, 2001
Media fermentasi yang umum digunakan untuk pertumbuhan Monascus adalah beras. Dalam proses fermentasi beras yang diinokulasi dengan Monascus sp
mengalami proses sakarifikasi dan pemecahan proteolitik sejalan dengan pengeluaran enzim amilolitik dan protease. Enzim-enzim lain yang ditemukan dalam angkak
12 adalah maltase, invertase, lipase, alfa-glukosidase, oksidase, dan ribonuklease
Steinkraus, 1983.
Lovastatin
Selama fermentasi, selain memproduksi pigmen Monascus sp juga menghasilkan komponen metabolit sekunder lainnya seperti lovastatin. Menurut
sistematika penamaan IUPAC, lovastatin dikenal sebagai [1S [1
R
,3
,7
,8
2S ,4S
, 8a
]]-1,2,3,7, 8,8a-hexahidro-3,7-dimetil-8-[2- tetrahidro-4-hidroxi-6-oxo-2H-piran-2-yletil]-1-naptalenil2-metilbutanoat. Rumus
empirik lovastatin C
24
H
36
O
5,
Lovastatin berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol, metanol, dan asetonitril. Lovastatin juga dikenal sebagai
monakolin K atau mevinolin. mempunyai berat molekul BM 404.55 dan
mempunyai srtruktur kimia seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Stuktur kimia lovastatin Anonim, 2001 Lovastatin dapat diproduksi oleh M. ruber, Penicillium breviconpactum, dan
Aspegillus terreus. Lovastatin juga secara alami diproduksi oleh fungi kelas tinggi tertentu seperti Pleurotus ostreatus oyster mushroom dan mempunyai kekerabatan
yang cukup dekat dengan Pleurotus spp. Lovastatin merupakan anggota kelompok statin penghambat HMG-CoA
reduktase digunakan untuk menurunkan kolesterol. Statin pertama kali disetujui oleh
13 FDA USA pada bulan Agustus 1987. Pada tahun 1998, FDA mengizinkan
suplemen yang mengandung angkak yang secara alami mengandung lovastatin, dengan argumen produk tersebut mengandung senyawa yang mempunyai potensi
medis. Pembentukan kolesterol dan lemak sepanjang dinding pembuluh darah dikenal sebagai atherosklerosis dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan
suplai oksigen ke organ-organ hati, otak, dan bagian lain dari tubuh. Penurunan lemak dan kolesterol dapat membantu menurunkan atau mencegah penyakit hati,
angina chest pain, stroke, dan serangan-serangan hati. Lovastatin berikatan dengan sisi aktif enzim HMG CoA reduktase, sekali
terikat maka tidak dapat diubah lagi menjadi produk asam mevalonat. Dengan demikian pembentukan asam mevalonat terhambat, sehingga pembentukan kolesterol
tidak terjadi. Untuk dapat terikat dengan sisi aktif enzim HMG CoA-reduktase, lovastatin harus berkompetisi dengan HMG CoA. Untuk memenangkan kompetisi
lovastatin harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Jika jumlah atau kadar lovastatin sedikit, untuk berkompetisi dengan HMG CoA kemudian berikatan dengan sisi aktif
enzim HMG CoA reduktase peluangnya kecil. Dosis maksimal yang direkomendasikan untuk mengkonsumsi lovastatin adalah 80 mg per hari dan dapat
mereduksi rata-rata LDL kholesterol 40, suatu reduksi yang jauh lebih tinggi dibanding beberapa terapi yang umum dilakukan saat ini.
Jalur biosintesis lovastatin pada Aspergillus terreus telah diteliti menggunakan NMR nuclear magnetic resonance dan spektroskopi massa. Studi ini
menginformasikan bahwa lovastatin disusun oleh 2 rantai poliketida yang berbeda bergabung melalui ikatan suatu ester. Hal ini membuktikan bahwa 2 poliketida ini
tersusun oleh 2 poliketida sintase yang berbeda yang berasal dari kloning dan karakterisasi kluster gen pada A. terreus yang bertanggung jawab pada biosintesis
lovastatin. Beberapa penelitian berkaitan dengan lovastatin telah dilakukan. Hajjay et al,
2001, telah melakukan penelitian tentang biosintesis lovastatin oleh A. terreus pada medium kimia yang sudah diketahui komposisinya.. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sumber karbon dan nitrogen pada biosintesis lovastatin.
14 Beberapa sumber nitrogen organik maupun anorganik yang dimetabolisme oleh A.
terreus, glutamat dan histidin memberikan level biosintesis lovastatin tertinggi.
Gen Yang Bertanggung Jawab Pada Biosintesis Lovastatin
Upaya pemahaman terhadap biosintesis lovastatin pada A. terreus telah dilakukan melalui progres yang signifikan. Kemajuan dicapai dengan kloning dan
sekuensing serta sebagian besar dilakukan ekspresi dari kluster gen lov. Kluster lov terdiri dari dua gen Tipe I Poliketida sintase PKS, suatu lovastatin nonketide
synthase LNKS yang disandikan oleh lov B dan suatu lovastatin diketide synthase LDKS yang disandikan oleh lov F. Dua protein lain juga ditemukan, lov C
menyandi Type II enoyl reductase dan lov D yang menyandi Type II transesterase. Ekspresi LNKS pada A. nidulans memicu produksi heksaketida struktur 21 dan
heptaketida struktur 22 pada Gambar 2.8. Protein-protein ini diduga berasal dari suatu thiolester struktur 23 yang diproduksi oleh LNKS yang berfungsi
menyimpang Gambar 2.7. Poliketida-poliketida ini tidak mencapai panjang dari lovastatin yang diduga pertama sebagai intermediet monakolin J struktur 24 dan
terlihat jelas berkurang , tetapi metilasi oleh S-adenosylmethionine SAM terjadi pada posisi yang tepat. Ketika diekspresikan dengan adanya gen-gen lov lain
monakolin J struktur 24 tetap diproduksi juga. Pada suatu eksperimen yang melibatkan gangguan pada lov C dari A. terreus, polyene struktur 22 diproduksi.
Hal ini terlihat jelas bahwa produk gen lovC harus dibantu LNKS untuk memproduksi kerangka monakolin. Pada saat lovC diekspresikan dengan lovB, maka
dihidromonakolin L struktur 25 akan diproduksi.
15 Gambar 2.7 Biosintesis lovastatin Russell, 2000
Klaster gen yang bertanggung jawab pada biosintesis lovastatin juga dipelajari oleh Kennedy et al., 1999, yang melaporkan bahwa klaster pada biosintesis
lovastatin terdiri dari dua tipe gen I poliketida sintase. Sintesis dari rangka utama yang berasal dari non ketida sebelumnya membutuhkan LNKS lovastatin nonketide
synthase, dan paling tidak ditambah protein yang berinteraksi dengan LNKS merupakan proses pertumbuhan rantai poliketida dan produksi dihidromonakolin L.
Enzim LDKS lovastatin diketide synthase menentukan pembentukan dari 2- metilbutirat dan mempengaruhi transesterase yang bertanggung jawab pada
pembentukan lovastatin dari poliketida dan monakolin J.
16
EKSPRESI GEN
Ekspresi gen adalah pemunculan informasi yg dikandung suatu gen menjadi suatu bentuk sifat organisme atau menjadi suatu proses metabolisme organisme.
Ekspresi gen dapat juga diartikan sebagai proses penterjemahan informasi yang terkandung pada struktur gen menjadi proses metabolisme atau pola kehidupan
organisme Turner et al. 1998. Dua tahapan penting pada ekspresi gen adalah transkripsi yaitu transfer informasi genetik dari DNA ke RNA, DNA digunakan
sebagai model cetakan untuk sintesis RNA, dan translasi yang merupakan proses penterjemahan informasi genetik yang terdapat pada RNA ke dalam polipeptida.
RNA mRNA akan menjadi model untuk sintesis protein Hames et al. 2000. Metode yang digunakan untuk melakukan analisis ekspresi gen adalah Polymerase
Chain Reaction PCR dan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction RT
PCR.
Polymerae Chain Reaction PCR dan
Reaksi berantai polimerase PCR adalah suatu metode enzimatik untuk melipatgandakan secara eksponesial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in
vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Saat ini metode PCR telah
banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul
DNA, tetapi dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantifikasi molekul mRNA.
Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction RT PCR
Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction RT PCR adalah teknik yang digunakan untuk membuat cDNA complementary DNA dengan RNA sebagai
cetakan-nya. Proses ini adalah kebalikan dari transkripsi DNA menjadi RNA yang umum terjadi pada makhluk hidup, sehingga dinamakan reverse transcription
transkripsi terbalik. Di alam proses ini hanya terjadi pada virus-virus tertentu ketika
17 menyusupkan materi genetiknya yang berupa RNA ke dalam genom targetnya.
PRIMER
Di laboratorium, RT PCR umumnya dilakukan untuk menganalisis tingkat ekspresi
genetik, karena ekspresi setiap gen berbeda-beda, maka proses RT PCR harus dilakukan secara efisien dan tidak boleh melewatkan RNA dari gen yang tergolong
‘low copy’ dan sulit.
Primer merupakan sepotong DNA pendek utas tunggal atau lebih dikenal dengan oligonukleotida, panjangnya antara 10 sampai sekitar 40 basa saja. Primer
berfungsi sebagai penginisiasi reaksi polimerisasi DNA secara in vitro, karena tanpa primer, reaksi polimerisasi DNA tidak akan terjadi meskipun enzim dan komponen
lainnya sudah tersedia. Selain itu primer juga berfungsi untuk membatasi daerah mana yang akan diamplifikasi pada reaksi PCR. Karena berbeda dengan proses
penggandaan DNA di dalam sel yang mengkopi seluruh DNA genom secara utuh, pada PCR hanya dapat mengamplifikasi daerah tertentu saja dengan ukuran hingga
sekitar 10.000 basa. Karena fungsi primer sebagai inisiator sekaligus pembatas daerah yang akan diamplifikasi, maka idealnya primer memiliki urutan basa nukleotida yang
tepat berpasangan dengan urutan basa DNA target yang akan diamplifikasi, dan tidak menempel di bagian lainnya. Dengan demikian disain primer yang baik merupakan
hal esensial bagi keberhasilan reaksi PCR. Memang sulit untuk membuat primer yang ideal, namun sedapat mungkin diperoleh keseimbangan antara spesifisitas dan
efisiensi. Spesifisitas didefiniskan sebagai frekuensi terjadinya mispriming
kesalahan penempelan primer pada tempat yang tidak seharusnya. Primer dengan spesifisitas buruk akan terlihat dari banyaknya pita-pita yang tidak diinginkan saat
produk PCR divisualisasi dengan elektroforesis gel. Efisiensi primer adalah seberapa dekat perolehan jumlah produk PCR dengan nilai teoritis yang seharusnya dicapai
setelah N siklus PCR maka akan dihasilkan 2
N
kopi produk.
18
Tahap-tahap dalam mendisain primer 1.
Menentukan Tujuan
Tujuan mendisain primer harus ditetapkan terlebih dulu sebelum melakukan kegiatan-kegiatan berikutnya.
2. Menyiapkan Sekuen Referensi