103
Penurunan intensitas pigmen kuning angkak akibat perlakuan pH 3,0 dengan waktu kontak 8 jam merupakan fenomena yang mirip seperti yang terjadi pada
pigmen merah dan jingga angkak. Secara umum kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan
nonionik Boelhasrin et a.l, 1982. Struktur penyusun pigmen kuning angkak adalah monaskin C
21
H
26
O
5
dan ankaflavin C
23
H
30
O
5
. Struktur monaskin dan ankaflavin disusun oleh gugus-gugus fungsional antara lain: gugus khromophor,
gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi
karakteristik pigmen secara umum.
5. Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen jingga angkak
hasil ko- kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
Kestabilan intensitas pigmen jingga angkak monokultur dan ko-kultur oleh
pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.5. Perlakuan suhu 70˚C, 100˚C dengan
waktu kontak 15, 30 dan 45 menit dan suhu 121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, tidak mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen jingga angkak.
Sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit menyebabkan penurunan intensitas pigmen jingga angkak hasil ko-kultur secara nyata p0,05.
a b
Gambar 7.5 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen jingga angkak a, monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
1 2
3 4
5 6
7
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 470
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
1 2
3 4
5 6
7
Kontrol 15
30 45
Absorbansi 470
nm
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
104
Suhu
70˚C, 100˚C dengan waktu kontak 15-45 menit dan suhu 121˚C dengan
waktu kontak 15 dan 30 menit, belum menyebabkan kerusakan pada struktur penyusun pigmen jingga angkak. Sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit sudah
menyebabkan kerusakan struktur pigmen jingga angkak. Pigmen jingga angkak tersusun oleh struktur
rubropunktatin C
21
H
22
O
5
dan monaskorubrin C
23
H
26
O
5
. 6.
Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen jingga angkak
Stabilitas pigmen jingga angkak monokultur dan angkak hasil ko-kultur M. purpureus
TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh pH disajikan pada Gambar 7.6. Perlakuan pH 4,0, 6,0 dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, 8 jam tidak
mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen jingga angkak p0,05. Pigmen jingga angkak stabil pada pH 4,0, 6,0, dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, dan 8 jam.
a b
Gambar 7.6 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen jingga angkak, a monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
Pigmen jingga angkak tersusun oleh komponen rubropunktatin C
21
H
22
O
5
dan monaskorubrin C
23
H
26
O
5
. Seperti halnya komponen penyusun pigmen merah dan kuning angkak, rubropunktatin dan monaskorubrin juga tersusun oleh unit-unit
gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
Absorbansi 470
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
Absorbansi 470
nm
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
105
spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Pada penelitian ini perlakuan pH 4,0, 6,0 dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, 8 jam, ternyata belum
mempengaruhi kestabilan pigmen jingga angkak. 7.
Pengaruh suhu terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak
Kadar lovastatin angkak monokultur dan ko-kultur oleh pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.7. Analisis secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan
suhu 70˚C, 100˚C, 121˚C dengan waktu kontak15-45 menit dan suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak
yang diproduksi secara monokultur maupun secara ko-kultur p0,05. Suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak ko-
kultur p0,05.
a b
Gambar 7.7 Pengaruh suhu terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak a monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E.
burtonii
Penurunan kadar lovastatin angkak akibat perlakuan sampai suhu tertentu, kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada struktur lovastatin. Lovastatin
mempunyai kerangka utama poliketida, suatu cincin hidroksiheksahidronaptalen, pada rantai sisi C6 dan C8, terikat metilbutirat dan suatu hidroksilakton. Akibat
0,5 1
1,5 2
2,5 3
Kontrol 15
30 45
Kadar lovastatin
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
0,5 1
1,5 2
2,5 3
Kontrol 15
30 45
Kadar lovastatin
Waktu kontak menit
70 ˚C
100 ˚C
121 ˚C
106
perlakuan panas dimungkinkan terjadi kerusakan pada gugus penyusun lovastatin, antara lain akibat terlepasnya gugus yang menyusun kerangka poliketida yang berupa
cincin hidroksiheksahidronaptalen. Juga dimungkinkan terjadi kerusakan ikatan rangkap pada struktur tersebut atau menyebabkan ikatan rangkap terbuka Simpson,
1985.
Meskipun terjadi penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur M purpureus
TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh perlakuan suhu121˚C dengan waktu kontak 45 menit, namun kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur tersebut masih
lebih tinggi dibandingkan kadar lovastatin angkak penelitian-penelitian sebelumnya. Angkak hasil ko-kultur dengan kadar lovastatin yang masih relatif tinggi, memiliki
potensi yang cukup tinggi untuk diaplikasikan pada produk-produk pangan sekaligus sebagai pangan fungsional. Disamping itu, produk angkak hasil ko-kultur berpeluang
sebagai salah satu sumber lovastatin yang sangat potensial dan relatif murah. Lovastatin merupakan bahan bioaktif kelompok statin yang sangat penting dalam
perkembangan biomedis Altieri,2001. Sudah lama lovastatin dikenal sebagai senyawa penurun kolesterol dengan melakukan penghambatan enzim HMG-CoA
reductase 3-hidroksi metilglutaril CoA reduktase yang berperan penting dalam biosintesis kolesterol . Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada impor
bahan ini. 8.
Pengaruh pH terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak
Kadar lovastatin angkak monokultur dan ko-kultur oleh pengaruh perlakuan pH disajikan pada Gambar 7.8. Perlakuan pH 3,0, 5,0 dan 7,0 pada semua
waktu kontak tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak monokultur dan pH 7,0 pada semua waktu kontak terhadap angkak ko-kultur, tidak mempengaruhi kadar
lovastatin angkak dan ko-kultur p0,05. Sedangkan pH 3,0 dan pH 5,0 pada semua waktu kontak, menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur
p0,05.
107
Lovastatin angkak hasil ko-kultur M purpureus TOS dengan E. burtonii memiliki karakteristik stabil pada pH netral, dan tidak stabil atau mengalami
penurunan pada pH asam 3,0 dan 5,0. Aplikasi angkak secara luas pada produk pangan diupayakan pada kondisi
pH netral 7,0 dan dihindari penggunaan pada produk pangan yang mempunyai pH asam untuk mencegah penurunan kadar lovastatin angkak.
a b
Gambar 7.8 Pengaruh pH terhadap stabilitas kadar lovastatin a monokultur b ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii
SIMPULAN
Perlakuan suhu 70˚C , 100˚C dan 121˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik yang diproduksi
oleh M. purpureus TOS secara monokultur maupun ko-kultur dengan E. burtonii. kuning dan jingga angkak. Akan tetapi suhu tinggi 121˚C dengan waktu kontak
yang lebih lama 45 menit menyebabkan penurunan intensitas pigmen merah, kuning dan jingga angkak. Pigmen angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan E.
burtonii cukup stabil pada pH netral 7,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam.
Pada pH asam 3,0 dan 5,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam , menyebabkan
0,5 1
1,5 2
2,5
2 4
6 8
Kadar lovastatin
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
0,5 1
1,5 2
2,5
2 4
6 8
Kadar lovastatin
Waktu kontak jam
pH 3,0
pH 5,0
pH 7,0
108
penurunan intensitas pigmen merah angkak. Hasil ini berbeda untuk pigmen kuning dan jingga angkak yang relative stabil pada pH rendah 3,0
Pengaruh suhu 70˚C, 100˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, dan 121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, juga tidak mempengaruhi kestabilan
kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur secara nyata dibanding kontrol. Hanya pada suhu lebih tinggi 121˚C dengan waktu kontak lebih lama 45 menit, menyebabkan
penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur secara nyata. Seperti halnya pigmen angkak, kadar lovastatin juga mengalami penurunan pada pH 3,0 dan 5,0.
DAFTAR PUSTAKA
Altieri DC. 2001. Statins’benefit begin to sprourt. J. Clin. Invest. 108:365-366. Boelhasrin, M.P., S.T, Darijanto, N. Nurhayati, M. Nurhamidah, L, Widowati dan A.
Rahmizar. 1982. Isolasi dan karakterisasi Monascorubrin dari Monascus purpureus Went.
Laporan Penelitian. ITB, Bandung. Hutchings JB. 1994. Food colour and appearance. Blackie Academic Profesional.
Wester Cleddens Road, Bishopbriggs, Glasgow G64 2NZ .
Kaur B, Deb Kumar Cakraborty, Harbinder Kaur. 2009. Production and evaluation of physicochemical properties of red pigment from Monascus pupureus MTCC
410. The Internet Journal of Microbiology: Vol. 7, Number 1. Fabre CE, Santerre MO, Baberian R, Pereilleux A, Goma G, Balance PJ. 1993.
Production and food application of the red pigment of Monascus ruber. J. Food Sci., 58:1099-1110.
Fessenden RJ, Joan S. Fessenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2. Aloysius Hadyana P, alih bahasa. Ed ke 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lee YK, Chen DC, Lim BL, Tay HS and Chua J. 1995. Fermentative production of natural food colorants by the fungus Monascus. Icheme symposium series.
137: 19-23. Lee YK and Chen DC. 2000. Applications of Monascus pigment as food colorant.
Disp.in:http:www.allok.comliterature. Manjasari LV. 2005. Optimasi produksi pigmen angkak dan lovastatin oleh
Monascus purpureus . Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB, Bogor.
109
Miyake, T., Ohno, S. Sakai, S. 1984. Process for the production of Monascus pigment. United States of Pattern. 4442 209.
Nurhidayat N. 2004. Angkak meningkatkan jumlah trombosit. Bogor: http:w.w.w.pikiran-rakyat.com
Simpson, K.L. 1985. Chemical changes in natural food pigments. Di dalam : Thomas
R. ed. Chemical changes in food during processing. Avi publishing Co., New York.
Sutrisno, A.D. 1987. Pembuatan dan peningkatan kualitas zat warna merah alami yang dihasilkan oleh Monascus sp. Di dalam: Risalah Seminar Bahan
Tambahan Kimiawi Food Additives. S. Fardiaz, R. Dewanti dan S. Budijanto ed.. Jakarta, Indonesia, Oktober 3-4, 1986.
Shin, C.S., H-J. Kim, M-J. Kim, and J-Y Ju. 2005. Morphological change and enhanced pigmen production of Monascus when co-cultured with
Saccharomyces cereviseae or Aspergillus oryzae. Biotechnol. Bioeng. 59, 576-
581. Timotius KH. 2004. Produksi pigmen angkak oleh Monascus. Jurnal. Teknol. Dan
Industri Pangan, Vol. XV, No. 1.
110
8. PEMBAHASAN UMUM