Efek biologi lain Peningkatan intensitas pigmen dan kadar lovastatin angkak oleh Monascus purpureus ko kultur dengan khamir amilolitik indigenus

24 Tabel 2.1 Binatang percobaan, dosis dan pengaruh patologi pemberian sitrinin Jenis hewan percobaan Dosis mgkg BB Efek patologi Kelinci 20-75 20 8 minggu Pembengkakan ginjal Neukrosis akut Kerusakan ginjal kronis Depresi Glukose urea Tikus 48 14-32 2 hari 2 minggu Neukrosis akut Kerusakan ginjal kronis Babi 100 40 2 hari 5-6 minggu Neukrosis akut Kerusakan ginjal kronis Sumber: Wiley dan Morehouse 1977 2. Kandungan toksin pada urin Sitrinin yang disuntikkan pada beberapa hewan percobaan menyisakan residu sitrinin di dalam darah dan urin binatang tersebut. Kelinci yang mendapat suntikan 24-44 mgkg melalui intravenous, intramuskuler atau subkutan, maka dalam waktu 5 menit darah kelinci tersebut mengandung sitrinin dalam jumlah banyak berkisar antara 33 hingga 67 gml. Sitrinin akan bertahan dalam darah selama 24 jam. Bila diberikan melalui oral, darah kelinci dapat mengandung sitrinin sebanyak 15 sampai 20 gml dalam waktu 3 jam. Sekitar 20 sitrinin diikat plasma darah. Anjing yang diberi suntikan sitrinin melalui intravenous pada urinnya mengandung sitrinin sebanyak 22 persen setelah 48 jam.

3. Efek biologi lain

Sitrinin efektif untuk penanggulangan beberapa penyakit pada tumbuhan seperti penyakit akar hitam pada kol kubis karena serangan Xanthomonas campestris. Selain itu juga mempunyai kemampuan sebagai inhibitor pada khamir Saccharomyces cereviseae serta Candida albicans. Aktifitas antibiotika terhadap protozoa Paramesia sp. Juga dimiliki oleh sitrinin Wiley dan Morehouse 1977. 25 Tabel 2.2 Nilai LD 50 Jenis Hewan sitrinin terhadap beberapa jenis hewan percobaan LD 50 Cara pemberian mgkg Tikus 67,0 Suntikan pada subkutan atau pada intraperitoneal Babi 37,0 Suntikan pada subkutan Kelinci 19,0 Suntikan pada intravenous Marmut 35,0 110,0 Suntikan pada subkutan Suntikan intraperitoneal oral Sumber: Wiley dan Morehouse 1977 Biosintesis sitrinin Percobaan dengan [ 1 -14 C ] asetat dan [ 14 C ] format Aspergilus candidus menunjukkan bahwa sitrinin berasal dari kondensasi 5 unit asetat, dan introduksi terhadap tiga-satu unit karbon pada C-11 dan C-13 . Biosintesa asal yang serupa diperlihatkan untuk produksi sitrinin dari P. citrinum. Biosintesa sitrinin dari P. citrinum adalah [ 1 14 C ] dan [ 6 -14 Reduksi sitrinin C ] glukosa. Keduanya mempunyai atom C dengan posisi yang sama. Pola label pada radioaktif sitrinin membukt ikan asal molekul- molekul skeleton dari 2 unit karbon. Atom C-10 lebih aktif mendukung lintasan asesat malonal. Penggabungan satu unit karbon tampaknya berurutan C-11, C-12 dan C-13. Okhratoksin A dan sitrinin yang keduanya berasal dari P.viridicatum cenderung mendukung penggabungan yang dimulai pada C-11. Sitrinin ditemukan bersama okhratoksin pada bebijian gandum, jawawut, yang terkontaminasi oleh P. citricum. Selain itu sitrinin juga dijumpai pada buah apel yang tercemar P. expansus dan juga patulin. Pada kacang tanah sitrinin ditemukan bersama aflatoksin yang terinfeksi A. flavus, P. citrinum dan A. terreus Hajjaj 2000. Secara alami kandungan metabolit sekunder yang diproduksi oleh strain Monascus purpureus baik berupa pigmen, lovastatin dan sitrinin bervariasi. Beberapa strain mempunyai intensitas warna dan kadar lovaatatin yang tinggi, dengan kadar sitrinin rendah. Beberapa strain yang lain mempunyai kadar lovastatin 26 rendah, intensitas warna tinggi dan kadar sitrinin yang relatiif tinggi juga. Kadar sitrinin yang terkandung dalam Monascus purpureus dapat direduksi dengan perlakuan penambahan asam lemak rantai medium seperti yang dilaporkan oleh Hajjaj et al 2000. Percobaan yang dilakukan Hajjay dengan penambahan beberapa jenis asam lemak dengan panjang rantai yang bervariasi, menunjukkan hasil yang bervariasi. Hasil terbaik ditunjukkan penambahan asam lemak rantai medium yaitu asam oktanoat. Prinsip dasar yang menjadi pertimbangan penambahan asam lemak untuk tujuan reduksi sitrinin adalah memotong jalur metabolism pembentukan metabolit sekunder pada Monascus sp. Percobaan menggunakan 13 C Tabel 2.3 Efek asam lemak dengan variasi panjang rantai karbon pada produksi pigmen dan sitrinin menggunakan M. ruber dengan adanya glukosa dan MSG nuclear magnetic resonance menunjukkan bahwa biosintesis pigmen merah pada Monascus ternyata menggunakan sekaligus dua jalur pathway seperti terlihat pada gambar 4, yaitu jalur pembentukan struktur kromophore polyketide synthase dan jalur sintesis asam lemak the fatty acid synthesis pathway. Dengan memotong jalur sintesis asam lemak dengan cara menambahkan asam lemak dari luar, ternyata dapat mereduksi kandungan sitrinin pada Monascus sp. Hasil penelitian Hajjay 2000 tersaji pada tabel berikut . a Tipe asam lemak yang ditambahkan Konsentrasi mgg biomasa b Pigmen merah Sitrinin Kontrol 54 14 Asam heksanoat 43,5 10 Asam oktanoat 114 7,4 Asam dekanoat 52,5 9,0 Asam dodekanoat 51 3,6 Asam miristat 54 14,6 Asam stearat 51 11,6 Asam oleat 55,5 13 Keterangan: a. Masing-masing pada konsentrasi 5 gramliter. Level sitrinin dan pigmen diukur setelah 95 jam pertumbuhan M. Ruber. b. pada 1 mM. Sumber : Hajjay et al 1999 27 Perlakuan lain yang juga sering dilakukan untuk tujuan reduksi sitrinin adalah mutagenesis. Mutagenesis dilakukan misalnya dengan penyinaran menggunakan sinar UV, perendaman dengan larutan kimia etidibium bromid dan sebagainya. Upaya- upaya tersebut terbukti dapat mereduksi kandungan sitrinin dengan hasil bervariasi. Meskipun upaya reduksi sitrinin sering dilakukan pada produksi angkak, secara alami strain-strain Monascus purpureus memiliki kandungan sitrinin yang cukup rendah. Khamir Amilolitik Khamir merupakan mikroorganisme golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould kapang karena ber sel tunggal uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding dengan mould yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir sangat mudah dibedakan dengan mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, khamir mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, khamir mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan photosintesis bila dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimi, khamir lebih efektif memecahnya dan lebih luas permukaan serta volume hasilnya lebih banyak. Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakuka n fermentasi alkohol yaitu memecah gula glukosa menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif respirasi akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Keduanya bagi khamir dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi Fardiaz 1992. Secara umum memiliki bentuk elipsoidal, dengan ukuran diameter 5 sampai 10 mikron untuk sel yang besar, dan 1-3 mikron untuk ukuran sel yang kecil. Mikrooorganisme ini memiliki beberapa organel sel antara lain nukleus, sitoplasma dan membran sitoplasma, vakuola, mitokondria, globula lipid serta dinding sel yang tebal 25 nm dengan komponen terbesar glukan, juga terdapat kitin dan protein. Morfologi khamir secara umum disajikan pada Gambar 2.9. 28 Gambar 2.9 Bagian-bagian khamir Anonim, 2004 Identifikasi khamir untuk kepentingan klasifikasi sedikit berbeda dengan kapang. Pada kapang idintifikasi biasanya didasarkan atas bentuk morfologinya, sedangkan identifikasi khamir selain didasarkan pada morfologi juga ditentukan oleh sifat-sifat lainnya yaitu sifat kultur, fisiologi dan reproduksi seksual. Berdasarkan sifat-sifat tersebut khamir dapat dibedakan atas tiga kelas, yaitu: 1. Kelas Ascomycetes atau khamir askosporogenous, dimana spora tumbuh di dalam askus. 2. Kelas Basidiomycetes yang membentuk spora pada basidium. Aktivitas khamir pada bahan pangan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok meliputi : aktivitas pada glukosa, aktivitas dalam senyawa nitrogen, 3. Kelas Deuteromycetes, yaitu khamir yang tidak memproduksi spora seksual, disebut juga fungi imperfecti dan terdiri dari famili: Sporobolomycetaceae yang memproduksi ballistospora dan Cryptococcaceae yang tidak memproduksi ballistospora maupun spora seksual. 29 aktivitas pada asam-asam organik, aktivitas dalam degradasi protein, aktivitas dalam degradasi lemak, aktivitas dalam degradasi selulosa, pektin dan xilan, serta aktivitas dalam degradasi pati. Khususnya khamir yang memiliki kemampuan dalam degradasi pati, telah menjadi subyek penelitian-penelitian di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan adalah berkaitan dengan sifat amilolitik khamir pada pati dalam memproduksi etanol dan biomassa khamir untuk memproduksi minuman dan makanan. Enzim amilase sebagai aktivitas amilolitik pada khamir, diproduksi secara ekstraseluler. Secara umum kelompok khamir yang mempunyai kemampuan amilolitik jumlahnya relatif sedikit antara lain Schwaniomyces occidentalis, Saccharomycopsis fibuliger, Sacch diastiticus, Candida dan Pichia Sedangkan jenis- jenis khamir lainnya tidak memproduksi amilase Roosifta 2004. Khamir amilolitik memiliki potensi penting pada produk-produk dimana pati digunakan sebagai bahan utamanya sehingga dapat menyumbangkan flavor yang dikehendaki. Peran amilase khamir yang cukup familiar pada produk fermentasi Indonesia adalah pada tape ketan atau tape singkong ubi kayu. Pada fermentasi sayur asin dan asam terdapat beberapa yeast jenis Candida sake dan C. guilliermondii yang menggunakan substrat maltosa dan pati untuk diubah menjadi glukosa, kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi asam-asam organik seperti asam laktat, asetat, suksinat, etanol dan gliserol Puspito Fleet 1985. Takeuchi et al 2006, melakukan purifikasi dan karakterisas i α-amilase dari Pichia burtonii yang diisolasi dari starter tradisional “Murcha” dari Nepal. P. burtonii memproduksi enzim amilolitik ekstraseluler katika dikulturkan pada media yang mengandung pati. Enzim hasil purifikasi diberi nama Pichia burtonii α-amilase PBA suatu glikoprotein yang memiliki berat molekul 51 kDa, mempunyai aktivitas optimal pada pH 5,0 pada suhu 40 ˚C, dan aktivitasnya dihambat oleh ion-ion logam seperti Cd 2+ , Cu 2+ , Hg 2+ , Al 2+ , dan Zn 2+ . Kebanyakan khamir yang digunakan dalam industri termasuk kelas Ascomycetes terutama jenis Saccharomyces. Beberapa khamir makanan dideskripsikan sebagai berikut. 30 Schizosaccharomyces Schizosaccharomyces melakukan reproduksi aseksual dengan cara pembelahan dan membentuk empat atau delapan askospora per askus setelah melakukan konjugasi isogamik. Khamir jenis ini sering ditemukan pada buah-buahan tropis, molase, tanah, madu, dan sumber-sumber lainnya. Spesies yang paling umum dijumpai adalah S. pombe. Kelompok khamir ini tidak memproduksi etanol dalam konsentrasi tinggi. S. pombe juga dikenal sebagai ”fission yeast”. Khamir ini digunakan sebagai model organisme dalam biologi dan sel molekuler. Merupakan eukaryote unicellullar, berbentuk batang berukuran diameter 3-4 mikrometer dan panjang 7-14 mikrometer. Khamir ini juga merupakan eukariot yang memiliki genom terpendek yaitu sekitar 13,8 million pasangan basa. S. pombe memfermentasi asam malat menjadi etanol dan CO 2 dan telah digunakan secara komersial dalam fermentasi champagne. Fermentasi dengan S. pombe menghasilkan wine yang titrat keasaman dapat dikurangi karena mempunyai kemampuan memfermentasi asam malolaktat, tetapi menghasilkan wine dengan kualitas buruk. Pichia Sel khamir ini berbentuk oval sampai silinder, dan kemungkinan juga membentuk pseudomiselium. Asckospora berbentuk bulat atau seperti topi, dengan jumlah satu sampai empat per askus. Genus Pichia terdiri dari 56 spesies. Pichia membranefaciens mampu survive pada konsentrasi alkohol tinggi. Pichia merupakan khamir nitrat-negatif tetapi beberapa genus seperti Hansenula menunjukkan nitrat- positif. Kemampuan beberapa genus Pichia tumbuh pada metanol sebagai sumber karbon dan energi sangat penting dalam industrial standpoint. Karakteristik ini ditemukan pada genera Candida, Hansenula, dan Torulasora. Penggunaan jalur metanol pada jenis khamir ini mimpunyai kemiripan dengan permulaan oksidasi metanol menjadi formaldehid, suatu reaksi yang dikatalisasi oleh alkohol oksidase. Reaksi menghasilkan reduksi secara simultan oksigen menjadi hidrogen peroksida. 31 Maka dari itu adanya sequester alkohol oksidase di dalam organel sub seluler peroksisom berfungsi mencegah toksisitas dari hidrogen peroksida. Saccharomyces Sel khamir yang termasuk jenis ini mungkin berbentuk bulat, oval, atau memanjang dan mungkin membentuk pseudomiselium. Reproduksi khamir dilakukan dengan cara pertunasan multipolar, atau melalui pembentukan askospora. Spesies yang paling umum digunakan dalam industri makanan adalah Saccharomyces cerevisiae, misalnya dalam pembuatan roti, anggur, brem, gliserol, enzim invertase. Koloni S. cerevisiae berwarna putih kekuningan, agak berlendir, dan mempunyai aroma khas seperti aroma roti. Untuk pertumbuhannya membutuhkan oksigen, cahaya, dan suhu. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 30 C, suhu maksimum 35-37 C, dan suhu minimumnya adalah 9-11C Judoamidjojo, et al, 1992. Saccharomyces cerevisiae melakukan perbanyakan diri dengan pertunasan budding atau pada beberapa kasus dengan melakukan pembelahan fission, meskipun beberapa khamir seperti Candida albicans dapat tumbuh sebagai filament- filamen miselium sederhana yang tidak beraturan. Mereka juga dapat bereproduksi secara seksual, membentuk asci yang megandung lebih dari 8 askospora-askospora. Saccharomyces cerevisiae dikenal sebagai bakers yeast atau brewers yeast. Khamir memfermentasi gula yang ada pada tepung atau yang ditambahkan pada adonan, menghasilkan karbon dioxida CO 2 dan alkohol ethanol. Pada adonan roti CO 2 terperangkap sebagai gelembung-gelembung udara kecil dalam adonan, sehingga adoanan kelihatan mengembang. Endomycopsis Endomycopsis merupakan kelompok khamir sejati true yeast, sel berbentuk pseudomiselium dengan jumlah spora 1-4, bereproduksi secara vegetatif aseksual melalui pembentukan spora blastospora. Hanya beberapa khamir yang dapat memfermentasi polisakarida termasuk khamir jenis ini dapat memfermentasi 32 pati, contohnya Endomycopsis fibuliger. Jenis Endomycopsis burtonii dapat diisolasi dari produk fermentasi tape baik tape singkong maupun tape ketan Sifat Fisiologi Khamir Sifat fisiologi khamir secara umum berkaitan erat dengan kondisi pertumbuhan, metabolisme, dan substrat untuk pertumbuhan khamir. Kondisi pertumbuhan yang berkaitan dengan batas aktivitas air berkisar 0,88-0,94. Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu mempunyai kisaran suhu optimum 25-30°C dan kisaran suhu maksimum pertumbuhan 35-47°C. Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik. Metabolisme dan substrat untuk pertumbuhan khamir berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut: Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu yang bersifat fermentatif dan oksidatif. Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis Embden Meyerhoff-Parnas. Penelitian yang dilakukan oleh Suha et al 2000, berkaitan dengan analisis fisiologi ko-kultur Monascus sp J101 dengan S. cereviseae menunjukkan bahwa selama proses fermentasi Monascus sp. J101 dengan S. cereviseae kultur filtrat distimulasi untuk membentuk spora reproduktif yang secara bertahap menghasilkan akselerasi reproduksi dan proliferasi sel. Juga dideteksi aktivitas protein kinase C. Khitinase EC 3.2.1.14, suatu protein 120-kDa yang disekresikan dimurnikan dari kultur filtrat S. cereviseae sebagai efektor. Kultur filtrat mengandung total lipid Khamir yang digunakan pada roti dan bir bersifat fermentatif kuat. Akan tetapi dengan adanya oksigen , dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbón dioksida dan air. Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi. 33 kira-kira 4 kali lebih banyak dibanding tanpa kokultur terutama asam oleat dan asam linoleat. Penambahan asam lemak dari luar hanya berkontribusi pada peningkatan masa sel. Perubahan morfologi dan peningkatan produksi pigmen Monascus selama ko- kultur dengan S. cerevisiae atau A. oryzae diteliti oleh Shin et al.1998. Dilaporkan terjadi perubahan morfologi yang signifikan pada kultur Monascus. Dengan kokultur menunjukkan peningkatan masa sel dua kali lipat dan pigmen mengalami peningkatan 30-40 kali dibanding monokultur. Sebaliknya kokultur antara Monascus dengan Bacillus cereus tidak terjadi perubahan morfologi, peningkatan pertumbuhan sel, dan peningkatan produksi pigmen. Kokultur antara Monascus dan S. cerevisiae lebih efektif dalam meningkatkan produksi pigmen dibanding dengan A. oryzae. Dilaporkan bahwa peningkatan pertumbuhan sel dan peningkatan produksi pigmen terjadi berhubungan dengan perubahan morfologi. Beberapa enzim hidrolitik diproduksi oleh S. cerevisiae seperti amilase dan kitinase yang berfungsi sebagai efektor. Penambahan enzim komersial amilase dan protease dari A. oryzae keduanya menyebabkan perubahan morfologi di dalam sel Monascus dan efektif dalam meningkatkan produksi pigmen. Sebaliknya lisozim, amilase dan protease dari spesies Bacillus, protease dari Staphylococcus, dan khitinase dari Streptomyces tidak efektif. Enzim hidrolitik menyebabkan perubahan morfologi dan peningkatan produksi pigmen berkaitan dengan kemampuannya mendegradasi dinding sel Monascus. Terjadi peningkatan produksi pigmen sekitar 10 kali lipat dengan menggunakan kokultur S. cerevisiae pada fermentasi cair oleh Monascus. Aplikasi Ko-kultur pada Proses Fermentasi Ko-kultur merupakan pertumbuhan bersama dua atau lebih jenis sel mikroba yang berbeda pada suatu media fermentasi. Ko-kultur juga diartikan sebagai campuran tipe-tipe sel yang berbeda dalam suatu kultur yang memungkinkan merupakan pendekatan suatu model interaksi secara in vivo Mark 2005. Aplikasi ko-kultur secara umum bertujuan untuk meningkatkan aspek-aspek positif tertentu 34 yang diharapkan dari kegiatan fermentasi. Beberapa peneliti telah mengaplikasikan ko-kultur pada topik penelitian mereka. Mays et al. 1984, melakukan ko-kultur antara Lactobacillus dengan Veillonella untuk produksi asam propionat. Prinsip ko-kultur tersebut adalah suatu proses untuk produksi asam laktat atau garamnya dan asam propionat dan atau asam asetat atau garamnya oleh katabolisme suatu substrat karbohidrat melalui proses fermentasi bakteri dua tahap secara simultan. Tahap pertama, karrbohidrat dikonversi menjadi asam laktat oleh bakteri sakarolitik seperti Lactobacillus casei subspesies rhamnosus. Pada tahap ke dua, asam laktat secara resultante difermentasi menjadi asam propionat dan asam asetat, karbon dioksida dan hidrogen oleh bakteri kedua yang diadaptasi untuk mampu tumbuh dengan keberadaan bakteri pertama, misalnya jenis-jenis bakteri yang mampu mengkatabolisme asam laktat seperti Veillonella criceti. Simove et al. 2004 menggunakan kultur campuran Rhodotorula rubra GED10 dan bakteri yoghurt Streptococcus thermophilus 13a+Lactobacillus bulgaricus 2-11 untuk produksi beberapa eksopolisakarida. Metode yang digunakan adalah campuran mikroba tersebut dikultivasi pada media whey keju yang telah diultrafiltrasi WU. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa laktosa yang terdapat di dalam substrat WU dapat secara efektif digunakan oleh campuran mikroba Rhodotorula rubra GED10 dan bakteri yoghurt Streptococcus thermophilus 13a+Lactobacillus bulgaricus 2-11 untuk sintesis beberapa eksopolisakarida. Ko-kultur antara M. purpureus dan M. ruber dilakukan oleh Panda et al., 2010 untuk optimasi parameter-parameter fermentasi untuk meningkatkan produksi lovastatin angkak. Ko-kultur M. purpureus MTCC 369 dengan M. ruber MTCC 1880 dilakukan pada fermentasi padat. Optimasi parameter- parameter proses fermentasi yang berbeda seperti temperatur, waktu fermentasi, volume inokulum, dan pH dari subtrat padat dirancang dengan metodologi respon permukaan dari rancangan Box-Behnken’s faktorial untuk memaksimalkan produksi lovastatin. Hasil yang diperoleh menunjukkan produksi lovastatin tertinggi adalah 2,83 mgg diprediksi pada 14 hari fermentasi pada substrat padat dibawah kondisi proses yang dioptimasi. 35

3. METODOLOGI UMUM

Dokumen yang terkait

Toksisitas dan Imunogenisitas Pigmen Angkak yang diproduksi dari Kapang Monascus purpureus pada Substrat Limbah Cair Tapioka

0 9 172

Produksi Konsentrat dan Bubuk Pigmen Angkak darl Monascus purpureus serta Stabilitasnya selama Penyimpanan

0 11 8

Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus

1 14 8

Peningkatan Kadar Lovastatin Angkak oleh monascus purpureus Ko-Kultur dengan Endomycopsis Burtonii

0 4 16

Peningkatan intensitas pigmen dan kadar lovastatin angkak oleh Monascus purpureus ko-kultur dengan khamir amilolitik indigenus

1 5 325

Pengaruh berbagai jenis beras terhadap Aktivitas antimikrobia pada angkak Oleh monascus purpureus

1 6 44

PENGARUH PEMBERIAN AIR SEDUHAN BERAS YANG DIFERMENTASI OLEH Monascus Purpureus (ANGKAK) TERHADAP Pengaruh Pemberian Air Seduhan Beras Yang Difermentasi Oleh Monascus Purpureus (Angkak) Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Serum Pada Tikus Putih.

0 1 14

PENGARUH PEMBERIAN AIR SEDUHAN BERAS YANG DIFERMENTASI OLEH Monascus Purpureus (ANGKAK) TERHADAP Pengaruh Pemberian Air Seduhan Beras Yang Difermentasi Oleh Monascus Purpureus (Angkak) Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Serum Pada Tikus Putih.

0 1 13

PENGARUH JENIS SUBSTRAT UMBI-UMBIAN DALAM PRODUKSI PIGMEN ANGKAK MENGGUNAKAN Monascus purpureus.

0 3 12

PENINGKATAN PRODUKSI PIGMEN MERAH ANGKAK TINGGI LOVASTATIN MENGGUNAKAN KO-KULTUR Monascus purpureus DAN Saccharomyces cerevisiae Increased Production of Red Pigment Angkak High Lovastatin Using Co-cultures of Monascus purpureus and Saccharomyces cerevisia

0 0 11