Model Operasional Pada Industri Make to Order dan Mass Customization

4. Manajemen Pemenuhan Pesanan Mengelola pesanan dan rantai pasoknya, melakukan koordinasi proses, menginformasikan kapan pesanan dapat diselesaikan dan mengontrol aktivitas pemenuhan pesanan. 5. Realisasi pemenuhan pelaksanaan pesanan Melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan pesanan, termasuk aktivitas pemasok, proses manufaktur internal dan aktivitas pengiriman. 6. Proses setelah pesanan selesai Aktivitas yang dilakukan setelah pesanan dikirimkan, mencakup service dan pemeliharaan, menerima klaim, memberikan petunjuk teknis dan sebagainya. Penerimaan Pesanan koordinasi Dengan konsumen Perancangan pengembangan produk Post order process Manajemen Pemenuhan pelaksanaan pesanan Validasi produk Rekayasa manufaktur Realisasi pemenuhan pelaksanaan pesanan Konsumen Bahan baku Gambar 4 Model Operasional pada Sistem Produksi Mass Customization MacCharty et al. 2003. Soman et al 2004 menyatakan bahwa issue operasional yang penting bagi perusahaan MTO adalah perencanaan kapasitas, penerimaan atau penolakan pesanan dan kemampuan untuk memenuhi batas waktu pengiriman pesanan due- date . Menurut Stevenson et al. 2005 terdapat beberapa kriteria yang dibutuhkan bagi sistem perencanaan dan pengendalian produksi pada industri berbasis MTO, yaitu : 1. Adanya tahap evaluasi permintaan pelanggan untuk kepentingan penentuan waktu penyerahan pesanan dan perencanaan kapasitas. 2. Adanya tahap masuknya suatu pesanan job entry stages dan tahap pelepasan pesanan untuk diproduksi job release stages yang difokuskan terhadap upaya pemenuhan batas waktu pengiriman pesanan. 3. Kemampuan untuk menerima dan memproduksi produksi yang tidak berulang untuk produk-produk yang sangat customized. 4. Kemampuan untuk melakukan proses perencanaan dan kontrol ketika urutan proses di lantai produksi sangat bervariasi, seperti pada lantai produksi dengan tipe general flow dan job shops. 5. Dapat diaplikasikan pada perusahaan skala kecil dan menengah. McCarthy et al. 2003, Stevenson et al. 2005, dan Olvera 2009, menyiratkan pentingnya memberikan perhatian khusus terhadap tahapan penerimaan dan evaluasi suatu pesanan yang masuk pada suatu perusahaan MTO dan MC, karena pada tahap inilah akan terjadi kesepakatan antara perusahaan dengan konsumen yang menentukan tingkat produksi dan keberhasilan suatu perusahaan selanjutnya.

2.6 Model Penerimaan Pesanan Pada Industri Berbasis MTO dan MC

Kingsman et al 1996 menguraikan empat tahapan yang dilalui oleh perusahaan berbasis MTO pada saat menerima permintaan pesanan dan pertanyaan dari konsumen, yaitu : 1 evaluasi awal untuk menentukan apakah perusahaan mampu mengerjakan suatu pesanan, 2 mendefinisikan bagaimana estimasi biaya akan dilakukan, 3 mempersiapkan estimasi biaya dan bagaimana pesanan akan dikerjakan, dan 4 menetapkan harga serta waktu penyelesaian pekerjaan lead time untuk ditawarkan kepada konsumen. Secara lengkap keempat tahapan ini bisa dilihat pada Gambar 5. 1. Evaluasi awal Apakah perusahaan akan menerima tawaran konsumen 2. Mendefinisikan bagaimana mempersiapkan estimasi biaya Mencek apakah dapat dimasukkan dalam rencana diproduksi 3. Mempersiapkan estimasi biaya Merespon konsumen Produksi dan pengiriman Menerima pertanyaan dan permintaan keterangan dari konsumen customer enquiry Kemampuan dan strategi perusahaan Berhubungan dengan produk Berkaitan dengan konsumen Persaingan pasar industri sejenis Variabel yang mempengaruhi proses Menentukan harga dan waktu penyelesaian lead time untuk ditawarkan ke konsumen negosiasi Informasi lebih lanjut Mungkin diperlukan Gambar 5 Proses Penerimaan Pesanan dari Konsumen Kingsman et al, 1996. Lebih lanjut Xiong at al 2006 mengemukakan suatu Sistem Penunjang Keputusan Decision Support SystemDSS untuk merespon permintaan konsumen pada tahap penerimaan pesanan customer enquiry stage dalam ruang lingkup perusahaan berskala kecil dan menengah. Model yang diberi catatan oleh Framinan dan Leisten 2007 ini difokuskan pada proses evaluasi kemampuan perusahaan untuk memenuhi batas waktu pengiriman delivery dateDD yang diinginkan konsumen. Jika suatu pesanan lolos dari evaluasi DD maka selanjutnya dilakukan perhitungan waktu DD yang sebenarnya dengan menggunakan suatu model heuristik dan model optimasi. Evaluasi kemampuan memenuhi DD dilihat dari jumlah persediaan material yang masih masih ada untuk memproduksi dan memenuhi pesanan dalam jangka waktu satu minggu available to promise. Odouza dan Xiong 2009 memperbaiki model sebelumnya dengan menambahkan klasifikasi pesanan dalam perumusan model evaluasi DD. Pada model ini pesanan diklasifikasikan menjadi pesanan dengan DD yang fleksibel dan tidak fleksibel, sehingga kemungkinan untuk menolak pesanan lebih kecil. Di samping batasan DD yang dihitung menggunakan kriteria ATP, tiga kriteria lainnya yang dipertimbangkan dalam menerima atau menolak pesanan adalah kapasitas dan material yang tersedia, dan profit yang dihasilkan dari pesanan tersebut. Dua penelitian terakhir telah menggunakan kerangka pemikiran dan diagram alir yang sesuai untuk mengevaluasi pesanan pada perusahaan dengan karakteristik MTO, namun penggunaan variabel ATP sebagai dasar untuk mengevaluasi DD tidak selalu sesuai untuk semua karakteristik perusahaan. Model evaluasi ATP ini kurang sesuai untuk diterapkan pada industri kemasan karton yang beroperasi berdasarkan MC. Hal ini karena variasi bahan baku utama lembaran karton sangat banyak, kondisi harga kertas yang berfluktuasi dan sifat bahan yang mudah rusak menyebabkan sebagian besar industri kemasan karton tidak menyimpan stok bahan baku dalam jumlah besar. Penelitian ini juga belum mengusulkan suatu model untuk mengestimasi biaya pesanan yang diterima. Cakravastia dan Nakamura 2002 mengembangkan suatu model penentuan harga dan negosiasi mengenai batas waktu penyerahan antara produsen dengan beberapa pemasoknya dalam upaya untuk memenuhi suatu pesanan tunggal dari pelanggan dalam suatu ligkungan industri yang bersifat MTO. Model ini lebih menekankan kepada penentuan harga dan tanggal penyerahan antara perusahaan dengan pemasoknya, dan bukan model negosiasi waktu penyerahan dan harga antara perusahaan dengan pelanggan, walaupun model ini tetap memiliki tujuan akhir untuk dapat memenuhi batas waktu penyerahan yang telah ditetapkan pelanggan. Model yang menekankan pada evaluasi pesanan yang datang dari konsumen secara lebih lengkap dikemukakan oleh Ebadian et al. 2008. Tujuan pembuatan model ini adalah untuk mengatur pesanan yang datang agar sistem MTO hanya memproses pesanan yang layak dan menguntungkan bagi sistem. Keputusan untuk menerima atau menolak pesanan ditentukan berdasarkan dua kriteria, yaitu batas waktu penyerahan produk dan kendala kapasitas. Sistem pemesanan ini terdiri dari beberapa tahapan. Pada dua tahap pertama, keputusan penerimaan atau penolakan pesanan didasarkan pada batas waktu pengiriman yang ditentukan pembeli. Batas waktu pengiriman ini bisa juga dinegosiasikan. Pada tahap ketiga, harga optimal untuk pesanan yang diterima ditentukan dengan menggunakan model mixed integer. Pada tahap berikutnya, setelah pembeli menyetujui harga yang ditawarkan, dilakukan pemilihan supplier dan sub- kontraktor yang sanggup menyediakan bahan baku atau menerima limpahan pesanan dengan menggunakan model mixed integer yang lain.

2.7 Sistem Penunjang Keputusan Cerdas

Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Intelligent Decision Support System IDSS adalah suatu sistem penunjang keputusan SPK yang telah diintegrasikan dengan basis pengetahuan yang berasal dari pakar atau diintegrasikan dengan teknik-teknik kecerdasan buatan artificial intelligent. Dengan adanya integrasi ini, maka suatu SPK menjadi meningkat kemampuannya atau menjadi lebih cerdas Turban, Aronson dan Liang, 2005. Wren et al. 2006 menguraikan beberapa karakteristik dari sistem penunjang keputusan cerdas Intelligent Decision Making Support Systemi- DMSS sebagai berikut : 1 mencakup beberapa tipe pengetahuan yang merupakan bagian terpilih dari disiplin si pembuat keputusan, 2 memiliki kemampuan untuk menangkap dan menyimpan pengetahuan deskriptif dan pengetahuan lainnya, 3 mampu memproduksi dan menampilkan pengetahuan tersebut dalam berbagai cara, 4 dapat memilih pengetahuan untuk ditampilkan atau menghasilkan pengetahuan baru, dan 5 dapat berinteraksi langsung secara cerdas dengan pengambil keputusan. i-DMSS merupakan pengembangan dari SPK tradisional dengan menggabungkan teknik-teknik untuk mengaplikasikan cara berpikir cerdas dan menggunakan kemampuan teknologi komputer modern untuk membantu proses pengambilan keputusan. Gambar 6 Arsitektur Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Forgionne et al, 2006. Forgionne et al 2006 menggambarkan arsitektur dan komponen penyusun i-DMSS yang dapat dilihat pada pada Gambar 6. Komponen input dari i-DMSS dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu basis data database, basis pengetahuan knowledge base, dan basis model model base.

2.7.1 Sistem Penunjang Keputusan

Sistem Penunjang Keputusan SPK adalah salah satu bangunan utama dari sistem penunjang keputusan cerdas. Turban, Aronson dan Liang 2005 menyatakan bahwa SPK adalah suatu pendekatan metodologi untuk mendukung proses pengambilan keputusan. SPK menggunakan sistem informasi berbasis Data Base Data untuk pengambilan Keputusan Knowledge Base Pengetahuan tentang masalah Model Base Model Keputusan Metode Pencarian Solusi Mengorganisasikan Parameter masalah Strukturkan keputusan untuk tiap masalah Simulasikan setiap kebijakan dan kejadian Tentukan solusi masalah terbaik Laporan status Parameter dan keluaran outcome Solusi yang direkomendasikan Penjelasan mengenai outcome Teknologi komputer Pengambil keputusan Umpan balik output Umpan balik input Input Proses Output komputer yang interaktif, fleksibel dan adaptatif untuk mencari solusi dari suatu masalah manajemen tertentu spesifik yang tidak terstruktur. Turban, Aronson dan Liang 2005 mendefinisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari interaksi tiga komponen, yaitu: sistem bahasa mekanisme untuk membantu komunikasi antara pengguna dan komponen lain dalam SPK, sistem pengetahuan tempat penyimpanan pengetahuan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, dan sistem pemrosesan masalah penghubung antara dua komponen terdahulu yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi masalah untuk keperluan pengambilan keputusan. Suryadi dan Ramdhani 2002 menguraikan sepuluh karakteristik dasar SPK yang efektif, yaitu : 1 mendukung proses pengambilan keputusan dan menitikberatkan pada management by perception, 2 adanya interface manusiamesin dimana manusia tetap mengontrol pengambilan keputusan, 3 mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah-masalah terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur, 4 menggunakan model-model matematis dan statistik yang sesuai, 5 memiliki kapabilitas dialog untuk m emperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan model interaktif, 6 output ditujukan untuk personil organisasi dalam semua tingkatan, 7 memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem, 8 membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen, 9 mudah untuk digunakan, dan 10 memiliki kemampuan untuk beradaptasi secara cepat. Pengembangan suatu Sistem Pendukung Keputusan memerlukan persyaratan awal, yaitu adanya pemahaman terhadap sistem yang akan dikembangkan. Pemahaman terhadap sistem ini dapat dicapai melalui suatu upaya yang sistematis untuk melakukan identifikasi dan analisa terhadap sistem melalui praktek berpikir sistem, yang disebut dengan pendekatan sistem sistem approach . Pendekatan sistem diperlukan karena semakin lama makin dirasakan saling ketergantungan antara berbagai bagian dalam suatu organisasi atau komunitas dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan dari satu disiplin saja,