Fungsi Alat Musik Singkadu dalam Konteks Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga Fungsi Singkadu dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Pesisir Sibolga

Setelah beberapa defenisi mengenai penggunaan dan fungsi instrument musik diatas maka penggunaan dan fungsi dari alat musik Singkadu dapat di jelaskan sebagai berikut.

3.2.1. Fungsi Alat Musik Singkadu dalam Konteks Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga

Budaya menurut E.B.Taylor 1871dalam primitive culture yang dikutip oleh Yuyun Suria Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Jakarta 1984 menjelaskan defenisi budaya mencakup 1.pengetahuan 2.kepercayaan 3.seni 4.moral 5.hukum 6.adat 7.kemampuan serta kebiasaan lainya yang di peroleh oleh Manusia sebagai masyarakat. Hubungan alat musik singkadu terhadap penjelasan mengenai defenisi kebudayaan di awal adalah dimana pada masyarakat Pesisir Sibolga yang salah satu kebudayan nya dalam bentuk seni adalah sikambang dimana sikambang merupakan gabungan dari beberapa instrument yang didalamnya terdapat alat musik singkadu dalam hal ini alat musik singkadu, sikambang dan budaya masyarakat Pesisir Sibolga dengan adat Sumandonya adalah merupakan satu- kesatuan. 45 Universitas Sumatera Utara

3.2.2. Fungsi Singkadu dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Pesisir Sibolga

Budaya mempertunjukkan dan mempergelarkan musik tradisional sikambang di dalam masyarakat Pesisir Sibolga tidak terlepas dari upacara- upacara adat di mana dalam masyarakat Pesisir Sibolga memiliki beberapa upacara-upacara adat yang salah satu upacara adat nya selalu menampilkan kesenian Sikambang upacara tersebut dalam bahasa Pesisir nya disebut dengan baralek Pernikahan. Dimana dalam setiap adanya masyarakat Pesisir Sibolga yang mengadakan baralek yang menggunakan kesenian sikambang, sesudah mengadakan Akad Nikah di pagi hari dan dimalam harinya selalu akan diisi dengan pertunjukan kesenian sikambang yang di dalam nya terdapat alat musik singkadu sebagai alat musik tiup. Singkadu hanya digunakan dalam pertunjukan sikambang pada pesta pernikahan dan di dalam pementasaanya hanya malam hari saja. Singkadu hanya mengiringi lagu-lagu tertentu 27 dalam sikambang seperti lagu Kapri, Kapulo Pinang, lagu Duo dan lagu Sikambang wawancara dengan Bapak Kadirun November2010 . 27 dalam repertoar sikambang terdapat beberapa jenis lagu dalam mengiringi tari sikambang . 46 Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Fungsi Singkadu dalam konteks Status yang diberikan Sebagai Pemain dan Pemilik Alat Musik di Masyarakat Pesisir Sibolga Masyarakat Pesisir Sibolga yang sebahagian penduduknya bermata pencaharian sebagai Nelayan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang pertama kali bersinggungan langsung dengan kesenian sikambang dan termasuk mahir dalam melantunkan syair-syair sikambang 28 Khususnya si pemain singkadu terdapat beberapa kebiasaan unik yang muncul di kehiduapan sosial masyrakat yang mengundang. Apabila si pemain singkadu tidak berada di kediamanya maka si pengundang menitipkan sirih kepada si keluarga pemain musik singkadu tersebut, apabila si pemain melihat sirih tersebut si pemain sudah tau sendiri bahwasanya di undang untuk main dalam satu upacara pernikahan yang menampilkan kesenian sikambang, hal tersebut menurut informan yang penulis wawancarai berlansung ketika dimana para pemain sikambang masih berbentuk orang–perorangan dalam hal ini para pemain sikambang belum terikat di dalam suatu grup .wawancara dengan Kurnia Pasaribu, Desember 2010 dan mengenai kontk status dalam msyarakat Pesisir Sibolga dan hubungan nya dengan fungsi alat musik singkadu dapat penulis jelaskan sebagai berikut dari beberapa informan yang penulis wawancarai bahwasanya dalam tata cara pengundangan oleh masyarakat yang mengadakan upacara baralek pernikahan tersebut terhadap para pemain sikambang. 29 28 Radjoki Nainggolan, kebudayaan suku pesisir di pantai barat sumatera utara.1991,:29 29 Kurnia Pasaribu seorang nelayan dan pemain gandang sikambang di sibolga sambas 47 Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Fungsi Singkadu dan Pitunang Sebagai Salah Satu Kepercayaan yang Berkembang di Masyarakat Pesisir Sibolga. Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terutama orang orang tua terdahulu yang masih meyakini tentang hal–hal yang berbau ghaib keberadaan singkadu sebagai alat musik tidak hanya berfungsi sebagai alat musik tiup semata, dimana dalam sejarah keberadaan dan penggunaannya alat musik singkadu tersebut apabila di tiup di mainkan dipercayai memiliki sugesti 30 Menurut keterangan Bapak Kadirun sebagai seorang pembuat alat musik singkadu yang pernah menggunakan pitunang dalam memainkan singkadu di waktu mudanya setelah berguru dari beberapa pemain singkadu terdahulu menjelaskan mengenai pitunang tersebut, pitunang merupakan semacam ilmu bathin yang dipelajari dan di terapkan oleh si pembuat dengan maksud dan dasar keinginan tertentu yang ingin di capai si pembuat. Baik buruknya dalam penggunaan pitunang tidak dapat sembarangan bagi si pemain singkadu dimana si pemain singkadu tersebut terlebih dahulu harus yakin dan memiliki pertahanan tubuh yang kuat .yang di maksud dengan pertahanan tubuh adalah semacam ilmu kebal dikarenakan resiko yang akan , yang timbul bagi siapa saja yang mendengarnya dalam hal ini sugesti tersebut muncul akibat adanya kepercayaan tertentu yang di lakukan oleh individu seseorang, kepercayaan tersebut dalam bahasa pesisir disebut dengan pitunang. Pitunang merupakan syarat- syarat khusus terhadap alat musik singkadu dari proses pembuatan hingga memainkanya. 30 su.ges.ti : pengaruh yg dapat menggerakkan hati orang; dorongan, dsb, Kamus Besar Bahasa Indonesia http:pusatbahasa.depdiknas.go.idkbbiindex.php Universitas Sumatera Utara muncul bagi si pemain tersebut di karenakan efek dari pitunang tersebut tidak semua orang dapat menerimanya. Dalam artian baik pada dasarnya penggunaan pitunang di alat musik singkadu adalah semacam sugesti di saat adanya pertunjukan kesenian sikambang, dimana yang menonton acara tersebut sendirinya akan merasa senang dan betah ketika mendengar suara yang dikeluarkan oleh alat musik singkadu tesebut tanpa di sadarinya. Sedangkan penggunaan pitunang di alat musik singkadu dalam pengertian lainnya pitunang tersebut dapat di gunakan ke hal-hal di luar nalarakal sehat, dimana apabila si pemain singkadu tersebut memainkan singkadunya dan menghakekatkan seseorang yang ingin dikenakan pitunang, dengan sendirinya orang yang di hakekatkan tersebut akan mengalami hal-hal yang tidak wajar Dalam hal ini pengertian tidak wajar adalah sesuatu yang tidak di ingini oleh yang tekena pitunang, sehingga apabila si korban tersebut tidak merasa senang dan berusaha ingin membalas perbuatan si pengguna pitunang tersebut dengan berbagai cara bahkan bisa berujung kepada cara mencelakai si pelaku pitunang tersebut seperti sikorban meracunnya dan berbagai cara lainnya yang bisa di anggap si korban sebagai pembalasan yang setimpal bagi si pelaku wawancara dengan Bapak Kadirun Oktober 2010 . Salah satu resiko lain yang akan muncul dari akibat pitunang menurut Bapak Kadirun adalah apabila seseorang yang memilki ilmu bathin lebih tinggi dari si pemain singkadu tersebut , mengetahui si pemain singkadu tersebut 49 Universitas Sumatera Utara menggunakan pitunang dan sering menggunakannya ke hal-hal yang tidak baik kemudian menguji ilmu nya kepada si pemain yang menggunakan pitunang tersebut, hal ini dapat mencelakai si pemain singkadu tersebut apabila si pemain singkadu tersebut tidak memiliki pertahanan badan yang kuat. Menurut Bapak Kadirun, pitunang dalam proses pembuatan dan permainan alat musik singkadu bukanlah suatu hal mutlak, hal ini hanya di lakukan orang–orang tertentu yang sudah memilki ketahanan tubuh yang kuat untuk menghadapi resiko yang akan muncul di kemudian hari akibat dari pitunang tersebut. wawancara dengan Bapak Kadirun Oktober 2010. Dalam pitunang tersebut sendiri memiliki beberapa syarat-syarat yang harus di jalankan dalam proses pembuatan singkadu, dimana syarat-syarat tersebut tidak terlepas dari hubungan manusia dengan alam 31 . 31 Mengenai hubungan manusia dengan alam adalah suatu hal mutlak dimana saja manusia berada, manusia membutuhkan alam untuk belajar hidup dan mengetahui sesuatu hal yang baru , hal ini sudah di lakukan sejak era Socractes 470 SM - 399 SM hingga era Thales 625- 545 SM hingga ke muridnya Thales yaitu Anaximandros 610-547 SM yang sebagian besar mereka belajar dari melihat alam yang kemudian oleh Anaximandros menyimpulkan bahwa alam adalah satu tetapi prinsip dasar tentang alam itu berasal dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas apeiron. Sifat-sifat yang diberikan Anaximandros tentang apeiron yaitu sesuatu zat yang tak terhingga, tak terbatas, dan tak dapat diserupakan dengan alamPemahaman tentang operion dapat dianalogikan dengan pandangan orang-orang muslim tentang yang Ghaib yaitu Dzat pencipta Tuhan Kemudian hal ini dikembangkan oleh murid nya yaitu Anaximenes 585-524 SM yang lebih dikenal sebagai seorang filsuf Alam yang belajar melalui kejadian di alam sekitar mengatakan Alam semesta merupakan keseluruhan yang mempunyai dasar atas asal yang satu. alam semesta kita ini merupakan kosmos alam yang teratur Anaximenes merupakan filosof alam terakhir kota milethos, sesudah ia meninggal maka berakhirlah filosof alam dari kota itu. . 50 Universitas Sumatera Utara Syarat utama apabila menggunakan pitunang dalam proses pembuatan singkadu adalah di dalam pengambilan bambu dan proses pembuatan lobang pembelah udaranya, si pembuat terlebih dahulu harus menunggu dan melihat “alang bakulik tanga hari di tapi pasi’ Elang yang berputar-putar dan memekik di waktu siang hari di pesisir pantai menurut Bapak Kadirun syarat pertama ini adalah hal yang paling susah dan dapat memakan waktu yang cukup lama di penuhi dalam proses pembuatan singkadu yang menggunakan pitunang dimana apabila syarat pertama tersebut tidak terpenuhi maka syarat kedua tidak dapat di laksanakan. Dimana syarat kedua dalam proses pembuatan singkadu yang menggunakan pitunang selalu beriringan dengan syarat pertama dimana, Elang memekik dan berputar-putar di tengah hari, menurut para pengguna pitunang tingkah laku hewan ini menandakan bahwasanya ada orang yang meninggal di sekitar kampung. Syarat kedua tersebut adalah apabila di dalam keluarga yang meninggal tersebut ada yang maratok menjerit dan menangis sejadi-jadinya dimana maratok ini sangatlah di larang di masyarakat Pesisir Sibolga apabila menghadapi Zenajah didepan kita, dan apabila kejadian ini disaksikan oleh si pembuat singkadu bahwasanya ada orang yang maratok maka pembuatan lobang jari singkadu yang pertama, dapat di laksanakan. Sedangkan syarat-syarat berikutnya merupakan syarat-syarat pendukung dan merupakan syarat yang tidak terlalu susah ,yaitu: apabila si pembuat mendengar Adzan Djum’at maka pembuatan lobang jari singkadu berikutnya dapat dilakukan syarat berikutnya adalah mendengar dan melihat seseorang sedang Malahek-lahek mendendangkan anak di dalam buaian, 51 Universitas Sumatera Utara syarat-syarat tersebut merupakan syarat yang harus di penuhi oleh si pembuat yang menggunakan pitunang dalam proses pembuatan alat musik singkadu nya. Dalam proses memainkan alat musik singkadu yang menggunakan pitunang di dalamnya menurut keterangan Bapak Kadirun wawancara dengan Oktober 2010 tidak terdapat syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi si pemain sebelum memainkan alat musik singkadu yang memiliki pitunang tersebut, yang berbeda dalam proses memainkan singkadu yang memiliki pitunang dan yang tidak memilki pitunang adalah maksud dan tujuan dari si pengguna singkadu itu sendiri . . 52 Universitas Sumatera Utara

BAB IV KAJIAN ORGANOLOGIS SINGKADU ALAT MUSIK TIUP PESISIR

SIBOLGA 4.1. Sejarah Alat Musik Singkadu Sejarah alat musik tiup singkadu pada masyarakat Pesisir Sibolga tidak terlepas dari adanya akulturasi dan kontak budaya antara masyarakat pendatang dan masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir teluk Tapain Nauli yang mengakibatkan terjadinya beberapa perobahan perobahan yang terjadi baik itu dari sitem kepercayaan ,kesenian dan lain-lain, dan sejarah singkadu menurut persfektip sejarah yang di kemukakan beberapa penulis yang menulis tentang kebudayaan masyarakat Pesisir Sibolga menggambarkan awal mula keberadaan singkadu adalah berawal dari kontak masyarakat. Mengutip apa yang di sampaikan Tengku Luckman Sinar dkk di dalam buku Mengenal Adat dan Budaya Pesisir, Tapanuli Tengah dan Sibolga 2010:224 dijelaskan awal mula keberadaan alat musik singkadu berawal dari di buatnya gandang sikambang oleh para nelayan pesisir untuk mengiringi sikambang yang saat itu belum memiliki instrument musik dan pada saat kedatangan orang-orang dari India yang berlayar ke pulau Poncan Sibolga dan pulau Mursala wilayah Tapanuli Tengah di sekitar Teluk Tapaian Nauli di abad ke-10 kemudian oleh masyarakat di buatlah ‘gendang batapik’ gendang dua sisi yang terbuat dari batang kayu bulat yang kedua sisi nya memilki membran terbuat dari kulit kambing, dan di ikat dengan rotan, 53 Universitas Sumatera Utara