Letak Lokasi Penelitian Identitas Kultural Etnik Pesisir

2.3. Letak Lokasi Penelitian

Kelurahan Aek Habil merupakan Kelurahan dimana bapak Kadirun bertempat tinggal tepatnya di jalan.Midin Hutagalung, lingkungan II, Kecamatan Sibolga Selatan, kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga, letak kecamatan sibolga selatan terletak pada 01 00 LU Lintang Utara, 98 Bujur timur dengan luas wilayah 313,85 Ha,kecamatan sibolga selatan pada sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Sambas, sebelah selatan dengan teluk tapian nauli, kesebelah barat Kecamatan Sibolga Kota, kesebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.Kecamatan Sibolga Selatan pada saat ini dipimpin oleh Camat Sahat Simatupang,SE Tabel 5 Gambaran umum lokasiwilayah penelitian kecamatan sibolga selatan N0 Kecamatan Kelurahan LuasHa wilayah kelurahan Jumlah lingkungan Topografi wilayah 1 Kecamatan sibolga selatan Aek habil 61,39 4 Wilayah pantai dengan topografi datar Aek manis 123,49 4 Wilayah pantai dengan topografi datar Aek muara pinang 39,20 4 Wilayah pantai dengan topografi datar Aek parombunan 89,80 4 Bukan pantai dengan topografi berbukit 25 Sumber: bpssibolga:httpsumut.bps.go.idsibolga Universitas Sumatera Utara

2.4 Identitas Kultural Etnik Pesisir

Etnik Pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang awal keberadaanya sebagai suatu etnik bermula di daerah pesisir pantai bagian barat pulau Sumatera tepat nya di propinsi Sumatera Utara, dimana kelompok masyarakatnya memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik tersendiri yaitu “etnik Pesisir”. Dalam hal ini yang dimaksud memilki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik adalah dimana awal keberadaan dan terbentuknya etnik ini tidaklah terjadi begitu saja , melainkan telah melalui beberapa situasi dan kejadian tertentu seperti : kelahiran, kematian, penjajahan colonisasi , perang, kejadian bencana alam dan perpindahan penduduk, salah satunya adalah terjadinya peperangan antara Aceh dengan kelompok masyrakat Batak 1523 sehingga banyak penduduk yang berpindah untuk membuka pemukiman baru di wilayah barat 11 dan adanya perang Monjo Bonjol tahun 1700 12 11 Batak dulu dan sekarang W. Simanjuntak ,1961:14 12 Lebih dalam dan detil lihat tulisan U. T Sipahutar ‘Perhitungan Jadinya Kota Sibolga’ , dalam buku hari jadi sibolga , pemko sibolga , 1998. 10: 111 . orang batak dari silindung, berangsur angsur menyebar ke arah pantai barat sumatera utara, salah satunya yang melakukan perpindahan kewilayah pesisir pantai barat adalah keturunan dari marga Hutagalung yang kemudian membuka perkampungan di sekitar aliran sungai Aek Doras, dalam perkembanganya kemudian masyarakat dari silindung tersebut berkembang dan membentuk kelompok masyarakat yang terstruktur yang di pimpin oleh seorang kepala KuriaRaja, bersama-sama kelompok masyarakat 26 Universitas Sumatera Utara yang terdapat di sekitar pulau-pulau kecil di sekitar Teluk tapian nauli dimana di beberapa pulau tersebut telah terdapat juga beberapa kelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang yang secara berturut-turut dipimpin oleh datuk Muhamad Syarif datuk hitam, sutan Bahano, Muhamad Akhir, Datuk Usman dan Datuk Haji, beberapa nama tersebut merupakan nama pemimipin penduduk di salah satu pulau di teluk tapaian nauli yaitu Poncan yang kemudian kelompok masyarakat dari Poncan tersebut berpindah lagi dari pulau tersebut kedaratan dan membaur dengan masyarakat yang ada di daratan. Hal ini sesuai dengan apa yang dituturkan oleh Alm.Raja Parpahe kepada putranya Drs.Syarif Hutagalung yang mana Alm. Raja Parpahe ini merupakan kepala kampung Aek Habil pada Tahun 1924 yang diangkat oleh Raja sibolga. 13 13 Lebih dalam dan detil lihat tulisan Drs.Syarif Hutagalung. ‘Sibolga dan kondisi Perkembanganya dalam Beberapa Masa pemerintahan, pemko sibolga , 1998. 91: 111 Lambat laun keadaan daerah tersebut terus berkembang disamping beberapa kelompok masyarakat dari beberapa kepulauan di sekitar teluk tapian nauli tersebut, terdapat juga beberapa kelompok masyarakat dari luar daerah yang berbaur didaerah tersebut, seperti kelompok masyarakat dari etnik Mandailing, etnik Angkola, dan Minang. Dalam perkembangannya beberapa kelompok masyasrakat tersebut kemudian menyesuaikan kebudayaan masing yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan dalam menentukan pembentukan etnik dan pemeliharaan batas-batasnya kesamaan-kesamaan yang ada pada dua atau lebih kelompok masyarakat tersebut kemudian atas kesepakatan bersama disatukan yang kemudian menjadi etnik. 27 Universitas Sumatera Utara Hingga sekarang bukti terjadinya proses tersebut dapat di lihat dari ciri yang dimilki individu manusia Etnik pesisir dimana individu masyarakatnya sebagian besar masih menggunakan marga baik itu marga Toba, ataupun Mandailing, dalam kenyataanya memang marga tersebut bukanlah suatu hal mutlak sebagai suatu ketentuan di dalam adat sumando pesisir, seperti halnya pada masyarakat Batak pada umumnya. Tetapi dalam hal ini apabila di tinjau lebih jauh marga- marga yang terdapat dalam etnik pesisir tersebut tidaklah disengaja atau dibuat-buat melainkan marga tersebut memilki makna panjang yang menandakan adanya suatu proses historis seajarah dan sebagai suatu ciri yang khusus yang menjadikanya berbeda secara individu maupun secara kelompok dengan beberapa individu kelompok masyarakat pesisir di pulau Sumatera ini pada umumnya. Setiap anggota kelompok etnik tertentu yang melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercerabut dari akar budaya etniknya karena mengadopsi nilai-nilai baru. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya keturunan dan pertalian darah dan juga tetap diakui oleh kelompok etniknya. Menyangkut hal ini Dalam etnik pesisir sendiri terdapat beberapa kelompok masyarakat etnik Minang maupun etnik Batak yang telah tergabung di dalam satu ikatan etnik sumando pesisir yang berdasarkan Islam, tidaklah mutlak secara keseluruhan status yang dimilikinya akan di hilangkan atau digugurkan baik itu Marga maupun Hubunganya Terhadap kelompok masyarakat awalnya, melainkan status tersebut tetap ada dan diakui bersama baik dari kelompok masyarakat awalnya maupun oleh kelompok masyarakat pesisir, Sebagai 28 Universitas Sumatera Utara suatu hal yang tidak bisa di pungkiri dan menjadi Fakta bahwa individu tersebut sebelum menjalin ikatan dengan Adat Sumando Pesisir merupakan individu yang memilki identitas kultur sendiri, setiap etnik di luar kelompok etnik pesisir tidak akan menjadi etnik pesisir bila tidak menjalin suatu ikatan hubungan dengan etnik Pesisir yang disahkan melalui adat sumando. Begitu juga kelompok masyarakat awalnya yang juga tidak dapat memungkiri bahwasanya berdasarkan identitas maupun status individunya tersebut merupakan satu kesatuan denganya dalam hal garis keturunannya tetapi dalam ruang lingkup adat dan budaya yang berbeda telah menjadi urang sumando, Dari Bentuk kesenian dan bahasa yang di gunakan masyarakat pesisir Sibolga juga memilki kemiripan dengan bentuk kesenian dan bahasa yang di gunakan beberapa kelompok masyarakat, seperti bahasa pesisir memilki kemiripan dengan bahasa yang digunakan etnik Minang, dan Batak, seperti dalam hal untuk menyatakan suatu bentuk dalam Bahasa pesisir Sibolga menggunakan kata-kata berikut ini seperti kata Kepeng Untuk menyatakan Uang, kata ini memilki persamaan dengan kata HepeqHepeng di dalam Bahasa Batak. dan kata lainya yang sering digunakan adalah kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil, kata ini juga digunakan oleh masyarakat Minang untuk menyatakan Ruang atau bentuk, sedangkan bentuk keseniannya seperti bentuk tari dan alat musiknya memilki kemiripan dengan etnik Minang dan Mandailing, dan dari beberapa kemiripan bentuk bahasa maupun kesenian tersebut bukanlah suatu hal mutlak untuk mengasosiasikan etnik pesisir sebagai satu kesatuan dengan 29 Universitas Sumatera Utara beberapa etnik tersebut, melainkan hal ini merupakan suatu bentuk dari proses yang terjadi dan berkembang di dalam kebudayaan masyarakat tersebut. Seperti halnya yang disampaikan oleh Goodenough, 1997 “Antara satu etnik dengan etnik lainnya juga kadang terdapat kemiripan bahasa. Kesamaan bahasa itu dimungkinkan karena etnik-etnik tersebut memiliki kesamaan sejarah yang sama, yang mewariskan tradisi yang mirip dan juga bahasa yang mirip pula”. Dan hal ini juga disinggung oleh Koentjaraningrat dalam pengantar ilmu antropologi 1979:264 kesadaran dan identitas dalam “kesatuan kebudayaan” seringkali tetapi tidak selalu dikaitkan oleh kesatuan atau kemiripan bahasa. Beberapa Model dan cara yang digunakan untuk mengelompokkan perilaku dan budaya tertentu kemudian diasosiasikan dengan etnik tertentu sudah tidak dapat lagi dipergunakan Sekarang ini, dimana dalam dalam kenyataan setiap etnik adalah sangat berbeda satu dengan lainya Contoh yang paling jelas adalah pembentukan identitas etnik Dayak. Dimana oleh Belanda kata Dayak digunakan untuk menyebut seluruh penduduk asli pulau Kalimantan. Padahal sesungguhnya etnik Dayak terdiri dari banyak sub etnik yang sebenarnya sebagai etnik sendiri sangat berbeda satu sama lain, seperti Benuaq dan Ngaju. Istilah Dayak sendiri tidak dipergunakan sebagai identitas mereka. Mereka menyebut diri sebagai orang Benuaq jika itu etnis Benuaq Trisnadi, 1996. 30 Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini penulis berkesimpulan Etnik pesisir yang terdapat di pesisir barat Sumatera Utara ini dalam proses terbentuknya sebagai suatu etnik tidak terlepas dari proses Asimilasi 14 dengan beberapa kelompok masyarakat di luar letak geografisnya 15 Mengenai hal tersebut diatas Koentjaraningrat menyampaikan “kesatuan kebudayaan“ bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainya, melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri seperti contoh kebudayaan sunda itu suatu kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan kebudayan Jawa, atau Banten ,dan Bali, bukan karena ada peneliti-peneliti luar yang telah menentukan kebudayaan sunda itu tersendiri, tetapi karena orang-orang Sunda sendiri sadar bahwa di antara mereka ada keseragaman mengenai kebudayaan mereka ,yaitu kebudayaan sunda yang memepunyai kepribadian dan identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan tetangganya itu. ,seperti etnik Batak Toba, etnik Minang, dan Etnik Mandailing yang dalam perkembanganya kemudian menjadi suatu etnik yang tersendiri yang berbeda secara budaya dan Adat dengan beberepa kelompok etnik masyarakat disekitarnya. 16 14 Asimilasi atau assimilation adalah suatu proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan- golongan tadi masing–masing berubah sifat khas nya sehingga lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru budaya campuran 15 Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya 16 Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi 1979:264 31 Universitas Sumatera Utara

2.5. Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga