Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi

22 komplikasi-komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati, dan neuropati Depkes RI, 2005.

2.2.3 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan diabetes menurut Depkes RI, 2005 memiliki tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu: a. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada pada kisaran normal b. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes

2.2.3.1 Terapi Non Farmakologi

a. Pengaturan diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan dan masukan serat juga sebaiknya diperhatikan Depkes RI, 2005. b. Olahraga Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. 23 Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa Depkes RI, 2005.

2.2.3.2 Terapi Farmakologi

Apabila penatalaksaan terapi obat pengaturan diet dan olahraga belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya. a. Insulin Insulin merupakan protein kecil yang mengandung 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai A dan B yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin dilepaskan dari sel β pankreas dengan laju basal yang rendah dan dengan laju yang jauh lebih tinggi bila terstimulasi sebagai respon terhadap berbagai rangsangan, terutama glukosa. Insulin meningkatkan simpanan lemak dan glukosa di dalam sel target khusus dan mepengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi metabolik berbagai jaringan Nolte dan Karam, 2012. Sediaan insulin yang beredar di pasaran mengandung hanya peptida aktif insulin. Ada empat jenis sediaan insulin injeksi antara lain: i. Insulin kerja ultra pendek rapid acting Insulin, Insulin kerja ultra pendek mempuyai daya absorpsi pada tempat suntikan lebih cepat 90 dalam 100 menit dibandingkan dengan insulin regular 90 dalam 150 menit. Onset kerja lebih cepat, puncak konsentrasi lebih tinggi dan lebih dini, serta lama kerja lebih singkat Deliana, et al., 2007. Contohnya insulin aspart dan insulin glulisine dengan onset 15-30 menit dan masa kerja maksimum 24 5-6 jam. Insulin lispro dengan onset 15-30 menit dan masa kerja maksimum 4-6 jam Triplitt, et al., 2008. ii. Insulin kerja pendek short acting insulin Potensi dan efek hipoglikemia insulin kerja pendek atau insulin regular, hampir sama dengan insulin kerja ultra pendek. Selain dapat diberikan subkutan, insulin regular adalah insulin yang dapat diberikan secara intra vena, oleh karena itu insulin ini biasa dipakai untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, pasien baru, dan tindakan bedah Deliana, et al., 2007. Contohnya adalah insulin regular yang memiliki onset 0,5-1 jam dengan masa kerja maksimum 6-8 jam Triplitt, et al., 2008. iii. Insulin kerja menengah intermediate insulin Insulin kerja menengah mempunyai onset yang lambat dan masa kerja yang panjang tetapi masih kurang dari 24 jam. Insulin jenis ini dapat digunakan dua kali sehari Deliana, et al., 2007. Contohnya adalah insulin NPH Neutral Protamine Hagedorn dengan onset 2-4 jam dan masa kerja maksimum 14-18 jam Triplitt, et al., 2008. iv. Insulin kerja panjang long acting insulin Mengingat masa kerja yang panjang, maka pemakaian insulin ini cukup diberikan satu kali dalam satu hari. Penggunaan insulin kerja panjang secara bermakna mengurangi kejadian hipoglikemia pada malam hari nocturnal hypoglycemia. Penggunaan insulin ini juga secara bermakna dapat menurunkan kadar HbA1c serta frekuensi terjadinya hipoglikemia Deliana, et al., 2007. Contohnya adalah insulin detemir dengan onset 2 jam dan masa kerja maksimum 25 24 jam. Kemudian insulin glargine dengan onset 4-5 jam dan masa kerja maksimum 24 jam Triplitt, et al., 2008. b. Obat Antidiabetik Oral i. Golongan Sulfonilurea Sulfonilurea digunakan sebagai salah satu terapi pada DM tipe 2 karena dapat menstimulasi sekresi insulin. Mekanisme sekresi insulin terjadi karena sulfonilurea dapat berikatan dengan subunit SUR1 pada kanal kalium yang sensitif ATP k-ATP di sel β pankreas sehingga dapat menginduksi terjadinya penutupan kanal k-ATP. Penutupan kanal tersebut menyebabkan depolarisasi membran sel β pankreas sehingga kanal Ca 2+ yang sensitif tegangan terbuka dan terjadi influks kalsium. Peningkatan kalsium intraseluler menstimulasi eksositosis pelepasan granul insulin dan meningkatkan sekresi insulin Triplitt, et al., 2008. Obat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu glibenklamid, gliklazid, glipizid, glikuidon, dan glimepirid. Efek samping obat golongan ini yang sering terjadi, yaitu hipoglikemia dan peningkatan berat badan Triplitt, et al., 2008. ii. Golongan Biguanida Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin meningkatkan sensitivitas insulin baik pada hati dan jaringan perifer. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight. Efek samping dari baguanida adalah gangguan gastrointestinal meliputi diare dan rasa tidak nyaman pada perut Triplitt, et al., 2008. 26 iii. Golongan Tiazolidindion Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Contoh: Pioglitazone, Rosiglitazone Triplitt, et al., 2008. iv. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose dan Miglitol Triplitt, et al., 2008. v. Golongan DPP 4 Inhibitor Penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 DPP-4 menghambat kerja DPP-4 dalam menguraikan inkretin. Penghambat DPP-4 juga bekerja seperti GLP-1 Glucagon like Peptide-1 yaitu menstimulasi insulin dan menghambat sekresi glukagon, namun penghambat DPP-4 tidak menghambat pengosongan lambung. Contoh penghambat DPP-4 adalah sitagliptin dan vildagliptin. Penghambat DPP-4 memiliki waktu paruh yang panjang kecuali Vildagliptin. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan Penghambat DPP-4 adalah diare, mual, muntah dan sakit kepala Triplitt, et al., 2008. 27 vi. Inhibitor ko-transporter natrium-glukosa 2 Sodium-Glucose cotransporter 2 inhibitorSGLT 2 Inhibitor SGLT 2 menghadirkan penurunan glukosa tidak bergantung insulin dengan memblok reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal ginjal dengan menginhibisi SGLT 2. Agen ini menghadirkan penurunan berat badan sedang dan penurunan tekanan darah. Contohnya adalah canagliflozin, depagliflozin, empagliflozin. Obat ini meningkatkan glukosuria, sehingga efek samping yang dapat timbul adalah infeksi genitourinary, poliuria, hipotensi, pusing, peningkatan LDL-C dan peningkatan kreatinin sementara ADA, 2015.

2.2.3.3 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2