Morfologi Geram Kondisi Pemotongan III Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev; a = 0,3 mm Morfologi Geram Kondisi Pemotongan IV Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev; a = 1 mm Morfologi Geram Kondisi Pemotongan V Vc = 250 mmin; f = 0,15 mmre

Dari gambar 4.2 dapat diamati morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri yang sama dengan kondisi I yaitu seperti mata gergaji sa w-tooth chips . Pada gambar 4.2 dapat dihitung bahwa setiap 1,05 mm panjang memiliki jumlah n p sebanyak 7 puncak. Apabila hal tersebut disajikan dalam rasio, maka nilai rasio r p untuk geram pada kondisi pemotongan ini adalah . Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji  diperoleh untuk geram ini adalah 0,165 mm, manakala h c adalah 0,25 mm.

4.1.3 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan III Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev; a = 0,3 mm

Pada gambar 4.3 disajikan morfologi geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin ; f = 0,1 mmrev; a = 0,3 mm Gambar 4.3 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev;a= 0,3 mm Dari gambar 4.3 dapat diamati bahwa morfologi geram yang terbentuk juga memiliki geometri yang sama dengan kondisi pemotongan I dan II yaitu seperti mata gergaji sa w-tooth . Dari hasil pengamatan melalui mikroskop USB Rax Vision dapat dihitung bahwa jumlah puncak n p adalah 12 puncak untuk setiap 1,05 mm panjang. Apabila hal tersebut disajikan dalam rasio, maka nilai rasio r p untuk geram pada kondisi pemotongan ini adalah . Adapun hasil Universitas Sumatera Utara pengukuran untuk tebal geram h c yang terjadi adalah 0,16 mm dengan jarak antar mata puncak  adalah 0,057 mm

4.1.4 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan IV Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev; a = 1 mm

Pada gambar 4.5 disajikan morfologi geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin ; f = 0,1 mmrev; a = 1 mm Gambar 4.4 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin; f = 0,1 mmrev; a= 1 mm Dari gambar 4.4 dapat diamati morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri yang sama pada kondisi pemotongan III yaitu seperti mata gergaji sa w- tooth . Pada gambar 4.4 dapat dihitung bahwa jumlah n p adalah 13 puncak untuk 1,05 mm panjang. Apabila hal tersebut disajikan dalam rasio, maka nilai rasio r p untuk geram pada kondisi pemotongan ini adalah . Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji  diperoleh untuk geram ini adalah 0,115 mm, manakala h c adalah 0,19 mm Universitas Sumatera Utara

4.1.5 Morfologi Geram Kondisi Pemotongan V Vc = 250 mmin; f = 0,15 mmrev; a = 0,3 mm

Pada gambar 4.4 disajikan morfologi geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin ; f = 0,15 mmrev; a = 0,3 mm Gambar 4.5 Morfologi Geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan Vc = 250 mmin; f = 0,15 mmrev; a= 0,3 mm Dari gambar 4.5 dapat diamati morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri yang sama pada kondisi pemotongan II, yaitu seperti mata gergaji sa w- tooth . Pada gambar 4.5 dapat dihitung bahwa jumlah n p adalah 6 puncak untuk 1,05 mm panjang. Apabila hal tersebut disajikan dalam rasio, maka nilai rasio r p untuk geram pada kondisi pemotongan ini adalah . Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji  diperoleh untuk geram ini adalah 0,196 mm, manakala hc adalah 0,2 mm Berdasarkan laporan dari peneliti terdahulu untuk morfologi geram seperti mata gergaji sa w-tooth terdapat suatu fenomena yang disebut pita geser Adiabatik Adiabatic shear bands . Menurut Molinari et. al 2002 Pita geser Adiabatik adalah manifestasi dari ketidakstabilan termomekanikal yang dihasilkan pada konsentrasi geser yang besar pada layar yang sempit. Regangan terlokalisasi ini disertai dengan besarnya pertumbuhan suhu yang diperlukan untuk kondisi pita geser Adiabatik. Dengan kata lain, karena pergeseran yang besar dan berlangsung cepat terjadilah deformasi. Pada saat deformasi terjadi tidak ada perubahan suhu Universitas Sumatera Utara yang mengakibatkan mikrostruktur dari geram berubah seperti pita yang disebut pita geser Adiabatik.Pita geser Adiabatik inilah yang menyebabkan geram bersegmen. Menurut hasil penelitian yang dihasilkan oleh Molinari et. al 2002, pemesinan untuk bahan paduan titanium yang memiliki nilai konduktivitas termal rendah ≈16 WmK menyebabkan pita geser Adiabatik terjadi semakin banyak. Hal tersebut dapat dijadikan suatu kesimpulan bahwa untuk bahan paduan logam yang memiliki konduktivitas termal rendah menyebabkan pita geser Adiabatik akan terjadi semakin banyak. Hasil peneliti lainnya yaitu Morehead dan Huang 2007 melaporkan bahwa pemesinan untuk bahan getas brittle dengan kekerasan 62 HRC juga akan menghasilkan morfologi geram seperti mata gergaji sa w-tooth , dengan jarak antar mata gergaji yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan pemotongan, pemakanan rata – rata dan kedalaman pemotongan. Selain itu, jarak pita geser pada morfologi seperti mata gergaji dapat diperkirakan melalui konfigurasi pemotongan, sifat mekanik dan termal dari bahan benda kerja. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemaparan di atas, maka geometri dari morfologi geram yang dihasilkan untuk setiap kondisi pemotongan disajikan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Geometri Geram untuk setiap kondisi pemotongan Kondisi Pemotongan 1 2 3 4 5 Vc = 225 mmin f = 0,125 mmrev a = 1,1 mm Vc =225 mmin f = 0,16 mmrev a = 0,7 mm Vc = 250 mmin f = 0,1 mmrev a = 0,3 mm Vc = 250 mmin f = 0,1 mmrev a = 1 mm Vc = 250 mmin f = 0,15 mmrev a = 0,3 mm h c mm 0,24 0,25 0,16 0,19 0,2  mm 0,084 0,165 0,117 0,115 0,196 n p 13 7 12 13 6 r p 12,38 6,67 11,43 12,38 5,71 Dari tabel 4.1 dapat diamti hubungan antara geometri geram dengan kondisi pemotongan yang dipilih pada penelitian ini. Untuk memudahkan pengamatan maka data dari tabel 4.1 akan disajikan dalam bentuk grafik. Masing- Universitas Sumatera Utara masing grafik untuk kondisi pemotongan terhadap tebal geram setelah terpotong h c , jarak antar puncak mata gergaji , jumlah mata gergaji n p , dan nilai rasio r p untuk geram. a. Pengaruh kecepatan pemotongan Vc terhadap geometri geram Gambar 4.6 Hubungan Kecepatan pemotongan Vc dengan tebal geram setelah terpotong h c Gambar 4.7 Hubungan Kecepatan pemotongan Vc dengan Jarak antar puncak mata gergaji  0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 220 225 230 235 240 245 250 255 T e b a l G e ra m s e te la h P m o to n g a n h c m m Kecepatan Pemotongan Vc mmin 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 220 225 230 235 240 245 250 255 J a ra k a n ta r p u n ca k m a ta g e rg a ji d m m Kecepatan Pemotongan Vc mmin Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8 Hubungan Kecepatan pemotongan Vc dengan jumlah puncak mata gergaji n p Gambar 4.9 Hubungan Kecepatan pemotongan Vc dengan Rasio geram r p Dari gambar 4.6, 4.7, 4.8, 4.9 dapat diamati bahwa semakin tinggi kecepatan pemotongan maka tebal geram setelah terpotong h c akan cendrung menurun. Hal ini akan berbanding terbalik manakala semakin tinggi kecepatan pemotongan maka jarak antar puncak mata gergaji  cendrung naik, naiknya jarak antar puncak mata gergaji  tersebut menyebabkan jumlah puncak mata gergaji n p , rasio geram r p cendrung naik. 2 4 6 8 10 12 14 220 225 230 235 240 245 250 255 J u m la h p u n ca k m a ta g e rg a ji n p Kecepatan Pemotongan Vc mmin 2 4 6 8 10 12 14 220 225 230 235 240 245 250 255 R a si o G e ra m r p Kecepatan Pemotongan Vc mmin Universitas Sumatera Utara b. Pengaruh pemakanan f terhadap geometri geram Gambar 4.10 Hubungan pemakanan f dengan tebal geram setelah terpotong h c Gambar 4.11 Hubungan pemakanan f dengan Jarak antar puncak mata gergaji  0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 T e b a l G e ra m S e te la h T e rp o to n g h c m m Pemakanan f mmrev 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 Ja ra k a n ta r p u n ca k m a ta g e rg a ji d m m Pemakanan f mmrev Universitas Sumatera Utara Gambar 4.12 Hubungan pemakanan f dengan jumlah puncak mata gergaji n p Gambar 4.13 Hubungan pemakanan f dengan Rasio geram r p Dari gambar 4.10, 4.11, 4.12, dan 4.13 dapat diamati bahwa semakin tinggi pemakanan f maka tebal geram setelah terpotong h c , cendrung naik. Dengan semakin tingginya pemakanan f maka jarak antar puncak mata gergaji  akan cendrung naik. Kecendrungan naiknya jarak antar puncak mata gergaji  akan menyebabkan jumlah puncak mata gergaji n p dan rasio geram r p cendrung turun. 2 4 6 8 10 12 14 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 j u m la h P u n ca k m a ta g e g a ji n p Pemakanan f mmrev 2 4 6 8 10 12 14 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 R a si o g e ra m r p Pemakanan f mmrev Universitas Sumatera Utara c. Pengaruh kedalaman pemotongan a terhadap geometri geram Gambar 4.14 Hubungan Kedalaman pemotongan a dengan tebal geram setelah terpotong h c Gambar 4.15 Hubungan Kedalaman pemotongan a dengan Jarak antar puncak mata gergaji  0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 T e b a l g e ra m s e te la h t e rp o to n g h c m m Kedalaman Pemotongan a mm 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Ja ra k a n ta r p u n ca k m a ta g e rg a ji d m m a mm Universitas Sumatera Utara Gambar 4.16 Hubungan Kedalaman pemotongan a dengan jumlah puncak mata gergaji n p Gambar 4.17 Hubungan Kedalaman pemotongan a dengan Rasio geram r p Dari gambar 4.14, 4.15, 4.16, dan 4.17 dapat diamati bahwa tebal geram setelah terpotong h c cendrung naik seiring dengan meningkatnya kedalaman pemotongan. Berbeda untuk jarak antar puncak mata gergaji , semakin tinggi kedalaman pemotongan a maka jarak antar puncak mata gergaji cendrung semakin rapat hal tersebut akan menyebabkan jumlah puncak mata gergaji n p dan rasio geram r p cendrung meningkat. 2 4 6 8 10 12 14 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 J u m la h P u n ca k m a ta g e rg a ji n p Kedalaman Pemotongan a mm 2 4 6 8 10 12 14 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 R a si o G e ra m r p Kedalaman Pemotongan a mm Universitas Sumatera Utara

4.1.6 Data Pemesinan Parameter Orthogonal Merchant