plankton dalam badan air disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor abiotik lainnya.
3.4 Indeks Similaritas
Indeks similaritas antara stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.4
berikut:
Tabel 3.4 Nilai IS Indeks Similaritas pada masing-masing Stasiun Penelitian
IS Stasiun
1 2
3 4
Stasiun 1 -
64,47 64,45
71,49
Stasiun 2 -
- 72,28
68,36
Stasiun 3 -
- -
75,65
Stasiun 4 -
- -
-
Dari Tabel 3.4 diatas menunjukkan bahwa Indeks Similaritas IS yang diperoleh mirip berkisar 64,45-72,28 tergolong mirip yaitu antara stasiun 1 dan 2, stasiun 1
dan 3, stasiun 1 dan 4, stasiun 2 dan 3 dan stasiun 2 dan 4. Indeks Similaritas IS yang berkisar 75,65 tergolong sangat mirip yaitu antara stasiun 3 dan 4. Hal ini
terjadi karena beberapa faktor fisik kimia, jumlah dan jenis plankton pada keempat stasiun tidak jauh berbeda, sehingga hasil indeks similaritas yang diperoleh tergolong
sangat mirip dan mirip.
Menurut Krebs 1985, Indeks Similaritas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan plankton yang hidup di beberapa tempat yang berbeda.
Apabila semakin besar Indeks Similaritasnya, maka jenis plankton yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesamaan
plankton antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.
Barus 2004, menyatakan bahwa suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada.
Sebaliknya suatu perairan yang tercemar akan menyebabkan penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies tertentu yang bersifat dominan.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Faktor Abiotik Lingkungan
Hasil pengukuran faktor fisik kimia lingkungan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, seperti Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.5 Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
No Parameter
Stasiun 1
2 3
4
1 Temperatur
o
C 28
29,5 27
30,5 2 Penetrasi Cahaya cm
25 19
29 19
3 Intensitas Cahaya Lux 24.215
6.485 17.130
15.650 4 pH
8,15 7,75
7,65 8,6
5 Salinitas
o oo
32 24
18 29,5
6 DOmgl 6,2
6,1 6,25
5,75 7 BOD5 mgl
1,6 2,1
1,8 1,5
8 Kadar Nitrat mgl 0,068
0,089 0,064
0,051 9 Kadar Posfat mgl
0,087 0,099
0,056 0,065
10 Kejenuhan Oksigen 80,01
80,43 79,44
76,99
Keterangan: Stasiun 1
: Daerah pariwisata Stasiun 2
: Daerah Mangrove bebas aktivitas Stasiun 3
: Daerah Muara Sungai
Stasiun 4 : Daerah Pembuangan Limbah Pabrik
Dari Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa faktor-fisik kimia setiap stasiun yang mempengaruhi kehidupan organisme suatu perairan. Dari data juga terlihat
jumlah setiap faktor fisik kimia ada perbedaan pada setiap stasiun. Oleh karena itu perbedaan faktor-fisik kimia disetiap perairan juga akan mempengaruhi kehidupan
organismenya.
3.5.1 Temperatur
Dari penelitian yang telah dilakukan nilai rata-rata temperatur yang diperoleh berkisar antara 27
o
C-30,5
o
C , dan temperatur tertinggi pada stasiun 4 dengan nilai yaitu 30,5
o
C. Hal ini disebabkan pada stasiun 4 merupakan daerah pembuangan limbah industri, dimana adanya aktivitas dan tidak adanya vegetasi disekitar perairan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan badan air terkena cahaya matahari secara langsung yang dapat mempengaruhi faktor fisik perairan terutama temperatur. Sedangkan nilai temperatur
terendah pada stasiun 3 dengan nilai yaitu 27
o
C. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 merupakan daerah estuaria, sehingga temperatur pada daerah estuaria lebih bervariasi,
dimana air lebih cepat panas dan lebih cepat dingin.
Menurut Subarijanti, 1990, suhu ini memungkinkan badan air untuk mengikat oksigen bebas dari udara secara optimal. Suhu perairan dipengaruhi oleh
intensitas cahaya yang masuk kedalam air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan perubahan suhu dalam kolom air akan
menimbulkan arus secara vertikal. Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton baik fitoplankton maupun
zooplankton. Barus 2004, pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi yang menyebabkan hilangnya
perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.
3.5.2 Intensitas Cahaya dan Penetrasi Cahaya
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai intensitas cahaya dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 24.215 lux. Hal ini disebabkan stasiun 1
daerah pariwisata daerah yang terbuka tanpa vegetasi sehingga cahaya matahari langsung masuk kedalam badan perairan tanpa ada penghalang. Sedangkan nilai
intensitas yang terendah pada stasiun 2 sebesar 6.485 lux. Hal ini terjadi karena pada daerah stasiun 2 merupakan daerah mangrove sehingga cahaya matahari terhalangi
oleh vegetasi mangrove. Dan nilai penetrasi cahaya yang diperoleh berkisar antara 19- 29 cm.
Menurut Tarumingkeng 2001, antara penetrasi cahaya, dan intesitas cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi
penetrasi cahaya. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air laut, letak geografis dan musiman. Menurut Suin 2002, prinsip penentuan kecerahan air dengan
menggunakan keping sechii adalah berdasarkan batas pandangan kedalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu perairan, akan
semakin dekat batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih, akan jauh batas pandangan tersebut.
3.5.3 pH Air
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata pH berkisar antara 7,65- 8,6 dan pH tertinggi pada stasiun 4 dengan nilai yaitu 8,6. Sedangkan nilai pH
terendah pada stasiun 3 dengan nilai pH 7,65. Tingginya pH pada daerah ini disebabkan oleh adanya berbagai macam aktivitas yang menghasilkan senyawa
organik maupun anorganik yang selanjutnya akan mengalami penguraian. Dimana aktivitas dapat mempengaruhi nilai faktor fisik perairan terutama nilai pH.
Menurut Barus 2004, nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. kondisi perairan yang bersifat sangat asam
maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme berbagai senyawa logam berat
terutama ion Aluminium. Derajat keasaman pH dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida serta ion-ion bersifat asam atau basa. Fitoplankton dan tanaman air
akan mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis berlangsung, sehingga mengakibatkan pH perairan menjadi meningkatkan pada siang hari dan menurun pada
malam hari Effendi, 2003.
3.5.4 Salinitas
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata salinitas berkisar antara 18-32
00
, dan salinitas tertinggi pada stasiun 1 dengan nilai yaitu 32
00
. Sedangkan salinitas terendah pada stasiun 3 dengan nilai yaitu 18
00.
Hal ini disebabkan pada
Universitas Sumatera Utara
stasiun 1 merupakan daerah pariwisata, dimana dengan adanya aktifitas masyarakat dapat meningkatkan kadar garam pada perairan tersebut. Sedangkan salinitas terendah
terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 18
00.
Hal ini terjadi karena pada stasiun 3 merupakan daerah muara, sehingga pada waktu arus surut yang mendominan adalah
air tawar.
Menurut Barus 2004, secara alami kandungan garam terlarut dalam air meningkat apabila populasi fitoplankton menurun. Hal ini dapat terjadi karena melalui
aktivitas respirasi pada hewan dan bakteri air akan meningkatkan proses proses mineralisasi yang menyebabkan kadar garam air meningkat. Garam-garam tersebut
meningkat kadarnya dalam air karena tidak lagi dikonsumsi oleh fitoplankton yang mengalami penurunan jumlah populasi tersebut.
3.5.5 Oksigen Terlarut Disolved Oxygen
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata DO berkisar antara 5,75- 6,25 mgl, dan DO tertinggi pada stasiun 3 dengan nilai yaitu 6,25 mgl. Hal terjadi
karena stasiun 3 merupakan daerah muara sungai estuaria, dimana pada daerah muara terjadi pengadukan secara sempurna shingga kadar oksigen terlarut lebih tinggi.
Sedangkan DO terendah pada stasiun 4 dengan nilai yaitu 5,75 mgl. Hal ini disebabkan oleh stasiun 4 merupakan daerah pembuangan limbah industri, dimana
adanya senyawa organik dan mikroorganisme yang membutuhkan oksigen untuk menguraikan senyawa ini dan tingginya suhu serata rendahnya penetrasi cahaya pada
stasiun ini.
Banyaknya oksigen terlarut melalui udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air, kekeruhan air, tingkat penetrasi cahaya dan
jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti ganggang, sampah dan limbah industri. Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan
tumbuh-tumbuhan air. Kadar oksigen terlarut pada badan air tegenang dan mengandung banyak tumbuh-tumbuhan tinggi pada sore hari dan rendah malam hari.
Universitas Sumatera Utara
Tingginya kadar oksigen terlarut sore hari adalah karena oksigen dari hasil fotosintesis pada siang hari Suin, 2002.
3.5.6 BOD
5
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata BOD
5
berkisar antara 1,5-2,1 mgl, dan BOD
5
tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai yaitu 2,1 mgl. BOD
5
terendah pada stasiun 4 yaitu 1,5 mgl. Hal ini disebabkan banyaknya kandungan senyawa organik dan anorganik dalam badan perairan yang membutuhkan oksigen
untuk menguraikannya.
Menurut Barus 2004, nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik
yang diukur pada suhu 20°C. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap
senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas
perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mgl O
2
, maka perairan tersebut tergolong baik, dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mgl O
2
akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar
dari 100 mgl.
3.5.7 Kadar Nitrat
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata kadar nitrat berkisar antara 0,051-0,089 mgl, dan kadar nitrat tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai yaitu
0,089 mgl. Hal ini terjadi karena pada stasiun 2 merupakan daerah mangrove bebas aktivitas. Kandungan nitrat pada stasiun ini tinggi karena hasil pembusukan vegetasi
yang pada pada stasiun ini. Banyaknya senyawa organik dapat dilihat dari nilai BOD.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wiadnyana 2002, perubahan komunitas plankton dapat berlangsung secara sepat, sebab kondisi perairan yang relatif dangkal dapat mengalami
pengadukan secara sempurna. Dengan cukup tersedianya energi matahari, nutrient seperti nitrat dapat dimanfaatkan kembali oleh fitoplankton yang dapat tumbuh dan
berkembang secara cepat.
3.5.8 Kadar Posfat
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata kadar posfat berkisar antara 0,056-0,099 mgl, dan kadar posfat tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai yaitu
0,099 mgl. Hal ini terjadi karena pada stasiun 2 merupakan daerah bebas aktivitas sehingga tidak ada masukan nutrisi dari luar yang dapat mempengaruhi kandungan
posfat pada stasiun ini.
Untuk mencapai pertumbuhan plankton yang optimal, diperlukan konsentrasi fosfat pada kisaran 0,27 mgl-5,51 mgl dan akan menjadi faktor pembatas apabila
kurang dari 0,02 mgl. Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah 0,01 mgl, maka pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan inilah yang
dinamakan oligotrop. Sedangkan bila kadar fosfat dan nutriennya tinggi, maka pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi Alaert dan Sri, 1984.
3.5.9 Kejenuhan Oksigen
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata kejenuhan oksigen berkisar antara 76,99-80,43, dan kejenuhan oksigen tertinggi pada stasiun 2
dengan nilai yaitu 80,43. Sedangkan kejenuhan oksigen terendah pada stasiun 4 dengan nilai yaitu 76,99.
Nilai kejenuhan air menggambarkan keadaan oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai
kejenuhannya. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigennya maka semakin kecil defisit
Universitas Sumatera Utara
oksigen yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Menurut Barus 2004, bahwa kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses
penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya membutuhkan oksigen.
3.6 Analisis Korelasi
Nilai korelasi yang diperoleh antara parameter fisik kimia perairan dengan indeks keanekaragaman plankton dengan metoda komputerisasi SPSS ver. 14.00 dapat
dilihat pada Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6 Nilai Korelasi Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan Dengan Keanekaragaman Plankton Dari Setiap Stasiun Penelitian
Suhu Intensitas
Cahaya Penetrasi
Cahaya pH
Salinitas DO
BOD
5
Kand. Nitrat
Kand. Posfat
K. Oksigen
H -0,748
+0,547 -0,091
-0,937 -0,529
+0,948 +0,707
+0,730 +0,327
+0,940
Keterangan: - =
korelasi negatif berlawanan
+ = korelasi positif searah
Dari Tabel 3.6 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara beberapa
faktor fisik kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks diversitas H’. Nilai + menunjukkan hubungan yang searah antara nilai
faktor fisiki kimia perairan dengan Indeks diversitas H’, artinya semakin besar nilai faktor fisiki kimia maka Indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan
nilai - menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan Indeks Keanekaragaman H’, artinya semakin besar nilai
faktor fisik maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai indeks diversitas H’ akan semakin besar.
Hasil korelasi antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisik kimia menunjukkan bahwa pH berpengaruh sangat kuat dan berlawanan arah negatif.
Dimana semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah indeks keanekaragaman dan sebaliknya. pH berpengaruh pada setiap kehidupan organisme, namun setiap
Universitas Sumatera Utara
organisme mempunyai batas toleransi yang bervariasi terhadap pH perairan. Toleransi masing-masing jenis terhadap pH juga sangat dipengaruhi faktor lain seperti suhu dan
oksigen terlarut. pH yang tinggi akan menyebabkan kematian bagi organisme tertentu yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit terhadap pH.
Menurut Handayani Mufti 2005, kenaikan pH pada perairan akan menurunkan konsentrasi CO
2
terutama pada siang hari ketika proses fotosintesis sedang berlangsung. Menurut Effendi 2003, derajat keasaman pH dipengaruhi oleh
konsentrasi karbondioksida serta ion-ion bersifat asam atau basa. Fitoplankton dan tanaman air akan mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis berlangsung,
sehingga mengakibatkan pH perairan menjadi meningkatkan pada siang hari dan menurun pada malam hari.
Hasil korelasi antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisik kimia menunjukkan bahwa DO oksigen terlarut berpengaruh sangat kuat dan searah
positif. Dimana semakin tinggi nilai DO oksigen terlarut maka semakin tinggi juga indeks keanekaragaman dan sebaliknya. Dimana oksigen terlarut sangat dibutuhkan
fitoplankton untuk menghasilkan energi pada saat fotosintesis. Menurut Salmin 2005, oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan. Pertumbuhan plankton membutuh nutrisi seperti nitrat dan posfat.
Hasil korelasi antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisik kimia menunjukkan bahwa kejenuhan oksigen berpengaruh sangat kuat dan searah positif.
Dimana semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen maka semakin tinggi juga indeks keanekaragaman dan sebaliknya. Nilai kejenuhan air menggambarkan keadaan
oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai kejenuhannya. Semakin tinggi nilai kejenuhan
oksigennya maka semakin kecil defisit oksigen yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Menurut Barus 2004, bahwa kehadiran senyawa organik
akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya membutuhkan oksigen.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan