Keterangan: K = jumlah plankton per liter l
T = luas penampang permukaan Haemocytometer mm
2
L = luas satu lapang pandang mm
2
P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati
V = volume konsentrasi plankton pada bucket ml v = volume konsentrat di bawah gelas penutup ml
W = volume air media yang disaring dengan plankton net l
Karena sebagian besar dari unsur – unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm
2
dan v = 0,0196 ml 19,6 mm
3
dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang
pandang L dengan jumlah lapang yang diamati p. Sehingga rumusnya menjadi:
K = W
PV 0196
, ind.l
b. Kelimpahan Relatif KR
KR =
K total
spesies setiap
dalam K
jumlah
x 100
c. Frekuensi Kehadiran FK
FK = 100
x ulangan
Total spesies
suatu ditempati
yang ulangan
Jumlah
dimana nilai FK : 0 – 25
= sangat jarang 25 – 50
= jarang 50 – 75
= sering 75
= sangat sering
d. Indeks Diversitas Shannon – Wiener H’
H’ =
∑
− pi
pi ln
Universitas Sumatera Utara
dimana : H’
= indeks diversitas Shannon – Wiener Pi
= proporsi spesies ke –i ln
= logaritma Nature pi
=
∑
N ni
Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
0 H´ 2,302 = keanekaragaman rendah
2,302 H´ 6,907 = keanekaragaman sedang H´ 6,907
= keanekaragaman tinggi
e. Indeks EquitabilitasIndeks Keseragaman E
E =
max H
H
Dimana : H’
= indeks diversitas Shannon – Wienner H max
= keanekaragaman spesies maximum = ln S dimana S banyaknya genus
f. Indeks Similaritas IS
IS =
100 2
x b
a c
+ dimana:
IS = Indeks Similaritas a = Jumlah spesies pada lokasi A
b = Jumlah spesies pada lokasi B
c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi A dan B
Dimana: IS
= 75 - 100 : sangat mirip IS
= 50 - 75 : mirip
IS = 25 - 50
: tidak mirip IS
= ≤ 25
: sangat tidak mirip
Universitas Sumatera Utara
g. Analisis Korelasi
Dilakukan dengan menggunakan Analisis Korelasi Pearson SPSS versi 16.00 antara faktor fisik kimia terhadap indeks keanekaragaman. Menurut Sugiyono 2005,
tingkat hubungan nilai Indeks Korelasi dinyatakan sebagai berikut: Interval Koefisien
Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199
sangat rendah 0,20 – 0,399
rendah 0,40 – 0,599
sedang 0,60 – 0,799
kuat 0,80 – 1,00
sangat kuat
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Faktor Biotik Lingkungan
Hasil identifikasi terhadap plankton pada setiap stasiun penelitian diperoleh klasifikasi plankton, dan keberadaan jenis pada empat stasiun penelitian seperti pada
Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Klasifikasi dan Jenis Plankton yang Ditemukan Pada Empat Stasiun Penelitian
KELAS ORDO
FAMILI GENUS
STASIUN 1
2 3
4
A. FITOPLANKTON
1. Bacillariophyceae 1. Bacillariales
1. Achnathaceae 1. Cocconeis
+ +
+ +
2. Achnanthes -
+ -
- 2. Bidulphiaceae
3. Biddulphia +
+ +
+ 4. Triceratium
+ +
+ +
3. Chaetoceraceae 5. Chaetoceros
+ +
+ +
4. Coscinodiscaceae 6. Coscinodiscus
+ +
+ +
7. Corethron +
- -
- 8. Melosira
+ +
+ +
5. Cymbellaceae 9. Cymbella
+ +
- +
6. Epithemioiceae 10. Denticula
+ +
+ +
7. Fragilariaceae 11. Asterionella
+ +
+ +
12. Diatoma +
+ +
+ 13. Fragilaria
+ +
+ +
14. Tabellaria +
+ +
+ 8. Naviculaceae
15. Navicula +
+ +
+ 9. Nitzschiaceae
16. Nitzschia +
+ -
+ 17. Gyrosigma
+ -
- -
10.Pleurosigmataceae 18. Pleurosigma
+ -
- -
11. Rhizoolenioceae 19. Atheya
+ -
+ -
20. Dytilum +
- +
+ 21. Guinardia
+ +
+ +
22. Rhizosolenia +
+ -
+ 12. Surirellaceae
23. Surirella -
+ -
- 2.Thalassiorales
13. Thalassiosiraceae 24. Skeletonema
+ +
+ +
Universitas Sumatera Utara
25. Thalassiosira +
+ +
+ 3. Thalassionematales
14. Thalassionemtaceae 26. Thalassionema
+ +
+ +
27. Thalassiothrix +
+ +
+
2. Chlorophyceae 4. Chlorococchales
15. Oocystaceae 28. Closteriopsis
+ +
+ +
29. Dactylococcus +
- -
+ 5. Cladoporales
16. Cladophoraceae 30. Rhizoclonium
+ +
+ +
17. Pleurochloridaceae 31. Goniochloris
+ -
- -
32. Trachychloron +
- -
- 6. Heterosiphonales
18. Syncryptaceae 33. Uroglenopsis
+ +
+ -
7. Tetrasporales 19. Elakatotrichaceae
34. Elakatothrix +
+ +
+ 20. Hydrodictaceae
35. Pediastrum +
+ -
+ 21. Palmellaceae
36. Spaerocystis +
- -
-
8. Ulotrichales 22. Chaetophoraceae
37. Dermathophyton -
+ -
- 23. Cylindrocapsaceae
38. Cylindrocapsa +
+ +
+ 24. Microspora
39. Microspora -
+ +
+ 25. Protocccaceae
40. Protococcus +
+ +
+
26. Ulotrichascaceae 41. Binucelaria
+ +
- -
42. Geminella +
+ +
+ 43. Hormidium
- -
+ +
44. Stichococcus +
- -
- 45. Ulothrix
+ +
+ +
46. Uronema +
+ +
+ 9. Volvocales
27. Phacotaceae 47. Pedinopera
- -
- -
28. Volvocaceae 48. Volvox
+ +
+ +
10. Zignematales 29. Desmidiaceae
49. Closterium +
+ +
+ 30. Mesotaeniaceae
50. Gonatozygon +
+ +
+ 31. Zignemataceae
51. Pleurodiscus +
+ -
+ 52. Spyrogira
+ -
+ -
53. Sirogonium -
- +
+ 54. Zygnema
+ +
- +
3. Chrisophyceae 11. Chrysomonadales
32. Ochromonadaceae 55. Dislephanus
+ -
+ +
56. Phaeplaca +
+ +
+ 4. Chyanophyceae
12. Ceratiales 33. Ceratiaceae
57. Cerataulina +
- -
- 13. Oscillatorales
34. Oscillatoriceae 58. Phormidium
+ -
- -
5. Dinophyceae 14. Phytodiniales
35. Phytodiniaceae 59. Cystodinium
- +
- -
6. Euglenophyta 15. Euglenales
36. Euglenaphyceae 60. Euglena
+ +
+ +
7. Porifera 16. Sponglinales
37. Spongilinaceae 61. Spongilla
- +
+ +
8. Xanthophyceae 17. Heterococcales
38. Pleurochloridaceae 62. Chlorococcum
- +
+ +
63. Chlorogibba -
- +
- 18. Tribonematales
39. Tribonemataceae 64. Tribonema
- +
+ -
Jumlah 52
46 42
44
B. ZOOPLANKTON
9. Actinipoda 19. Centrohelida
40. Microcometesidae 65. Achanthocystis
+ -
+ -
10. Brhanchiopoda 20. Cladocera
41. Daphnidae 66. Daphnia
+ -
- -
42. Bosmidae 67. Bosmina
- -
+ -
43. Polyphemidae 68. Pleoroxus
+ -
- +
11. Ciliata 21. Frontonniina
44. Frontoniidae 69. Glaucoma
+ +
+ +
12. Copepoda 22. Calanoida
45. Acartiidae 70. Acartia
+ -
- -
46. Diaptomidae 71. Diaptomus
+ -
+ -
13. Maxilliopoda 23. Cyclopoida
47. Cyclopidae 72. Cyclops
+ +
+ +
73. Diacyclops +
+ +
+ 74. Eucyclops
+ +
+ -
Universitas Sumatera Utara
75. Macrocyclops +
- +
- 14. Monogononta
24. Ploimida 48. Brachionidae
76. Keratella +
+ +
+ 77. Mytilina
+ -
- -
49. Trichocercidae 78. Trichocerca
+ +
+ +
15. Rhizopoda 25. Lestacpalobosa
50. Hyalodiscidae 79. Astramoeba
- +
+ +
Jumlah 13
7 11
7 Jumlah Keseluruhan
65 53
53 51
Keterangan: + = ditemukan, - = tidak ditemukan Dari Tabel 3.1 diketahui bahwa plankton yang didapat pada seluruh stasiun penelitian
adalah 8 kelas fitoplankton yang terdiri dari 18 ordo, 39 famili dan 64 genus serta 7 kelas zooplankton yang terdiri dari 7 ordo, 11 famili dan 15 genus. Keberadaan
jumlah fitoplankton lebih banyak dibandingkan dengan zooplankton. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang relatif tinggi di pesisir perairan Kuala
Tanjung, yaitu berkisar 6.485-24.215 lux Tabel 3.5, keadaan ini mendukung pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton dengan baik dibandingkan zooplankton,
dimana fitoplankton cenderung lebih aktif dengan adanya cahaya dan berkaitan dengan fungsi fitoplankton sebagai produsen tingkat pertama yang melakukan
fotosintesis. Djuhanda 1980, menyatakan bahwa fitoplankton merupakan kunci yang membuka kehadiran semua kehidupan di dalam air. Fitoplankton merupakan makanan
zooplankton dan hewan-hewan lainnya di dalam air. Melalui fotosintesis, fitoplankton mengubah energi matahari menjadi energi. Wiadnyana 2002, menjelaskan bahwa
dalam proses fotosintesis fitoplankton membutuhkan cahaya matahari. Sejalan dengan proses terjadi fotosintesis bergantung pada jumlah cahaya yang tersedia di dalam
perairan.
Pada Tabel 3.1 juga terlihat bahwa plankton yang paling banyak didapatkan adalah dari kelas Chlorophyceae 17 famili dan 27 genus dan Bacillariophyceae 14
famili dan 27 genus. Hal ini disebabkan oleh kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae merupakan jenis fitoplankton yang paling penting dalam
memberikan kontribusi secara mendasar bagi produktivitas laut, khususnya di wilayah perairan pantai. Menurut Sunarto 2008, pada daerah pantai fitoplankton yang paling
banyak ditemukan adalah sebagian besar merupakan plankton dari kelompok Chlorophyceae dan Bacillariophyceae, dimana kedua kelompok tersebut berperan
dalam fotosintesis menghasilkan energi dari cahaya matahari. Yudilasmono 1996 dalam Asril 1999, menyatakan bahwa Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi
Universitas Sumatera Utara
dengan lingkungannya dan merupakan kelompok fitoplankton yang disenangi oleh ikan dan larva udang. Sedangkan Chlorophyceae merupakan jenis alga hijau yang
memiliki pigmen dari kloroplas, yakni bentuk sel yang mengandung pigmen untuk fotosintesis.
Berdasarkan jumlah jenis plankton yang banyak ditemukan adalah pada stasiun 1 daerah bebas aktivitas didapatkan 52 jenis fitoplankton dan 13 jenis zooplankton,
stasiun 2 46 jenis fitoplankton dan 7 jenis zooplankton, dan stasiun 3 42 jenis fitoplankton dan 11 jenis zooplankton. Sedangkan stasiun 4 44 jenis fitoplankton dan
7 jenis zooplankton. Keberadaan plankton yang lebih banyak ditemukan terdapat pada stasiun 1, yaitu sebanyak 65 genus 52 jenis fitoplankton dan 13 jenis
zooplankton. Hal ini terjadi karena stasiun 1 merupakan daerah pariwisata yang memiliki intensitas cahaya yang lebih tinggi, yaitu 24.215 lux Tabel 3.5 yang
mendukung fitoplankton melakukan fotosintesis, dimana apabila fitoplankton banyak maka zooplankton juga akan tumbuh dengan baik. Menurut Sunarto 2008, sebagai
organisme autotrof fitoplankton berperan sebagai produsen primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik. Distribusi
fitoplankton dipengaruhi oleh adanya cahaya matahari yang masuk kedalam badan perairan. Fitoplankton juga menjadi sumber nutrisi bagi zooplankton dan penyedia
energi bagi kehidupan perairan.
3.2 Kelimpahan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK Plankton Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
Hasil perhitungan dari jumlah individu plankton pada masing-masing stasiun penelitian didapatkan nilai Kelimpahan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi
Kehadiran FK Plankton, seperti terlihat pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Nilai Kelimpahan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK Plankton Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
TAKSA STASIUN 1
STASIUN 2 STASIUN 3
STASIUN 4 K
indL KR
FK K
indL KR
FK K
indL KR
FK K
indL KR
FK
1. Cocconeis
112,25 0,36
33,33 51,02
0,46 33,33
30,61 0,45
24,99 173,47
0,61 50
2. Achnanthes
51,02 0,57
25
3. Bidulphia
255,10 0,81
50 61,22
0,50 24,99
51,02 0,83
25 612,24
2,21 100
Universitas Sumatera Utara
4. Triceratium
30,61 0,08
66,66 193,88
1,64 88,33
71,43 1,00
33,33 122,45
0,41 41,66
5. Chaetoceros
1448,98 3,81
100 40,82
0,42 24,99
91,84 1,50
50 816,33
2,97 83,33
6. Coscinodiscus
4091,84 13,62
100 3224,49
25,90 100
897,96 12,86
100 3755,10
12,19 66,66
7. Corethron
20,41 0,06
8,33
8. Melosira
1142,86 3,76
83,33 132,65
1,49 33,33
142,86 2,26
49,99 755,10
2,72 50
9. Cymbella
81,64 0,29
33,33 102,04
1,11 41,66
20,41 0,08
8,33
10. Denticula
81,63 0,26
41,66 142,86
1,61 33,33
10,20 0,17
8,33 51,02
0,17 25
11. Asterionella
806,12 2,14
41,66 112,24
0,84 25
81,63 1,26
24,99 571,43
1,87 58,33
12. Diatoma
122,45 0,36
50 102,04
1,15 33,33
30,61 0,50
25 306,12
1,20 58,33
13. Fragilaria
142,86 0,51
8,33 387,76
3,12 74,99
275,51 3,91
49,99 122,45
0,40 25
14. Tabellaria
428,57 1,15
58,33 1316,33
10,51 91,66
551,02 7,78
58,33 255,10
0,89 41,66
15. Navicula
142,86 0,44
58,33 163,27
1,83 50
40,82 0,62
24,99 316,33
1,17 66,66
16. Nitzschia
71,43 0,25
16,66 91,84
1,03 49,99
20,41 0,08
8,33
17. Gyrosigma
10,21 0,04
8,33
18. Pleurosigma
153,06 0,43
41,66 132,65
1,49 50
71,43 1,16
33,33 142,86
0,53 66,66
19. Atheya
81,63 0,25
41,66 193,88
0,79 49,99
20. Dytilum
142,86 0,37
33,33 30,61
0,50 16,66
224,49 0,92
33,33
21. Guinardia
765,31 2,47
83,33 153,06
1,64 91,66
153,06 2,40
66,66 204,08
0,73 41,66
22. Rhizosolenia
142,86 0,38
24,99 20,41
0,23 16,66
244,90 1,01
41,66
23. Surirella
20,41 0,15
16,66
24. Skeletonema
8816,33 26,51
100 867,35
8,47 100
418,37 6,76
66,66 9428,57
34,00 100
25. Thalassiosira
336,74 1,05
74,99 551,02
4,38 33,33
224,49 3,59
58,33 357,14
1,47 41,66
26. Thalassionema
3122,45 8,24
83,33 61,22
0,69 16,66
214,29 3,40
49,99 2479,59
9,33 100
27. Thalassiothrix
887,76 2,31
33,33 51,02
0,57 16,66
51,02 0,83
33,33 632,65
2,60 50
28. Closteriopsis
520,41 1,46
83,33 153,06
1,60 49,99
142,86 2,26
41,66 357,14
1,26 83,33
29. Dactylococcus
10,21 0,04
8,33 142,86
0,59 16,66
30. Rhizoclonium
336,74 1,02
66,66 183,67
1,60 58,33
295,92 4,20
66,66 275,51
1,06 74,99
31. Goniochloris
51,02 0,18
16,66
32. Trachychloron
132,66 0,47
16,66
33. Uroglenopsis
234,70 0,61
16,66 20,41
0,23 8,33
30,61 0,50
16,66
34. Elakatothrix
214,29 0,56
41,66 10,20
0,11 8,33
61,22 1,00
41,66 132,65
0,55 8,33
35. Pediastrum
61,23 0,20
16,66 10,20
0,11 8,33
20,41 0,07
8,33
36. Spaerocystis
10,21 0,03
8,33
37. Dermathophyton
20,41 0,15
8,33
38. Cylindrocapsa
20,41 0,07
8,33 10,20
0,11 8,33
102,04 1,66
25 163,27
0,67 25
39. Microspora
10,20 0,11
8,33 102,04
1,66 25
244,90 1,01
16,66
40. Protococcus
122,45 0,43
8,33 10,20
0,08 8,33
20,41 0,33
8,33 30,61
0,13 8,33
41. Binucelaria
91,84 0,33
8,33 20,41
0,23 16,66
42. Geminella
153,06 0,43
27,77 102,04
1,15 33,33
204,08 3,32
41,66 183,67
0,76 41,66
43. Hormidium
30,61 0,50
8,33 10,20
0,04 8,33
44. Stichococcus
153,06 0,40
16,66
45. Ulothrix
71,43 0,25
25 61,22
0,61 33,33
20,41 0,31
16,66 30,61
0,11 16,66
46. Uronema
1020,41 2,81
74,99 295,92
3,33 41,66
153,06 2,49
33,33 316,33
1,26 58,33
47. Pedinopera
10,21 0,04
8,33
48. Volvox
989,80 3,35
66,66 163,27
1,83 41,66
306,12 4,39
66,66 326,53
1,06 25
49. Closterium
244,90 0,78
91,66 142,86
1,26 41,66
81,63 1,31
41,66 530,61
2,14 58,33
50. Gonatozygon
1387,76 4,67
91,66 622,45
5,45 83,33
530,61 7,66
74,99 275,51
0,97 50
51. Pleurodiscus
122,45 0,34
58,33 30,61
0,34 8,33
142,86 0,56
50
52. Spyrogira
51,02 0,18
16,66 20,41
0,29 8,33
53. Sirogonium
20,41 0,29
16,66 40,82
0,13 16,66
54. Zygnema
193,88 0,51
41,66 10,20
0,11 8,33
224,49 0,92
41,66
55. Dislephanus
357,15 0,93
25 61,22
1,00 41,66
91,84 0,38
33,33
56. Phaeplaca
30,61 0,08
8,33 255,10
2,60 58,33
561,22 7,97
75 387,76
1,25 50
57. Cerataulina
71,43 0,25
25
58. Phormidium
224,49 0,79
25
59. Cystodinium
30,61 0,34
16,66
60. Euglena
102,04 0,35
33,33 153,06
1,22 41,66
30,61 0,48
16,66 40,82
0,13 16,66
61. Spongilla
51,02 0,38
8,33
62. Chlorococcum
214,29 2,41
50 81,63
1,33 25
408,16 1,68
41,66
Universitas Sumatera Utara
63. Chlorogibba
20,41 0,33
16,66
64. Tribonema
40,82 0,42
24,99 20,41
0,33 16,66
Jumlah
30.428,59 9,.38
10.653,06 95,62
6.336,73 95,37
26.183,67 95,06
ZOOPLANKTON
65. Achanthocystis
30,61 0,11
16,66 10,20
0,17 8,33
66. Daphnia
30,61 0,11
25
67. Bosmina
30,61 0,50
16,66
68. Pleoroxus
40,82 0,12
24,99 10,20
0,04 8,33
69. Glaucoma
10,21 0,03
8,33 265,31
2,25 66,66
10,20 0,17
8,33 10,20
0,04 8,33
70. Acartia
30,61 0,08
16,66
71. Diaptomus
81,64 0,29
33,33 30,61
0,50 8,33
72. Cyclops
295,92 0,81
49,99 40,82
0,46 16,66
30,61 0,50
25 112,24
0,36 33,33
73. Diacyclops
632,66 2,06
83,33 10,20
0,11 8,33
30,61 0,48
16,66 40,82
0,13 25
74. Eucyclops
316,33 0,94
66,66 30,61
0,23 8,33
20,41 0,33
8,33
75. Macrocyclops
40,82 0,11
16,66 10,20
0,17 8,33
76. Keratella
295,92 0,83
75,00 61,22
0,53 41,66
51,02 0,81
24,99 102,04
0,35 49,99
77. Mytilina
10,21 0,03
8,33
78. Trichocerca
1193,88 3,12
58,33 30,61
0,34 25
10,20 0,17
8,33 948,98
3,35 83,33
79. Astramoeba
61,22 0,46
16,66 61,22
0,86 25
204,08 0,66
25
Jumlah
3.010,21 8,61
500 4,38
295,92 4,63
1.428,57 4,94
Jumlah Keseluruhan
33.438,79 100
11.153,06 100
6.632,65 100
2.761,24 100
Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa nilai total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 1, yaitu sebanyak 33.438,79 indl. Sedangkan untuk yang terendah terdapat di
stasiun 4, yaitu sebanyak 2.761,24 indl. Tingginya kelimpahan plankton di stasiun 1 disebabkan karena banyaknya ketersedian nutrisi dan suhu yang lebih hangat, stasiun
ini merupakan daerah pariwisata yang memiliki kadar posfat 0,087 mgl dan suhu 28
o
C Tabel 3.5. Menurut Melati et al., 2005, tingginya penyebaran plankton khususnya fitoplankton disebabkan suhu yang relatif lebih hangat dan ketersediaan
nutrisi, seperti posfat yang diperoleh melalui proses biodegradasi yang akan meningkatkan garam-garam nutrisi yang dimanfaatkan berbagai jenis alga dan
fitoplankton lainnya.
Pada fitoplankton nilai total kelimpahan tertinggi dari keempat stasiun penelitian terdapat pada stasiun 1, yaitu sebanyak 30.428,59 indl. Keberadaan jumlah
fitoplankton yang lebih tinggi disebabkan oleh stasiun 1 daerah pariwisata yang memiliki salinitas yang tinggi, yaitu 32
o oo
dan intensitas cahaya yang tinggi, yaitu 24.215 lux Tabel 3.5. Widianingsih et al., 2007, menyatakan bahwa banyak jenis
fitoplankton yang dapat hidup pada salinitas diatas 30
o oo
. Kelimpahan fitoplankton dapat berubah seiring dengan adanya perubahan nutrien dan cahaya yang merupakan
faktor utama, serta adanya perubahan perbedaan lingkungan fisik. Dimana cahaya matahari dapat digunakan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis.
Universitas Sumatera Utara
Pada zooplankton nilai total kelimpahan tertinggi dari keempat stasiun penelitian terdapat pada stasiun 1, yaitu sebanyak 3.010,21 indl. Hal ini terjadi
karena zooplankton merupakan konsumen tingkat pertama di dalam perairan, dimana pada stasiun 1 jumlah fitoplankton lebih tinggi yang dapat menjadi sumber nutrisinya.
Barus 2004, menyatakan bahwa sebagian zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus.
Zooplankton ini juga dapat berfungsi sebagai produsen tingkat kedua bagi komunitas ikan di perairan. Dimana ikan-ikan dapat menjadikan zooplankton sebagai makannya
setelah fitoplankton.
Pada stasiun 1 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada genus Skeletonema, yaitu sebanyak 8.816,33 indl
K, 26,51 KR dan 100 FK. Genus Skeletonema merupakan genus plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 memiliki nilai
kadar nitrat 0,068 mgl dan suhu 28
o
C Tabel 3.5 yang mendukung pertumbuhan jenis plankton tersebut, sehingga jenis Skeletonema pertumbuhannya lebih cepat.
Sunarto 2008, menyatakan bahwa jenis Skeletonema lebih berlimpah dibandingkan jenis plankton lainnya, karena jenis ini lebih cepat menangkap nutrisi dari pada diatom
lainnya. Menurut Aunurohim et al., 2006, dominansi Skeletonema disebabkan oleh sifatnya yang euryhaline dan eurythermal mampu hidup pada suhu 3
o
C-30
o
C, sehingga lebih toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan.
Pada stasiun 1 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada genus Gyrosigma, Dactylococcus, Spaerocystis,
Pedinopera, Glaucoma, Dan Mytilina, yaitu sebanyak 10,21 indl K, 0,43 KR dan 41,66 FK. Hal ini disebabkan faktor fisik kimia seperti salintas 32
o oo
Tabel 3.5 menghambat pertumbuhan genus tersebut. Menurut Gosari 2002, hampir semua
organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai salinitas rendah, suatu individu dapat berkembang dengan baik pada habitat yang menyuplai kehidupannya.
Pada stasiun 2 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada genus Coscinodiscus, yaitu sebanyak 3.224,49 indl
K, 25,90 KR dan 100 FK. Hal ini terjadi karena pada stasiun ini memiliki nilai
Universitas Sumatera Utara
kadar nitrat 0,089 mgl Tabel 3.5 yang mendukung keberadaan genus tersebut. Dimana Coscinodiscus merupakan fitoplankton yang cepat menangkap nutrisi.
Menurut Nybakken 1988, banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh suburnya fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks
jika tersedia bahan nutrisi.
Pada stasiun 2 didapat nilai kelimpahan plankton yang terendah pada genus Elakatothrix, Pediastrum, Cylindrocapsa, Microspora, Protococcus, Zygnema, dan
Diacyclops, yaitu sebanyak 10,20 indl K, 0,11 KR dan 8,33 FK. Hal ini terjadi karena stasiun 2 memiliki nilai suhu yang tinggi yaitu 29,5
o
C Tabel 3.5 yang dapat mengganggu penyebaran genus tersebut. Menurut Wiadnyana 2002, jika suhu
terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton sehingga fotosintesis terganggu. Tingginya suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis dan dapat
mempengaruhi dsitribusi plankton.
Pada stasiun 3 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada genus Coscinodiscus, yaitu sebanyak 897,57 indl
K, 12,86 KR dan 100 FK. Hal ini terjadi karena pada stasiun 2 memiliki nilai pH Tabel 3.5 yang mendukung perkembangan dan aktivitas genus tersebut.
Menurut Handayani Mufti 2005, pH berpengaruh pada setiap kehidupan organisme, namun setiap organisme mempunyai batas toleransi bervariasi terhadap pH
perairan.
Pada stasiun 3 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada genus Denticula, Achanthocystis, Glaucoma,
Macrocyclops dan Trichocerca, yaitu sebanyak 10,20 indl K, 0,17 KR dan 8,33 FK. Hal ini terjadi karena stasiun ini merupakan daerah muara yang
memiliki faktor fisik kimia perairan seperti kadar posfat yang rendah, yaitu 0,056 mgl Tabel 3.5 yang tidak mendukung pertumbuhan genus tersebut. Menurut
Widianingsih et al., 2007, nutrisi seperti posfat dan nitrat mendorong meningkatnya kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan. Namun pada perairan estuaria dan
perairan pantai dapat berubah dengan cepat seiring dengan adanya perubahan nutrien.
Universitas Sumatera Utara
Pada stasiun 4 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada genus Skeletonema, yaitu sebanyak 9.428,57 indl
K, 34,00 KR dan 100 FK. Hal ini terjadi karena stasiun ini memiliki nilai DO oksigen terlarut 5,75 mgl Tabel 3.5 yang mendukung pertumbuhan dan
aktivitas genus tersebut. Menurut Sastrawijaya 1991, padatan terlarut dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, lumpur dan limbah industri. Padatan
tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis.
Pada stasiun 4 didapat nilai kelimpahan plankton, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran terendah pada genus Hormidium, Pleoroxus dan Glaucoma, yaitu
sebanyak 0,17 indl K, 0,03 KR dan 8,33 FK. Hal ini terjadi karena stasiun ini merupakan daerah muara dan memiliki nilai salinitas 29,5
o oo
dan suhu 30,5
o
C Tabel 3.5 sehingga tidak mendukung kelimpahan genus tersebut. Menurut Putland
2005 dalam Suryanti 2008, biomassa fitoplankton lebih tinggi pada salinitas yang relatif lebih rendah dan jumlah fitoplankton lebih tinggi pada suhu yang lebih hangat.
Genus Coscinodiscus dapat hidup dengan baik pada seluruh stasiun penelitian, dan Tabellaria dapat hidup dengan baik pada stasiun 2. Sedangkan Skeletonema
dapat hidup dengan baik pada stasiun 1 dan 4. Ketiga genus ini termasuk ke dalam kelas Bacillariophyceae. Hal ini terjadi karena pada setiap stasiun memiliki suhu,
intensitas cahaya dan ketersediaan nutrisi Tabel 3.5 maksimun yang dapat di toleransi ketiga genus tersebut. Dimana ketiga genus tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya sehingga memungkinkan untuk tumbuh dengan baik. Menurut Reynolds et al., 1984,
komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun
biologi. Suatu individu dapat berkembang dengan baik apabila tersedianya nutrisi yang dapat menyuplai kehidupannya. Dimana Bacillariophyceae lebih mudah
beradaptasi dengan perubahan lingkungannya dan merupakan fitoplankton yang disenangi oleh ikan dan udang.
Universitas Sumatera Utara
Genus Corethron, Gyrosigma, Goniochloris, Trachycloron, Spaerocystis, Stichococcus, Phormidium, Acartia, dan Mytilina hanya terdapat di stasiun 1. Hal ini
terjadi karena pada stasiun 1 memiliki intensitas cahaya 24.215 lux Tabel 3.5 yang mendukung pertumbuhan genus tersebut. Menurut Subarijanti 1990, cahaya
merupakan faktor utama dan terpenting dalam pertumbuhan fitoplankton, terutama dalam kelancaran proses fotosintesis. Kesempurnaan ini tergantung besar kecilnya
intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan.
Genus Achnanthes, Surirella, Dermatophyton dan Cystodinium hanya terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan stasiun ini memiliki kadar nitrat 0,089
mgl dan kadar posfat 0,099 mgl Tabel 3.5 yang dapat menyuplai kehidupan organisme tersebut. Menurut Nybakken 1988, banyaknya unsur hara mengakibatkan
tumbuh suburnya fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi.
Genus Chlorogibba, dan Bosmina hanya terdapat di stasiun 3. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan seperti penetrasi cahaya 29 cm dan DO
oksigen terlarut 6,25 mgl Tabel 3.5 yang dapat ditoleransi genus-genus tersebut. Menurut Sastrawijaya 1991, oksigen terlarut bergantung kepada suhu, tingkat
penetrasi cahaya yang bergantung kepada kelimpahan dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air.
3.3 Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Masing-Masing Stasiun Penelitian