Tinjauan Pustaka LANDASAN TEORI

commit to user 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Bambang Basuki Hartanto 2009 dalam penelitiannya menulis kerusakan komponen bangunan jaringan irigasi merupakan salah satu penyebab menurunya fungsi dan kinerja jaringan irigasi, hal ini terjadi pula pada jaringan irigasi Jetu. Fungsi jaringan irigasi Jetu untuk melayani pengairan irigasi sawah di kecamatan Karanganyar dan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan komponen bangunan jaringan irigasi, juga untuk mengetahui kondisi existing jaringan irigasi, guna menentukan tindak lanjut pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi Jetu. Dengan keterbatasan anggaran dana yang ada diharapkan perbaikan jaringan irigasi, mampu meningkatkan kinerja jaringan irigasi. Penghitungan biaya pemeliharaan dilakukan dengan menghitung kebutuhan biaya pemeliharaan yang terdiri dari pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan pemeliharaan darurat. Untuk menentukan biaya pemeliharaan Jaringan Irigasi disesuaikan dengan kebutuhan nyata pengelolaan irigasi. Penelitian ini menggunakan studi kasus di Daerah Irigasi Tempuran Kabupaten Blora sebagai tempat penelitian. Hasil penelusuran jaringan menunjukkan bahwa kondisi jaringan mengalami kerusakan akibat kurang pemeliharaan. Kerusakan berat terjadi pada saluran yaitu tertutupnya saluran dengan sedimen, kerusakan bangunan sadap dan tidak berfungsinya pintu air. Hasil hitungan biaya pengelolaan jaringan irigasi D.I. Tempuran adalah sebagai berikut biaya Operasi Jaringan irigasi Rp. 53.286.620,- pemeliharaan jaringan irigasi sebesar Rp. 60.497.195,- . Pemeliharaan berat sebesar Rp. 481.547.870,-. Jadi biaya O P sebesar Rp. 138.811,53HaTh Suluh Jatmiko, 2007. 5 commit to user 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dijabarkan dalam PP Nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi, pada pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Penelitian Agus Suman 2010 membahas tentang hubungan perkumpulan petani pemakai air P3A dan instansi pengelola petugas irigasi terhadap kegiatan operasi dan pemeliharaan. Irigasi di Kabupaten Poso berjumlah 105 dengan luas keseluruhan 24.264 ha. Kondisi jaringan irigasi belum terpelihara dengan baik sehingga tidak dapat mengairi seluruh areal persawahan dan menyebabkan produksi pertanian berkurang. Kegiatan operasi dan pemeliharaan ini dipengaruhi oleh kinerja petugas irigasi dan kinerja P3A. Kegiatan para stakeholder belum berjalan dengan baik sehingga kinerja jaringan irigasi belum berfungsi dengan baik. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi melalui kinerja P3A dan kinerja instansi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Poso dengan pertimbangan belum ada penelitian mengenai pengaruh kinerja P3A dan kinerja instansi terhadap kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pengaruh kegiatan operasi dan pemeliharaan terhadap kinerja jaringan irigasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan kuisioner. Data yang diperoleh dari 10 kecamatan dengan 138 P3A dan 92 petugas irigasi diolah menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu menggunakan teknik perhitungan secara statistik. Hasil analisis diperoleh 56,60 kinerja P3A dan 82,40 kinerja instansi berpengaruh terhadap kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pengaruh kegiatan operasi dan pemeliharaan terhadap kinerja jaringan irigasi primer dan sekunder 41,45 dan jaringan irigasi tersier 56,03. Untuk meningkatkan kinerja P3A dan kinerja instansi diperlukan pembenahan organisasi dan kepengurusan serta perlunya penyuluhan dan pelatihan tentang masalah pengelolaan irigasi, sehingga kegiatan operasi dan pemeliharaan bisa berjalan lebih baik dan kondisi jaringan irigasi berfungsi dengan baik Agus Suman, 2010 . Tingkat efektifitas jaringan irigasi primer dan sekunder pada bagian hulu, tengah dan hilir jaringan, dimana debit yang direncanakan melalui saluran tersebut lebih kecil daripada kapasitas saluran yang ada sehingga diyakini bahwa pembangunan saluran irigasi tekesan boros. Dari penelitian Suroso, dkk 2007 dapat commit to user 7 disimpulkan bahwa ketersediaan air di Sungai Banjaran masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada D.I Banjaran, pemanfaatan Jaringan Irigasi untuk pelayanan air irigasi kurang maksimal sehingga mengakibatkan efisiensi penggunaan air yang rendah. Pemakaian air dibagian hulu dan tengah sangat berlebihan sedangkan bagian hilir kekurangan sehingga perlu dilakukan penyuluhanpembinaan kepada petani yang tergabung dalam perkumpulan Petani Pemakai Air P3A dari instansi terkait mengenai pengelolaan air secara efektif dan efisien. Perlunya penegakan hukum kepada oknum yang melakukan pelanggaran perundang-undangan kususnya berkaitan dengan Undang-Undang Sumber Daya Air no.7 tahun 2004 dan terakhir perlu adanya penelitian lanjutan untuk optimasi pengelolaan air irigasi di Daerah Irigasi DI Banjaran Suroso dkk, 2007 Degradasi kinerja terjadi akibat pengaruh simultan dari degradasi pengaruh fisik jaringan dan rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan. Sebagian besar degradasi kondisi fisik jaringan terkait dengan kerusakan saluran irigasi, banyaknya pintu-pintu air yang rusak dan sedimentasi pada saluran pembuang terutama pada tingkat tersier. Rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan terkait dengan terbatasnya anggaran operasi dan pemeliharaan dari pemerintah yang jauh dari mencukupi, sementara swadaya dari petani dalam memupuk dana OP sangat terbatas. Tingkat keandalan jaringan irigasi maupun tingkat pemerataan distribusi air irigasi termasuk katagori rendah-sedang hal ini diakibatkan debit air irigasi yang cenderung menurun, penyebab degradasi kinerja jaringan irigasi pada level tersier yang bersifat eksternal terdiri dari lima aspek yaitu anggaran OP irigasi dari pemerintah sangat terbatas sehingga hanya dapat di sebgian jaringan sekunder dan tersier, jumlah petugas dan fasilitas pendukung yang tidak mencukupi, pembinaan P3A yang kurang memadai, koordinasi antar lembaga terkait lemah dan tumpang tindih, perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan kepenggunaan lain, faktor internal yang mempengarui kinerja jaringan irigasi adalah kinerja P3A yang masih rendah-sedang, bahkan cukup bnayak ditemukan adanya petak-petak tersier yang irigasinya tidak dikelola secara sistematis dalam wadah P3A, ini dapat dilihat dari keberadaan pengurus, kejelasan pembagian tugas antar pengurus, kemampuan untuk mendorong partisipasi petani dalam pemeliharaan jaringan tersier dan kuarter, kemampuan untuk mengumpulkan dan keterbukaan dalam penggunaan commit to user 8 iuran irigasi dan ketrampilan untuk mencegahmemecahkan konflik internal organisasi P3A atau dengan pihak lain. Kendala lain dalam OP adalah terletak pada kebijakan pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap dinamika budaya dan perkembangan wilayah, serta konsistensi dalam pengembangan dan pendayagunaan irigasi Sehingga dari kesimpulan diatas disarankan untuk meningkatkan kinerja OP jaringan irigasi harus dimulai dengan pemahaman paradigma dan konsistensi kebijakan sumber daya air baik oleh pemerintah pusat maupun daerah sehingga kebijakan yang dikeluarkan telah mampu mempertimbangkan kendala dan potensi kelembagaan pengelola jaringan irigasi serta dinamika masyarakat dapat berjalan dengan arah yang tepat dan konsisten. Selain itu diperlukan adanya peningkatan kemampuan swadaya petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan dalam jangka panjang dibutuhkan adanya peningkatan anggaran operasi dan pemeliharaan irigasi dan biaya rehabilitasi irigasi baik tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten dimana pengelolaannya tertuang dalam UU No.7 Tahun 2004 secepatnya ditindaklanjuti dalam bentuk petunjuk teknis dan siap dioperasionalkan agar degradasi kinerja jaringan irigasi tidak terus berlanjut Sumaryanto dkk, 2006. Tulisan ini berdasarkan hasil penelitian dan analisis selama satu tahun mengenai irigasi di Indonesia 1997-1998. Tujuan keseluruhan dari penelitian ini adalah untuk meninjau pendekatan kebijakan masa lalu untuk pembangunan manajemen dan irigasi , mengevaluasi efektivitas , dan merekomendasikan pilihan yang dapat dipergunakan untuk masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pengeluaran pemerintah sangat besar dalam pembangunan irigasi, produktivitas tanaman intensitas tanam dan panen tetap stagnan di tahun 1990-an. Krisis keuangan dan politik 1998 lebih lanjut menyebabkan kemiskinan massa, terutama di daerah pedesaan Indonesia. Makalah ini menyimpulkan bahwa para pengambil kebijakan Indonesia harus sekali lagi memprioritaskan pertumbuhan pedesaan berkualitas tinggi dengan memberi penyuluhan penggunaan tanah dan sumber daya air yang berkelanjutan. Tulisan ini menyarankan reformasi kebijakan yang tepat dan program yang dapat meningkatkan kinerja irigasi guna meningkatkan produktivitas pertanian yang diinginkan di Indonesia Ramchand, 2001 commit to user 9 Saat ini perubahan besar dalam tata kelola sistem irigasi sedang terjadi di banyak negara, terutama negara berkembang. Dengan adanya tata kelola sistem irigasi yang baik akan mengurangi beban anggaran negara. Makalah ini memberikan kontribusi berarti bagi pemerintahan dalam bentuk lima komponen utama dan tiga dampak pokok untuk bisa menjadi bahan evaluasi menuju tata pemerintahan yang baik. Banyak contoh di berbagai negara setelah diadakan suatu evaluasi terjadi suatu ketidakseimbangankontras antara biaya yamg telah dikeluarkan dengan hasil yang dicapai. Sejak tahun 1850, telah terjadi peningkatan besar dalam pembangunan negara. Saat ini terjadi gelombang proyek-proyek untuk merubah manajemen irigasi dan ini mencerminkan bahwa beban keuangan negara yang dimiliki sangat besar, terjadi pemborosan anggaran di banyak negara, sehingga menjadi berlebihan, yang menyebabkan penurunan system kinerja sistim irigasi dan ini terus berlanjut. Efek ini, setidaknya bias dicegah, karena awal tahun 1960-an sistem bantuan pembangunan internasional, jauh lebih siap untuk membiayai pembangunan atau perluasan irigasi daripada biaya pemeliharaan selanjutnya. Transisi yang terjadi sekarang ini, tentu melibatkan peran serta pemerintah. Sejarawan irigasi didesak untuk mencari contoh-contoh masa lalu yang mungkin membantu menunjukkan bagaimana mencapai hasil ini Abernethy, 2010 Pemeliharaan jaringan hidrolik dan pendistribusian air adalah fungsi utama dari skema pengelolaan irigasi. Pemeliharaan melewati empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Artikel ini menunjukkan bagaimana manajemen informasi tersebut telah terkomputerisasi pada sebuah skema jaringan irigasi besar di Mali. Setelah menganalisis prosedur awal dan menilai kebutuhan pemangku kepentingan, model konseptual dibangun berdasarkan empat komponen yaitu Unit Operasi dan Pemeliharaan, rencana pemeliharaan tahunan, kegiatan pemeliharaan, dan tata-tanam. Perangkat lunak yang dikembangkan atas dasar ini memungkinkan untuk menggambarkan jaringan dan kontraktor yang terlibat dalam operasi pemeliharaan suatu jaringan irigasi. Catatan rencana kerja tahunan dan pemeliharaan dilakukan setiap tahun. Pengelolaan nomenklatur yang berbeda diperlukan dalam aplikasi perangkat lunak. Hasil akhir dalam bentuk tabel dan grafik memudahkan pengambilan keputusan berdasarkan catatan operasi masa lalu. Perangkat lunak ini dirancang dan dilaksanakan berdasarkan hasil dari sebuah commit to user 10 fase percobaan awal, yang juga menyebabkan pembentukan unit pengolahan data yang bertugas mengelola sistem informasi di Mali. Seluruh masalah yang berkaitan dengan pelatihan, komitmen karyawan serta yang berkaitan dengan organisasi yang berhubungan dengan operasi pemeliharaaan jaringan irigasi dapat tertangani dengan menggunakan perangkat lunak yang ada di Mali Passouant et al , 2009 Penilaian kinerja dalam suatu sistem irigasi sangat perlu dilakukan saat ini. Tujuan penilaian mengusulkan beberapa indikator untuk membandingkan antara kinerja aktual dengan kriteria desain yang telah ditetapkan. Khusus untuk irigasi sprinkler , evaluasi kerugian karena kondisi lingkungan dapat dianggap sebagai indikator penting dalam kinerja sistem irigasi. Masalah ini memerlukan penjelasan analitis aliran air dan limbah melalui suatu penelitian eksperimen serta teori yang mendukung. Pada awalnya akan ada kesulitan pengukuran untuk identifikasi, kontribusi hasil akhir masing-masing-masing parameter, hubungan non-linear di antara variabel-variabel, sehingga akan membuat kesulitan untuk memperoleh gambaran lengkap dari proses analisa. Studi penelitian dan kajian teoritis banyak telah dilakukan baru-baru ini dalam usaha untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih dalam fenomena ini, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Telah disajikan sebuah model matematika untuk irigasi sprinkle dengan menggunakan tetes penyiraman balistik, didasarkan pada pendekatan dinamis yang sudah disederhanakan kemudian dibandingkan dengan hasil kinematis. Penelitian dan percobaan lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari permasalahan ini Lorenzini et al , 2005 Sistem irigasi Cu Chi di Vietnam merupakan bagian dari sistem reservoir Dau Tieng di Danau Dong Nai. Air pada reservoir Dau Tieng disediakan untuk memenuhi kebutuhan air yang semakin meningkat diperkotaan. Permodelan sistem operasi pemodelan menggunakan Irrigation Main System Operation IMSOP model diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja operasional. Proses perbaikan dengan membandingkan operasional penawaran dan permintaan selama dua tahun 2001 dan 2002. Dijelaskan pula bahwa sistem operasi dilakukan tanpa pertimbangan kebutuhan air tanaman dan regulasi saluran dengan tepat. Analisis operasional retrospektif mengungkapkan telah terjadi kelebihan pasokan dalam jumlah yang besar dan ketimpangan distribusi. Dua strategi operasi baru dipilih setelah analisis commit to user 11 simulasi dan adanya evaluasi di lapangan. Sistem baru menunjukkan distribusi yang lebih adil. Pra-intervensi rata-rata rasio supply-demand yang berkisar antara 1,68- 2,51 berkurang menjadi 1,20 untuk aliran terus-menerus dan 1,17 untuk operasi rotasi. Suatu analisis komprehensif realokasi air dengan sistem Cu Chi perlu dilakukan juga untuk mengantisipasi kebutuhan air di Ho Chi Minh City sebagai kota industri sehingga pasokan air relatif aman ketersediaannya George et al, 2004

2.2 . Landasan Teori