commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana KB merupakan salah satu usaha pemerintah dalam pengendalian jumlah penduduk.
Data dari BKKBN Jawa Tengah pada bulan November 2009 menunjukkan bahwa terdapat 11.119 peserta KB baru dan peningkatan sebesar 112,74 di
wilayah Surakarta. Dari jumlah tersebut, kontrasepsi suntik menempati urutan teratas sebanyak 7.566 peserta. Hal ini menunjukkan bahwa minat penggunaan
kontrasepsi suntik masih sangat tinggi di kalangan masyarakat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Tengah, 2009.
Salah satu kontrasepsi suntik yang sering dipakai adalah Depot Medroxyprogesterone Acetate DMPA yang disuntikkan secara intramuskular
dalam Arum dan Sujiyatini, 2009. DMPA merupakan kontrasepsi progestin yang disuntikkan setiap tiga bulan sekali. Pemakaian DMPA dapat
menimbulkan berbagai efek samping pada tubuh. Efek samping utama yang seringkali dikeluhkan oleh peserta kontrasepsi DMPA adalah gangguan pola
menstruasi yang meliputi amenorea sekunder, perdarahan tidak teratur, spotting, dan perdarahan berlebihan saat siklus menstruasi Speroff et al.,
2005.
commit to user 2
Amenorea sekunder merupakan keadaan tidak terjadinya menstruasi selama tiga bulan atau lebih pada orang yang pernah mengalami menstruasi
Wiknjosastro dkk eds, 2006. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adaji et al. 2003, 1,4 wanita memilih untuk berhenti menggunakan
kontrasepsi DMPA karena terkait amenorea sekunder yang dianggap dapat menimbulkan infertilitas yang menetap. Selain itu, menurut Hartanto 2003,
amenorea merupakan alasan utama ketidakpuasan akseptor dalam memakai kontrasepsi DMPA karena adanya anggapan masyarakat yang menyatakan
bahwa amenorea dapat menimbulkan akumulasi darah di badan. Akan tetapi, menurut Black 2006, kondisi amenorea akibat DMPA dianggap sebagai hal
yang positif karena dapat mengurangi insidensi premenstrual syndrome dan anemia.
Mekanisme kerja utama DMPA adalah menghalangi terjadinya ovulasi dengan menekan pelepasan gonadotropic releasing hormone GnRH di
hipotalamus Albertazzi and Steel, 2006. Bila terjadi kegagalan ovulasi, menstruasi akan terhambat, sehingga timbul amenorea. Amenorea sekunder
akibat pemakaian DMPA ini dilaporkan terjadi setelah tiga bulan pemakaian yaitu sebesar 30 dan 68 setelah dua tahun pemakaian kontrasepsi DMPA
Boroditsky et al., 2000. Mengingat amenorea sekunder masih menjadi efek samping utama yang
sering dikeluhkan akseptor DMPA serta tidak adanya penelitian analitik terkait kejadian amenorea pada akseptor DMPA di Surakarta, maka peneliti
commit to user 3
bermaksud untuk menyelidiki hubungan lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta.
B. Rumusan Masalah