HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPOT MEDROXYPROGESTERONE ACETATE DENGAN KEJADIAN AMENOREA SEKUNDER DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA.

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPOT

MEDROXYPROGESTERONE ACETATE DENGAN KEJADIAN AMENOREA SEKUNDER DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SHOFARIYAH NUR LAILA G0007020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Laporan Penelitian/Skripsi dengan judul : Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan Kejadian Amenorea

Sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta

Shofariyah Nur Laila, G.0007020, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ... , Tanggal ... 2010

Pembimbing Utama Penguji Utama

Eriana Melinawati, dr., SpOG (K) H. Tri Budi Wiryanto, dr., SpOG (K) NIP : 19700121 200003 2 005 NIP : 19510421 198011 1 002

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Heru Priyanto, dr., SpOG (K) Made Setiatmika, dr., SpTHT-KL (K) NIP : 140 350 794 NIP : 19550727 198312 1 002

Tim Skripsi

Sudarman, dr., Sp. THT-KL (K) NIP: 19450712 197610 1 001


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 31 Juli 2010

Nama Shofariyah Nur Laila NIM G0007020


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Shofariyah Nur Laila. G0007020. 2010. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan Kejadian Amenorea Sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta

Tujuan: Untuk mempelajari hubungan lama pemakaian kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta

Metode: Desain penelitian berupa observasional analitik yang dilakukan di wilayah Puskesmas Kratonan Surakarta tanggal 12-24 Mei 2010. Sampel sebanyak 54 akseptor diambil secara purposive sampling. Data diperoleh melalui wawancara dan penilaian kartu akseptor. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Independensi Kai Kuadrat. Sedangkan analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui Odds Ratio (OR). Data diolah dengan bantuan program SPSS 17.0

Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder (p=0,021). Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi DMPA selama ≥24 bulan mempunyai risiko 5,2 kali untuk terjadi amenorea sekunder dibanding pemakaian 3-12 bulan (OR 5,2 dengan CI 95% 1,3-20,5). Sedangkan pemakaian selama 13-23 bulan mempunyai risiko 5,1 kali untuk terjadinya amenorea sekunder (OR 5,1 dengan CI 95% 1,2-22,2). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, dan berat badan akseptor dengan kejadian amenorea sekunder (p > 0,05).

Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder di Puskemas Kratonan Surakarta


(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Shofariyah Nur Laila. G0007020. 2010. Correlation between The Prolonged Use of Depot Medroxyprogesterone Acetate Contraception Towards Incidence of Secondary Amenorrhea in Puskesmas Kratonan Surakarta

Objective: The general objective is to find out the correlation between the prolonged use of Depot Medroxyprogesterone Acetate contraception towards incidence of secondary amenorrhea in Puskesmas Kratonan Surakarta

Methods: Research design used is an observational analytic. Research has been done in Puskesmas Kratonan Surakarta since 12nd until 24th May 2010. Fivety four samples are taken by purposive sample design. Interview and contraception card are used as the methods of data collection. Bivariate analysis by using Independence of Chi Square while the odds ratio is found by regression analytic test. The methods of data analysis are supported by SPSS program version 17.0

Results: The result of bivariate analysis shows that prolonged use of Depot Medroxyprogesterone Acetate contraception has significant correlation towards incidence of secondary amenorrhea (p=0,021). The result of regression analysis shows that the use of DMPA contraception ≥24 months has risk 5,2 times (OR 5,2 with CI 95% 1,20,5) to get secondary amenorrhea greater than DMPA use of 3-12 months. On the other hand, DMPA use of 13-23 months has risk 5,1 times greater than DMPA use of 3-12 months (OR 5,1 with CI 95% 1,2-22,2). There are no significant correlations between age, degree of study, job, parity, and weight towards the incidence of secondary amenorrhea (p > 0,05).

Conclusion: There is a significant correlation between the prolonged use of DMPA towards secondary amenorrhea in Puskesmas Kratonan Surakarta


(6)

commit to user

vi

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat, hidayah serta ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Depot

Medroxyprogesterone Acetate dengan Kejadian Amenorea Sekunder di

Puskesmas Kratonan Surakarta”.

Dengan selesainya penulisan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes., selaku ketua tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan seluruh staf skripsi.

3. Eriana Melinawati, dr., SpOG (K), sebagai pembimbing utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Heru Priyanto, dr., SpOG (K), sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi.

5. H. Tri Budi Wiryanto, dr., SpOG (K), sebagai penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam pembuatan skripsi. 6. Made Setiatmika, dr., SpTHT-KL (K), sebagai anggota penguji yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun dalam pembuatan skripsi. 7. Kepala UPTD Puskesmas Kratonan Surakarta beserta staf yang telah

memberikan dukungan dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian skripsi. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Namun, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang konstruktif diperlukan guna proses pembelajaran diri bagi penulis

Surakarta, 31 Juli 2010


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 5

B. Kerangka Pemikiran... 19

C. Hipotesis... 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 21

B. Lokasi Penelitian... 21

C. Subjek Penelitian... 21

D. Teknik Sampling... 22

E. Rancangan Penelitian... 24

F. Identifikasi Variabel Penelitian... 24

G. Definisi Operasional Variabel... 25

H. Alat dan Bahan Penelitian... 26

I. Cara Kerja... 26

J. Teknik Analisis Data... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat... 28


(8)

commit to user

viii

C. Analisis Regresi Logistik... 36

BAB V PEMBAHASAN

A. Karakteristik Akseptor... 38 B. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA

dengan Kejadian Amenorea Sekunder... 41 C. Keterbatasan Penelitian... 43 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan... 44 B. Saran... 44 DAFTAR PUSTAKA... 45 LAMPIRAN


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Akseptor Berdasarkan Usia... 28

Tabel 2. Distribusi Akseptor Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 29

Tabel 3. Distribusi Akseptor Berdasarkan Pekerjaan... 29

Tabel 4. Distribusi Akseptor Berdasarkan Paritas... 30

Tabel 5. Distribusi Akseptor Berdasarkan Berat Badan... 30

Tabel 6. Distribusi Akseptor Berdasarkan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA... 31

Tabel 7. Distribusi Akseptor Berdasarkan Kejadian Amenorea Sekunder... 32

Tabel 8. Hubungan Karakteristik Akseptor Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder... 33

Tabel 9. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder... 34

Tabel 10. Analisis Regresi Logistik Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder... 36


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikirian... 19

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian... 24

Gambar 3. Grafik Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Responden Penelitian

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Penelitian

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Data Dasar Hasil Penelitian

Lampiran 5. Hasil Pengolahan Analisis Univariat

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Analisis Bivariat

Lampiran 7. Hasil Pengolahan Analisis Regresi Logistik

Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS

Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta


(12)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha pemerintah dalam pengendalian jumlah penduduk. Data dari BKKBN Jawa Tengah pada bulan November 2009 menunjukkan bahwa terdapat 11.119 peserta KB baru dan peningkatan sebesar 112,74 % di wilayah Surakarta. Dari jumlah tersebut, kontrasepsi suntik menempati urutan teratas sebanyak 7.566 peserta. Hal ini menunjukkan bahwa minat penggunaan kontrasepsi suntik masih sangat tinggi di kalangan masyarakat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Tengah, 2009).

Salah satu kontrasepsi suntik yang sering dipakai adalah Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) yang disuntikkan secara intramuskular dalam (Arum dan Sujiyatini, 2009). DMPA merupakan kontrasepsi progestin yang disuntikkan setiap tiga bulan sekali. Pemakaian DMPA dapat menimbulkan berbagai efek samping pada tubuh. Efek samping utama yang seringkali dikeluhkan oleh peserta kontrasepsi DMPA adalah gangguan pola menstruasi yang meliputi amenorea sekunder, perdarahan tidak teratur, spotting, dan perdarahan berlebihan saat siklus menstruasi (Speroff et al., 2005).


(13)

commit to user

Amenorea sekunder merupakan keadaan tidak terjadinya menstruasi selama tiga bulan atau lebih pada orang yang pernah mengalami menstruasi (Wiknjosastro dkk (eds), 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adaji et al. (2003), 1,4% wanita memilih untuk berhenti menggunakan kontrasepsi DMPA karena terkait amenorea sekunder yang dianggap dapat menimbulkan infertilitas yang menetap. Selain itu, menurut Hartanto (2003), amenorea merupakan alasan utama ketidakpuasan akseptor dalam memakai kontrasepsi DMPA karena adanya anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa amenorea dapat menimbulkan akumulasi darah di badan. Akan tetapi, menurut Black (2006), kondisi amenorea akibat DMPA dianggap sebagai hal yang positif karena dapat mengurangi insidensi premenstrual syndrome dan anemia.

Mekanisme kerja utama DMPA adalah menghalangi terjadinya ovulasi dengan menekan pelepasan gonadotropic releasing hormone (GnRH) di hipotalamus (Albertazzi and Steel, 2006). Bila terjadi kegagalan ovulasi, menstruasi akan terhambat, sehingga timbul amenorea. Amenorea sekunder akibat pemakaian DMPA ini dilaporkan terjadi setelah tiga bulan pemakaian yaitu sebesar 30% dan 68% setelah dua tahun pemakaian kontrasepsi DMPA (Boroditsky et al., 2000).

Mengingat amenorea sekunder masih menjadi efek samping utama yang sering dikeluhkan akseptor DMPA serta tidak adanya penelitian analitik terkait kejadian amenorea pada akseptor DMPA di Surakarta, maka peneliti


(14)

commit to user

bermaksud untuk menyelidiki hubungan lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan lama pemakaian kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan lama pemakaian kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik peserta kontrasepsi DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta.

b. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi lama pemakaian kontrasepsi DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta.

c. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Odds Ratio (OR) terjadinya amenorea sekunder pada peserta kontrasepsi DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta.


(15)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang lebih mendalam terkait hubungan lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan timbulnya amenorea sekunder.

b. Menyediakan data terkait angka kejadian amenorea sekunder di kalangan peserta kontrasepsi DMPA.

2. Manfaat Aplikatif

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Kratonan Surakarta untuk memberikan pendidikan kesehatan terkait efek samping penggunaan kontrasepsi DMPA.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peserta kontrasepsi DMPA terkait hubungan lama pemakaian kontrasepsi dengan risiko terjadinya amenorea sekunder.

c. Sebagai sumber pemikiran dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.


(16)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) a. Farmakologi

DMPA atau Depot Medroxyprogesterone Acetate merupakan kontrasepsi yang berbentuk suspensi mikrokristal yang larut secara perlahan (Cunningham et al., 2005). DMPA dibedakan menjadi dua macam berdasarkan teknik penyuntikannya yaitu:

1) DMPA-IM (Depo Provera)

Merupakan jenis DMPA yang paling sering digunakan. Penyuntikan DMPA dilakukan secara intramuskular di regio gluteus atau deltoid. Penyuntikan DMPA dilakukan tanpa pemijatan untuk memastikan agar obat dibebaskan secara perlahan (Speroff et al., 2005). Dosis lazim pemberian DMPA adalah 150 mg setiap 12 minggu (tiga bulan). Dalam beberapa hari, penyuntikan ini menghasilkan kadar MPA (Medroxyprogesterone Acetate) dalam plasma sekitar 1,0 sampai 1,5 ng/ml, yang secara bertahap berkurang menjadi 0,2 ng/ml pada 6 bulan dan menjadi tidak terdeteksi dalam 7 sampai 9 bulan (Cunningham et al., 2005).


(17)

commit to user

Ovulasi pada pemakaian DMPA jenis ini mulai timbul bila konsentrasi MPA < 0,1 ng/ml (Kaunitz, 2001).

2) DMPA-SC (Depo SubQ provera 104)

Merupakan formulasi baru dari DMPA yang diberikan secara subkutan dengan dosis 104 mg setiap 12 minggu (3 bulan). Pemberian secara subkutan ini memiliki efek samping dan manfaat yang sama dengan pemberian DMPA secara intramuskular (Hatcher et al., 2009).

b. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja DMPA antara lain :

1) Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pelepasan gonadotropic releasing hormone (GnRH) di hipotalamus (Albertazzi et al., 2006). Bila GnRH di hipotalamus terhambat, maka tidak terjadi pelepasan LH (Luitenezing Hormone) oleh hipofisis anterior dalam darah. Kondisi ini menimbulkan kegagalan ovulasi.

2) Lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma melalui serviks uteri (Speroff et al., 2005)

3) Mencegah implantasi ovum dengan menjadikan lapisan endometrium lebih tipis dan mengalami atrofi (Speroff et al., 2005).

4) Mengubah kecepatan transpor ovum melalui tuba (Speroff et al., 2005)


(18)

commit to user

c. Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian Kontrasepsi DMPA

DMPA dapat diberikan pada wanita usia reproduksi yang telah memiliki anak ataupun pada nulipara. Selain itu, DMPA dapat pula diberikan pada wanita yang sedang dalam menyusui, setelah melahirkan, mengalami abortus atau keguguran, perokok, dan menghendaki kontrasepsi jangka panjang dengan efektivitas tinggi. Wanita dengan tekanan darah > 180/100 mmHg, mengalami gangguan pembekuan darah, sickle cell anemia, dan yang sedang menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberculosis (rifampisin) juga diperbolehkan menggunakan DMPA (Speroff et al., 2005).

DMPA tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil ataupun dicurigai hamil, mengalami perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, adanya riwayat ataupun sedang menderita kanker payudara, diabetes mellitus yang disertai komplikasi, menderita penyakit hati akut, penyakit jantung dan stroke (Arum dan Sujiyatini, 2009).

d. Keuntungan Pemakaian Kontrasepsi DMPA

Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi suntik DMPA yaitu praktis, efektif, dan mudah dilepas pemakaiannya. Selain itu, kontrasepsi DMPA tidak mengandung estrogen, sehingga tidak menimbulkan komplikasi vaskuler yang berat seperti timbulnya


(19)

commit to user

trombosis vena ataupun emboli paru. Kontrasepsi DMPA dapat pula mengurangi risiko terjadinya mioma uteri, pelvic inflammatory disease, kehamilan ektopik dan kejang (Arum dan Sujiyatini, 2009).

e. Efek samping Pemakaian Kontrasepsi DMPA

1) Perubahan pola menstruasi

Perubahan pola menstruasi ini mencakup amenorea yaitu tidak adanya pola menstruasi selama 3 bulan berturut-turut, spotting yang merupakan bercak-bercak perdarahan di luar menstruasi, metrorhagia yang merupakan perdarahan berlebihan di luar siklus menstruasi dan menorrhagia yang merupakan perdarahan berlebihan saat menstruasi (Hatcher et al., 2009).

2) Peningkatan Berat Badan Tubuh

Pemakaian DMPA dapat menimbulkan perubahan berat badan dan distribusi lemak dalam tubuh (Clark et al., 2005). Penelitian yang dilakukan oleh WHO (1990) menunjukkan bahwa pada pemakai kontrasepsi DMPA terjadi peningkatan berat badan rata-rata sebesar 2,7 kg untuk tahun pertama pemakaian (Cunningham et al., 2005). Peningkatan berat badan ini kemungkinan disebabkan oleh hormon progesteron. Hormon progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan glukosa menjadi lemak yang banyak bertumpuk di bawah kulit. Peningkatan berat badan ini bukan disebabkan oleh retensi cairan dalam tubuh (Hatcher et al., 2009).


(20)

commit to user

3) Penurunan densitas tulang

Pemakaian DMPA jangka panjang dapat menurunkan level estrogen dalam darah, sehingga menimbulkan penurunan kepadatan mineral tulang (Cunningham et al., 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Berenson et al. (2008) menunjukkan bahwa pemakaian DMPA lebih berisiko terhadap penurunan densitas massa tulang dan kecenderungan osteoporosis.

4) Perubahan profil lipid serum

Pemakaian DMPA jangka panjang menimbulkan penurunan kadar trigliserida dan kolesterol HDL. Akan tetapi, pemakaian kontrasepsi DMPA tidak menimbulkan peningkatan kadar LDL dalam darah (Cunningham et al., 2005).

5) Sakit kepala

Sakit kepala dilaporkan terjadi pada 15% akseptor kontrasepsi DMPA. Gejala sakit kepala ini berupa rasa berputar yang dapat terjadi di salah satu sisi ataupun di seluruh bagian kepala (Cunningham et al., 2005).

6) Gangguan emosi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi DMPA menimbulkan peningkatan depresi dan kecemasan (Hatcher et al., 2009).

7) Pemakaian DMPA dapat pula menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, dan acne vulgaris (Hatcher et al., 2009).


(21)

commit to user 2. Siklus Menstruasi Normal

Menstruasi ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus menstruasi yang normal (siklus menstruasi klasik) adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas pada tiap wanita. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Panjang siklus yang biasa pada manusia adalah 28 ± 7 hari. Jika panjang siklus kurang ataupun melebihi waktu tersebut umumnya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Wiknjosastro dkk (eds), 2006).

Perubahan hormonal siklik mengawali dan mengatur fungsi ovarium dan perubahan endometrium. Siklus menstruasi yang berlangsung secara teratur tiap bulan, bergantung kepada serangkaian langkah-langkah siklik yang terkoordinasi dengan baik, yang melibatkan sekresi hormon pada berbagai tingkat dalam sistem terintegrasi. Pusat pengendalian hormon dari sistem reproduksi adalah hipotalamus (Hillegas, 2005). Dua hormon hipotalamus gonadotropic-releasing hormone (GnRH), yaitu

follicle-stimulating hormone-releasing hormone (FSHRH) dan luitenezing

hormone-releasing hormone (LHRH). Kedua hormon itu masing-masing merangsang hipofisis anterior untuk menyekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan luitenezing hormone (LH). Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang menyebabkan produksi estrogen


(22)

commit to user

dan progesteron dari ovarium dengan akibat perubahan fisiologik uterus. Estrogen dan progesteron, pada gilirannya juga akan mempengaruhi produksi GnRH spesifik, sebagai mekanisme umpan balik yang mengatur kadar hormon gonadotropik (Sherwood, 2001).

Adapun siklus menstruasi normal meliputi : a. Siklus Ovarium

1) Fase Folikular

Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Umumnya, hanya satu yang terus berkembang dan menjadi folikel deGraaf dan yang lainnya berdegenerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel-sel granulosa menyintesis progesteron yang disekresi ke cairan folikular selama paruh waktu pertama menstruasi, dan bekerja sebagai prekursor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya (Hillegas, 2005). Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Selain itu, didalam folikel oosit primer mulai menjalani proses pematangannya. Pada waktu yang sama, folikel yang sedang berkembang menyekresi estrogen lebih banyak ke dalam sistem ini. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasan LHRH melalui mekanisme umpan balik positif (Sherwood, 2001).


(23)

commit to user

2) Fase Luteal

LH merangsang ovulasi dari oosit matang. Tepat sebelum ovulasi, oosit primer selesai menjalani pembelahan meiosis pertamanya. Kadar estrogen yang tinggi kini menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraaf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus menyekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama makin meningkat (Hillegas, 2005) b. Siklus Endometrium

1) Fase Menstruasi

Korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada siklus 28 hari, dan kemudian mulai beregresi. Akibatnya terjadi penurunan progesteron dan estrogen yang tajam, sehingga menghilangkan perangsangan pada endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti dengan menstruasi (Hillegas, 2005)

2) Fase Proliferasi

Segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan dalam stadium istirahat. Stadium ini berlangsung kira-kira 5 hari (Hillegas, 2005). Kadar estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma endometrium untuk


(24)

commit to user

mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar menjadi hipertrofi dan berproliferasi, dan pembuluh darah menjadi banyak sekali. Kelenjar-kelenjar dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertambah panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk tubulus. Epitel kelenjar berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik yang seragam dengan inti di tengah. Stroma cukup padat di lapisan basal tetapi makin ke permukaan semakin longgar. Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan lebih kecil. Lamanya fase proliferasi sangat berbeda-beda pada tiap orang, dan berakhir saat terjadinya ovulasi (Bielak, 2008).

3) Fase Sekresi

Setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan menjadi seperti beludru. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat. Inti sel bergerak ke bawah, dan permukaan epitel tampak kusut. Stroma menjadi edematosa. Terjadi pula infiltrasi leukosit yang banyak dan pembuluh darah menjadi makin berbentuk spiral dan melebar. Lamanya fase sekresi sama pada setiap perempuan yaitu 14±2 hari (Hillegas, 2005).


(25)

commit to user 3. Amenorea Sekunder

a. Definisi Amenorea

Amenorea ialah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea primer adalah tidak terjadinya menarke sampai usia 17 tahun, dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder. Amenorea sekunder merupakan tidak terjadinya menstruasi selama 3 bulan atau lebih pada wanita yang pernah mengalami siklus menstruasi (Wiknjosastro dkk (eds), 2006). Adapun ketiadaan menstruasi dalam waktu yang singkat (kurang dari 3 bulan) dinamakan delayed menses (Hatcher et al., 2009).

Perbedaan antara amenorea primer dan amenorea sekunder sejak dahulu telah ditekankan karena adanya insidensi yang lebih tinggi terhadap kelainan genetik dan anatomik pada wanita muda dengan amenorea primer. Selain itu, penyebab amenorea sangat luas dan melibatkan semua tingkat aksis hipotalamus, hipofisis, gonad, dan organ target (Heffner dan Schust, 2006).

Amenorea sekunder bisa bersifat fisiologis pada perempuan usia prapubertas, hamil dan pascamenopause. Di luar itu, amenorea bersifat patologis dan menunjukkan adanya disfungsi atau abnormalitas pada sistem reproduksi (Hillegas, 2005). Amenorea merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit (Bielak, 2008).


(26)

commit to user b. Klasifikasi Amenorea Sekunder

Berdasarkan organ target yang terkena, hal-hal yang dapat menimbulkan amenorea sekunder meliputi :

1) Gangguan di tingkat hipotalamus atau hipofisis

Hypothalamic amenorrhea merupakan penyebab tersering dari amenorea sekunder. Gangguan pada tingkat ini seringkali ditandai dengan kadar gonadotropin hormon yang normal, struktur pelvis normal, dan kadar androgen yang normal. Hypothalamic amenorrhea dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti adanya tumor hipofisis, hiperprolaktinemia, dan adanya pengaruh eksogen seperti penggunaan kontrasepsi hormonal. Selain itu, adanya stres emosional, olahraga yang berlebihan, penurunan berat badan berlebihan, anoreksia nervosa ataupun bulimia juga turut menyebabkan hypothalamic amenorrhea (Camacho et al., 2007). 2) Gangguan di ovarium

Gangguan ini dapat ditimbulkan oleh sindrom ovarium resisten gonadotropin. Penyebab pasti kelainan ini belum diketahui secara jelas. Namun, diduga sindrom ini ditimbulkan oleh proses autoimun yang mengakibatkan hiposensitisasi reseptor gonadotropin di ovarium, sehingga terjadi kegagalan ovulasi dan akhirnya mengalami amenorea sekunder. Selain itu, gangguan di tingkat ovarium juga dapat disebabkan oleh premature ovarian


(27)

commit to user

failure yang merupakan penyakit habisnya folikel ovarium yang terjadi lebih awal dari semestinya (Camacho et al., 2007).

3) Gangguan pada vagina atau uterus

Gangguan ini meliputi aplasia (tidak berkembangnya) vagina, aplasia uterus, histerektomi, dan sindrom Asherman akibat terjadinya sequele pada lapisan endometrium (Wiknjosastro dkk. (eds), 2006).

4) Hiperandrogenisme

Hiperandrogenisme yang dapat memicu timbulnya amenorea sekunder seringkali disebabkan oleh penyakit ovarium polikistik (PCOS). Penyakit ini seringkali dikaitkan dengan resistensi insulin dan menimbulkan gejala khas berupa hirsutisme, jerawat, dan alopesia (Camacho et al., 2007).

c. Penegakan Diagnosis Amenorea Sekunder

Gejala amenorea sekunder dijumpai pada berbagai macam penyakit ataupun gangguan. Penegakan diagnosis memerlukan anamnesis yang baik dan lengkap untuk mengetahui etiologi penyakit. Selanjutnya, perlu diketahui apakah terdapat kaitan antara amenorea sekunder dengan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan seperti perubahan emosional, pemakaian kontrasepsi hormonal, serta gejala-gejala penyakit metabolik. Setelah anamnesis, diperlukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan ini


(28)

commit to user

meliputi tes kehamilan dan pemeriksaan laboratorium (Wiknjosastro dkk (eds), 2006).

4. Hubungan Lama Pemakaian DMPA dengan Amenorea Sekunder

Mekanisme kerja utama DMPA adalah menghambat terjadinya ovulasi (Albertazzi et al., 2006). Berdasarkan mekanisme farmakokinetiknya, DMPA mengandung obat MPA (Medoxyprogesterone Acetate) yang dilepaskan secara perlahan ke dalam serum darah. Kadar MPA ini dipertahankan sebesar 1,0 ng/ml selama tiga bulan dan setelah itu mengalami penurunan. MPA yang bersirkluasi dalam darah mampu menekan pembentukan gonadotropic releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, sehingga menghambat pelepasan lonjakan LH di hipofisis. Penghambatan ini menimbulkan kegagalan ovulasi dan akhirnya tidak terjadi siklus menstruasi (amenorea). Selain itu, tidak adanya ovulasi mengakibatkan kadar progesteron dalam serum tetap rendah yaitu kurang dari 0,4 ng/ml. Estradiol serum juga tetap dipertahankan rendah sebesar 50 pg/nl selama 3 bulan pemakaian DMPA akibat tidak meningkatnya kadar FSH secara simultan (Kaunitz, 2001). Kadar estradiol yang rendah dalam jangka lama dapat menghambat pertumbuhan jaringan endometrium yang melapisi uterus, sehingga timbul atrofi (Hefner dan Schust, 2006; Albertazzi and Steel, 2006).


(29)

commit to user

Menurut Boroditsky et al. (2000), amenorea sekunder merupakan gangguan menstruasi yang sering dikeluhkan peserta kontrasepsi DMPA. Kondisi amenorea ini dilaporkan terjadi setelah tiga bulan pemakaian sebesar 30%, kemudian menjadi 55% pada akhir satu tahun pemakaian dan akhirnya menjadi 68% setelah dua tahun pemakaian DMPA. Selain itu, menurut Hartanto (2003), efek pemakaian kontrasepsi DMPA terhadap amenorea bertambah besar seiring dengan lamanya waktu pemakaian.

Pemakaian DMPA sebagai kontrasepsi hormonal tidak menimbulkan efek permanen terhadap fertilitas (kesuburan). Akan tetapi, kembalinya kesuburan pada wanita menjadi tertunda karena terkait dengan lama pemakaian kontrasepsi tersebut (Kaunitz, 2001). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh McGee (1997) menunjukkan bahwa tidak diperoleh hasil yang signifikan antara kondisi amenorea pada akseptor kontrasepsi DMPA dengan penurunan densitas massa tulang (Bazargani and Fardyazar, 2006).


(30)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran Keterangan :

= menunjukkan faktor-faktor yang saling terkait = menunjukkan faktor lain yang secara tidak langsung berpengaruh

Atrofi endometrium Lama pemakaian kontrasepsi

suntik DMPA (Depot

Medroxyprogesterone acetate)

Estradiol dipertahankan dalam kadar rendah

Tidak terjadi ovulasi Penghambatan GnRH di hipotalamus

Tidak terjadi lonjakan LH

Bila > 3 bulan disebut amenorea sekunder

Kadar MPA tinggi dalam serum

Tidak terjadi menstruasi Faktor lain : - Kehamilan - Laktasi

- Adanya gangguan sistem endokrin

- Anoreksia nervosa - Latihan fisik berat - Stres emosional - Obesitas

Kadar FSH tetap dan tidak mengalami kenaikan secara simultan


(31)

commit to user C. Hipotesis

Ada hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate dengan kejadian amenorea sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta


(32)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan metode cross sectional dimana pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali dan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lingkungan Puskesmas Kratonan Kota Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah akseptor KB suntik DMPA di Puskesmas Kratonan Kota Surakarta yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Adapun kriteria inklusi yang digunakan yaitu : 1. Wanita usia 20-35 tahun

2. Akseptor aktif kontrasepsi suntik DMPA 3. Bersedia menjadi responden penelitian


(33)

commit to user

Sedangkan, kriteria eksklusi yang ditetapkan berupa: 1. Wanita dengan usia < 20 tahun dan > 35 tahun 2. Bukan akseptor aktif kontrasepsi suntik DMPA 3. Ibu yang sedang memberikan ASI eksklusif 4. Menolak menjadi responden penelitian 5. Akseptor yang mengalami anoreksia nervosa

6. Akseptor kontrasepsi DMPA yang drop out karena hamil

7. Akseptor DMPA yang drop out dan beralih menggunakan kontrasepsi jenis lain.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti. Pengambilan secara purposive sampling ini bertujuan untuk mendapatkan sampel penelitian yang memiliki karakteristik tertentu, sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis dengan valid (Notoatmodjo, 2002). Pada populasi yang terbatas, penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus (Murti, 2010):

n = N. Z21-α/2. p .q


(34)

commit to user

Keterangan :

n = besar sampel

Z 1-α/2 = nilai statistik Z 1-α/2 pada kurve normal standar pada tingkat kemaknaan. Pada penelitian diambil tingkat kemaknaan 95 % sehingga nilai Z 1-α/2 adalah 1,96

p = perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada populasi

q = 1-p

d = presisi absolut atau penyimpangan terhadap populasi yang dikehendaki

N = besar populasi

Besar sampel penelitian dengan jumlah populasi 124 orang, derajat

kemaknaan 95% (α = 5%), prevalensi 50%, dan presisi 10% adalah n = 124. 1,962 . 0,5 .0,5

0,12 . (123) + 1,962 . 0,5 .0,5 = 54

Berdasarkan rumus di atas, dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang diperlukan adalah 54 akseptor kontrasepsi DMPA.


(35)

commit to user E. Rancangan Penelitian

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : lama pemakaian kontrasepsi DMPA 2. Variabel terikat : kejadian amenorea sekunder

Akseptor kontrasepsi DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta

Amenorea sekunder positif

Populasi

Amenorea sekunder negatif Sampel

Analisis data

3-12 bulan ≥ 24 bulan

Lama pemakaian


(36)

commit to user G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas: lama pemakaian kontrasepsi DMPA

DMPA merupakan kontrasepsi progestin yang disuntikkan tiap tiga bulan sekali secara intramuskular. Lama pemakaian kontrasepsi DMPA menunjukkan waktu penggunaan suntikan aktif. Adapun lama pemakaian kontrasepsi dinyatakan dalam bulan dan dikategorikan menjadi:

a. Pemakaian 3 – 12 bulan b. Pemakaian 13 – 23 bulan

c. Pemakaian lebih dari 24 bulan (≥ 24 bulan) Skala pengukuran : Skala ordinal

Jenis data : Data kategorikal

Alat ukur : Kartu status peserta KB 2. Variabel Terikat: kejadian amenorea sekunder

Amenorea sekunder adalah kondisi dimana tidak terjadinya menstruasi selama tiga bulan atau lebih pada orang yang pernah mengalami menstruasi. Adapun variabel terikat dinyatakan dengan :

a. Mengalami amenorea sekunder b. Tidak mengalami amenorea sekunder Skala pengukuran : Skala nominal Jenis data : Data kategorikal


(37)

commit to user H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Data primer : kuesioner dan wawancara terstruktur berdasarkan pertanyaan di kuesioner

2. Data sekunder : kartu status peserta KB

I. Cara Kerja

1. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukannya masing-masing :

a. variabel bebas : lama pemakaian kontrasepsi DMPA b. variabel terikat : kejadian amenorea sekunder

2. Menetapkan subjek penelitian yang mencakup populasi dan sampel penelitian. Sampel diambil dari akseptor KB di wilayah Puskesmas Kratonan Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April-Mei 2010 dengan teknik purposive sampling.

3. Melakukan pengumpulan data dan observasi terhadap variabel-variabel yang ada secara bersamaan dalam waktu yang sama. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan melihat kartu status peserta KB. Sedangkan pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara terstruktur kepada akseptor KB DMPA.

4. Mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan program SPSS versi 17.0


(38)

commit to user J. Teknik Analisis Data

Data yang didapat dilakukan analisis dengan program SPSS 17.0. Analisis data meliputi analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis regresi logistik. 1. Analisis Univariat

Pada analisis univariat, data berupa karakter demografik yang ditampilkan dalam bentuk persentase.

2. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat dilakukan uji Independensi Kai Kuadrat. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3. Analisis Regresi Logistik

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Mengingat variabel terikat (kejadian amenorea sekunder) bersifat kategorik dikotom yang terdiri dari dua kategori, maka uji regresi yang digunakan adalah uji regresi logistik. Uji ini dilakukan dengan interval kepercayaan (CI) 95% dan α = 0,05.


(39)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada periode April 2010 hingga Mei 2010, didapatkan sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 54 akseptor. Data yang diperoleh meliputi usia akseptor, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, berat badan akseptor, dan kejadian amenorea sekunder.

1. Deskripsi Karakteristik Akseptor Kontrasepsi DMPA

a. Usia Akseptor

Usia akseptor dapat diketahui dari hasil tabulasi sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Akseptor Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase

21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun

18 21 15

33,3% 38,9% 27,8%

Jumlah 54 100%

Sumber : Data primer pada bulan April-Mei 2010

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 54 akseptor yang diobservasi sebagian besar berada pada rentang usia 26-30 tahun yaitu sebanyak 21 akseptor (38,9%), dan paling sedikit berada dalam rentang usia 31-35 tahun sebanyak 15 akseptor (27,8%).


(40)

commit to user

b. Tingkat Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan terakhir akseptor dapat diketahui dari hasil tabulasi sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Akseptor Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

Lulus SD 8 14,8%

Lulus SLTP 18 33,3%

Lulus SLTA 26 48,1%

Lulus PT 2 3,7%

Jumlah 54 100%

Sumber : Data primer pada bulan April-Mei 2010

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 54 akseptor yang diobservasi sebagian besar memiliki pendidikan terakhir SLTA yaitu sejumlah 26 akseptor (48,1%), dan paling sedikit berpendidikan terakhir Perguruan Tinggi (PT) yaitu 2 akseptor (3,7%).

c. Pekerjaan

Pekerjaan akseptor dapat diketahui dari hasil tabulasi sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Akseptor Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Ibu Rumah Tangga 37 68,5%

Karyawan Swasta 11 20,4%

Wiraswasta 6 11,1%

Jumlah 54 100%


(41)

commit to user

Dari tabel 3 dapat diketahui akseptor paling banyak bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 37 akseptor (68,5%), dan paling sedikit bekerja sebagai wiraswasta yaitu 6 akseptor (11,1%).

d. Paritas

Paritas akseptor dapat diketahui dari hasil tabulasi sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi Akseptor Berdasarkan Paritas

Paritas Frekuensi Persentase

Primipara 23 42,6%

Multipara 31 57,4%

Jumlah 54 100%

Sumber : Data primer pada bulan April-Mei 2010

Dari tabel 4 dapat diketahui paritas dari 54 akseptor dimana terdapat 23 akseptor (42,6%) yang memiliki satu anak (primipara) dan 31 akseptor (57,4%) yang memiliki dua anak atau lebih (multipara).

e. Berat Badan

Berat badan akseptor dapat diketahui dari hasil tabulasi sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi Akseptor Berdasarkan Berat Badan

Berat badan Frekuensi Persentase

< 50,5 kg 29 53,7%

≥ 50,5 kg 25 46,3%

Jumlah 54 100%


(42)

commit to user

Berat badan akseptor berkisar antara 38 hingga 82 kg dengan rata-rata ( x) = 51,73 ± 8,22 kg dan nilai tengah 50,5 kg. Selain itu, akseptor yang memiliki berat badan diatas 50,5 kg berjumlah 25 akseptor (46,3%), dan akseptor dengan berat badan dibawah 50,5 kg berjumlah 29 akseptor (53,7%).

2. Deskripsi Data Penelitian

Data lama pemakaian kontrasepsi DMPA dan kejadian amenorea sekunder dapat dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Tabel 6. Distribusi Akseptor Berdasarkan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA

Lama Pemakaian Frekuensi Persentase

3-12 bulan 20 37%

13-23 bulan 15 27,8%

≥ 24 bulan 19 35,2%

Jumlah 54 100%

Sumber : Data primer pada bulan April-Mei 2010

Berdasarkan tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa lama pemakaian kontrasepsi DMPA paling banyak berkisar antara 3 hingga 12 bulan yaitu sejumlah 20 akseptor (37%), dan paling sedikit berkisar antara 13 hingga 23 bulan yaitu sebanyak 15 akseptor (27,8%).


(43)

commit to user

Tabel 7. Distribusi Akseptor Berdasarkan Kejadian Amenorea Sekunder

Amnorea Sekunder Frekuensi Persentase

Positif 32 59,3%

Negatif 22 40,7%

Jumlah 54 100%

Sumber : Data primer pada bulan April-Mei 2010

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui kejadian amenorea sekunder pada 54 akseptor dimana sebanyak 32 akseptor (59,3%) mengalami amenorea sekunder positif, sedangkan 22 akseptor (40,7%) lainnya mengalami amenorea sekunder negatif (tidak mengalami amenorea sekunder).

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan Karakteristik Akseptor Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Independensi Kai Kuadrat, dapat diperoleh hubungan antara karakteristik akseptor yang meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, dan berat badan akseptor dengan kejadian amenorea sekunder.


(44)

commit to user

Tabel 8. Hubungan Karakteristik Akseptor Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Amenorea Sekunder Jumlah

Nilai p positif negatif

n (%) n (%) n (%) Usia

21-25 tahun 8 (15) 10 (18) 18 (33) 26-30 tahun 13 (24) 8 (15) 21 (39) 0,231 31-35 tahun 11 (20) 4 (7) 15 (28)

Pendidikan

Lulus SD 5 (9) 3 (6) 8 (15) Lulus SLTP 10 (18) 8 (15) 18 (33) 0,967 Lulus SLTA 16 (30) 10 (18) 26 (48)

Lulus PT 1 (2) 1 (2) 2 (4)

Pekerjaan

IRT 21 (37) 16 (30) 37 (68) Karyawan 7 (13) 4 (7) 11 (20) 1,000 Wiraswasta 4 (7) 2 (4) 6 (11)

Paritas

Primipara 13 (24) 10 (18) 23 (42) 0,724 Multipara 18 (33) 13 (25) 31 (58)

Berat Badan

<50,5 kg 15 (28) 14 (26) 29 (54) 0,225


(45)

commit to user

Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa karakteristik akseptor seperti usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan berat badan akseptor tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) terhadap kejadian amenorea sekunder.

2. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Lama pemakaian kontrasepsi DMPA dan kejadian amenorea sekunder dinyatakan dalam bentuk tabel dan diagram yang menyatakan distribusi frekuensi dan arah hubungan dari kedua variabel yang diteliti.

Tabel 9. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Amenorea Sekunder Jumlah Nilai p Positif Negatif

n (%) n (%) n (%) Lama

Pemakaian (bulan)

3-12 7 (13) 13 (24) 20 (37)

13-23 11 (21) 4 (7) 15 (28) 0,021 ≥ 24 14 (26) 5 (9) 19 (35)


(46)

commit to user 13 24 21 7 26 9 0 5 10 15 20 25 30 P e rs e n ta se (% )

3--12 13--23 ≥ 24 Lama Pemakaian (Bulan)

Amenorea Sekunder Positif

Amenorea Sekunder Negatif

Gambar 3. Grafik Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Berdasarkan tabel 9, diperoleh nilai signifikan yang didapat p = 0,021 (p< 0,05), sehingga H0 ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder. Berdasarkan gambar 3, diperoleh informasi bahwa kejadian amenorea sekunder semakin meningkat seiring dengan lama pemakaian kontrasepsi DMPA. Kejadian amenorea sekunder paling banyak dialami akseptor yang memakai kontrasepsi selama ≥ 24 bulan yaitu sebesar 26%, dan paling sedikit dialami oleh akseptor dengan pemakaian kontrasepsi selama 3-12 bulan sebesar 13%.


(47)

commit to user C. Analisis Regresi Logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan atau Odds Ratio (OR) antara variabel lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder.

Tabel 10. Analisis Regresi Logistik Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Amenorea sekunder

Nilai p OR (CI 95%) positif negatif

Lama Pemakaian

(bulan)

3-12 7 13 Pembanding

13-23 11 4 0,029 5,11 (1,18-22,16)

≥ 24 14 5 0,019 5,20 (1,32-20,54)

Jumlah 32 22

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa pemakaian kontrasepsi selama 3-12 bulan dijadikan sebagai pembanding terhadap kategori lainnya. Dari tabel tersebut, lama pemakaian kontrasepsi DMPA selama 13-23 bulan dan pemakaian ≥24 memiliki hubungan yang secara statistik signifikan terhadap kejadian amenorea sekunder (p<0,05).

Pemakaian kontrasepsi DMPA selama 13-23 bulan mempunyai risiko untuk mengalami kejadian amenorea sekunder sebesar 5,1 kali daripada pemakaian 3-12 bulan. Sedangkan pemakaian kontrasepsi DMPA selama ≥24 bulan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kejadian amenorea sekunder yaitu sebesar 5,2 kali daripada pemakaian DMPA selama 3-12 bulan.


(48)

commit to user

Pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa risiko untuk terjadinya amenorea sekunder pada pemakaian 13-23 bulan berkisar antara 1,2 hingga 22,2 kali dibanding pemakaian 3-12 bulan. Sedangkan pemakaian selama ≥ 24 bulan mempunyai risiko untuk terjadinya amenorea sekunder berkisar antara 1,3 hingga 20,5 kali dibandingkan pemakaian 3-12 bulan.


(49)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

A. Karakteristik Akseptor

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 8, dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang secara statistik signifikan antara karakteristik akseptor yang meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan paritas akseptor kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder. Adapun deskripsi dari setiap karakteristik akseptor terhadap kejadian amenorea sekunder meliputi:

1. Usia

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 54 akseptor yang diteliti, sebagian besar akseptor berada pada rentang usia 26-30 tahun yaitu sebanyak 21 akseptor (38,9%) dan paling sedikit berada dalam rentang usia 31-35 tahun sebanyak 15 akseptor (27,8%). Selain itu, berdasarkan hasil pengolahan bivariat, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia akseptor dengan kejadian amenorea sekunder (p = 0,231). Hal ini disebabkan oleh pengontrolan usia akseptor yang diteliti. Pengontrolan dilakukan karena usia akseptor yang kurang dari 20 tahun dan melebihi 35 tahun akan memperbesar kejadian amenorea sekunder. Usia diatas 35 tahun memperbesar kejadian amenorea sekunder karena kesuburan mulai menurun pada usia ini (Cunningham et al., 2005). Sedangkan usia kurang


(50)

commit to user

dari 20 tahun terkait dengan amenorea pada remaja (Boroditsky et al., 2000).

2. Pendidikan Terakhir

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 54 akseptor yang diobservasi sebagian besar memiliki pendidikan terakhir SLTA yaitu sejumlah 26 akseptor (48,1%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman akseptor terhadap pemakaian kontrasepsi DMPA cukup tinggi karena tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap pemahaman yang diperoleh (Notoadmojo, 2002). Selain itu, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian amenorea sekunder ( p = 0,967) dan hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bazargani dan Fardyazar yang menyatakan bahwa pendidikan akseptor tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian amenorea sekunder (Bazargani dan Fardyazar, 2006).

3. Pekerjaan

Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa akseptor paling banyak bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), yaitu sebanyak 37 akseptor (68,5%) dan paling sedikit bekerja sebagai wiraswasta yaitu 6 akseptor (11,1%). Selain itu, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian amenorea sekunder. Hasil pengolahan data ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsinova tahun 2008 di Yogyakarta. Hasil yang tidak signifikan ini


(51)

commit to user

disebabkan oleh ruang lingkup pekerjaan akseptor terbatas pada jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan aktivitas fisik yang berat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinningham, jenis pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti atlet dan penari balet memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya amenorea sekunder karena terjadi kelainan hipotalamus fungsional akibat penurunan frekuensi dan amplitudo denyut GnRH (Hefner dan Schust, 2006).

4. Paritas

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar akseptor kontrasepsi DMPA yang diteliti memiliki dua orang anak atau lebih (multipara) yaitu sejumlah 31 akseptor (57,4%). Hasil ini serupa dengan penelitian epidemiologis yang dilakukan oleh Abasiattai et al. tahun 2010 di Nigeria yang menyatakan bahwa akseptor dengan multipara cenderung menggunakan DMPA. Selanjutnya, dari hasil analisis bivariat pada tabel 8 diperoleh nilai signifikan p = 0,724. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat paritas pada akseptor DMPA tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian amenorea sekunder.

5. Berat Badan

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa rerata berat badan akseptor adalah 51,73 kg dengan median 50,5 kg. Amenorea sekunder pada akseptor DMPA tampaknya lebih sering terjadi pada akseptor dengan berat badan tinggi (Hartanto, 2003). Akan tetapi, dari hasil pengolahan data di tabel 8,


(52)

commit to user

diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan akseptor dengan kejadian amenorea sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Bazargani dan Fardyazar tahun 2006 juga menunjukkan bahwa tidak terdapat kaitan antara berat badan dengan kejadian amenorea.

B. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi DMPA dengan Kejadian Amenorea Sekunder

Data hasil penelitian kategori lama pemakaian kontrasepsi DMPA diproses dengan menggunakan uji Independensi Kai Kuadrat didapatkan nilai signifikansi p = 0,021 (p< 0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara lama pemakaian kontrasepsi DMPA dengan kejadian amenorea sekunder. Selain itu, hasil analisis regresi logistik pada tabel 10 menyatakan bahwa angka kejadian (odss ratio) amenorea sekunder semakin besar seiring dengan lamanya pemakaian kontrasepsi DMPA. Hasil pengolahan analisis pada tabel 10 menyatakan bahwa pemakaian kontrasepsi DMPA selama ≥ 24 bulan mempunyai risiko 5,2 kali untuk mengalami amenorea sekunder bila dibandingkan dengan pemakaian selama 3-12 bulan. Sedangkan lama pemakaian kontrasepsi DMPA selama 13-23 bulan mempunyai risiko 5,11 kali untuk mengalami amenorea sekunder bila dibandingkan dengan pemakaian selama 3-12 bulan.

Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Bazargani dan Fardyazar yang menyatakan bahwa efek pemakaian


(53)

commit to user

kontrasepsi DMPA terhadap amenorea sekunder bertambah besar seiring dengan lamanya waktu pemakaian. Selain itu, hasil penelitian epidemiologis lain yang dilakukan oleh Sathyamala juga menunjukkan bahwa kejadian amenorea sekunder lebih sering dialami oleh akseptor kontrasepsi DMPA yang melakukan penyuntikan ulang kontrasepsi (Phadke, 2005).

Menurut Kaunitz (2001), kejadian amenorea sekunder pada akseptor kontrasepsi DMPA disebabkan oleh efek farmakologik kontrasepsi tersebut. Kadar obat kontrasepsi MPA yang dilepaskan secara perlahan dari depotnya akan bersirkluasi dalam darah, sehingga mampu menekan pembentukan GnRH dari hipotalamus. Hal ini akan menghambat pelepasan lonjakan LH di hipofisis. Penghambatan ini menimbulkan kegagalan ovulasi dan akhirnya tidak terjadi siklus menstruasi (amenorea). Selain itu, tidak adanya ovulasi mengakibatkan kadar estradiol serum juga tetap dipertahankan rendah akibat tidak meningkatnya kadar FSH secara simultan.

Pemakaian kontrasepsi DMPA dalam jangka lama dapat menimbulkan kondisi hipoestrogen yang ditandai dengan kadar estradiol serum (E2) yang rendah (Phadke, 2005). Penelitian yang telah dilakukan oleh Miller et al. tahun 2000, menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi DMPA dapat menurunkan rerata kadar estradiol serum yang semula 99.9 ± 9.3 pg/mL menjadi 26.6 ± 1.6 pg/mL setelah 6 bulan pemakaian. Keadaan hipoestrogen yang berlangsung dalam jangka lama ini akan dapat memicu atrofi endometrium yang menimbulkan amenorea sekunder (Hefner dan Schust, 2006).


(54)

commit to user C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah desain penelitian yang bersifat cross sectional dan adanya faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Penggunaan

desain cross sectional dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dalam melakukan

penelitian. Selain itu, desain cross sectional tidak bisa menganalisis hubungan sebab akibat (kausal) yang kuat antara paparan dengan penyakit (masalah kesehatan), karena penilaian hubungan dilakukan satu waktu sedangkan validitas penilaian hubungan kausal pada dasarnya memerlukan arah waktu yang jelas (paparan harus mendahului penyakit).

Adanya faktor lain yang tidak diteliti seperti status gizi akseptor dan faktor

psikogenik juga turut menjadi keterbatasan penelitian. Penelitian terbatas pada penilaian berat badan akseptor melalui kartu akseptor KB. Sedangkan tinggi badan akseptor tidak diteliti sehingga tidak bisa menentukan indeks massa tubuh untuk mengetahui status gizi akseptor yang diteliti. Selain itu, penelitian ini terbatas pada lingkungan Puskesmas Kratonan Surakarta, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan secara luas pada akseptor DMPA di Kota Surakarta.


(55)

commit to user BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Lama pemakaian kontrasepsi DMPA memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian amenorea sekunder.

2. Usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, dan berat badan akseptor kontrasepsi DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta tidak mempunyai hubungan yang secara statistik signifikan terhadap kejadian amenorea sekunder.

B. Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai faktor risiko kejadian amenorea sekunder dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan daerah penelitian yang lebih luas agar diperoleh hasil yang lebih mendekati kenyataan.

2. Perlu diadakan konseling dan penyuluhan yang intensif terhadap akseptor baru kontrasepsi DMPA, sehingga diperoleh pemahaman terkait dengan risiko terjadinya amenorea sekunder setelah penyuntikan ulang kontrasepsi.


(56)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Adaji S.E, Sittu S.O, Sule S.T. 2005. Attitude of nigerian women to abnormal menstrual bleeding from injectable progestogen-only contraceptive. Ann Afr Med 4: 144-9

Albertazzi B.M, and Steel S.A. 2006. Bone mineral density and depot medroxyprogesterone acetate. Contraception 73:577-83

Arum D.N., dan Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Cetakan 3. Jogjakarta: Nuha Medika, pp: 123-34

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Tengah. 2009. Hasil

Perolehan Peserta KB Baru Bulan November 2009.

http://jateng.bkkbn.go.id (18 Januari 2010)

Bazargani H.S. and Fardyazar Z. 2006. Amenorrhea: an advantage rather than a complication of depot medroxy progesterone acetate injectable contraceptive. Intl. J. Pharmacol 2: 352-6

Berenson A.B, Rahman M, Breitkopf C.R. 2008. Effects of depot medroxyprogesterone acetate and 20-microgram oral contraceptives on bone mineral density. Obstet Gynecol 112:788-99.

Bielak K.M. 2008. Amenorrhea. http://emedicine.medscape.com (26 Januari 2010)

Boroditsky R, Guilbert E, Winnipeg, Quebec. 2000. Injectable medroxyprogesterone acetate for contraception. J Obstet Gynaecol Can 94: 14-8

Camacho P.M, Gharib H, Srumore G.W. 2007. Evidence Based Endocrinology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, pp; 127-8


(57)

commit to user

Chandrasoma P., dan Taylor C.R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Mahanani DA. dkk (eds). Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 695-7

Clark M.K., Dillon J.S, Sowers M., Nichols S. 2005. Weight, fat mass, and central distribution of fat increase when women use depot medroxyprogesterone acetate for contraception. Int J Obes 29: 1252-8

Crum C.P., Lester S.C., Cotran R.S. 2007. Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. Dalam: Robbins S.L., Kumar V., Cotran R.S. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketeran EGC, pp: 777-8

Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J. Gilstrap L.C., Hauth J.C., Wenstrom K.D. 2005. Obstetri Williams. Hartanto H., dkk (eds). Edisi 21. Volume 2. Jakarta: EGC, pp: 1714-7

D’Archangues C. 2000. Management of vaginal bleeding irregularities induced by progestin-only contraceptives. Hum Reprod 15: 24-9

Hartanto H. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Cetakan 4. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, pp: 163-72

Hatcher R.A., Trussell J, Nelson A.L. 2009. Contraceptive Technology. 19th ed. USA: Ardent Media Inc., pp: 157-69; 461-5

Heffner L.J. dan Schust D.J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Safitri A.(ed). Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga, pp: 68-71

Hillegas K.B. 2005. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam: Price S.A. dan Wilson L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Hartanto H, dkk (eds). Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 1280-7

Kaunitz A. 2001. Injectable long-acting contraceptives. Clin Obstet Gynecol 44: 73-91


(58)

commit to user

Miller L., Patton D., Meier A., Eschenbach A. 2000. Depot medroxyprogesterone-induced hypoestrogenism and changes in vaginal flora and epithelium. Obstet Gynecol 96:431-9

Morgan G. dan Hamilton C. 2003. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktik. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 31-3

Murti B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 97-8

Notoatmodjo S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan 2. Jakarta: PT Rineka Cipta, pp: 77-105

Phadke A. 2005. A thorough critique of Depo Provera. Indian J Med Ethics 2:1

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Santoso B.I.(ed). Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 713; 726-7

Speroff L., Glass R.H., Kase N.G., 2007. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, pp: 405-37; 911-12; 949-74

Tazhibayev S., Sharmanov T., Ergalieva A., Dolmatova O., Mukasheva O., Seidakhmetova A., Kushenova R. 2004. Promotion of Lactation

Amenorrhea Method Intervention Trial, Lazakhstan.

http://www.popcouncil.org (3 April 2010)

Wiknjosastro H., Saifuddin A.B., Rachimhadi T. (eds). 2005. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Cetakan 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 104-23; 204-20

Wiknjosastro H., Saifuddin A.B., Rachimhadi T. (eds). 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 8. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 31-48


(59)

commit to user Lampiran 1. Permohonan Responden Penelitian

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth: Calon Responden

Akseptor KB DMPA di Puskesmas Kratonan Surakarta

Dengan hormat,

Untuk keperluan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta maka saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SHOFARIYAH NUR LAILA NIM : G0007020

Program studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNS Surakarta Dengan segala kerendahan hati penulis memohon dengan hormat kepada Ibu untuk meluangkan waktu guna mengisi daftar pertanyaan yang penulis ajukan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Jawaban Ibu sangat kami butuhkan sebagai data penelitian dan semata-mata untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak ada maksud lain.

Harapan kami ibu bersedia menjadi responden penelitian ini, serta identitas dan keterangan dari ibu akan dijamin kerahasiannya. Atas ketersediaan dan keikhlasan yang Ibu berikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Hormat Saya,


(60)

commit to user Lampiran 2. Formulir Persetujuan Penelitian

INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Umur : Alamat :

Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan judul ”Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Depot Medroxyprogesterone Acetate Dengan Kejadian Amenorea Sekunder di Puskesmas Kratonan Surakarta” dan saya akan memberikan jawaban yang jujur demi kepentingan penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat secara sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak siapapun.

Surakarta 2010

Responden


(61)

commit to user Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KUESIONER

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPOT

MEDROXYPROGESTERONE ACETATE DENGAN KEJADIAN AMENOREA SEKUNDER DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

No. Responden =

Nama Akseptor =

Lama Pemakaian KB Suntik 3 bulanan = bulan

Pekerjaan =

Pendidikan =

Usia =

Jumlah Anak =

Berat Badan (BB) =

Tinggi Badan (TB) =

INSTRUKSI : Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan melingkari ataupun mengisi jawaban yang ada sesuai dengan kondisi yang anda alami.

A. PEMAKAIAN KB SUNTIK 3 BULANAN

1. Sudah berapa kali Anda mendapat suntikan KB 3 bulanan ?

a. 1 kali c. 4-6 kali

b. 2 – 4 kali d. ≥ 6 kali

2. Apakah Anda pernah berhenti menggunakan KB suntik 3 bulanan ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban ”ya” lanjut ke nomor 3 Jika jawaban ”tidak” lanjut ke nomor 4


(62)

commit to user

3. Berapa lama Anda berhenti menggunakan KB suntik 3 bulanan ? a. < 1 tahun c. Lainnya ...tahun b. 1-2 tahun

4. Apakah Anda pernah beralih menggunakan KB hormonal jenis lain?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban ”ya” lanjut ke nomor 5 Jika jawaban ”tidak” lanjut ke nomor 6

5. KB hormonal lain apa yang pernah Anda gunakan ? a. KB pil

b. KB suntik 1 bulanan c. KB susuk

d. Lainnya...

6. Apakah saat ini anda sedang dalam kondisi menyusui (memberi ASI) ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban ”ya” lanjut ke nomor 7 Jika jawaban ”Tidak” lanjut ke nomor 9

7. Sudah berapa lama Anda menyusui anak anda ? a. Kurang dari 6 bulan ( < 6 bulan)

b. Lebih dari 6 bulan ( ≥ 6 bulan) Jika jawaban ”Ya” lanjut ke nomor 8 Jika jawaban ”Tidak” lanjut ke nomor 9

8. Apakah Anda memberi makanan tambahan lain selain ASI ?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah saat ini Anda sedang mengonsumsi obat-obatan untuk mengobati penyakit terkait gangguan hormonal ?

a. Ya b. Tidak

B. SIKLUS MENSTRUASI

1. Berapa lamakah menstruasi Anda tiap bulannya ?

a. 3-4 hari c. 7-14 hari


(63)

commit to user

2. Setelah memakai KB suntik 3 bulanan (KB DMPA), Adakah perubahan pada pola menstruasi Anda ?

a. Ya b. Tidak

3. Bagaimana pola menstruasi anda setelah menggunakan KB suntik 3 bulanan?

Tidak mengalami menstruasi

Keluar bercak-bercak darah/ flek-flek darah (spotting) Keluar darah yang banyak saat menstruasi

Lama menstruasi menjadi pendek Lama menstruasi menjadi panjang

( jawaban dapat dipilih lebih dari satu pilihan jawaban sesuai dengan kondisi yang anda alami)

4. Apakah setelah memakai kontrasepsi suntik, Anda pernah TIDAK

mengalami menstruasi selama 3 (tiga) bulan ?

a. Pernah b. Tidak pernah

Bila jawaban ”pernah” lanjut ke nomor 5 Bila jawaban “ tidak pernah” lanjut ke nomor 6

5. Apakah saat ini Anda sedang mengalami kondisi tersebut (tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan) ?

a. Ya b. Tidak

6. Bila tidak mengalami menstruasi tiap bulan, Apakah Anda merasa cemas dan khawatir ?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah Anda akhir-akhir ini merasa sibuk beraktivitas ?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah Anda melakukan diet khusus terhadap pola makan Anda selama 3 bulan terakir ini?


(64)

commit to user Lampiran 4. Data Dasar Hasil Penelitian

No Nama Inisial

Usia Pendidikan Pekerjaan Paritas Berat Badan

Lama Pakai

Amenorea

1 ST 23 SD IRT 2 55 3-12 ya

2 RH 28 SLTA IRT 1 42 3-12 ya

3 SM 34 SLTP IRT 2 50 3-12 ya

4 LT 34 SLTA IRT 2 71 3-12 ya

5 KR 29 SD IRT 2 59 3-12 ya

6 SP 22 SLTP IRT 1 57 3-12 ya

7 IS 31 SLTA Karyawan 2 52 3-12 ya 8 LY 32 SD IRT 3 50 3-12 tidak

9 DS 25 SLTA Karyawan 1 59 3-12 tidak

10 HD 22 SLTA IRT 2 59 3-12 tidak 11 UT 25 SLTP IRT 2 52 3-12 tidak 12 SY 30 SLTP IRT 1 45 3-12 tidak

13 SO 21 SLTA Karyawan 1 53 3-12 tidak

14 KT 24 SD Wiraswasta 1 49 3-12 tidak

15 EW 27 SLTA IRT 1 65 3-12 tidak

16 NW 25 SLTA IRT 2 40 3-12 tidak

17 MY 25 SD Karyawan 2 52 3-12 tidak 18 RN 26 PT IRT 1 50 3-12 tidak 19 AY 28 SLTP IRT 1 55 3-12 tidak 20 YR 29 SLTP Wiraswasta 2 44 3-12 tidak

21 INC 21 SLTP IRT 2 50 13-23 tidak

22 RW 32 SLTP IRT 3 60 13-23 tidak 23 SYT 30 SLTP IRT 3 43 13-23 tidak 24 DM. 24 SLTA IRT 2 39 13-23 tidak 25 SH 28 SLTA IRT 2 51 13-23 ya 26 NR 23 SLTP IRT 1 62 13-23 ya


(65)

commit to user

27 DW. 26 PT Karyawan 1 46 13-23 ya

28 SN. 25 SLTA IRT 2 46 13-23 ya

29 YA 34 SLTA IRT 2 51 13-23 ya 30 MI 26 SLTA IRT 2 50 13-23 ya 31 HT 25 SLTP IRT 1 45 13-23 ya 32 DH 23 SLTA IRT 1 53 13-23 ya 33 SA 28 SLTA Karyawan 1 50 13-23 ya 34 AW 27 SLTA Wiraswasta 1 40 13-23 ya 35 PT 30 SLTP IRT 1 82 13-23 ya 36 WW 32 SLTA IRT 1 48 ≥24 tidak 37 PW 26 SLTA IRT 1 48 ≥24 tidak

38 CM 24 SLTA IRT 1 49 ≥24 tidak

39 KS 27 SLTP Karyawan 2 50 ≥24 tidak

40 SU 35 SLTA IRT 2 40 ≥24 tidak

41 MT 34 SLTA Karyawan 2 41 ≥24 ya 42 MR 32 SD Karyawan 2 56 ≥24 ya 43 PWi 35 SLTP Wiraswasta 2 50 ≥24 ya 44 RY 28 SLTA Karyawan 1 65 ≥24 ya 45 SL 30 SLTP IRT 2 55 ≥24 ya

46 EK 25 SLTP IRT 1 48 ≥24 ya

47 SNR. 35 SLTA IRT 3 50 ≥24 ya

48 ST. 26 SLTP Wiraswasta 2 55 ≥24 ya 49 RH 21 SLTA Wiraswasta 1 58 ≥24 ya

50 SH. 34 SD IRT 2 61 ≥24 ya

51 AS. 30 SLTA Karyawan 1 48 ≥24 ya 52 SM 33 SD IRT 2 56 ≥24 ya 53 SN 35 SLTP IRT 2 50 ≥24 ya 54 TA. 28 SLTA IRT 2 38 ≥24 ya


(66)

commit to user Lampiran 5. Hasil Pengolahan Analisis Univariat

FREQUENCIES VARIABLES=pekerjaan pendidikan anak_3 umur2 berat2 /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Statistics

Pekerjaan Responden

pendidikan terakhir

responden anak_3 umur2 berat2

N Valid 54 54 54 54 54

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table

umur2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-25 18 33.3 33.3 100.0

26-30 21 38.9 38.9 66.7

31-35 15 27.8 27.8 27.8

Total 54 100.0 100.0

pendidikan terakhir responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 8 14.8 14.8 14.8

SLTP 18 33.3 33.3 48.1

SLTA 26 48.1 48.1 96.3

PT 2 3.7 3.7 100.0


(67)

commit to user

Pekerjaan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ibu rumah tangga 37 68.5 68.5 68.5

karyawan swasta 11 20.4 20.4 88.9

wiraswasta 6 11.1 11.1 100.0

Total 54 100.0 100.0

paritas_2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid primipara 23 42.6 42.6 42.6

multipara 31 57.4 57.4 100.0

Total 54 100.0 100.0

berat3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50,5 kg 29 53.7 53.7 53.7

>=50,5 kg 25 46.3 46.3 100.0

Total 54 100.0 100.0

Statistics

Berat Badan

N Valid 54

Missing 0

Mean 51.7315

Median 50.5000


(68)

commit to user

Std. Deviation 8.22199

Minimum 38.00

Maximum 82.00

Sum 2793.50

Percentiles 25 47.5000

50 50.5000

75 56.0000

Amenorea Sekunder

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid amenorea sekunder positif 32 59.3 59.3 59.3

amenorea sekunder negatif 22 40.7 40.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

lama2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3-12 20 37.0 37.0 100.0

13-23 15 27.8 27.8 63.0

>=24 19 35.2 35.2 35.2


(69)

commit to user Lampiran 6. Hasil Pengolahan Analisis Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur2 * Amenorea Sekunder

54 100.0% 0 .0% 54 100.0%

Crosstabs Usia*Amenorea Sekunder

umur2 * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total amenorea

sekunder positif

amenorea sekunder negatif

umur2 31-35 11 4 15

26-30 13 8 21

20-25 8 10 18

Total 32 22 54

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.928a 2 .254

Likelihood Ratio 2.959 2 .228

Linear-by-Linear Association 2.826 1 .093

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.11.


(70)

commit to user

Crosstabs Pendidikan Terakhir*Amenorea Sekunder

pendidikan terakhir responden * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total

ya tidak

pendidikan terakhir responden

SD 5 3 8

SLTP 10 8 18

SLTA 16 10 26

PT 1 1 2

Total 32 22 54

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .077a 2 .962

Likelihood Ratio .075 2 .963

Linear-by-Linear Association .008 1 .929

N of Valid Cases 54

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .81.

Crosstabs Pekerjaan *Amenorea Sekunder

Pekerjaan Responden * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total

ya tidak

Pekerjaan Responden ibu rumah tangga 21 16 37

karyawan swasta 7 4 11

wiraswasta 4 2 6


(71)

commit to user

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .320a 2 .852

Likelihood Ratio .323 2 .851

N of Valid Cases 54

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.44.

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Test Statisticsa

pekerjaan2 Most Extreme

Differences

Absolute .071

Positive .000

Negative -.071

Kolmogorov-Smirnov Z .256

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. Grouping Variable: amenore

Crosstabs Berat Badan *Amenorea Sekunder

berat3 * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total amenorea

sekunder positif

amenorea sekunder negatif

berat3 <50,5 kg 15 14 29

>=50,5 kg 17 8 25


(1)

commit to user

Amenorea Sekunder

Total

ya tidak

pendidikan terakhir responden

SD 5 3 8

SLTP 10 8 18

SLTA 16 10 26

PT 1 1 2

Total 32 22 54

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .077a 2 .962

Likelihood Ratio .075 2 .963

Linear-by-Linear Association .008 1 .929

N of Valid Cases 54

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .81.

Crosstabs Pekerjaan *Amenorea Sekunder

Pekerjaan Responden * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total

ya tidak

Pekerjaan Responden ibu rumah tangga 21 16 37

karyawan swasta 7 4 11

wiraswasta 4 2 6


(2)

commit to user

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .320a 2 .852

Likelihood Ratio .323 2 .851

N of Valid Cases 54

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.44.

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Test Statisticsa

pekerjaan2

Most Extreme Differences

Absolute .071

Positive .000

Negative -.071

Kolmogorov-Smirnov Z .256

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. Grouping Variable: amenore

Crosstabs Berat Badan *Amenorea Sekunder

berat3 * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total amenorea

sekunder positif

amenorea sekunder negatif

berat3 <50,5 kg 15 14 29

>=50,5 kg 17 8 25


(3)

commit to user

Pearson Chi-Square 1.473a 1 .225

Continuity Correctionb .876 1 .349

Likelihood Ratio 1.486 1 .223

Fisher's Exact Test .274 .175

Linear-by-Linear Association

1.446 1 .229

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.19.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs Lama Pemakaian *Amenorea Sekunder

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

lama2 * Amenorea Sekunder

54 100.0% 0 .0% 54 100.0%

lama2 * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total

ya tidak

lama2 >24 14 5 19

13-23 11 4 15

3-12 7 13 20


(4)

commit to user

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.744a 2 .021

Likelihood Ratio 7.801 2 .020

Linear-by-Linear Association 6.012 1 .014

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.11.

Crosstabs Paritas *Amenorea Sekunder

anak_3 * Amenorea Sekunder Crosstabulation

Count

Amenorea Sekunder

Total amenorea

sekunder positif

amenorea sekunder negatif

anak_3 1.00 13 10 23

2.00 19 12 31

Total 32 22 54

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .124a 1 .724

Continuity Correctionb .005 1 .942

Likelihood Ratio .124 1 .725

Fisher's Exact Test .784 .470

Linear-by-Linear Association

.122 1 .727

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.37.


(5)

commit to user

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

amenore negatif 0

amenore positif 1

Categorical Variables Codings

Frequency

Parameter coding

(1) (2)

lama2 >24 bulan 19 1.000 .000

13-23 bulan 15 .000 1.000

3-12 bulan 20 .000 .000

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

amenore Percentage

Correct amenore negatif amenore positif

Step 0 amenore amenore negatif 0 22 .0

amenore positif 0 32 100.0

Overall Percentage 59.3

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(6)

commit to user

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables lama2 7.744 2 .021

lama2(1) 2.527 1 .112

lama2(2) 1.704 1 .192

Overall Statistics 7.744 2 .021

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a lama2 7.258 2 .027

lama2(1) 1.649 .701 5.533 1 .019 5.200 1.317 20.539

lama2(2) 1.631 .749 4.742 1 .029 5.107 1.177 22.159

Constant -.619 .469 1.744 1 .187 .538


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DENGAN ANGKA KEJADIAN LEUKOREA PATOLOGIS PADA AKSEPTOR KB HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DENGAN ANGKA KEJADIAN LEUKOREA PATOLOGIS PADA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS KLEGO II KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLA

0 1 12

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI AKDR DENGAN KEJADIAN MENOMETRORAGI PADA AKSEPTOR KB AKDR DI HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI AKDR DENGAN KEJADIAN MENOMETRORAGI PADA AKSEPTOR KB AKDR DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PILKOMBINASI DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Pil Kombinasi Dengan Peningkatan Tekanan Darah Di Puskesmas Kartasura.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN INJEKSI DEPOT-MEDROXYPROGESTERONE ACETATE (DMPA) DENGAN KADAR ESTRADIOL PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA.

0 0 7

Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik Depo Medroxyprogesteron Acetate (DMPA) dengan Kadar Hemoglobin (Hb) di Puskesmas Gajahan Surakarta.

2 12 5

Hubungan pemakaian kontrasepsi implan dengan kejadian spotting di puskesmas Sangkrah Surakarta AWAL

0 0 12

Karakteristik Demografi Akseptor Kontrasepsi Suntik Depot Medroxyprogesterone Acetate di Puskesmas Merdeka Palembang periode Januari Desember 2012

0 1 7

Karakteristik Demografi Akseptor Kontrasepsi Suntik Depot Medroxyprogesterone Acetate di Puskesmas Merdeka Palembang

0 0 6

TINJAUAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE BERDASARKAN KEJADIAN AMENOREA Yeti Trisnawati, Sri Handayani Dosen Program Studi D III Kebidanan

0 0 11

A. PENDAHULUAN - TINJAUAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE BERDASARKAN KEJADIAN AMENOREA

0 0 9