commit to user 38
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Akseptor
Berdasarkan  hasil  pengolahan  data  pada  tabel  8,  dapat  diketahui  bahwa tidak  ada  hubungan  yang  secara  statistik  signifikan  antara  karakteristik
akseptor  yang  meliputi  usia,  tingkat  pendidikan,  pekerjaan,  dan  paritas akseptor  kontrasepsi  DMPA  dengan  kejadian  amenorea  sekunder.  Adapun
deskripsi  dari  setiap  karakteristik  akseptor  terhadap  kejadian  amenorea sekunder meliputi:
1.   Usia Berdasarkan  tabel  1  dapat  diketahui  bahwa  dari  54  akseptor  yang
diteliti, sebagian besar akseptor berada pada rentang usia 26-30 tahun yaitu sebanyak  21  akseptor  38,9  dan  paling  sedikit  berada  dalam  rentang
usia  31-35  tahun  sebanyak  15  akseptor  27,8.  Selain  itu,  berdasarkan hasil  pengolahan  bivariat,  tidak  didapatkan  hubungan  yang  bermakna
antara usia akseptor dengan kejadian amenorea sekunder p = 0,231. Hal ini disebabkan oleh pengontrolan usia akseptor yang diteliti. Pengontrolan
dilakukan karena usia akseptor yang kurang dari 20 tahun dan melebihi 35 tahun  akan  memperbesar  kejadian  amenorea  sekunder.  Usia  diatas  35
tahun  memperbesar  kejadian  amenorea  sekunder  karena  kesuburan  mulai menurun pada usia ini Cunningham et al., 2005. Sedangkan usia kurang
commit to user 39
dari  20  tahun  terkait  dengan  amenorea  pada  remaja  Boroditsky  et  al., 2000.
2.  Pendidikan Terakhir Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 54  akseptor  yang diobservasi
sebagian  besar  memiliki  pendidikan  terakhir  SLTA  yaitu  sejumlah  26 akseptor  48,1.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  tingkat  pemahaman
akseptor  terhadap  pemakaian  kontrasepsi  DMPA  cukup  tinggi  karena tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap pemahaman yang diperoleh
Notoadmojo,  2002.  Selain  itu,  dari  hasil  analisis  bivariat  menunjukkan tidak  ada  hubungan  yang  signifikan  antara  tingkat  pendidikan  dengan
kejadian  amenorea  sekunder    p  =  0,967  dan  hal  ini  sesuai  dengan  hasil penelitian yang dilakukan oleh Bazargani dan Fardyazar yang menyatakan
bahwa  pendidikan  akseptor  tidak  memiliki  hubungan  yang  bermakna dengan kejadian amenorea sekunder Bazargani dan Fardyazar, 2006.
3.  Pekerjaan Pada  tabel  3  dapat  diketahui  bahwa  akseptor  paling  banyak  bekerja
sebagai Ibu Rumah Tangga IRT, yaitu sebanyak 37 akseptor 68,5 dan paling sedikit bekerja sebagai wiraswasta yaitu 6 akseptor 11,1. Selain
itu,  dari  hasil  analisis  bivariat  menunjukkan  tidak  ada  hubungan  yang signifikan  antara  pekerjaan  dengan  kejadian  amenorea  sekunder.  Hasil
pengolahan  data  ini  serupa  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh Marsinova  tahun  2008  di  Yogyakarta.  Hasil  yang  tidak  signifikan  ini
commit to user 40
disebabkan  oleh  ruang  lingkup  pekerjaan  akseptor  terbatas  pada  jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan aktivitas fisik yang berat. Berdasarkan
penelitian  yang  dilakukan  oleh  Kinningham,  jenis  pekerjaan  yang membutuhkan  aktivitas  fisik  yang  berat  seperti  atlet  dan  penari  balet
memiliki  risiko  yang  lebih  tinggi  untuk  terjadinya  amenorea  sekunder karena terjadi kelainan hipotalamus fungsional akibat penurunan frekuensi
dan amplitudo denyut GnRH Hefner dan Schust, 2006.
4.  Paritas Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar akseptor kontrasepsi
DMPA yang diteliti memiliki dua orang anak atau lebih multipara yaitu sejumlah  31  akseptor  57,4.  Hasil  ini  serupa  dengan  penelitian
epidemiologis yang dilakukan oleh Abasiattai et al. tahun 2010 di Nigeria yang  menyatakan  bahwa  akseptor  dengan  multipara  cenderung
menggunakan DMPA. Selanjutnya, dari hasil analisis bivariat pada tabel 8 diperoleh  nilai  signifikan  p  =  0,724.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  tingkat
paritas  pada  akseptor  DMPA  tidak  memiliki  hubungan  yang  bermakna secara statistik dengan kejadian amenorea sekunder.
5.  Berat Badan Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa rerata berat badan akseptor adalah
51,73  kg  dengan  median  50,5  kg.  Amenorea  sekunder  pada  akseptor DMPA  tampaknya  lebih  sering  terjadi  pada  akseptor  dengan  berat  badan
tinggi Hartanto, 2003. Akan tetapi, dari hasil pengolahan data di tabel 8,
commit to user 41
diperoleh  kesimpulan  bahwa  tidak  ada  hubungan  yang  bermakna  antara berat badan akseptor dengan kejadian amenorea sekunder. Penelitian yang
dilakukan  oleh  Bazargani  dan  Fardyazar  tahun  2006  juga  menunjukkan bahwa tidak terdapat kaitan antara berat badan dengan kejadian amenorea.
B. Hubungan  Lama  Pemakaian  Kontrasepsi  DMPA  dengan  Kejadian