Kedudukan Anak dalam hukum Islam

33 BAB II PENGAKUAN ANAK DALAM HUKUM ISLAM

A. Kedudukan Anak dalam hukum Islam

Anak adalah bunga hidup. Anak adalah harum-haruman rumah tangga. Obat jerih pelarai demam. Kepada anak bergantung pengharapan keluarga dikemudian hari. Dialah ujung cita-cita dalam segenap kepayahan. Misalnya terjadi perselisihan di dalam rumah antara suami dan istri, perselisihan itu dapat didamaikan apabila suami-istri sama-sama melihat anaknya masih suci itu, yang tak boleh menjadi korban pertikaian dan perselisihan ayah bundanya. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada anak-anak. Sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak sedang dia sujud waktu shalat. Sampai anak-anak dipangkunya ketika mengerjakan ibadat itu. Apabila dia hendak sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila hendak tegak di pungutnya kembali. Beliau bersabda : “Rumah yang tidak ada anak-anak, tidaklah ada berkat didalamnya” Abu Syaikh, Ibnu Hibban 25 Dalam Hadis lain Rasul bersabda : “Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman surga” Turmidzi “peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu adalah hadiah Allah kepadamu”. Dirawikan Oleh Bukhari. 26 25 Hamka, Lembaga Hidup, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 223. Universitas Sumatera Utara 34 1. Pengertian anak dalam hukum Islam Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa, “Anak adalah manusia yang masih kecil” atau “Anak-anak yang masih kecil belum dewasa”. 27 Anak dalam pengertian bahasa sangat banyak yaitu keturunan yang kedua, manusia yang masih kecil, binatang yang masih kecil, pohon kecil yang tumbuh pada umbi atau rumpun tumbuhan-tumbuhan yang besar, orang yang termasuk dalam satu golongan pekerjaan keluarga dan sebagainya, bagian yang kecil pada suatu benda, yang lebih kecil dari pada yang lain. 28 Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki-laki dan anak perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan, anak pisang, anak sumbang anak haram dan sebagainya. 29 Pengelompokan pengertian anak, memiliki aspek yang sangat luas. Berbagai makna terhadap anak, dapat diterjemahkan untuk mendekati anak secara benar menurut system kepentingan agama, hukum, sosial dari bidang masing-masing 26 Ibid. 27 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hlm.31. 28 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, lihat Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm.4, lihat juga Afisah Wardah Lubis, “Memahami Perkembangan Psikologi Anak dalam Rangka Implementasi Perlindungan Anak”, Majalah Konvensi, Vol. II No. 1 Maret 1998, LAAI, Medan, hlm. 62, dan lihat juga Syakir Abdul Azhim, Membimbing Anak Trampil Berbahasa, Gema Insani, Jakarta, 2002, hlm. 2. 29 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 41. Universitas Sumatera Utara 35 bidang. Pengertian anak dari berbagai cabang ilmu akan berbeda-beda secara substansial fungsi, makna dan tujuan. Sebagai contoh, dalam agama Islam pengertian anak sangat berbeda dengan pengertian anak yang dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum, sosial, ekonomi, politik dan hankam. Pengertian anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah SWT 30 . Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transcendental dari proses ratifiksi sain ilmu pengetahuan dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan tauhid Islam. 31 Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al-Quran surat al-Isra ayat 70, yang artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” Menunjukan bahwa al-Qur’an atau akidah Islam meletakan kedudukan anak sebagai suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan memiliki nilai plus semua diperoleh melalui kehendak sang Pencipta Allah SWT, untuk menyikapi nilai transcendental dimaksud, pada bagian lain al-Qur’an menegaskan 30 Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan, Pusataka Bangsa, Medan, 2008, hlm. 46. 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara 36 eksistensi anak tersebut dengan firman Allah SWT, dalam al-Qur’an surat at-Tiin ayat 4 yang menentukan, “Sesungguhnya aku ciptakan kamu manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya, atau semulia-mulianya” Statement yang diberikan oleh Islam menjadikan bidang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum semakin objektif dalam memandang proses advokasi dan hukum perlindungan anak, baik dalam melakukan pembinaan anak, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya akan menjadikan anak sebagai khalifah-filardi ditengah- tengah masyarakat millennium ini. Berbeda kalau cara pandang dengan system ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum yang dibangun berdasarkan liberaslisasi dari warisan hukum kaum penjajah belanda dan berpatokan pada filsafat, sosial, budaya dan ekonomi yang dikemukakan oleh teori-teori pada umumnya, seperti teori Darwin, Herbert Spencer, Karl Marx, August Comte, dan lain-lain menjadikan proses evolusi fisik, kultur, dan perdaban tentang status anak dan hak-hak anak yang transparansional. Pengertian status anak yang diberikan masing-masing Sarjana Hukum mengandalkan teori-teori yang dilandaskan pada alam semesta natural of law yang menekankan prinsip-prinsip the struggle for life and survival of the fittest perjuangan untuk hidup yang kuat akan bertahan 32 32 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Mizan, Bandung,2000, hlm. 345. statemen ini mengandung pesan pewarisan anak sebagai generasi penerus, agama, bangsa, dan Negara harus dipersiapkan menjadi manusia yang tangguh, cerdas, dan mandiri. Statemen tersebut tidak meminimlisasikan system hukum dalam sosialisasi kehidupan tata pergaulan masyarakat di tingkat regional, maupun dunia internasional. Universitas Sumatera Utara 37 Menurut ajaran Islam, Anak adalah amanah Allah SWT dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh orang tuanya. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh orang tua yang mengasuhnya. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apapun. “Dalam kamus bahasa Arab Anak disebut juga dengan walad, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangan kea rah abdi Allah yang shaleh. Pendapat Ibnu Abbas salah seorang ahli tafsir dikalangan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam penafsiran kata-kata walad pada ayat 176 surat an-Nisa’ yang mempunyai pengertian mencakup baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Pandangan ini sangat berbeda dengan ijma para fuqaha dan ulama yang di anut selama ini, bahwa yang dimaksud dengan walad dalam ayat tersebut hanya anak laki- laki saja, tidak termasuk anak perempuan. Namun demikian, pengertian walad dalam nash bisa berarti laki-laki dan juga bisa berarti perempuan 33 Kata al-Walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan keturunan, sehingga kata al-walid dan al-walidah diartikan sebagai ayah dan ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang tidak mesti menunjukan hubungan keturunan dan kata ab tidak berarti mesti ayah kandung. 34 Dan menurut Prof.Dr. Hamka anak ialah aliran dari air dan darah sendiri. 35 2. Macam-macam anak dalam hukum Islam 33 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah Shabab al- Azhar, Cairo, 1990, hlm.95. 34 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, Jilid XV, Lentera Hati, 2004, hlm. 614. 35 Prof. Dr. Hamka juzu’ XXI-XXII, Tafsir al-Azhar, pustaka panji mas Jakarta 1988, hlm. 195. Universitas Sumatera Utara 38 Dalam hukum Islam terdapat bermacam macam kedudukanstatus anak, sesuai dengan sumber asal-usul anak itu sendiri, sumber asal itulah yang akan menentukan kedudukan status seorang anak. Adapaun kedudukanstatus anak dalam hukum Islam adalah anak kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah 36 masing-masing anak tersebut diatas, mendapat perhatian khusus dalam syariat Islam yang menentukan kedudukanstatusnya, baik dalam keturunan dan kewarisan, maupun perwalian. a. Anak Kandung Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. 37 Dalam pandangan hukum Islam, ada empat syarat supaya nasab anak itu dianggap sah, yaitu : a Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah b Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam bulan sejak perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para pakar hukum Islam fuqha sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan 36 Lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 37 Lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan lihat Pasal 99 huruf a intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang perkawinan. Universitas Sumatera Utara 39 c Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang- panjangnya kehamilan. Tentang hal ini masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam. d Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an. Jika seorang laki-laki ragu tentang batas minimal maksimal kehamilan kehamilan terlampaui maka ada alasan bagi suami untuk mengingkari anak yang dikandung oleh isterinya dengan cara li’an 38 Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya. 39 b. Anak angkat Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan : “Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka” Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan 38 H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Material dalam Praktek Peradilan Agama, Editor Iman Jauhari, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, 102. 39 Ibid, hlm. 103 Universitas Sumatera Utara 40 putusan pengadilan. 40 Dengan adanya pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunandarah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 13 dari harta warisan orang tua angkatnya. 41 Dalam hukum Islam, lembaga peraturan pengangkatan anak, anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan. c. Anak tiri Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam perkawinanya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur belum dewasa dan menurut keputusan pengadilan anak itu 40 Lihat Pasal 171 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 41 Lihat Pasal 209 ayat 2 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Universitas Sumatera Utara 41 masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan peria lain. Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris dari harta kekayaan peninggalan warisan dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia. 42 d. Anak piaraasuh Anak piaraasuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piaraasuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. 43 Dalam hal anak piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piaraasuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikanya mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piaraasuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat. e. Anak luar nikah 42 Iman Jauhari, Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hlm. 87. 43 Ibid., hlm. 9. Universitas Sumatera Utara 42 Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar Nikah. 44 Dalam Hukum Islam anak tersebut dapat dianggap anak di luar nikah adalah 1 Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahiran anak tersebut. 2 Anak mula’anah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang isteri yang mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan menuduh isterinya telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah li’an terhadap isterinya. 3 Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang digauli dengan cara syubhat, yang dimaksud dengan syubhat dalam hal ini, menurut jawad mughaniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang wanita yang haram atasnya karena tidak tahu dengan keharaman itu. 45 Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. 46 Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik bagi laki-laki maupun perempuan. Apabila tanda-tanda ini tidak kelihatan maka seorang anak dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 15 tahun. Dari Ibnu Umar menyebutkan yang artinya : 44 Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangang, Op. cit., hlm. 202. 45 Huzaemah Tahido, Kedudukan Anak diluar Nikah menurut Hukum Islam, Makalah, KOWANI, Jakarta, hlm. 2. seperti dikutip oleh Enty Lafina Nasution, Tesis Perlindungan Hukum berdasarkan Akta Kelahiran terhadap Anak yang tidak diketahui Asal-Usulnya dan Peraturan Perundang-undangan Study Kasus di Kota Binjai, Program Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Pancabudi, Medan 2009. 46 Lihat Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 100 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Universitas Sumatera Utara 43 “Rasulullah SAW memeriksaku ketika hendak berangkat perang Uhud. Ketika itu aku baru berusia 14 tahun. Beliau tidak membolehkanku pergi berperang. Ketika hendak berangkat ke medan perang khandak beliau memeriksaku pula. Ketika itu aku telah berusia 15 tahun, dan Beliau membolehkanku ikut perang. Kata Nafi’ maka ku datangi Umar Bin Abdul Aziz, ketika itu ia telah menjadi Khalifah. Lalu kusampaikan kepadanya hadist tersebut. Katanya sesungguhnya itu adalah batas antara usia kecil dan dewasa. Lalu dia tulis surat kepada seluruh pegawainya supaya mereka mewajibkan pelaksanaan tugas-tugas agama mukallaf bagi setiap anak yang telah mencapai usia 15 tahun. Anak yang kurang dari usia tersebut menjadi tanggungan orang tuanya”. 47 Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara peria dan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku pada hukum perdata. Ada dua macam istilah yang dipergunakan bagi zina yaitu 1 Zina muhson yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah atau pernah menikah 2 Zina ghairu muhson adalah zina yang dilakukan oleh orang belum pernah menikah, mereka bersetatus perjakaperawan. Hukum Islam tidak menganggap bahwa zina ghairu muhson yang dilakukan oleh bujangperawan itu sebagai perbuatan biasa, melainkan tetap dianggap sebagai perbuatan zina yang harus dikenakan hukuman. Hanya saja hukuman itu kuantitasnya berbeda, bagi penzina muhson dirajam sampai mati sedangkan yang ghairu muhson dicambuk 100 kali. Anak yang dilahirkan sebagai akibat zina ghairu muhson disebut anak luar perkawinan. 48 Dalam kitab al-Ahwal Syakhsiyyah karangan Muhyidin sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Jawad Mughniyah diketemukan bahwa nasab tidak dapat 47 Imam Muslim, Shahih Muslim, terjemah Ma’mur daud, Hadits Nomor 1829, Jilid IV, Wijaya, Jakarta, 1993, hlm 33. Lihat juga Imam Bukhari, Shahih Bhukari, Hadist Nomor 1241, Terjemahan Zainuddin Hammidi Bukhari, et al, Jilid III, Wijaya, Jakarta, 1981, hlm. 73. 48 Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1991, hlm. 35. Lihat Fathurrahman Djamil, Pengakuan Anak Luar Kawin dan Akibat Hukumnya, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994, hlm. 75. Universitas Sumatera Utara 44 ditetapkan dengan syubhat macam apapun, kecuali orang yang melakukan syubhat itu mengakuinya, karena ia sebenarnnya lebih mengetahui tentang dirinya. Tentang hal yang terakhir ini disepakati oleh para ahli hukum di kalangan sunny dan syaiah. 49 Hukum Islam membedakan Syubhat kepada dua bentuk yaitu : 1 Anak syubhat dalam akad, adalah manakala seorang laki-laki melaksanakan akad nikah dengan seorang wanita seperti halnya dengan akad nikah sah lainya, tapi kemudian ternyata bahwa akadnya tersebut fasid karena satu dan lain alasan. 2 Syubhat dalam tindakan perbuatan, yakni manakala seorang laki-laki mencampuri seorang wanita tanpa adanya akad antara mereka berdua baik sah maupun fasid. Semata-mata karena tidak sadar ketika melakukanya, atau dia menyakini bahwa wanita tersebut adalah halal untuk dicampuri, tapi kemudian ternyata bahwa wanita itu adalah wanita yang haram dicampuri. Termasuk dalam kategori ini adalah hubungan seksual yang dilakukan orang gila, orang mabuk dan orang mengigau, serta orang yang yakin bahwa orang yang dia campuri itu adalah isterinya, tapi kemudian ternyata bahwa wanita itu bukan isterinya. 50 3. Hak-hak anak dalam hukum Islam Kedudukan anak dalam pengertian Islam, yaitu anak adalah titipan Allah kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara pewaris dari ajaran Islam Wahyu Allah SWT yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lilalamin. 51 Pemberian ini memberikan hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Surat al-Isra’ 17 yang artinya 49 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh lima mazhab, Lentera, Jakarta, 2007, hlm. 388. 50 Ibid. hlm. 389 51 Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangang, Op. cit., hlm. 50. Universitas Sumatera Utara 45 “dan janganlah kamu membunuh anak-anak karena takut kemiskinan. Kamilah yang member rezki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” Ukuran manusia menurut Islam adalah Iman dan akhlak, siapa yang telah memperoleh keduanya, maka tidak berbahaya baginya sekalipun ia memiliki dunia dan tidak pula turun kemuliaanya karena ia hidup sederhana. 52 Hak mempunyai dua makna yang asasi, yaitu : Pertama, “sekumpulan kaidah dan masih yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesame manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta”. Dalam pengertian yang pertama kali, hak sama dengan makna hukum dalam istilah sarjana ushul. Inilah yang dikehendaki di waktu mengatakan al-Haqqul madaniyah. Kedua, “kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu wajib atas seseorang bagi selainya”. 53 Hak menurut Pengertian umum yaitu suatu ketentuan yang denganya syara’ menetapkan suatau kekuasaan atau suatu beban hukum 54 Demikian ini adalah sebagai hak wali bertasharruf atas tiap-tiap anak yang dibawah perwalianya. Hak-hak anak yang mutlak dalam dimensi akidah dan pandangan kehidupan agama Islam, terdiri dari : 1 Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim ibunya terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 233 2 Hak untuk disusui selama dua tahun terdapat dalam al-Qur’an Surat Luqman ayat 14 3 Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang benar terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Mujadilah ayat 11 52 Abdullah Syah, Harta Menurut Pandangan al-Qur’an, Press Medan, Medan, 1992, hlm. 18. 53 Tengku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997, hlm. 121. 54 Iman Jauhari. Advokasi Hak-Hak Anak ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangang, Op. cit., hlm. 51. Universitas Sumatera Utara 46 4 Hak untuk mewarisi harta kekayaan milik kedua orang tuanya terdapat dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 2, 6 dan 10. 5 Hak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya terdapat dalam surat al- Qashah ayat 12 6 Hak untuk mempertahankan agama dan aqidahnya, bila dipaksa untuk murtad oleh pelaksana hadhanah terdapat dalam surat Luqman ayat 51 55 Hak asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokan secara umum ke dalam bentuk hak asasi anak yang meliputi subsistem berikut ini : a Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan b Hak dalam kesucian keturunan c Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik d Hak anak dalam menerima susuan e Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan pemeliharaan f Hak dalam memiliki harta benda atau hak warisan demi kelangsungan hidup anak yang bersangkutan g Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran 56 Hak anak dalam pandangan Islam ini memiliki aspek yang universal terhadap kepentingan anak, yaitu : Meletakan hak anak dalam pandangan Islam, memberikan gambaran bahwa tujuan dasar kehidupan umat Islam adalah membangun umuat manusia yang memegang teguh ajaran Islam dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi aspek hukum dalam lingkungan hidup seseorang untuk Islam. Cara pandang yang dimaksud tidak saja memposisikan umat Islam yang harus tunduk pada hukum- hukum Islam seperti hukum pidana Islam, hukum perdata Islam, Hukum perkawinan Islam, hukum tata negara Islam dan hukum waris sebagai formalitas-formalitas wajib yang harus ditaati oleh umat Islam dan apabila dilanggar maka perbuatan tersebut 55 Iman Jauhari, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bansa Press, Jakarta, 2003, hlm. 87 56 Iman Jauhari, Hak-Hak Anak Dalam Hukum Islam, Op., cit., hlm. 21. Universitas Sumatera Utara 47 akan mendapat laknat dan siksaan dari Allah SWT baik diatas dunia maupun di akhirat kelak. Pada tindakan lain seorang umat Islam harus taat dalam menegakan hak azasi anak dengan berperang pada hukum nasional yang positif. Islam meletakan perbedaan yang mencolok dalam penegakan hak asasi anak dari pengertian hukum lainya. Islam juga meletakan hak asasi anak yang dapat diletakan atas dasar hukum perdata, hukum pidana, dan hukum tata negera yang berlaku dalam ruang lingkup wilayah Indonesia. 57 Dimensi Islam dalam meletakan hak asasi anak manusia sangat luas dan mulai dari ajaran kehidupan sosial. Masayarakat Indonesia adalah kumpulan dari sekelompok manusia yang marginal, dan setiap manusia tanpa kecuali senantiasa mengalami masa yang disebut kanak-kanak. Sehingga hak asasi anak dipandang sebagai benih dari suatu masyarakat. Dalam pandangan ini Abdur Rozak Hussein menyatakan sebagai berikut : “jika benih anak dalam masyarakat itu baik maka sudah pasti masyarakat terbentuk menjadi masyarakat yang baik pula, lebih lanjut dikatakan: Islam menyatakan bahwa anak-anak merupakan benih yang akan tumbuh untuk membentuk masyarakat di masa yang akan datang. 58 57 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 33. 58 Abdul Rozak Husein, Hak-Hak Anak Dalam Islam, Fikahati, Aneska, Jakarta, 1992, hlm. 19. Universitas Sumatera Utara 48

B. Pengaturan nasab dalam hukum Islam