Metode Analitik dan Numerik Metode FTCS Syarat Kestabilan von Neumann

Gambar 2.1 Simulasi konsentrasi minyak saat surut menuju pasang selama 14400 detik dt=500 detik, i = 288, C awal = 4,2135 mgL, kecepatan v = 0,5155 mdetik. Hasil simulasi sungai Donan saat pasang menuju surut, Gambar 2.2 Simulasi konsentrasi minyak saat pasang menuju surut selama 14400 detik dt=500 detik, i = 288, C awal = 6,5239 mgL, kecepatan v = 0,4430 mdetik.

2.3. Metode Analitik dan Numerik

Universitas Sumatera Utara Penyelesian analitis model matematika adalah penyelesian yang didapat dari manipulasi aljabar terhadap persamaan dasar sehingga didapat suatu penyelesaian yang berlaku untuk setiap titik dalam domain yang menjadi perhatian. Namun, tidak semua masalah fisis dalam model matematis dapat diselesaikan secara analistis. Untuk menyelesaikan permasalahan ini biasanya digunakan penyelesaian numeris, di mana persamaan dasar diubah menjadi persamaan yang hanya berlaku pada titik-titik tertentu di dalam domain penyelesaian. Pengubahan persamaan tersebut dapat menggunakan metode elemen hingga ataupun metode beda hingga. Untuk permasalahan satu dimensi, metode yang umum digunakan adalah metode beda hingga karena mudah digunakan dan lebih dahulu dikenal sehingga sifat-sifatnya sudah difahami Luknanto, 2003.

2.4 Metode Beda Hingga

2.4.1 Dasar Metode

Metode beda hingga adalah metode numerik yang umum digunakan untuk menyelesaikan persoalan teknis dan problem matematis dari suatu gejala fisis. Secara umum metode beda hingga adalah metode yang mudah digunakan dalam penyelesaian problem fisis yang mempunyai bentuk geometri yang teratur, seperti interval dalam 1D satu dimensi, domain kotak dalam dua dimensi, dan kubik dalam ruang tiga dimensi Li, 2010. Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah dalam analisis numerik, khususnya pada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Prinsipnya adalah mengganti turunan yang ada pada persamaan diferensial dengan diskritisasi beda hingga berdasarkan deret Taylor. Secara fisis, deret Taylor dapat diartikan sebagai besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu ruang dan waktu tinjauan dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang mempunyai perbedaan yang kecil dengan ruang dan waktu tinjauan Anderson, 1984. Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai: Universitas Sumatera Utara …….. 2.10 Dengan h adalah Δx , subskrip i merupakan titik grid, superskrip n menunjukkan time step dan adalah reminder atau biasa disebut truncation error yang merupakan suku selanjutnya dari deret tersebut yang dapat dinyatakan sebagai berikut, , dimana x o x o + Δx 2.11 Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam grid atau kotak-kotak hitungan kecil yang secara keseluruhan masih memiliki sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi menjadi bagian-bagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas. Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu sistem atau solusi variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk menentukan keadaan sistem pada waktu beriukutnya. Berbeda dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi sistem harus dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan yang akan datang. Berdasarkan ekspansi Taylor di atas persamaan 2.10, terdapat tiga skema beda hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP, yaitu skema maju, skema mundur, dan skema tengah. 1. Skema maju 2.12 Universitas Sumatera Utara Pada skema maju, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan titik hitung i+1 yang berada di depannya. Gambar 2.3 Skema maju ruang dengan h=x i+1 – x i dan Δt = t n+1 – t n . Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema maju biasa ditulis sebagai berikut, Skema maju-ruang: atau 2.13 Skema maju-waktu: atau 2.14 2. Skema mundur 2.15 Pada skema mundur, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan titik hitung i- 1 yang berada di belakangnya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Kisi beda hingga skema mundur Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema mundur biasa ditulis sebagai berikut, Skema mundur-ruang: atau 2.16 Skema mundur-waktu: atau 2.17 3. Skema tengah Gambar 2.5 Kisi beda hingga skema tengah-ruang atau 2.18 Universitas Sumatera Utara Beda hingga terhadap ruang derivasi kedua: 2.19 Untuk t n , 2.20 Dan untuk t n+1 , 2.21 Sedangkan untuk beda hingga skema tengah terhadap waktu , 2.22a , 2.22b 2.22c

2.4.2 Diskritisasi

Benda atau struktur yang akan dianalsis dibagi atau dipotong menjadi bagian-bagian kecil disebut grid. Inilah yang dinamakan sebagai diskritisasi. Banyaknya grid yang dibentuk bergantung pada bentuk benda yang akan dianalisis. Berikut ini contoh diskritisasi aliran sungai. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6. Diskritisasi aliran sungai. Gambar 2.7 Kisi beda hingga ruang x dan waktu t. Meskipun suatu benda dapat didiskritisasi ke dalam sistem, komponen atau grid yang lebih kecil, namun harus disadari bahwa sistem yang asli merupakan suatu keseluruhan. Daerah kompleks yang mendefinisikan kontinuitas didiskritisasidibagi menjadi sejumlah sub daerahpotongan-potongan geometrik sederhana yang tidak saling tumpang tindih. Terkait dengan persamaan dasar, diskritisasi variabel dilakukan dengan mengganti fungsi ux,t dengan nilai diskrit yang akan mendekati nilai u pada titik yang ditentukan, . Universitas Sumatera Utara

2.5 Metode FTCS

Dalam analisis numerik, metode FTCS Forward Time-Centered Space adalah metode beda hingga yang umum digunakan pada pemecahan numerik persamaan panas dan persamaan differensial parsial yang sejenis. Metode ini menggunakan beda hingga maju dalam waktu dan beda hingga sentral dalam ruang. ………2.23 ………2.24 Persamaan 2.24 dikurangkan dengan persamaan 2.23 dan hasilnya dibagi dengan 2h menghasilkan persamaan 2.25 2.25 n n+1 i i+1 i-1 Gambar 2.8 Skema FTCS Persamaan 2.25 dapat digunakan untuk membedahinggakan persamaan differensial melalui skema FTCS yang ditunjukkan pada gambar 2.8. dimana pendekatan orde pertama digunakan untuk turunan waktu dan persamaan orde duanya digunakan untuk turunan ruang. Dengan menggunakan notasi beda hingga yang telah dijelaskan pada subbab 2.3.1 maka metode FTCS ini dapat diekspresikan melalui persamaan 2.26. Universitas Sumatera Utara 2.26 Atau, 2.27 dengan Dan untuk sistem dengan persamaan linear hiperbolik 2.28

2.6 Metode Lax-Wendroff

Lax-Wendroff diambil dari nama Peter Lax dan Burton Wendroff. Metode ini juga merupakan metode numerik untuk penyelesaian persamaan diferensial parsial hiperbolik berdasarkan beda hingga dengan akurasi orde dua bergantung ruang dan waktu. Berbeda dengan metode FTCS, metode ini memiliki dua langkah penyelesaian. Pada langkah pertama, nilai fx,t dihitung pada setengah time step t n+½ dan setengah grid poin, x i+½. Rezzolla, 2010. Yang mendasari metode ini adalah mengekspansikan ux,t ke dalam deret Taylor untuk x tetap dan t berada pada orde dua menggunakan PDP untuk menggantikan turunan waktu dengan turunan ruang, dan menggunakan beda tengah untuk mengaproksimasikan turunan ruang pada orde dua. Persamaan beda hingga kemudian menghasilkan akurasi orde dua. Skema Lax-Wendroff merupakan kombinasi dari skema Lax-Friederichs dan Leapfrog loncat katak.

2.6.1 Skema Lax-Friederichs

Universitas Sumatera Utara Ide dasar skema Lax-Friederichs sangat sederhana dan didasarkan pada menggantikan pada persamaan 2.27 dengan , sehingga penyelesaian persamaan adveksi menjadi, 2.29 Untuk sistem persamaan hiperbolik linear: 2.30 Walaupun tidak nyata, skema Lax-Friedrichs memperkenalkan disipasi numerik. Agar lebih jelas, maka persamaan ini dapat ditulis kembali ke dalam bentuk persamaan adveksi awal. 2.31 Persamaan 2.29 merupakan bentuk eksak representasi beda hingga dari persamaan: 2.32 Dimana suku difusi ~ terdapat pada sisi kanan. Untuk membuktikannya, diperoleh dengan menjumlahkan kedua deret Taylor pada persamaan 2.23 dan 2.24, di sekitar x i untuk mengeliminasi turunan orde pertama dan didapatkan persamaan 2.33 berikut: 2.33 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.9 Skema Lax-Friedrichs

2.6.2 Skema Leapfrog

Skema FTCS dan Lax-Friedrichs adalah skema level satu dengan pendekatan orde-satu untuk waktu dan orde-dua untuk ruang. Pada keadaan ini, v Δt harus diambil lebih kecil daripada Δx untuk mencapai akurasi yang diinginkan. Gambar 2.10 Skema Leaprog loncat katak Akurasi orde-dua dapat diperoleh dengan memasukkan 2.34 ke dalam skema FTCS, untuk mendapatkan skema Leapfrog 2.35 Faktor 2 pada h dihapuskan, ekuivalen faktor 2 pada Δt. Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Tahapan Skema Lax-Wendroff

Secara partikuler, tahap pemecahan skema Lax-Wendroff adalah sebagai berikut: 1. Skema Lax-Friedrichs sebagai setengah tahap 2.36a 2.36b Δt2h diperoleh dengan mengambil time step Δt2. 2. Evaluasi fluks dari nilai . 3. Setengah tahap Leapfrog. 2.37 Gambar 2.11 Skema Lax-Wendroff Universitas Sumatera Utara Nilai setengah tahap dapat dihitung lebih spesifik sebagai berikut: 2.38 Sehingga, solusi pada level waktu baru akan menjadi = 2.39 Persamaan ini diperoleh dengan mensubstitusi persamaan 2.37 ke dalam persamaan 2.38.

2.7 Konvergensi, Stabilitas

dan Konsistensi Skema Beda Hingga Kesuksesan solusi numerik diukur berdasar kriteria konvergensi, konsistensi serta stabilitas. Konvergensi berhubungan dengan besarnya penyimpangan solusi pendekatan oleh metode numerik terhadap solusi eksak atau solusi analitik closed form. Gambar 2.12 Hubungan Konseptual antara konvergensi, stabilitas, dan konsistensi. 2.7.1 Konvergensi Metode Beda Hingga Berdasarkan jenis PDP Universitas Sumatera Utara , 2.40 dengan adalah operator diferensial orde-dua quasi-linear. Operator diskritisasi menjadi, 2.41 untuk mempersingkat, error dapat dituliskan menjadi 2.42 dengan C adalah koefisien kontan. Representasi beda hingga dikatakan konsisten jika 2.43 ux,t melambangkan solusi eksak PDP dan melambangkan solusi eksak dari persamaan beda hingga yang mengaproksimasikan PDP dengan truncation error Persamaan beda hingga dikatakan konvergen jika truncation error menuju 0 dengan pangkat p untuk dan pangkat q untuk . 2.44

2.7.2 Stabilitas Metode Beda Hingga

Kriteria konvergen dipahami sebagai kriteria dimana solusi metode beda hingga tanpa hadirnya round off error merupakan solusi pendekatan PDP, jika h → 0 dan ∆t → 0. Ada dua kriteria lain yang diasosiasikan dengan kriteria konvergen, yaitu: stabilitas dan konsistensi. Kriteria stabilitas merupakan kondisi perlu dan cukup agar diperoleh solusi konvergen, sedang kriteria konsistensi merupakan kondisi ideal dimana solusi metode beda hingga sesuai dengan solusi PDP yang diharapkan. Terminologi stabilitas menunjukkan karakteristik persamaan diferensial tertentu jika ∆t → 0 serta berhubungan dengan amplifikasi solusi selama proses komputasi. Jika Universitas Sumatera Utara amplifikasi solusi semakin besar, maka proses komputasi akan divergen dan tidak memperoleh hasil tidak konvergen. Bisa jadi solusi divergen ini dipengaruhi oleh amplifikasi yang terlalu besar selama komputasi. Di lain pihak, amplifikasi yang besar belum tentu tidak menghasilkan solusi konvergen. Amplifikasi yang sangat besar menunjukkan bahwa stabilitas komputasi sangat rendah.

2.7.3 Konsistensi Metode Beda Hingga

Terminologi konsistensi menunjukkan, bahwa solusi dengan metode beda hingga merupakan pendekatan solusi PDP analitik seperti diharapkan, bukan solusi persamaan yang lain. Jika h → 0 dan ∆t → 0, maka solusi dengan metode beda hingga sama dengan solusi analitik PDP. Pada umumnya solusi dengan metode beda hingga akan sesuai dengan solusi PDP, sehingga kriteria konsistensi dengan sendirinya terpenuhi taken for granted.

2.8 Syarat Kestabilan von Neumann

Dalam analisis numerik, analisis stabilitas von Neumann atau juga dikenal dengan analisis stabilitas Fourier adalah sebuah prosedur yang digunakan untuk memeriksa kestabilan skema beda hingga yang diaplikasikan pada persamaan diferensial parsial linear. Stabilitas numerik sangat erat kaitannya dengan error numerik. Sebuah skema beda hingga dikatakan stabil jika error yang terjadi pada satu perhitungan time step tidak menyebabkan peningkatan error pada komputasi selanjutnya. Sebaliknya, jika error tumbuh bergantung waktu maka solusi menyimpang dan tidak stabil. Stabilitas skema numerik dapat diselidiki dengan syarat kestabilan von Neumann. Syarat kestabilan von Neuman hanya berlaku untuk PDP linear, PDP harus memiliki koefisien konstan dengan syarat batas periodik dan hanya memiliki dua variabel tak bebas. Solusinya dapat dilihat sebagai jumlah eigenmode di setiap titik grid, yaitu: Universitas Sumatera Utara 2.43 di mana adalah faktor penguatan gelombang, j merupakan vektor, k adalah angka gelombang, subskrip i menunjukkan posisi dan n menunjukkan waktu. Syarat perlu dan cukup kestabilan von Neumann adalah modulus dari faktor amplifikasi harus kurang dari atau sama dengan 1 atau Universitas Sumatera Utara BAB 3 ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN PROGRAM

3.1 Analisis Masalah